Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160402 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahman
"Tradisi maataa merupakan tradisi tahunan yang di dalamnya terdapat berbagai ritual, kabhanti, dan tarian. Tradisi maataa memiliki nilai yang dapat mempersatukan masyarakat pendukungnya. Nilai itu berupa nilai religius dan nilai sosial, bahkan secara filosofi tradisi maataa merupakan perwujudan dari siklus kehidupan terutama yang berhubungan dengan kelahiran dan perkawinan. Selain itu, masalah kelisanan ditemukan dalam kabhanti tradisi maataa.
Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan kelisanan dan keberlangsungan tradisi maataa. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelisanan dalam tradisi maataa tercermin dari kabhanti yang dilantunkan yang sarat dengan repetisi dan penggunaan perumpamaan yang mengambil dari alam sekitar. Selain itu, kabhanti dalam tradisi maataa penciptaannya terjadi secara spontan sangat bergantung pada audiens dan penari. Dari segi formula kabhanti dalam tradisi maataa umumnya berbentuk frasa dan ketika dilantunkan terjadilah variasi yang berbentuk teks dan cara melantunkannya. Untuk mempertahankan eksistensinya tradisi maataa diwariskan dengan melalui tiga pola pewarisan yaitu pewarisan dalam pertunjukan, pewarisan secara langsung, dan pewarisan di kalangan sendiri.

Maataa is an annual tradition and has various ritual, kabhanti and dancing. Maataa tradition has value that could unite all the society. Those values are religious and social value, even philosophically maataa tradition is a life cycle which relates to natality and marriage. In other hand, orality problem is also found in kabhanti maataa tradition.
The objective of this research is to explore the orality and the sustainity of maataa tradition. It used qualitative method by ethnography approach. The result shows that orality in maataa tradition reflected from the sound of kabhanti which has repetition and using of metaphor from the environment. Then, kabhanti in maataa tradition created spontaneously depend on the audiences and the dancers. Kabhanti formula generally in phrase and there are is variations on text and the way of orality when it is orality. There are three inheritance ways in keeping the existence of maataa tradition which are by performance, direct and inheritance of the society itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29270
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Malik
"Tesis ini merupakan penelitian yang membahas tentang peranan kabolosi dalam tradisi lisan kande-kandea kabolosi pada masyarakat Baruta Analalaki di Buton. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data lapangan dan data pustaka. Beberapa teori dan konsep yang digunakan antara lain peran, tradisi lisan, dan ritual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi.
Dalam pembahasan tesis ini akan memaparkan tiga hal utama yakni kelisanan, ritual makan bersama, dan peranan kabolosi dalam kande-kandea kabolosi. Pada pembahasan pertama, masyarakat Baruta Analalaki merupakan salah satu masyarakat di Buton yang masih mempertahankan kadandio sebagai salah satu kelisanan dalam tradisi kande-kandea kabolosi. Dalam pertunjukannya, proses penciptaan lisan yang dilakukan sang pelantun lebih menitikberatkan pada penghafalan teks secara tetap, atau tidak secara spontanitas dan menolak kreasi baru. Untuk mempermudah hafalannya, sang pelantun menguasai dan memanfaatkan formula tetap dan tidak tetap. Pada pembahasan selanjutnya, masyarakat Baruta Analalaki merupakan salah satu masyarakat di Buton yang melaksanakan tradisi kande-kandea sebagai sebuah ritual. Kosep dasar ritual makan bersama yang mereka lakukan adalah makanan disajikan kepada masyarakat dan arwah leluhur, yang selanjutnya akan makan secara bersama-sama. Masyarakat Baruta Analalaki malaksanakan tradisi ini lebih menitikberatkan pada fungsi pemenuhan kebutuhan spiritual dan sosialnya. Pembahasan terakhir adalah peranan kabolosi dalam kande-kandea kabolosi. Dari hasil analisis, diketahui bahwa kabolosi memiliki peranan yang sentral dalam kehidupan kande-kandea kabolosi hingga hari ini. Selama masyarakat Baruta Analalaki masih memiliki kebutuhan spritual dan sosial, maka selama itu pula kabolosi akan diperlukan. Peranan kabolosi dalam kande-kandea kabolosi adalah memediasi masyarakat dengan arwah leluhur, mengelola masyarakat. dan melakukan pewarisan baik diluar maupun di dalam pelaksanaanmya.

