Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1546 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Isman Pratama
"Mesjid Raya Ambon merupakan mesjid tua dan keramat yang terletak di kota Ambon. Mesjid ini memiliki bentuk dan gaya bangunan yang khas dan unik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kekunoan mesjid ini melalui pemaparan deskripsi bangunannya. Di samping itu, untuk melihat bagaimana proses islamisasi di daerah tersebut.
Hasil penelitian mempelihatkan bahwa mesjid ini memiliki nilai-nilai kekunoannya yang tampak pada beberapa unsur bangunan seperti pada bagian pondasi mesjidnya yang masif, bagian atap mesjid yang hentuknya kubah, gaya menara mesjidnya, bentuk-bentuk tiang yang ada di ruang utama mesjid dan serambi, dan motif hiasnya.
Perihal masuk dan berkembangnya Islam di Maluku, khususnya di Ambon (Hitu) dapat diketahui dari sumber-sumber lokal dan sumber asing. Menurut sumber-sumber tersebut, agama Islam datang ke Maluku sekitar abad ke 13 hingga abad 15 Masehi. Penyebar Islam pertama adalah seorang ulama bernama Syekh Jafar Sadek yang datang dari tanah Arab (Mekah). Syekh ini menetap dan kawin di Ternate dan menurunkan raja-raja Maluku. Para penyebar Islam lainnya adalah Maulana Husayn, Tuhubahahul, Patih Putih dan Patih Tuban. Adapun cara penyebaran agamanya melalui dakwah Islamiah yang penuh kedamaian, dengan metode yang tepat. Di samping itu, juga melalui jalur perkawinan dan perdagangan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP.Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Roseri Rosdy Putri
"ABSTRAK
Mesjid merupakan bangunan suci tempat melaksanakan ibadah bagi umat Islam dan segala macam kegiatan yang berhubungan dengan agama Islam. Tidak seperti dalam agama Hindu yang membutuhkan kitab Cilpasastra untuk membangun bangunan sucinya, agama Islam tidak mempunyai suatu kitab khusus berisi peraturan-peraturan pembangun_an sebuah mesjid. Sebuah mesjid selain dibangun sebagai tempat yang bersih dan suci, bangunan mesjid haruslah menghadap ke kiblat, ke arah di mana semua umat Islam menghadap pada waktu sedang melaksanakan shalat.
Menurut Abdul Rochym dan Aboebakar, pembangunan sebuah mesjid di suatu daerah, selain mengikuti peratur_an pembuatan bangunan mesjid secara umum, bangunan mesjid tersebut pasti mendapat pengaruh dari arsitektur bangunan tradisional daerah yang bersangkutan. Peneli_tian terhadap arsitektur Mesjid Raya Bingkudu yang terletak di desa V_Suku Candung Bawah, Kecamatan IV Angkat Candung, Kabupaten Agam, Bukit Tinggi, belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan terhadap Mesjid Raya Bingkudu dan bertitik tolok dari pendapat yang diajukan oleh Abdul Rochym dan Aboebakar di atas.
Untuk mengkaji pendapat tersebut, dilakukan anali_sis perbandingan antara Mesjid Raya Bingkudu dengan bangunan tradisional rumah gadang. Analisis dilakukan dengan melihat variabei-variabei yang dimiliki oleh bangunan-bangunan yang akan diperbandingkan tersebut. Variabel-variabel yang diperbandingkan meliputi. (1) Lantai, (2) Tiang, (3) Anjungan, (4) Atap, (5) Tangga dan Batu Tapakan, (6) Ukiran Kayu. Untuk melihat keku_naan pada Mesjid Raya Bingkudu dilakukan analisis per_bandingan dengan bangunan mesjid kuna di Indonesia secara umum. Variabel yang diperbandingkan meliputi (1) Fondasi Bangunan, (2) Denah bangunan, (3) Atap Bangunan, (4) Kolam, (5) Menara.
