Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76172 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farhaddiansyah
"Belakangan ini di kalangan perbankan mulai populer dokumen yang berbentuk letter of comfort, di mana pihak yang memperoleh pinjaman memberikan comfort letter kepada bank pemberi kredit dalam transaksi jual-beli commercial paper dan promissory note (CP). Surat itu dimaksudkan untuk menentramkan hati pemberi kredit atau pembeli CP, karena diterbitkan oleh perusahaan terkenal dan yang sering menjadi persoalan masih ada pejabat bank yang keliru menganggap letter of comfort identik dengan jaminan bank, padahal antara kedua dokumen tersebut masing-masing mempunyai arti dan akibat hukum yang sangat berbeda. Beberapa ahli menyatakan bahwa Letter of comfort tidak mengakibatkan adanya kewajiban hukum bagi penerbitnya, melainkan hanya kewajiban moral semata-mata. Menurut penulis hal tersebut adaah keliru karena Letter of Comfort diterbitkan dalam bentuk surat pernyataan yang merupakan janji bagi dirinya sendiri untuk kepentingan pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena itu Letter of Comfort dapat dipergunakan bagi pihak yang berkepentingan tersebut. Khususnya apabila terjadi wanprestasi (default) pada Debitur. Dalam hal ini pihak yang berkepentingan tersebut adalah bank atau lembaga keuangan lainnya karena Letter of Comfort dalam thesis ini digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit. Menurut Penulis tanggung jawab atau kewajiban hukum dari pemberi Letter of Comfort tidak hanya bersifat moral semata walaupun berdasarkan penelitian penulis ada beberapa cara pertanggungjawaban bersifat moral terhadap pemberi Letter of Comfort apabila Debitur wanprestasi (default). Menurut penulis pemberi Letter of Comfort selain pertanggungjawaban secara moral juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, khususnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Kepailitan. Menurut penulis dengan adanya pertanggungjawaban secara hukum terhadap pemberi Letter Of Comfort, bank dan lembaga keuangan lainnya dapat aman dalam menjalankan usahanya dalam pemberian kredit.

Presently in the banking sector this popular form of the document letter of comfort, where the party who obtained the ioan to provide comfort letter to bank lender in the buy-sell transactions commercial paper and promissory note (CP). Letters that are intended to comfort the healt of the lender or the CP buyer, as published by the company's popular and often the problem is still there to be an official bank letter that mistakenly considered synonymous with the comfort of a bank guarantee, and between the two documents each have a meaning and legal consequences which is very different. Some experts claim that the Letter of comfort does not lead to any legal obligation for the publisher, but only moral obligations solely. According to the author it is mistaken because Letter of Comfort is issued in the form of a letter which is a promise to himself to the interests of other parties interest Therefore, the Letter of Comfort can be used for the parties interest. Especially when the debtor is default to the Creditor. In this case, the parties concemed is a bank or other financial institutions because the Letter of Comfort in this thesis is used as collateral in the credit agreement. According to the author's responsibility or legal obligation of the grantor Letter of Comfort is not only a moral although only based on the research I have some way of moral responsibility towards our Letter of Comfort when debtor default. According to the author our Letter of Comfort in addition to the moral responsibility can also be based on legal regulations, especially the Book of Law Civil Law, Law Number 10 Year 1998 regarding the changes on the Law Number 7 Year 1992 on Banking, Company Law Act 40 of 2007 regarding Limited Liablity and Bankruptcy Law. According to the authors questioned the existence of the law against granting Letter Of Comfort, banks and other financial institutions can safely run in a business in the provision of credit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26080
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farhaddiansyah
"Belakangan ini di kalangan perbankan mulai populer dokumen yang berbentuk letter of comfort, di mana pihak yang memperoleh pinjaman memberikan comfort letter kepada bank pemberi kredit dalam transaksi jual-beli commercial paper dan promissory note (CP). Surat itu dimaksudkan untuk menentramkan hati pemberi kredit atau pembeli CP, karena diterbitkan oleh perusahaan terkenal dan yang sering menjadi persoalan masih ada pejabat bank yang keliru menganggap letter of comfort identik dengan jaminan bank, padahal antara kedua dokumen tersebut masing-masing mempunyai arti dan akibat hukum yang sangat berbeda. Beberapa ahli menyatakan bahwa Letter of comfort tidak mengakibatkan adanya kewajiban hukum bagi penerbitnya, melainkan hanya kewajiban moral semata-mata. Menurut penulis hal tersebut adaah keliru karena Letter of Comfort diterbitkan dalam bentuk surat pernyataan yang merupakan janji bagi dirinya sendiri untuk kepentingan pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena itu Letter of Comfort dapat dipergunakan bagi pihak yang berkepentingan tersebut. Khususnya apabila terjadi wanprestasi (default) pada Debitur. Dalam hal ini pihak yang berkepentingan tersebut adalah bank atau lembaga keuangan lainnya karena Letter of Comfort dalam thesis ini digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit. Menurut Penulis tanggung jawab atau kewajiban hukum dari pemberi Letter of Comfort tidak hanya bersifat moral semata walaupun berdasarkan penelitian penulis ada beberapa cara pertanggungjawaban bersifat moral terhadap pemberi Letter of Comfort apabila Debitur wanprestasi (default). Menurut penulis pemberi Letter of Comfort selain pertanggungjawaban secara moral juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, khususnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Kepailitan. Menurut penulis dengan adanya pertanggungjawaban secara hukum terhadap pemberi Letter Of Comfort, bank dan lembaga keuangan lainnya dapat aman dalam menjalankan usahanya dalam pemberian kredit.