This thesis is a study about the role of kabolosi in the oral tradition Kandea-kandea Kabolosi at Baruta Analaki society in Buton. Sources of data were obtained from field and reference. Some theories and concepts were used role, oral tradition, and ritual. The method used in this reserach is an ethnographic method.
The discussion of this thesis will describe three main things such as orality, ritual eating together, and the role of Kabolosi in Kande-Kandea Kabolosi. Firstly, Baruta Analaki society is one of the community in Buton that still maintains Kadandio as one of orality in the tradition of Kande-Kandea Kabolosi. In the show, the process of creation who performed by the singer is more focused on text memorization is fixed, or not spontaneously and denied new creation. For making easy on its memorization, the singer command and use the fixed and variable formula. Next, this study about Baruta Analalaki society is one of community in Buton who carry out Kande-Kandea tradition as a ritual. The basic concept of ritual of eating together is serve the food to the public and ancestral spirits, which in turn will feed together. They do this tradition to emphasize on fulfillment function of spiritual and social. The last discussion is about the role of Kande-Kandea Kabolosi. From the analysis, it is known that Kabolosi has a central role in Kande-Kandea Kabolosi’s life till this day. As long as they still have spiritual and social needs, then Kabolosi will be required. Kabolosi roles in Kande-Kandea were mediated society with acestral spirits, manage people, and do good tranmission even in outside and inside of its implementation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode Sahidin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Katingka dan Zikir dalam Tradisi Ritual Meagoliwu pada Masyarakat Koroni di Buton Utara. Hasil: Tradisi Ritual Meagoliwu pada Masyarakat Koroni saat ini masih terdapat di tiga desa: Lasiwa, Laeya, dan Maligano. Bentuk pelaksanaan di masing-masing desa mengandung persamaan dan perbedaan. Di Desa Laeya mengandung unsur kepercayaan Hindu dan di Desa Maligano mengandung unsur kepercayaan Islam. Pelaksanaan ritual meagoliwu di kedua desa tersebut tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan lembaga adat dalam permainan politik dalam desa.
Ritual meagoliwu yang ada di Desa Lasiwa menggunakan dua bentuk ritual yang berbeda, yaitu katingka dari unsur kepercayaan Hindu dan zikir dari unsur kepercayaan Islam. Namun unsur perbedaan bentuk dalam pelaksanaan ritual Meagoliwu tidak mengganggu keharmonisan hidup bermasyarakat. Terciptanya keharmonisan tersebut, berkat peran lembaga sara lembaga adat/imam desa dalam menyakinkan kepala desa mengenai pentingnya ritual meagoliwu adalah demi terciptanya ldquo;keamanan rdquo; dalam masyarakat. Kondisi tersebut tercipta berkat komunikasi yang baik antara lembaga sara dengan kepala desa. Kata kunci: Kabupaten Buton Utara, Katingka, Zikir Masyarakat Koroni, Ritual Meagoliwu

This research aimed to study about the Katingka and Zikir in Tradition of Meagoliwu Ritual of Koroni People in North Buton Regency. The result showed that today the tradition of Meagoliwu ritual can be seen in three villages, those are Lasiwa, Laeya and Maligano Villages. In each of these villages, there are differentiations and similarities during the implementation of this ritual. Tradition of Meagoliwu Ritual in Laeya Village has some elements from Hindu faith while in Maligano Village has some elements from Islamic teaching. The implementation of the ritual does not run well due to the involvement of traditional institution in political intrigue within the community.
