Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132497 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Liem Pipi Widiyanti
"ABSTRAK
Resi gudang sebagai dokumen bukti penyimpanan barang digudang memegang peranan penting dalam meningkatkan tingkat kehidupan petani di Indonesia. karena berpotensi sebagai alternatif memperoleh pembiayaan. Praktek penggunaan resi gudang didalam kredit perbankan yaitu sebagai agunan dan sebagai dokumen pencairan kredit. Penggunaan resi gudang sebagai agunan bank berdasarkan pada UU tentang sistem resi gudang dan melakukan pembebanan jaminan dalam akta perjanjian hak jaminan. Penggunaan sebagai dokumen penunjang, kredit, bank berdasarkan pada ketentuan dalam Colaterall Mangement Agreemnet dimana pembebanan jaminan nya dengan akta pembebanan jaminan fidusia. Dalam penggunaan nya bank menghadapi resiko , yaitu resiko yang beraspek ekonomis dan aspek yuridis."
2009
T37279
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Liem Pipi Widiyanti
"Resi Gudang sebagai dokumen bukti penyimpanan barang di gudang memegang peranan penting dalam meningkatkan tingkat hidup petani di Indonesia, karena berpotensi sebagai alternatif memperoleh pembiayaan. Praktek penggunaan Resi Gudang di dalam kredit perbankan yaitu sebagai agunan dan sebagai dokumen pencairan kredit. Penggunaan Resi Gudang sebagai agunan, bank mendasarkan pada UU tentang Sistem Resi Gudang dan melakukan pembebanan jaminan dalam Akta Perjanjian Hak Jaminan. Penggunaan sebagai dokumen penunjang kredit, bank mendasarkan pada ketentuan dalam Collateral Management Agreement dimana pembebanan jaminannya dengan Akta Pembebanan Jaminan Fidusia. Dalam penggunaannya, bank menghadapi risiko, yaitu risiko yang beraspek ekonomis dan aspek yuridis.

Warehouse Receipt as inventory depositor documents played an important role in increasing the life Standard of farmers in Indonesia because it has potentials to be an altemative funding. The usage of Warehouse Receipt in credit banking are as collateral and as credit liquidity document. As a collateral, Warehouse Receipt, banking system is based on warehouse system law and will impose the financial responsibility written on Akta Perjanjian Hak Jaminan. On the other hand, the application of credit liquidity document, banking system is based on collateral management agreement where its financial responsibility written on Akta Pembebanan Jaminan Fidusia. As a result, bank will take the risks both economically and jurisdically."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25918
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susanti W. P.
"Pembiayaan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) masih memiliki keterbatasan akses dengan ketentuan adanya syarat fixed assets yang harus disertakan sebagai agunan dalam perhomonan kredit. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 9 Tentang Sistem Resi Gudang, pengusaha kecil yang bergerak di bidang pertanian yang menghasilkan barang-barang komoditi dapat memiliki akses untuk mendapatkan kredit dengan jaminan Resi Gudang atas barang-barang yang ada di Gudang.Skripsi ini meninjau bagaimana peranan kekuatan akta pengikatan Hak Jaminan Resi Gudang dan bagaimana penerapan Sistem Resi Gudang ini dalam praktek pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan terkait dengan fasilitas kredit, serta bagaimana kontrol bank terhadap resiko fluktuasi harga yang tercantum dalam Resi Gudang. Metode penelitan yang dilakukan penulis adalah dengan metode penelitian kepustakaan dengan alat pengumpulan data studi dokumen dan wawancara dengan narasumber. Berdasarkan analisa,pada prakteknya ternyata Sistem Resi Gudang telah lama diterapkan namun dalam konsep yang lebih sederhana dengan menggunakan pola tripartit yang dikenal dengan Collaterral Manager Agreement. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 telah memberikan nilai kepastian yuridis dari penerapan Resi Gudang dalam praktek perbankan sehingga mampu memberikan rasa aman bagi bank dalam memberikan kredit dengan Hak Jaminan resi Gudang.Dalam Sistem Resi Gudang yang bersifat lebih kompleks dengan adanya kelembagaan yang telah ditentukan pengaturannya untuk menunjang system ini, diharapkan dapat membuat aspek yuridis dari Resi Gudang lebih terjamin, baik dari segi kekuatan akta pengikatan Hak Jaminan Resi Gudang maupun dalam penerapan sebagai agunan dalam kredit perbankan yang menerbitkan kewajiban bagi kreditur dan debitur, serta dalam hal melindungi resiko bank terhadap adanya perubahan harga barang sebagai objek dari Hak Jaminan Resi Gudang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Riana
