Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58906 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Aswan
"ABSTRAK
Kepailitan merupakan sarana bagi kreditor untuk melindungi hak-haknya yang timbul dari perhubungan hukum pinjam-meminjam dengan debitor. Diantara para kreditor, terdapat kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang piutangnya dijamin dengan jaminan hak kebendaan. Pemberian jaminan hak kebendaan tersebut telah memposisikan kreditor separatis lebih utama dibandingkan kreditor lain yang tidak dijamin dengan jaminan hak kebendaan dalam hal pembayaran utang debitor. Namun, bagaimana kedudukan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, baik yang menguasai benda yang dijaminkan maupun yang tidak menguasai benda yang dijaminkan, jika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis-normatif, penelitian ini mengamati dan menganalisa dengan seksama hak dan kewajiban serta pembatasan-pembatasan terhadap kreditur pemegang hak jaminan kebendaan dalam kepailitan. Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan baik yang menguasai benda yang dijaminkan maupun yang tidak menguasai tidak kehilangan hak-hak preferensinya jika debitur pailit, melainkan hanya dibatasi.

ABSTRACT
Bankruptcy is suggestion for creditor to protect his rights that appear from debt relationship with debitor. One of the creditors is secured creditor, where his credit is guaranteed with material warranty. Giving of material warranty was positioning secured creditor is primary in debt payment than other creditors that not guaranteed with material warranty. Even though, how the position of the secured creditor who control in his hand or not the things that guaranteed if debitor was bankrupt by the verdict of the court. By using the library research with juridist-normative approach, this research was observe and analyze the secured creditors right, duty, and restriction in bankruptcy. The secured creditor who control in his hand or not the things that guaranteed did not loose his preference right if debitor was bankrupt, but restricted only."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37284
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aswan
"ABSTRAK
Kepailitan merupakan sarana bagi kreditor untuk melindungi hak-haknya yang timbul dari perhubungan hukum pinjam-meminjam dengan debitor. Diantara para kreditor, terdapat kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang piutangnya dijamin dengan jaminan hak kebendaan. Pemberian jaminan hak kebendaan tersebut telah memposisikan kreditor separatis lebih utama dibandingkan kreditor lain yang tidak dijamin dengan jaminan hak kebendaan dalam hal pembayaran utang debitor. Namun, bagaimana kedudukan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, baik yang menguasai benda yang dijaminkan maupun yang tidak menguasai benda yang dijaminkan, jika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis-normatif, penelitian ini mengamati dan menganalisa dengan seksama hak dan kewajiban serta pembatasan-pembatasan terhadap kreditur pemegang hak jaminan kebendaan dalam kepailitan. Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan baik yang menguasai benda yang dijaminkan maupun yang tidak menguasai tidak kehilangan hak-hak preferensinya jika debitur pailit, melainkan hanya dibatasi.

ABSTRACT
Bankruptcy is suggestion for creditor to protect his rights that appear from debt relationship with debitor. One of the creditors is secured creditor, where his credit is guaranteed with material warranty. Giving of material warranty was positioning secured creditor is primary in debt payment than other creditors that not guaranteed with material warranty. Even though, how the position of the secured creditor who control in his hand or not the things that guaranteed if debitor was bankrupt by the verdict of the court. By using the library research with juridist-normative approach, this research was observe and analyze the secured creditors right, duty, and restriction in bankruptcy. The secured creditor who control in his hand or not the things that guaranteed did not loose his preference right if debitor was bankrupt, but restricted only."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25165
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Utang piutang merupakan hal yang biasa dalam praktek
perekonomian terutama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi
negara. Kreditor yang memberikan pinjaman pasti menuntut
kepastian bahwa debitor akan mengembalikan uangnya dan salah
satu kepastian yang diberikan hukum adalah dengan memberikan
hak atas kebendaan tertentu milik debitor untuk menjadi jaminan
pelunasan utangnya. Kreditor jenis ini disebut kreditor
pemegang hak jaminan atau kreditor separatis. Mereka mempunyai
kedudukan yang cukup aman dalam memperoleh pelunasan piutangnya
secara utuh karena mempunyai benda tertentu yang setiap saat
dapat dieksekusi sendiri bila debitor wanprestasi dan mempunyai
kedudukan yang didahulukan. Dalam praktek jaminan seperti ini
sangat disukai. Kepailitan merupakan salah satu proses
pembagian harta debitor pada para kreditor termasuk kreditor
separatis. Dalam undang-undang kepailitan (UUK) pasal 56A
diatur mengenai penangguhan dimana selama jangka waktu 90 hari
kreditor separatis tidak boleh mengeksekusi benda jaminannya.