Tradition of Meagoliwu Ritual in Lasiwa Village applies the two kinds of different ritual they are katingka with Hinduism elements and katingka with Islamic elements. Yet, those different elements do not bother the harmony within the society. The institution of Sara traditional institution traditional priest has the role to create the harmony within the society. The institution ensures Kepala Desa that the importance of ritual meagoliwu is for the society lsquo safety rsquo . The good communication between Sara Institution and Head of the Village embodied the safety. Keywords North Buton Regency, Katingka, Zikir of People in Koroni, Meagoliwu Ritual."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2041
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irianto Ibrahim
"Posuo adalah salah satu jenis upacara ritual dalam siklus hidup orang Buton. Ritual ini dikhususkan bagi perempuan, pelaksanaannya ditandai pada menstruasi pertama hingga masa sebelum menikah. Seiring perkembangan zaman, posuo yang semula merupakan tahap peralihan status perempuan dari kabua-bua (gadis remaja) menjadi kalambe (dewasa), sekarang ini telah mengalami perubahan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis proses perubahan tradisi tersebut, dengan terlebih dahulu melakukan deskripsi terperinci mengenai struktur posuo, sejarah, dan tanggapan masyarakat terhadap tradisi. Hal ini diharapkan dapat menjelaskan perubahan apa yang terjadi dalam tradisi posuo, bagaimana dinamika internal dan sejauh mana intervensi eksternal dalam proses perubahan tradisi posuo pada masyarakat Buton. Sebagai penelitian kualitatif, pendekatan etnografi digunakan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya data dari berbagai sumber. Oleh sebab itu, penyajian hasil penelitian lapangan dalam bentuk deskripsi pelaksanaan ritual dan tanggapan responden menjadi data utama penelitian. Di samping itu, kajian tradisi lisan digunakan sebagai pijakan untuk mengurai metode transmisi kelisanan dan pola pewarisan tradisi, sehingga dapat menjawab mengapa posuo masih dapat bertahan sampai seperti sekarang ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan dalam tradisi posuo dipengaruhi oleh faktor dinamika internal masyarakat Buton itu sendiri sebagai pendukung tradisi, dan intervensi eksternal yakni pengaruh yang berasal dari luar dalam hal ini institusi negara atau geografi. Keberadaan tradisi posuo di antara dua pengaruh tersebut memunculkan strategi adaptasi tradisi untuk menjawab tuntutan internal dan tekanan eksternal pada waktu yang bersamaan.

Posuo is one of a ritual ceremony in Buton rites of passage. This ritual is a specific ritual intended for Butonese women, spanning from the menstrual period to the pre-wedding period. Originally it signified the transition of women’s status from kabua-bua (teenager) into kalambe (maturity), but nowadays it has changed. This research aimed to analyze the process of changing in posuo, by giving the detailed description about the structure of posuo, history and social response. The objection of this research is giving the information about the changes in posuo itself, how is the internal dynamics and how far the external intervention for the process of changing in Posuo at Buton local community. As the qualitative research, ethnography approach was used to gain the data as much as possible from many sources. Therefore, the main data of this research is presenting the result of this research; those are the description of the ritual and respondents’ responses. Besides, the study of oral tradition was used as the foothold to elaborate the method of oral transmission and the system of transmission to answer why posuo bears up to this day. The result of this research showed that the changes in posuo were affected by internal dynamics factor namely the Butoness who support posuo and external intervention which came from outside, such as state institution and geographical problem the existence of posuo between both effects presents strategy to adapt for answering the internal demands and external pressure at the same time. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasaruddin
"Kesultanan Buton memiliki banyak peninggalan naskah yang umumnya berada dalam wilayah kraton. Naskah-naskah tersebut ditulis oleh para pembesar kerajaan. Para sultan umumnya memiliki peranan yang cukup besar dalam proses tradisi tulis dalam lingkungan Kesultanan Buton. Hasil karya para sultan tidak hanya berupa naskah yang berbahasa Wolio tetapi juga berbahasa Melayu dan Arab."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2012
090 JMN 3:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
La Malihu
"ABSTRAK
Informasi mengenai pelayaran tradisional di Buton telah disinggung dalam Ligtvoet (1878), Dick (1975a, 1975b, 1985, 1987), Horridge (1979a, 1981), Hughes (1984), Evers (1985), Schoorl (1985), Liebner (1990), dan Southon (1995). Bagian terbesar dari kajian mereka, kecuali Southon, masih menempatkan pelayaran tradisional Buton dalam kerangka kajaian umum, balk secara spasial maupun tematis. Secara spasial perhatian mereka terutama diarahkan pada kegiatan pelayaran di Kepulauan Tukang Besi, terutama Wanci dan Kaledupa, kecuali Southon yang memusatkan perhatian pada Desa Gerak Makmur di Kecamatan Sampolawa, Secara tematis mereka melihat pelayaran terutama dari aspek kegiatan ekonominya, sementara aspek perkembangan dan kemundurannya masih luput dari perhatian.