"Harga barang komoditi yang anjlok di masa panen, membuat petani tidak mempunyai pilihan lain selain menjual barang komoditi kepada tengkulak atau pengijon. Sistem Resi Gudang dilahirkan untuk memenuhi kebutuhan petani akan pendanaan guna membeli keperluan masa tanam berikutnya. Dengan sistem resi gudang, petani dapat menjaminkan barang komoditi yang disimpan di gudang untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan atau lembaga pembiayaan, untuk kemudian barang komoditi dijual kembali saat harga mulai membaik. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas penggunaan sistem resi gudang sebagai lembaga jaminan bagi perbankan dan untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi resi gudang. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang telah diundangkan sejak tanggal 14 Juli 2006, namun penerapannya dalam praktek belum seperti yang diharapkan. Sektor perbankan sebagai komponen pendukung sistem ini belum banyak yang menggunakan resi gudang sebagai hak jaminan. Hal tersebut dikarenakan timbul beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Masalah-masalah tersebut antara lain biaya yang cukup besar, belum meratanya pembangunan fasilitas pendukung, pembiayaan dikucurkan untuk jangka waktu yang pendek, keraguan sektor perbankan untuk menggunakan sistem resi gudang dan kurangnya pemahaman mengenai arti penting dan manfaat resi gudang. Eksekusi atas jaminan hak resi gudang belum pernah dilakukan, sehingga belum diperoleh jawaban atas kekuatan eksekutorial yang melekat pada sistem resi gudang. Saran dari penelitian ini adalah sosialisasi harus terus dilakukan kepada pihak terkait, dibangunnya fasilitas pendukung secara merata di berbagai daerah, peningkatan kuantitas dan kualitas lembaga penilai kesesuaian serta meningkatkan peran dan partisipasi aktif dari Pemerintah Daerah.

Commodity prices dropped in the harvest, making the farmers have no other choice than to sell goods to the middleman or pengijon. Warehouse Receipt System was born to meet the needs of the farmers of funding to buy necessities for next planting season. With a warehouse receipt system, farmers could pledge commodity that is stored in the warehouse to get loans from banks or financial institutions, and then sold the commodity when prices started to recover. This research aimed to find answers to the use of warehouse receipt system as collateral for banking institutions and to understand the execution of warehouse receipts. The method used in this research is the normative legal with qualitative data analysis. Undang-Undang No. 9 tahun 2006 about Warehouse Receipt System has been enacted since the date of July 14, 2006, but its application in practice has not been as expected. Not much of banks as a component of this system use the warehouse receipts as collateral. It happens because of few problems that raises in its implementation. These problems are the large cost, development of supporting facilities that has not been spread well, credit for short term, the banking sector still hesitate to use the warehouse receipt system and a lack of understanding about the importance and benefits of warehouse receipts. Execution of warehouse receipts has never been done, so this research have not received an answer about the enforceable of warehouse receipt system. Suggestions from this study is the socialization must continue to related parties, the construction of supporting facilities in several regions, increasing the quantity and quality of Lembaga Penilaian Kesesuaian, also enhance the role and active participation of local government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27464
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Melati Suci
"ABSTRAK
Indonesia adalah negara agraris dan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani maupun sebagai pengusaha agribisnis. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani atau pengusaha agribisnis dalam mengembangkan usahanya adalah masalah permodalan. Disisi lain dari sektor perbankan masih mempunyai anggapan bahwa sektor pertanian atau agribisnis adalah sektor yang bersifat high risk. Hal ini dikarenakan berbagai alasan antara lain mengenai kelayakan usaha yang akan dibiayai, kemampuan pengembalian hutang dan juga masalah agunan atau jaminan. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI pada tanggal 14 Juli 2006 telah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia No.9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang, yang bertujuan untuk membantu kesulitan pengusaha UKM dalam memenuhi kebutuhan modal kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi lembaga keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit modal kerja kepada pengusaha UKM, melalui Jaminan Resi Gudang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perkembangan Implementasi Sistem Resi Gudang terkait pemberian kredit dengan Jaminan Resi Gudang oleh Perbankan di Indonesia, perlindungan hukum bagi bank sebagai kreditur dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh bank sebagai kreditur pemegang Hak Jaminan Resi Gudang. Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Terbatasnya peranan Perbankan nasional dalam memberikan fasilitas kredit dengan jaminan Resi Gudang terkait erat dengan implementasi dan perkembangan Sistem Resi Gudang di Indonesia.