Selain itu UUK juga memberikan kewenangan pada curator untuk
mengunakan benda jaminan kreditor separatis dan bahkan
menjualnya, karena itu dalam penelitian ini akan dikaji
bagaimana UUK mengatur kedudukan kreditor separatis dalam
memperoleh pelunasan atas piutangnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S21158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aulia Gislir
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Tumondang Mestika
"Jaminan Fidusia merupakan salah satu jaminan bagi pelunasan utang yang mengakibatkan beralihnya hak kepemilikan benda yang dibebani dengan jaminan tersebut dari debitur pemberi fidusia kepada kreditur penerima fidusia namun penguasaannya masih tetap berada pada pemberi fidusia. Hubungan utang piutang antara debitur dan kreditur ini kadang kala tidak dapat berjalan sehingga prestasi tidak bisa dipenuhi sebagaimana disepakati para pihak. Apabila hal ini terjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan para pihak adalah melalui pranata hukum kepailitan. Adanya ketentuan penangguhan dalam UU Kepailitan dan kedudukan kreditur penerima fidusia sebagai pemegang hak jaminan menimbulkan masalah Bagaimana hak kreditur penerima fidusia atas benda obyek fidusia apabila debitur pemberi fidusia dinyatakan pailit; Dapatkah kreditur penerima fidusia langsung mengeksekusi haknya sebagaimana telah diatur dalam UU Fidusia; Apakah kreditur penerima fidusia dapat mengajukan pailit atas debitur pemberi fidusia dan bagaimana kedudukannya.
Dalam menjawab permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriftif dengan metode penelitian kepustakaan dan analisa data menggunakan pendekatan kualitatif. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yang disimpulkan bahwa dalam hal debitur dinyatakan pailit maka benda tersebut berada dalam pengurusan kurator dengan tujuan untuk mengoptimalkan harta pailit sehingga menjadi bagian dari harta- pailit debitur. Kreditur tidak berhak atas benda jaminan fidusia sejak putusan dijatuhkan sampai waktu paling lama sembilan puluh hari. Dalam masa ini kurator juga dapat menjual benda tersebut. Dalam keadaan ini hak kepemilikan atas benda yang telah dibebani dengan fidusia tersebut menjadi tidak jelas. Kreditur Penerima fidusia tidak dapat langsung mengeksekusi haknya manakala debitur dinyatakan pailit, dia harus menunggu masa penangguhan berakhir sampai dua bulan setelah masa insolvensi dimulai. Dalam UU Kepailitan telah diatur bahwa syarat-syarat untuk dapat dinyatakan pailit adalah ada utang, minimal satu utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, minimal ada dua kreditur.Tidak ada ketentuan yang mengatur jenis kreditur apakah yang dapat mengajukan pailit atas debiturnya sehingga kreditur penerima jaminan fidusia dapat mengajukan permohonan pailit atas debitur pemberi fidusia."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T37588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rora Roikhani Endah Retnowati
"Kepailitan mempunyai akibat bagi seluruh Kreditor, tidak terkecuali bagi Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia. Pengembalian utang Debitor kepada Kreditor dalam hal Debitor dinyatakan pailit akan sangat tergantung pada kedudukan dari Kreditor tersebut. Kedudukan Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia adalah sebagai Kreditor Preferen. Hak ini tidak hapus karena adanya kepailitan atau likuidasi Debitor Pemberi Jaminan Fidusia. Kreditor Preferen (secured creditors) dalam kepailitan biasanya disebut Kreditor Separatis. Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia sebagai Kreditor Separatis sangat berkepentingan agar tetap dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan maupun Undang-undang Fidusia yang berlaku saat ini, ternyata kurang memberikan perlindungan hukum terhadap Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia sebagai Kreditor Separatis dalam proses kepailitan.