Studi ini mencoba mengisi "celah" tersebut dengan mencoba menganalisis tradisi maritim serta perkembangan dan kemunduran pelayaran tradisional di Buton Timur, dengan fokus perhatian pada Kecamatan Pasarwajo. Untuk keperluan ini beberapa pendekatan teori, seperti pendekatan Mentaliteit (Ladurie 1986), pendekatan ekologi (Steward 1955, Binford 1967, dan Geertz 1993), pendekatan Sea System (Braude! 1971, Chauduri 1985, Lapian 1987, Leirissa 1996), serta teori pemilihan kerja (Hommans 1961), teori modernisasi (Tipps 1973) dan teori invohrsi (Geertz 1993), digunakan untuk menganalisis masalah-masalah yang relevan.
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa orang Buton sesungguhnya berakar dari suatu masyarakat dengan tradisi maritim yang sangat kuat. Hal ini diindikasikan oleh, antara lain: (1) pola pemukirnan penduduk yang terkonsentrasi di pinggiran pantai, (2) pandangan ideologis yang menempatkan "laut" pada tataran yang seimbang dengan "darat", (3) ideologi barala yang diilhami oleh keseimbangan pada perahu bercadik ganda, (4) konsep pertahanan kerajaan yang ditekankan pada matra laut, dan (5) berkembangnya pelayaran yag secara konkrit dapat diidentifikasi sejak abad ke-17.
Wilayah Buton Timur tumbuh menjadi pusat pelayaran tradisional terkait dengan (1) kondisi lingkungan geografisnya yang terdiri dari ratusan pulau, (2) keadaan alamnya yang kering dan tandus, dan (3) letak geografisnya di tengah jalur pelayaran yang menghubungkankawasan barat dan timur Indonesia.
Perahu lambo -- perahu yang digunakan dalam pelayaran -- dilihat sebagai sesuatu yang bermakna simbolik. Lamho dipersepsikan seperti manusia, sehingga dalam kesetaraannya dengan rumah, dipersepsiskan sebagai "suami". Desain dan konstruksinya merupakan paduan antara desain barat dengan metode konstruksi tradisional.
Pelayaran tradisional di Pasarwajo berkembang seiring dengan dinamika perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan; baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Pembatasan-pembatasan yang didterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menjamin monopoli KPM, misalnya, telah membuat pelayaran tradisional makin tersisih dalam perebutan pangsa angkutan barang (dan penumpang); bahkan mengalami stagnasi sema sekali setelah masuknya Jepang pada Maret 1942 hingga Agustus 1945.
Demikian pula gejolak politik selama beroperasinya DIITII di Sulawei Tenggara sepanjang tahun 1950-an dan awal 1960-an, yang terus berlanjut hingga pecahnya G.30S serta proses penumpasan dan pembersihannya sejak akhir 1965 hingga 1967.
Kemajuan berarti baru dapat dicapai setelah memasuki Repelita I, ketika keadaan ekonomi, sosial, dan politik mulai membaik; dan mencapai puncaknya pada akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an. Namun memasuki paruh kedua dasawarsa 1980-an terjadi apa yang oleh Geertz disebut involusi, yang disebabkan terutama oleh merosotnya harga dua komoditas unggulannya, yaitu kopra dan cengkeh; adanya saingan perahu layar motor; kelangkaan kayu; terjadinya alih profesi menjadi nelayan penangkap ikan; dan kurang positifnya pandangan generasi muda terhadap pelayaran tradisional. "
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arsyah Aditya Saputra
"Penelitian ini mengkaji tradisi lisan asli Betawi, ngerahul, yang dilakukan masyarakat Betawi Mampang melalui memori kolektif yang mereka miliki. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh dan mengungkapkan upaya yang nyata untuk mengembalikan peranan ingatan masyarakat Betawi Mampang terhadap tradisinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan dengan pendekatan deskriptif analitis karena menjelaskan, memberikan ilustrasi, dan simpulan terhadap permasalahan yang telah didapatkan dan diteliti sekaligus cukup adaptif dan peka terhadap pola-pola atau yang diterapkan masyarakat dalam tradisi ini. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah wawancara dengan beberapa narasumber terverifikasi, termasuk budayawan Betawi dan pelaku budaya tersebut. Penelitian ini memperoleh temuan bahwa ngerahul pada era modern di kawasan tersebut dijalankan atas dasar kebutuhan pelakunya dengan modal ingatan masa lalu. Di satu sisi, dengan ngerahul, mereka memperoleh timbal balik dan nilai-nilai yang bermanfaat untuk kehidupan mereka.