Pelaksanaan Sistem Resi Gudang saat ini di Indonesia masih dalam tahap penyempurnaan dan pembangunan infrastruktur serta kelembagaan yang menopang berjalannya Sistem Resi Gudang tersebut. Dalam Pelaksanaannya masih ada permasalahan yang dihadapi oleh bank sebagai pemegang hak jaminan, yaitu mengenai kebenaran dan keabsahan komoditi pertanian yang menjadi obyek jaminan dan pelaksanaan eksekusi barang jaminan melalui lembaga parate executie.
Sebagai saran dari hasil penelitian adalah perlunya peranan pemerintah dalam sosialisasi Sistem Resi Gudang dan manfaatnya bagi pembiayaan Modal Kerja, kepada masyarakat luas dan lembaga pembiayaan, melakukan pembangunan yang merata diberbagai wilayah Indonesia terhadap proyek-proyek Sistem Resi Gudang, sarana dan infrastrukturnya, meningkatkan kelembagaan yang menunjang berjalannya Sistem Resi gudang. Bank perlu melakukan mitigasi Resiko untuk mengatasi keraguan atas keabsahan perolehan barang, serta perlunya pemahaman yang komprehensif dari penegak hukum terhadap lembaga parate executie sebagai keistimewaan yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hak jaminan kebendaan.

ABSTRACT
The Republic of Indonesian is an agrarian country and most of their residents undertake in agriculture sector as farmers or enterpreneurs in line with crops. The problem that they?re facing in enlarge their market is capital. One side, the banking sector still has the notion that agriculture or agribusiness sector is a high risk business. This is due to various reasons, such as, the feasibility of the business to be financed, the repayment capacity and collateral or security problems. Therefore, on July 14, 2006 the Government and the House of Representatives of Indonesia has passed Undang-Undang No.9 of 2006 About Warehouse Receipt System, that the objective is to assist UKM entrepreneurs difficulties in fulfill their working capital needs and provide legal protection for banking financial institutions in disbursing working capital loans to UKM entrepreneurs, through Warehouse Receipt Security.
This research objective is how to determine the development of Warehouse Receipt System Implementation in associated with the Warehouse Receipt Security financing by Banks in Indonesia, legal protection for banks as creditors and the problems faced by banks as a creditor with the Warehouse Receipt Security Rights. The Research methods used in the context of this research is normative legal research methods with qualitative data analysis. The national banks role in providing credit facilities to guarantee Warehouse Receipt is closely related to the implementation and development of Warehouse Receipt System in Indonesia.
The Implementation of Warehouse Receipt System in Indonesia recently is still in level of refinement and development of infrastructure and institutional support operation of the Warehouse Receipt. At the Implementation, theres problems faced by banks as collateral rights holders, and the object of security and guarantee execution of goods through parate executie institutions that still have potential problems in the implementation, especially about the validity of the goods and related procedures that guarantee the execution of the goods.
The recommendation for this research is the need for government's role in the socialization of the Warehouse Receipt Security Rights to the public and financial institutions, make equitable development in various areas of Indonesia projects Warehouse Receipt System, facilities and infrastructure, enhance institutional support of the warehouse receipts system operation and Banks have to mitigate the risks to overcome doubts about the validity of the acquisition of goods, and the need for a comprehensive understanding of the law enforcement agencies as parate executie privilege granted by law to guarantee the rights holder material."