Presently in the banking sector this popular form of the document letter of comfort, where the party who obtained the loan to provide comfort letter to bank lender in the buy-sell transactions commercial paper and promissory note (CP). Letters that are intended to comfort the heart of the lender or the CP buyer, as published by the company's popular and often the problem is still there to be an official bank letter that mistakenly considered synonymous with the comfort of a bank guarantee, and between the two documents each have a meaning and legal consequences which is very different. Some experts claim that the Letter of comfort does not lead to any legal obligation for the publisher, but only moral obligations solely. According to the author it is mistaken because Letter of Comfort is issued in the form of a letter which is a promise to himself to the interests of other parties interest. Therefore, the Letter of Comfort can be used for the parties interest. Especially when the debtor is default to the Creditor. In this case, the parties concerned is a bank or other financial institutions because the Letter of Comfort in this thesis is used as collateral in the credit agreement. According to the author's responsibility or legal obligation of the grantor Letter of Comfort is not only a moral although only based on the research I have some way of moral responsibility towards our Letter of Comfort when debtor default. According to the author our Letter of Comfort in addition to the moral responsibility can also be based on legal regulations, especially the Book of Law Civil Law, Law Number 10 Year 1998 regarding the changes on the Law Number 7 Year 1992 on Banking, Company Law Act 40 of 2007 regarding Limited Liablity and Bankruptcy Law. According to the authors questioned the existence of the law against granting Letter Of Comfort, banks and other financial institutions can safely run in a business in the provision of credit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T36266
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adita Mirza
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S20930
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irwan
"Tesis ini membahas mengenai peran dan tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum dalam membuat perjanjian kredit yang status hukum objek jaminannya berupa hak atas tanah belum beralih ke tangan debitur PT.Y dalam hal ini Notaris sangat berperan penting dalam pembuatan perjanjian kredit yang dimintakan oleh pihak Bank X dikarenakan terdapat tanggung jawab yang harus dipikul oleh Notaris IS dalam pembuatan akta tersebut. Dalam perjanjian kredit Bank X prinsip kehati-hatian ini tidak dilaksanakan oleh Notaris IS.
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis serta didukung dengan akta perjanjian kredit Bank X terkait dengan peran Notaris dalam Perjanjian Kredit. Selain itu tipe penelitian yang digunakan penelitian ekplanatoris artinya penelitian berusaha menjelaskan objek penelitian yaitu mengenai peran Notaris dalam perjanjian kredit yang status objek hak atas tanahnya belum jelas dikaitan dengan akta perjanjian antara Bank X dengan PT. Y.
Dari hasil penelitian studi kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa, perjanjian kredit antara Bank X dengan PT.Y menjadi batal demi hukum karena terdapat kausa tidak halal bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan peran Notaris dalam hal ini seharusnya memberikan penyuluhan hukum dan merealisasikan akta tersebut dengan benar agar tidak terjadi masalah dikemudian harinya, akibat dari akta tersebut Notaris IS dapat dijatuhi sanksi Administratif, sanksi Perdata, maupun sanksi Pidana dikarenakan tidak menjalankan prinsip kehati-hatian dalam hal pembuatan akta.

This thesis discusses about the role and responsibility of Notary as public official in drafting a credit agreement whereas the warranted object? legal status, which is a land, has not been transferred to the company Y as a debtor. In this case, the Notary held a very important role in drafting a Credit Agreement which is requested by bank X due to the responsibility being shouldered by Notary IS. However, Notary IS failed to abide this principle and affected the Credit Agreement of bank X.
This research utilizes normative juridical approach by emphasizing on the application of written legal norms supported by the Credit Agreement of bank X to highlight the role of Notary in Credit Agreement. In addition, explanatory research was also applied to explain the research object which points out to the role of Notary in Credit Agreement which involves an unidentified warranted land as a legal object in relation with the Credit Agreement between Bank X and Company Y.