This research examines the indigenous oral tradition of Betawi called ngerahul, which is practiced by the Betawi community in Mampang, through their collective memory. The purpose of this study is to obtain and reveal the genuine efforts to restore the role of Betawi Mampang community's memory in relation to their tradition. This research utilizes a qualitative method with an analytical descriptive approach, as it seeks to explain, illustrate, or draw conclusions regarding the identified and researched issues, while also being adaptable and sensitive to the patterns or practices implemented by the community in this tradition. The data collection method employed for this research is interviews with several verified sources, including Betawi cultural experts and practitioners. The study findings indicate that ngerahul, in the modern era of the area, is carried out based on the needs of its participants with the aid of past memories. With ngerahul, they gain reciprocity and values that are beneficial to their lives."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiyah M. Husba
"ABSTRAK
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Buton sangat dipengaruhi oleh tradisi dan ajaran Islam. Keberadaan masyarakat Buton sebagai komunitas muslim inilah yang menjadikan masyarakat Buton berbeda dalam perkembangannya dibandingkan masyarakat di wilayah lainnya, khususnya di kerajaan-kerajaan Sulawesi Tenggara.
Kuatnya pengaruh Islam tersebut, didukung oleh keberadaan Undang-_undang Martabat Tujuh yang tidak saja berfungsi sebagai undang-undang kerajaan, melainkan juga sebagai ajaran dan pedoman hidup yang mengandung nilai-nilai Islam. Selain itu falsafah adat yang berjiwa Islam juga ikut mempengaruhi keberadaan masyarakat Buton sebagai masyarakat Islam, pengaruh dan peranan penguasa dalam hal ini sultan juga ikut mempengaruhi kehidupan masyarakat Buton.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan menjelaskan tentang masyarakat Islam di Kesultanan Buton pada masa pemerintahan Sultan Aidrus Qaim ad-din (1824-1851).
Metode dalam penulisan ini menggunakan metode heuristik yang dipresentasikan secara deskriptif dan dianalisa dengan menggunakan pendekatan multidimensional.
Hasil penelitian terhadap masyarakat Buton ini menunjukkan bahwa pengaruh Islam terlihat dalam struktur dan proses sosial masyarakat Buton, yakni dalam keluarga, hubungan perkawinan, adat-istiadat, hukum adat, yang memperlakukan hukum Islam, serta falsafah adat yang masih dianut oleh masyarakatnya sampai sekarang sangat mendukung aktivitas masyarakat Buton sebagai masyarakat Islam.
Disamping itu, pengaruh besar lainnya adalah undang-undang Martabat Tujuh yang merupakan landasan pokok bagi dasar pemerintahan kesultanan Buton dengan aturan-aturan dan nilai-nilai yang dikandung dalam ajaran Martabat Tujuh. Pengaruh sultan yang besar, yaitu sultan dikenal sebagai Khalifafuf-Allah atau sebagai pembawa perintah Allah. Hal ini menjadikan masyarakat Buton mentaati sultan sekaligus mentaati Allah dengan segala perintah dan larangannya.
Kesemuanya itu merupakan faktor pendukung perubahan masyarakat Buton, dari masyarakat penganut kepercayaan menjadi masyarakat agamis, yaitu masyarakat Islam.

"
1999
S13427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>