Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99097 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Hilman
"Gerakan Dermodjojo tahun 1907 yang dibahas di dalam studi
ini terjadi di desa Bendungan, wilayah Kabupaten Berbek, Kare-
sidenan Kediri. Gerakan ini dipimpin oleh Dermodjojo, seorang
petani kaya dari desa Bendungan yang berusia 60 tahun. Gerakan
yang
bercorak mesianistis ini diilhami oleh keinginan Dermodjo-
jo untuk memproklamasikan dirinya sebagai Ratu Adil. Proklamasi
Dermodjojo sebagai Ratu Adil ini terjadi pada bulan Januari ta-
hun 1907, yang kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan
nya untuk memperkuat keyakinan para pengikutnya di dalam upaya
membebaskan rakyat dari kondisi kemiskinan.
Yang Jawa Hgan desa
Penelitian ini bertujuan untuk menampilkan suatu gerakan
berlandaskan pada paham mesianisme yang terjadi di daerah
Timur. Apakah tujuan yang ingin dioapai olah Dermodjojo de-
para pengikutnya? Bagaimanakah warna kondisi masyarakat di
itu yang menyebabkan terjadinya gerakan tersebut? Bagaima-
nakah pandangan pemerintah kolonial terhadap gerakan tersebut?
Tindakan apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mengatasinya?
Bagaimanakah pandangan masyarakat di daerah itu terhadap adanya
gerakan tersebut? Hasil penelitian inidiharapkan dapat menjadi
pedoman bagi penelitian-penelitian berikutnya.
tiwa
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap atas paris
sejarah yang bercorak suatu gerakan sosial, agak eulit se-
andainya hanya menggunakan satu bidang ilmu saja. Oleh karena
itu,
selain menggunakan Ilmu Sejarah, penelitian ini juga meman
faatkan kerangka teori dan konsep ilmu sosial lainnya, khusus-
nya Sosiologi. Selain itu, sebagai upaya untuk menjalin serta
menganalisis fakta-fakta yang diperoleh, maka sumber-sumber yang
menjadi landasan upaya itu diperoleh melalui Studi Kepustakaan,
baik
dalam bentuk tercetak maupun dokumenter.
Di satu sisi dapat dilihat, bahwa gerakan Dermodjojo yang
terjadi di Jawa Timur ini tidak sampai menggoyahkan sendi-sendi
kehidupan kemasyarakatan maupun kedudukan pemerintah kolonial.
Namun di sisi lain, gerakan ini bukanlah suatu hal yang tidak
berarti sama sekali, oleh karena adanya suatu gerakan di tengah
tengah kehidupan kolonial, tentunya hal ini paling tidak menun-
jukkan adanya suatu aspirasi dan manifestasi dari sekelompok ma
syarakat yang menginginkan kebebasan.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Hilman
"ABSTRAK
Gerakan Jumadilkubra tahun 1871 yang dibahas di dalan studi ini terjadi di daerah-daerah bagian selatan Pekalongan dan bagian utara Banyumas, Jawa Tengah. Gerakan ini dipelopori oleh seorang guru agama yang bernama Achmad Ngisa, yang menyatakan bahwa Syeh Jumadilkubra dari Wanabadra telah memberikan pesan suci kepadanya. Ia meramalkan akan datangnya Pangeran Erucakra, yang diiringi oleh tentaranya. Mereka ini akan bangkit melawan para penguasa asing dan mengusir ke luar, tetapi mereka diperbolehkan kembali dengan syarat bahwa mereka berpindah ke agama Islam dan terbatas hanya berdagang. Gerakan Jumadilkubra ini pada hakekatnya tidak memiliki gagasan-gagasan, baik mesianisme maupun milenarisme, namun semata-mata sebagai refleksi ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi sosial keagamaan di daerah mereka.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan suatu peristiwa gerakan sosial-keagamaan yang terjadi di daerah Jawa Tengah. Tujuan apa yang ingin dicapai oleh Jumadilkubra beserta kawan-kawannya? Bagaimana corak kondisi masyarakat yang mendorong munculnya gerakan tersebut? Apa pandangan pemerintah kolonial terhadap gerakan itu? Apa tindakan pemerintah untuk mengatasinya? Bagaimana pandangan masyarakat di daerah "itu" terhadap meletusnya gerakan tersebut? Hasil penelitian ini tentu diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Guna memperoleh eksplanasi yang memadai atas peristiwa sejarah yang menyangkut suatu gerakan sosial, tentunya agak sulit jika hanya menggunakan satu bidang ilmu saja. Karenanya, selain menggunakan Ilmu Sejarah, penelitian ini juga menggunakan pendekatan disiplin ilmu lainnya, dalam hal ini khususnya Sosiologi. Sebagai upaya untuk merangkai serta menganalisis fakta-faktanya, maka sumber-sumber yang menjadi landasan upaya itu didapatkan melalui Studi Kepustakaan, baik dalam bentuk tercetak maupun dokumenter.