Dalam penyusunan penelitian ini, Penulis mempergunakan tipe penelitian-hukum normatif dan bersifat deskriptif analitis, dengan dilengkapi melakukan wawancara kepada 2 (dua) orang Kurator dan 3 (tiga) orang Legal Officer Bank terkemuka di Jakarta. Dalam proses kepailitan di Pengadilan Niaga, dalam hal obyek jaminan fidusia sudah tidak ada lagi maka Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia sebagai Kreditor Separatis tidak memiliki hak untuk didahulukan dari kreditor lainnya, sehingga untuk mengajukan tagihannya dalam kedudukannya sebagai Kreditor Konkuren. Dengan demikian perlu diberikan perlindungan hukum bagi Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia dalam proses kepailitan agar tetap dapat melaksanakan haknya sebagai Kreditur Separatis."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Budiman
"Dalam rangka menjamin adanya mekanisme penyelesaian sengketa hutang piutang antara kreditor dan debitor secara adil, cepat, terbuka dan efektif melalui lembaga peradilan, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari Peraturan Kepailitan (Faillissenient Verordening) Stb. 1905 - 217 jo. 1906 -- 348, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 tahun 1998 yang selanjutnya diundangkan menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1998. Kepailitan pada intinya adalah sitaan umum atas aset debitor yang ditandai dengan adanya suatu pemyataan pailit terhadap debitor yang dinyatakan dengan suatu putusan pengadilan. Kepailitan mempunyai peranan untuk menyelesaikan bermacam-macam tagihan yang diajukan oleh kreditor-kreditor kepada debitornya yang masing-masing mempunyai karakter, nilai dan kepentingan yang berbeda-beda. Proses dalam kepailitan dapat mengatur perbedan-perbedaan tersebut melalui mekanisme pengkolektifan penagihan piutang sehingga masing-masing kreditor tidak secara sendiri-sendiri menyelesaikan tagihannya. Dalam pelaksanaannya, banyak persoalan-persoalan hukum yang perlu memperoleh penegasan karena undang-undang tidak memberikan definisi secara tegas sehingga timbul penafsiran-penafsiran yang berbeda di antara praktisi hukum, bahkan pengadilan atau Mahkamah Agung sendiri yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Di samping itu, beberapa ketentuan di dalamnya dapat menimbulkan permasalahan berupa kemungkinan benturan-benturan dengan ketentuan yang ada dalam perundang-undangan lainnya. Dalam proses kepailitan diatur bahwa setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun demikian, hak eksekusi kreditor dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pemyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut, dalam prakteknya kemungkinan akan menemui benturan khususnya dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan dalam Undang-undang Kepailitan tersebut tentunya dapat memberikan dampak yang merugikan bagi kreditor-kreditor tersebut, termasuk kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan hak-haknya selaku kreditor pemegang hak jaminan. Ketentuan kepailitan bahkah lebih jauh lagi telah tidak memberikan jaminan atau perlindungan bagi kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan haknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandiangan, Roni
"Salah satu cara penyelesaian kepailitan adalah melalui perdamaian yang mengkonversikan utang menjadi saham, penyelesaian dengan model tersebut menimbulkan masalah terhadap bank, karena bank tidak dapat menjalankan perdamaian tersebut akibat keterikatan bank dengan Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Menteri Keuangan yang melarang bank melakukan penyertaan saham dalam perusahaan bukan di bidang keuangan.
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui Memberikan penjelasan yuridis tentang kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, mengetahui Penyelesaian hak Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam hal teijadi penyelesaian Kepailitan secara damai dengan mengkonversikan hutang kepada saham, mengetahui secara empiris akibat kepailitan terhadap Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Perkara Nomor: 033/K/N/2006.
Untuk megkaji permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normative) dengan kajian normatif mengambil sikap kritis normatif yang melancarkan kritik terhadap dogmatik hukum (peraturan per Undang-Undangan) dan praktek. Pokok permasalahan dalam penulisan Tesis ini adalah Bagaimana kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan terhadap Kepailitan Debitur yang diselesaikan dengan Perdamaian yang mengkonversikan hutang menjadi saham Perusahaan pailit, Bagaimana Putusan Mahkamah Agung mengenai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam Perkara Nomor: 033/K/N/2006,
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum dan jaminan yang dimuat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ternyata belum cukup untuk menjamin kepentingan Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan
One of the methods for the settlement of bankruptcy is through reconciliation which converts loan into shares, such model of settlement causes problems towards the bank, because bank cannot carry out such reconciliation due to the commitment of the bank towards the Regulations o f Bank Indonesia and the Regulations of the Minister of Finance which prohibit bank to engage in share participation in companies other than in the financial sector.
The purpose of this essay is to find out how to provide juridical elucidation regarding the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and the Suspension of Debt Payment Obligation and Law Number 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, to find out how is the Settlement of rights of HT Holder Separatist Creditor in the case there is an amicable Bankruptcy settlement by converting debt into shares, to find out empirically what are the consequences of bankruptcy towards HT Holder Separatist Creditor by analyzing the Decision of Supreme Court on Case Number: 033/K/N/2006.