2009
T26626
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Muliana
"ABSTRAK
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor. 9 Tahun 2006, disebutkan bahwa "resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang". Dalam penjelasan UU tersebut lebih lanjut dijelaskan bahwa resi gudang sebagai suatu instrumen keuangan dapat diperjualbelikan, ditukarkan, dijadikan jaminan kredit oleh pemegangnya, dan dalam perdagangan derivatif dapat diterima sebagai alat penyelesaian transaksi kontrak berjangka yang jatuh tempo di Bursa Berjangka. Permasalahan yang timbul selanjutnya adalah apabila resi gudang dijadikan sebagai jaminan atau agunan, maka bagaimana bentuk jaminan pada resi gudang tersebut. Di Indonesia, undang-undang resi gudang merupakan undang-undang yang baru dan undang-undang pertama yang mengatur mengenai resi gudang. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba membahas bagaimana kekuatan hukum penjaminan suatu resi gudang apabila digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit? serta Bagaimana bentuk penjaminannya ditinjau dari hukum jaminan yang ada dalam praktek?. Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder disusun dan dianalisis secara kualitatif. Melalui Undang-undang Nomor. 9 Tabun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 9/6/PBI/2007 merupakan perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/2/PB1/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 30 Maret 2007, akan memberikan kepastian hukum bagi para pengusaha kecil dan menengah terutama petani yang berkeinginan untuk menjaminkan resi gudangnya pada lembaga perbankan atau kreditur lainnya. Atas dasar kedua ketentuan hukum tersebut resi gudang sebagai tanda bukti kepemilikan komoditi dapat dijaminkan kepada lembaga perbankan. UU Sistem Resi Gudang mengamanatkan pembentukan suatu lembaga jaminan baru, yaitu Hak Jaminan, karena lembaga hukum jaminan yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan hak jaminan atas resi gudang. Pada bentuk hak jaminan resi gudang penguasaan barang ada di pihak ketiga yaitu pengelola gudang.

ABSTRAK
In the Article 1 Section 2 of The Law Number. 9 Years 2006 about The Warehouse Receipt System, mentioned that "a warehouse receipt is an evidence document upon the goods being stored in the warehouse, issued by the warehouse's owner". In it is elaboration explained that the warehouse receipt as a financial instrument can be sold and purchased, treated as a credit guarantee for the holder, while in a derivative trade it also can be used as an instrument to settle a transaction of a temporary trade contract which has been expired on the future exchange. The next problem occurs if the warehouse receipt is used as a guarantee, then how is its form of guarantee. In Indonesia, the law regulating this matter is the new and the first one who regulated the warehouse receipt. Regarding to this, this research is intended to figure out on how far is the legal force of a warehouse receipt in case it is utilized as the guarantee of a credit agreement? How is the process of the guarantee reviewed from the perspective of the applicable law of guarantee and within the practical level? In this research the writer applies a descriptive normative research method, while using the secondary data arranged and analyzed qualitatively. The Law Number. 9 Year 2006 concerning the warehouse Receipt System and Bank of Indonesia Regulation No. 91PBI/2007, which is the second replacement of the Bank of Indonesia Regulation dated at march 30th 2007, will bring legal certainty for the minor and medium entrepreneurs particulary the farmers who have intention to make his warehouse receipt as the guarantee on any banking institution or other creditors. Based on these two law, the warehouse receipt as the proof of commodity ownership is able to be guaranteed to a banking institution. The Law of The Warehouse Receipt System has ordered the forming of a new guarantee institution, named The Guarantee Right, recalling that the existing guarantee law institutions are not able to fill the needs of guarantee right upon the warehouse receipt. In addition, on the warehouse receipt right, the possession right of the commodity lies on the third party namely the warehouse owner.
"
2007
T19647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noor Yustisiananda
"Pemerintah pada tahun 2011 melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang telah melakukan perubahan akan pelaksanaan dan aturan mengenai Sistem Resi Gudang. Perubahan didasari atas kebutuhan pelaku usaha di bidang Sistem Resi Gudang, dimana dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kelemahan yang menghambat perkembangan Sistem Resi Gudang, diantaranya adalah dengan tidak tersedianya mekanisme jaminan yang relative terjangkau bagi pelaku usaha apabila Pengelola Gudang mengalami pailit atau melakukan kelalaian dalam pengelolaan mishandling , sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Oleh sebab itu dalam UU Sistem Resi Gudang terdapat subjek hukum baru yang dapat memberikan jaminan dalam penyelenggaraan Jaminan Sistem Resi Gudang yaitu Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang Guarantee Fund . Selanjutnya pelaksana tugas Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang ditetapkan oleh Pemerintah melalui PP Nomor 1 Tahun 2016 tentang Lembaga Pelaksana Jaminan Sistem Resi Gudang. Tesis ini akan memberi penjelasan mengenai mekanisme penjaminan dan tanggung jawab dari Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang serta konsekuensi dipenuhinya tanggung jawab Lembaga Jaminan Sisitem Resi Gudang, dimana lembaga tersebut memperoleh Hak Subrogasi dari Pemegang Resi Gudang dan Penerima Hak Jaminan. selain hal tersebut dalam hal Pengelola Gudang gagal dan dinyatakan pailit tindakan eksekusi seperti apa yang dapat dilakukan oleh Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang, sehingga Lembaga tersebut dapat mempertahankan hak-hak yang dimilikinya.