Hasil analisis di atas memperlihatkan bahwa ternya_ta Mesjid Raya Bingkudu memiliki beberapa variabel yang sama seperti yang dimiliki oleh bangunan mesjid kuna di Indonesia umumnya. Selain itu bagian-bagian dari bangun_an Mesjid Raya Bingkudu memiliki bentuk dan fungsi yang sama pula dengan bangunan rumah gadang. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Mesjid Raya Bingkudu merupakan salah satu mesjid kuna di Indonesia yang dalam pembangu_nannya mendapat pengaruh dari arsitektur daerah, dalam hal ini rumah gadang. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abdul Rochym dan Aboebakar."
1990
S11884
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji mesjid Kasunyatan sebagai obyek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan sejarah pendirian mesjid kuno ini dan tinjauan arsitekturnya.
Dalam bahasan tentang sejarah mesjid dipermasalahkan hubungan antara nama mesjid dengan tokoh yang mendirikannya, kapan mesjid ini dibangun dan oleh siapa. Sedangkan bahasan terhadap bangunan mesjidnya dilakukan dalam tinjauan deskripsi untuk kemudian dilakukan kajian terhadap apa yang telah dideskripsikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk nemperoleh ganbaran mengenai sejarah pendirian mesjidhya yang berkaitan dengan tokoh pendirinya, waktu pendirian, dan hubungan antara nama mesjid dengan tokoh pendirinya. Tujuan lain adalah untuk memperoleh ganbaran mengenai pengaruh yang terdapat pada arsitektur mesjid ini.
Metode yang digunakan adalah Studi kepustakaan, observasi langsung kepada obyek, lalu di deskripsikan dan hasilnya diolah untuk disajikan dalam laporan penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan antafa pendiri mesjid ini dengan hama mesjidnya, yaitu Pangeran Kasunyatan. Haktu pendiriannya diperkirakan pada masa awal pemerintahan Maulana Yusuf yang memerintah pada tahun 1570 hingga 1580 Masehi. Hasil yang berkaitan dengan arsitektur mesjidnya memperlihatkan bahwa mesjid ini didominasi oleh unsur lokal atau pra islam. Pada menara dan kolam wudhunya terlihat adanya pengaruh asing yaitu Portugis. Pada gapuranya terdapat pengaruh gaya "Moor"."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Delia Octaviana
"Siapa nyana kepiawaian orang Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar), berpantun-pantun adat, berpetatah-petitih atau bersastra sedari dulu sampai sekarang ternyata bisa membuahkan hasil yang mengagumkan. Salah satunya, arsitektur rumah bagonjong. Tiap elemen Rumah Gadang memiliki denotasinya masing - masing. Dia ada karena makna oleh karena itu dia adalah simbol. Gonjong adalah salah satu simbol etnik itu. Gonjong merepresentasikan makna filosofi Minang yang terabstrasikan kedalam bentuknya. Pengejawantahan nilai-nilai filosofis itu ke dalam bentuk arsitektural memberikan arti tersendiri bagi arsitektur sebagai wadah ilham dan pemikiran terdalam manusia. Terkait dengan modernitas arsitektur vernakular Minang saat ini, simbol pun melebur. Perwujudan manifestasi baru mencoba untuk mencipta citra gonjong moderen dalam persepsi masyarakat awam. Lalu bagaimanakah peleburan gonjong sebagai simbol etnik ini dalam konteks modernitas arsitektur Minang? Adakah manifestasi baru itu tetap memenuhi kaidah murni dari bentuk adatnya ataukah mungkin justru berbeda?. Pertanyaan ini yang ingin saya kaji dalam penulisan skripsi ini yakni pemahaman mengenai gonjong sebagai simbol etnik dan menganalisis bentukan baru dari hasil peleburannya dalam modernitas arsitektur Minang. Untuk memahaminya saya mengkaji berdasarkan konteks sejarah dan mitos dari simbol etnik itu sendiri, terkait dengan teori semiotik dan diakhiri dengan analisis bentuk untuk menyesuaikan kaidah bentukan baru itu terhadap kaidah murninya.