Based upon the case study, it can be concluded that the Credit Agreement became nullified by law due to the unlawful clause which violates the applicable regulation and Notary should have provided legal counsel and amended the agreement accordingly to prevent further errors. Based upon this face, Notary IS is liable for administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions for failing to apply precautionary principle in drafting the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30654
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Lageranna
"Ketidakpatuhan dalam penyelenggaraan program jaminan sosial seharusnya menjadi tanggung jawab hukum dari pemberi kerja. Hal ini disebabkan adanya kewajiban pemberi kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Permasalahan dalam tulisan tesis ini yaitu 1) Bagaimana bentuk ketidakpatuhan pemberi kerja dalam penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan?; 2) Bagaimanakah tanggung jawab hukum pemberi kerja atas ketidakpatuhan dalam penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan?; dan 3) Bagaimanakah pengawasan dan pemeriksaan atas ketidakpatuhan pemberi kerja dalam penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan?. Metode penelitian ini menggunakan bentuk yuridis normatif dengan tipologi penelitian berdasarkan sifatnya yaitu deskriptif sehingga bentuk hasil penelitian nantinya berupa deskriptif-analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber data sekunder dengan pengumpulan data melalui studi dokumen atau bahan pustaka. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Bentuk ketidakpatuhan pemberi kerja dalam penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan yaitu Perusahaan Wajib Belum Daftar (PWBD), Perusahaan Daftar Sebagian (PDS), dan Perusahaan Menunggak Iuran (PMI); 2) Tanggung jawab hukum pemberi kerja atas ketidakpatuhannya berupa pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan jenis ketidakpatuhan atau pelanggarannya; dan 3) Pengawasan dan pemeriksaan atas ketidakpatuhan pemberi kerja dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan terkendala dalam penerapan sanksi administratif tidak mendapat pelayanan publik tertentu (TMP2T) yang dikenai oleh pemerintah. Sebagai saran agar pemerintah baik pusat maupun daerah agar mendukung upaya BPJS Ketenagakerjaan dalam penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya dalam penegakan hukum.

Non-compliance in the implementation of the social security program should be the legal responsibility of the employer. This is due to the employer's obligations as regulated in Law Number 24 of 2011 concerning the Social Security Administering Body. The problems in this thesis are 1) What is the form of employer disobedience in the implementation of the social security program by BPJS Ketenagakerjaan?; 2) What is the legal responsibility of the employer for non-compliance in the implementation of the social security program by BPJS Ketenagakerjaan?; and 3) How is the supervision and examination of employer non-compliance in the implementation of the social security program by BPJS Ketenagakerjaan? This research method uses a normative juridical form with a research typology based on its descriptive nature so that the form of the research results will be descriptive-analytical. The data used in this research are secondary data sourced by collecting data through document studies or library materials. From the results of the study, it can be concluded that: 1) The forms of non-compliance by employers in the implementation of the social security program by BPJS Ketenagakerjaan are Companies that are Mandatory Not yet Registered (PWBD), Companies that are Partially Registered (PDS), and Companies in Arrears of Contributions (PMI); 2) Employer's legal responsibility for non-compliance is in the form of imposition of administrative sanctions and/or criminal sanctions according to the type of non-compliance or violation; and 3) Supervision and examination of employer non-compliance carried out by BPJS Ketenagakerjaan is constrained in the application of administrative sanctions for not receiving certain public services (TMP2T) imposed by the government. As a suggestion to the government, both central and regional, to support the efforts of BPJS Ketenagakerjaan in the implementation of the employment social security program, especially in law enforcement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Henriana Wijarto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Kurniawati
"ABSTRAK
Salah satu lembaga jaminan yang banyak diqunakan oleh
pihak perbankan dalam pemberian kredit adalah lembaga
jaminan fidusia, yang merupakan penyerahan hak milik atas
benda-benda kepunyaan debitur kepada pihak kreditur,
sedangkan penguasaan fisik atas benda-benda jaminan
tersebut tetap berada di tangan debitur. Fidusia dianggap
sebagai jaminan yang lebih cocok bagi bank maupun bagi
nasabahnya untuk bergerak, oleh karena kreditur tidak sulit
untuk menyediakan tempat penyimpanan dan di lain pihak
nasabah masih tetap dapat menggunakan barang yang
dijaminkan. Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam
perjanjian kredit perbankan diatur dalam Undang-undang No.
42 Tahun 1999. Sehubungan dengan hal tersebut, pokok
permasalahannya adalah bagaimana kedudukan lembaga jaminan
fidusia dalam perjanjian kredit perbankan dan bagaimana
dalam perjanjian jaminan fidusia apabila terjadi
wanprestasi dalam perjanjian kredit. Dapat dikemukakan,
bahwa perjanjian jaminan fidusia selalu mengikuti
perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya selesai,
maka perjanjian jaminan fidusia juga selesai. Sedangkan
eksekusi dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 29-34
Undang-undang No. 42 Tahun 1999, yaitu melalui pelaksanaan
titel eksekutorial, pelelangan atau penjualan di bawah
tangan. Sebagai kasus untuk dibahas dan dianalisis adalah
pelaksanaan iaminan fidusia pada PT. Bank BNI. Dalam
penelitian ini, digunakan pendekatan yang bersifat yuridis
normatif, yaitu suatu pendekatan yang lebih mengutamakan
norma-norma hukum positif yang ada kaitannya dengan topik
pembahasan. Sedangkan alat pengumpulan datanya adalah
berdasarkan studi kepustakaan atau studi dokumen."
2003
T36664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1999
S20952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Bahsan
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007
346.082 BAH h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>