The Goverment in 2011 throught Act No. 9 of 2011 on Amendment of Act No. 9 of 2006 about the warehouse receipt systems has made changes to the implementation and rules on Warehouse Receipt System. Changes are based on the needs of businessmen in the field of warehaouse receipt systems, where in the implementation there are some weaknesses that hamper the development of warehaouse receipt systems, such as the unavailability of guarantee mechanism that are relatively affordable for businessmen if the Warehouse manager experienced bankruptcy or negligence in the management of mishandling, so it can not perform its obligations. Therefore, in the Law of Warehouse Receipt System there is a new legal subject that can provide guarantees in the implementation of Warehouse Receipt System the subject is Institution of Warehouse Receipt System Guarantee. Furthermore, the executor of the Guarantee Institute of Warehouse Receipt System is stipulated by the Government through Government Regulation No. 1 of 2016 on the Institution of Warehouse Receipt System Guarantee. This thesis will provide explanation on the guarantee mechanism and responsibility of Institution of Warehouse Receipt System Guarantee and the consequence of fulfillment of responsibility of Welfare Institution of Warehouse Receipt Institution, where the institution obtains Subrogation Right from Warehouse Receipt Holder and Receiver of Warranty Right. In addition to that in case the Warehouse Manager fails and declares bankruptcy what kind of execution action can be performed by the Institution of Warehouse Receipt System Guarantee so that the Institution can defend the rights it owns.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagaskoro Arif Prabowo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penggunaan resi gudang sebagai jaminan atas pre-shipment financing yang diberikan kepada penjual selaku penerima Letter Of Credit (L/C) dalam transaksi Green Clause L/C. Green Clause L/C merupakan jenis L/C yang memungkinkan penjual sebagai penerima L/C untuk menarik sejumlah dana sebagai pembiayaan ekspor bagi dirinya. Namun, pembayaran di muka memunculkan risiko komersial (commercial risk) pada diri pembeli. Risiko komersial tersebut berupa kegagalan penjual mengirimkan barang kepada pembeli setelah pembayaran di muka dilakukan. Hal inilah yang berusaha diminimalkan dalam transaksi Green Clause L/C. Dalam Green Clause L/C pembayaran di muka sebesar nilai yang disepakati dalam L/C kepada penjual dilakukan sebelum pengiriman barang dilakukan baru dapat dimungkinkan oleh bank penerbit maupun bank yang diberikan kuasa untuk membayar setelah penjual menyerahkan resi gudang. Penelitian ini adalah penelitian penelitian hukum doktrinal (normatif) dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa selama ini praktik penggunaan Green Clause L/C belum pernah dilakukan. Bank juga belum memiliki pedoman sebagai dasar operasional melaksanakan transaksi Green Clause L/C. Hal ini terkendala oleh penggunaan Resi Gudang dalam transaksi L/C ini. Penggunaan Resi Gudang saat ini masih memiliki banyak kendala. Kendala-kendala tersebut berasal baik dari sisi petani maupun dari sisi perbankan. Untuk mengatasi kendala-kendala penerapan yang datang dari penggunaan Resi Gudang sebagai jaminan pembayaran di muka dapat dilakukan penambahan sarana dan prasarana yang menunjang Sistem Resi Gudang, mengoptimalkan sosialisasi sistem Resi Gudang, membangun kebijakan dan peraturan yang mendukung Sistem Resi Gudang, evaluasi jenis-jenis komoditi yang dapat dijadikan barang dalam Sistem Resi Gudang, dan perbaikan komunikasi sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan sektor pertanian. Eksekusi jaminan yang diikat dengan Hak Jaminan Resi Gudang dalam transaksi Green Clause L/C pada praktiknya belum pernah dilakukan. Eksekusi objek Jaminan Resi Gudang lebih memberikan keamanan bagi penerima Hak Jaminan Resi Gudang karena barang komoditas sebagai objek jaminan berada di tangan pihak ketiga, yakni Pengelola Gudang dan segala aktivitasnya diawasi oleh Pusat Registrasi.