No one ever thought that the skilled of Minangkabau people for making a poem from here and now can produce an outstanding result. The architecture of Rumah Bagonjong is one of it. Each of the element of Rumah Gadang have their own denotation. Meaning caused presence, so that it's called symbol. Gonjong is one of the ethnic symbol. It's represent a meaning from Minang philosophy that abstractedly on it's form. The manifestation of local content and philosophy value on architectural form has produce their own meaning for architecture as result for human deepest thought. Related with modernity vernacular architecture, that symbol was assimilate. The newest manifestation try to create a new image of modern gonjong on people perception. Thus how was the assimilation of gonjong responded to the modernity of Minangkabau architecture?. Does it new manifestation still fulfill it pure requirement or not?. These inquiries are what I expected to answer by conferring an outlook about gonjong as the ethnic symbol and its assimilation on modernity Minangkabau architecture. The assessment is based on the history and myth related to the theory of semiotic and by analysing the form to make a comparison between the new image of the modern gonjong with the pure requirement of traditional gonjong."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rangga Diyarto
"Keberagaman adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam terciptanya sebuah arsitektur yang unik. Ditambah dengan sebuah lokasi yang berkarakteristik khusus, menyebabkan timbulnya suatu variasi karya arsitektur yang berbeda-berbeda. Salah satu kota yang memiliki karakter tersebut adalah Jakarta, terutama saat masih bernama Batavia. Dalam sebuah kota ini terdapat berbagai keberagaman suku, budaya dan Negara. Orang-orang pribumi dari berbagai suku dari seluruh Indonesia (terutama pekerja-pekerja dan budak), Pedagang-pedagang dari Tionghoa, India dan Arab berkumpul menjadi satu dan tinggal di kota ini. Belum lagi orang-orang Eropa, yaitu bangsa Portugis yang pernah berdagang disini, serta bangsa Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Mereka semua masing-masing membawa budaya dan arsitektur ke dalam porsi pembangunan di kota Batavia. Walaupun bangunan-bangunan yang dominan berdiri semasa Batavia adalah bangunan bergaya Eropa (barat), mengingat saat itulah VOC lah yang menguasai kota, akan tetapi tidak dapat di pungkiri bahwa penduduk mayoritas kota Jakarta saat itu beragama Islam. Mereka, dalam keberagaman dan keterbatasannya (mengingat VOC mengisukan pelarangan pembangunan mesjid di kota Jakarta)1 mencoba menunjukkan eksistensi keberagamaannya. Mesjid tetap dibangun untuk umat beribadah. Keberagaman dan keterbatasan yang dialami umat Islam menyebabkan ada kemungkinan terjadinya keunikan dalam variasi dan bentuk mesjid yang mereka dirikan. Variasi dan bentuk ini dapat saja menciptakan suatu arsitektur yang timbul akibat percampuran budaya dan situasi sosial politik sehingga mempengaruhi bentuk mesjid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Ariesna Elvijanny
"Mesjid Agung Palembang adalah salah satu mesjid tua di Palembang sekaligus yang terbesar. Mesjid ini memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh mesjid tua lainnya di Indonesia yaitu denah bujursangkar, beratap tumpang, memiliki serambi. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah: a. Metode deskriptif; b. Metode komparatif. Teknik yang digunakan adalah teknik wawancara dan teknik pengamatan. Sebagai perbandingan dilakukan pengamatan terhadap Mesjid Agung Banten serta Rumah Limas Palembang."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S11937
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Suprapto
"Karangan yang membahas masalah arkeologi Islam, terutama yang berpangkal kepada seni bangunannya belum banyak. Demikian pula mengenai kepurbakalaan Islam di Kecamatan Kota Gede. DR. S.A Buddingh pada th'1839 membuat artikel singkat, dan diberinya judul Pasar Gede ( S.A Buddingh 1839:45-46 ). Tahun 1913, Dinas Purbakala mengadakan peninjauan ke bekas kerajaan Mataram di Kota Gede ( OV 1913 (2) :43 ). Dua tahun kemudian, kembali Dinas Purbakala mengadakan peninjauan ke makam raja-raja Kota Gede, dan melakukanpemo_tretan pintu makam tersebut ( OV 1915 (3) :120-121 ). Pada th 1916, orang Indonesia yang bernama Notosoeroto menulis artikel tentang batu keramat yang terdapat di Kota Gede. Artikel ini disertai gambar-gambar batu yang dianggap keramat itu ( Notosoeroto 1916-1917:318-320 ). Pada th 1926 van Mook, seorang sarjana Belanda membuat karangan mengenai Kota Gede. Tetapi karangan van Mook ini membahas masalah perkotaan di Kota Gede, terutama segi kemasyarakatannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S11906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deane, Shirley
London: John Murray, 1979
959.85 DEA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Edward
"Perairan Teluk Ambon terletak di Pulau Ambon pada posisi 128°OO'00"BT--128°14'25"BT dan 03°37'55"LS-03°37'45' LS, terdiri atas dua bagian yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) dan Teluk Ambon Bagian Luar (TAL), keduanya dipisahkan oleh suatu celah yang sempit dan dangkal. Teluk Ambon Bagian Dalam relatif sempit, dangkal dan banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran sungai. Teluk Ambon Bagian Luar lebih luas, dalam dan berhubungan langsung dengan Laut Banda. Luas kedua Teluk ini sekitar 143,5 km2 dan panjangnya sekitar 30 km. Ekosistem yang ada di kedua Teluk ini adalah ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut dan sebagainya.