To study such issues will be used normative law research method (juridical normative) with normative study that which taking the normative critical stance that criticizes dogmatic law (statutory regulations) and practices. The subject matters in composing this Thesis are: How is the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation and Law No. 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, How is the Legal Protection towards Bank as HT Holder Separatist Creditor against the Bankruptcy of Debtor settled by Reconciliation which converts debt into shares in the bankrupt Company, How is the Decision of the Supreme Court regarding HT Holder Separatist Creditor in the Case Number: 033/K/N/2006.
From the result of this research can be concluded that legal protection and warranty contained in Law No. 37 of the Year 2007 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation is not yet sufficient to secure the interest o f Bank as HT Holder Separatist Creditor
"
Jakarta: Fakultas Hukum, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Inan Iswara
"Ketentuan perpajakan menempatkan negara sebagai pemegang hak mendahulu atas tagihan pajak.Hak mendahulu ini memberi kesempatan kepada Negara untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang milik Penanggung Pajak di muka umum guna menutupi atau melunasi utang pajaknya.
Pengaturan tentang hak mendahulu berkaitan dengan utang pajak dalam kenyataannya tidak diterapkan secara benar. Direktorat Jenderal Pajak justru mengalami kerugian akibat adanya permohonan pailit. Salah satu kemungkinan rekayasa adalah dengan teknik homologatie sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan. Berdasarkan teknik tersebut kemudian wajib pajak mengajukan masalahnya ke Pengadilan Niaga.
Kedudukan Direktorat Jenderal Pajak sangat kuat sebagai pemegang utang pajak termasuk dalam hal kepailitan. Keputusan pengadilan niaga yang mengabaikan kedudukan pemerintah atau negara terhadap utang pajak tidak menghalangi pemerintah atau negara untuk tetap melakukan pemungutan. Apalagi mengingat bahwa jika putusan pengadilan dijatuhkan oleh pengadilan umum bukanlah penyelesaian masalah perpajakan yang semestinya karena berdasarkan peraturan perundang - undangan telah diatur kompetensi absolut dari Peradilan Pajak dalam menyelesaikan sengketa pajak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efran Yuniarto
"Dalam pemberian kredit tentunya bank memerlukan jaminan yang kiranya dapat menjamin pelunasan hutang dari debitur atau minimal dapat meminimalisir resiko dalam pemberian kredit dimaksud. Dalam hal ini penulis akan membahas masalah penjaminan pesawat udara khususnya pesawat terbang dan helikopter yaitu terkait dengan masih belum jelasnya penggolongan benda sesuai KUHPerdata dari pesawat udara sendiri, lembaga penjaminan yang tersedia serta belum lengkapnya peraturan-peraturan pelaksana yang ada.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan metode penelitian lapangan. Dari pembahasan yang dilakukan maka dapatlah disimpulkan bahwa pesawat udara khususnya pesawat terbang dan helikopter dapat diberikan suatu exceptional status sebagai "benda bergerak" yang diatur secara khusus dan menamakannya dengan movable property sui generic. Selain itu mengenai Lembaga Penjaminan yang tersedia maka selain dengan menggunakan hipotik sesuai dengan ketentuan Pasal 12 UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan maka khusus helikopter juga dapat digunakan Fidusia untuk pengikatan jaminannya. Hal ini dapat kita simpulkan dari ketentuan Pasal 3 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Atas praktek penjaminan pesawat terbang dan helikopter dengan menggunakan hipotik yang berlaku saat ini, maka penulis melihat belum menimbulkan suatu hak istimewa yang sebenarnya diharapkan oleh pihak bank selaku kreditur pemegang jaminan.
Akhirnya penulis menyarankan kiranya atas pesawat udara khususnya pesawat terbang dan helikopter terkait dengan hipotik sebagai lembaga penjaminan yang dapat digunakan sesuai dengan ketentuan Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Penerbangan sesegera mungkin dikeluarkan peraturan pemerintah yang diamanatkan yang mengatur tata cara pendaftaran hipotik sebagaimana dimaksud dan atau diberikannya suatu definsi dan penggolongan yang khusus terkait dengan pesawat terbang dan helikopter. Sehingga nantinya akan memberikan suatu kepastian hukum sebagaimana yang diharapkan oleh pihak perbankkan selaku pemegang jaminan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>