ABSTRACT
This thesis is concerned with the use of warehouse receipts as collateral for pre-shipment financing given to the seller as the beneficiary in Green Clause Letter of Credit (L/C). Green Clause L/C is an L/C which enables the seller as beneficiary to withdraw some funds as export financing for himself. However, pre-shipment finance raises a commercial risk for the buyer. The commercial risk rises as the failure of the seller to deliver goods to the buyer, whilst the pre-shipment finance has been given. Green Clause L/C transaction is trying to minimize the risk. In terms of Green Clause L/C, pre-shipment finance is possibly being given by the issuing bank or paying bank, in the amount of agreed value of the L/C, to the seller before shipment only if the seller provides a warehouse receipt as collateral. This doctrinal (normative) research uses descriptive-qualitative analysis. The research concludes that the practice of Green Clause L/C transaction has never been done. Banks also do not have guidance operational handbook or any guidelines to the practice. It is constrained by the use of warehouse receipt in this transaction. The use of warehouse receipt currently, still has many constraints. The constraints are derived both from the farmers or the banks. To overcome it several measures which can be considered are increasing the number of facilities and infrastructure that support Warehouse Receipt System, optimizing Warehouse Receipt System socialization, enacting policies and rules which support Warehouse Receipt System, evaluating the types of commodities which can be used in Warehouse Receipt System, and improving communications between banks and other financial institutions and agricultural sector. Execution of warehouse receipts in Green Clause L/C transaction has never been done. Execution of warehouse receipts provides more security for the recipients of the Rights of Security as the collateral object is in the hands of third party, Pengelola Gudang (Warehouse Manager) and all activities related to it, are supervised by Pusat Registrasi (Registration Center)."
2013
T33093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlangga
"Negara Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan yang sangat luas. Hal ini tentu menjadi potensi yang sangat besar bagi Indonesia untuk dikembangkan secara optimal. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut ialah melalui Sistem Resi Gudang. Namun proses yang ada di lapangan belum sesuai dengan ekspektasi Pemerintah setelah regulasi tersebut telah dibuat. Permasalahan utama yang terjadi pada Sistem Resi Gudang adalah masih banyak para petani yang belum mengetahui informasi mengenai Sistem Resi Gudang tersebut. Hal ini dapat terjadi karena masih kurangnya dukungan Pemerintah dalam pelaksanaan Sistem ini. Lebih lanjut Sistem Resi Gudang sendiri bertujuan untuk menyejahterakan para petani dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Oleh karena Sistem Resi Gudang masih belum berjalan dengan optimal, maka taraf hidup para petani juga masih belum stabil. Melihat dari penerapan resi gudang warehouse receipt di India yang memiliki persamaan sebagai negara agraris dan merupakan negara berkembang yang telah berhasil dalam mengoptimalkan penerapan resi gudang. Hal ini menjadi tanda tanya apa yang menyebabkan Indonesia masih mengalami kendala dalam penerapannya. Penulis melakukan studi literatur untuk melihat bagaimana regulasi resi gudang di Indonesia dan India, kemudian melakukan perbandingan dari informasi yang ditemukan. Penulis mendapatkan hasil bahwa sistem regulasi di India yang sederhana ternyata memiliki kekuatan untuk menjalankan sistem tersebut dengan baik dan lebih optimal dibandingkan dengan Indonesia.

Indonesia is an agricultural country who has large area. Indonesia has great potential to developing it. One of the way to achieve that goal is by a warehouse receipt system. But outside condition are not in line with government expectations after the regulation already made. The main problem with warehouse receipt system is there are still many farmers who do not know information about the warehouse system. This happened because a lack of government support in implementation this system. Moreover the warehouse receipt system intend to prosperous the farmers in improving their standard of living. Therefore the system still not working optimally, then the standard of living of farmers are still not stable. Looking from application warehouse receipt system in India, which has similarities as an agricultural country and developing country who has succeeded to do the best implementation of warehouse receipt. This is become question mark that what caused Indonesia still having problems to use it. The author conducted a literature study to see how regulation of warehouse receipt in Indonesia and India, then doing a comparison from that information.  The author get a result that regulation of system in India that is simple turns out to have the power to operate the system well and more optimally than Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Merujuk pada ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang menyebutka Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang
.."
REHUKUM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>