Kondisi seperti di atas membuat perairan Teluk Ambon ini relatif subur dan kaya dengan keanekaragaman flora dan fauna.
Keadaan ini telah menimbulkan berbagai masalah, khususnya mengenai pencemaran laut. Berbagai tanggapan bermunculan di media masa mengenai kualitas perairan Teluk Ambon. Hal ini disebabkan karena semakin berkurang dan rusaknya beberapa potensi sumberdaya yang ada, seperti berkurangnya populasi ikan umpan, rusaknya terumbu karang, hutan mangrove dan sebagainya.
Untuk mengetahui dan mengevaluasi kondisi perairan Teluk Ambon, pada bulan Mei dan Juli 1995, telah dilakukan pemantauan pada kualitas perairan ini, yang meliputi beberapa parameter fisika (suhu, kecerahan dan zat padat tersuspensi), dan kimia (oksigen terlarut, salinitas, fosfat, nitrat dan pH).
Tujuan penelitian ini adalah untuk memantau kualitas perairan Teluk Ambon, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasilnya diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah untuk penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemanfaatannya bagi berbagai kepentingan dan analisis mengenai dampak lingkungan.
Untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas perairan, posisi stasiun pemantauan ditetapkan secara purposive random sampling dengan mengacu kepada posisi stasiun pemantauan yang telah dilakukan sejak tahun 1973.
Contoh air laut diambil dengan menggunakan tabung Nansen pada lapisan permukaan. Suhu, kecerahan, salinitas, zat padat tersuspensi, dan pH berturut-turut ditentukan dengan termometer balik terlindung (protected reversing thermometer), piringan Secchi (Secchi disk), salinometer Beckman RS-7, timbangan analitik Sartorius secara gravimetri, dan Horiba Water Checker U-8. tat hara fosfat dan nitrat ditentukan secara kolorimetri menurut cara yang ditetapkan oleh Strickland dan Parsons (1958) dengan menggunakan spektronik-21 Shimadzu, sedang oksigen terlarut ditentukan dengan metode Winkler secara titrasi.
Untuk melihat perbedaan masing-masing parameter antar bulan pemantauan (Mai dan Juli), digunakan statistik uji t (pair observation) (Subiyakto, 1994), sedang untuk melihat perbedaan antar stasiun dan tahun pemantauan digunakan rancangan acak kelompok (Steel and Torrie, 1980).
Hipotesis dari penelitian ini adalah 1) Waktu (bulan dan tahun) dan posisi stasiun berpengaruh pada kualitas perairan Teluk Ambon (suhu, kecerahan, zat padat tersuspensi, salinitas, oksigen terlarut, fosfat, nitrat, dan pH), 2) Kualitas perairan Teluk Ambon (suhu, kecerahan, zat padat tersuspensi, salinitas, oksigen terlarut, fosfat, nitrat, dan pH) masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Baku Mutu Air Laut (KLH, 1988) untuk berbagai peruntukkan.
Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa 1) Waktu (bulan dan tahun) berpengaruh pada kualitas perairan Teluk Ambon (suhu, kecerahan dan zat padat tersuspensi, salinitas, oksigen terlarut, fosfat, nitrat, dan pH), sedang stasiun hanya berpengaruh pada suhu, salinitas dan nitrat (Aei), suhu, salinitas dan fosfat (Juli)(P < 5%), 2) Kualitas perairan Teluk Ambon (suhu, kecerahan, zat padat tersuspensi, salinitas, oksigen terlarut, fosfat, nitrat, dan pH) masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Baku Mutu Air Laut (KLH, 1988) untuk berbagai peruntukkan, kecuali kecerahan untuk pariwisata dan rekreasi.
Jika perairan ini hendak digunakan sebagai lokasi budidaya perikanan, disamping parameter-parameter di atas, perlu dilakukan pemantauan yang mendalam dan terpadu pada parameter-parameter fisika dan kimia yang lain yang pada penelitian belum diamati. Selain itu faktor musim juga perlu dipertimbangkan.
Daftar Kepustakaan: 86 (1961-1995)

The Waters Quality of Ambon BayAmbon Bay waters is located in Ambon Island between 126°O0'00"E-128°14'25"E and 03°37'55"S-03°37'45"S. It consists of two bays namely the Inner and Outer Ambon Bay. These bays are separated by a narrow and shallow sill. The Inner Ambon Bay is rather narrow, shallow, semi-enclosed, and affected by the ,river flows. On the other hand the Outer Say is wide, deep and connected to Banda Sea directly. The area of this bay is about 143,5 km2, and length about 30 km. The ecosystems found in this water are mangrove, coral reefs, sea grass and seaweed.
The condition such above makes the water fertile and rich, especially with floral and faunal biodiversity.
In line with the increase of development activities in Ambon City, various types of waste also produced. This situation had caused much problem, such as marine pollution. This case is reflected by the reaction of the mass media on the quality of Ambon Bay waters. This is also due to the decline and damages of the marine resources, such as life bait fish, coral reefs, mangrove and so on.
To know and evaluate the condition of Ambon Bay waters, a study was carried out in May and July 1995 in this waters to monitor the physical and chemical parameters such as temperature, transparency, total suspended solid, salinity, dissolved oxygen, phosphate, nitrate, and pH of the sea water.
The purpose of this research is to know the waters quality of Ambon Bay according to physical, chemical and biology parameters and other factors which influence. The results is expected to give the information to the government in environmental management of Ambon Bay and environment impact analysis.
Surface Sea water samples for physical and chemical parameters analysis were taken by using Nansen Tube. Temperature, transparency, total suspended solid, salinity, pH determined by using protected reversing thermometer, Secehi disk, Sartorius analytical balance, salinometer Beckman-RS7, and Horiba Water Checker U-8 respectively. Nutrient (phosphate and nitrate) determined by calorimetric and measured their concentration with spectronic-21 Shimadsu, while dissolved oxygen determined by Winkler method with titration.
Monitoring station position stated based on monitoring stations position which had done since 1973 by purposive random sampling.
The hypothesis of this research are 1) Time (month and year) and station position have influence on the quality of Ambon Bay waters (temperature, transparency, total suspended solid, salinity, dissolved oxygen, phosphate, nitrate and pH), 2) The quality of Ambon Bay waters (temperature, transparency, total suspended solid, salinity, dissolved oxygen, phosphate, nitrate, and pH) still fulfill the criterion of Baku Hutu Air Laut for all purposes.
To know the difference among monitored months, statistical approach is used namely t test (pair observation) (Subiyakto, 1994), while among monitored station and years by using randomized block design (Steel and Torrie, 1980).
The results showed that 1) Time (month and year) have influence on the quality of Ambon Bay waters (temperature, transparency, total suspended solid, salinity, dissolved oxygen, phosphate, nitrate, and pH), while station position have influence on temperature, salinity, and nitrate (May), temperature, salinity, and phosphate (July) (P < 5%), 2) The quality of Ambon Bay waters (temperature, transfaran oxygen, phosphate, nitrate, and pH) still fulfill the criterion of Baku Mutu Air Laut (KLH, 1988) for all purposes, exception transparency for tourism and recreation.
If this water will be used for mariculture purposes, the other physical, chemical and biological parameters need to be observed. Beside that the moonson factors is also need to be consider.
Number of reference : 86 (1961-1995)"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T1694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ziwar Effendi
Jakarta: Pradnya Paramita, 1987
340.57 ZIW h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>