Memang benar, bahwa gerakan Jumadilkubra yang terjadi di Jawa Tengah ini tidak sampai menimbulkan akibat-akibat yang dapat menggoyahkan, baik sendi-sendi kehidupan kemasyarakatan maupun eksistensi pemerintah kolonial. Hal ini dikarenakan, di dalam keadaan yang tidak seimbang, pihak penguasa jelas lebih beruntung dalam faktor kekuatan. Namun, kita tidak dapat mengatakan gerakan itu sebagai sesuatu yang tidak ada artinya, sebab bagaimanapun juga, adanya sebuah pemberontakan yang betapapun kecilnya di tengah-tengah kehidupan kolonial, menunjukkan suatu hentakan hati nurani manusia serta manifestaai insani yang mendambakan kebebasan atas diri pribadi ."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhlis PaEni
"Social movement against Dutch colonial in the 18th century in Makassar."
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002
992.264 PAE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Pour
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2011
959.803 JUL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983/1984
959.8 SEJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suharto
"ABSTRAK
Banten yang terletak di bagian paling barat dari Pulau Jawa terkenal karena kefanatikannya dalam agama dan sifatnya yang suka memberontak. Dalam abad ke-19 tradisi revolusionernya menemukan ungkapannya dalam serangkaian pemberontakan yang berpuncak pada pemberontakan petani Banten tahun 1888. Tahun 1926, Banten menjadi panggung pemberontakan komunis yang cukup meresahkan pemerintah Hindia Belanda. Pemberontakan itu gagal, namun akibatnya praja dan orang-orang Belanda. Pada jaman pendudukan Jepang beberapa Ulama Banten diangkat dalam jabatan-jabatan resmi. Pengangkatan ini nampaknya dimaksudkan untuk menentramkan perasaan orang Banten.
Bagaimana sikap mereka setelah Indonesia merdeka, khususnya pada masa awal? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dilakukan penelitian. Dari hasil penelitian, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut.
Setelah proklasmasi kemerdekaan dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945, berita itu sampai di Bantentanggal 20 Agustus 1945, disampaikan langsung oleh beberapa pemuda dari Jakarta yang disuruh oleh Chairul Saleh. Berita itu diterima oleh beberapa tokoh masyarakat dan pemuda Banten, selanjutnya mereka sebarluaskan pada masyarakat di seluruh Banten.
K.H. Tubagus Ahmad Khatib diangkat sebagai Residen Banten dan K.H. Syam'un sebagai pimpinan militer. Kebencian mereka terhadap pamong praja dan orang-orang Belanda tidak hilang. Pada bulan Oktober dilakukan penurunan dan penggantian pejabat-pejabat lama dan menggantinya dengan pejabat-pejabat baru yang terdiri dari kaum ulama, meskipun mereka tidak punya keahlian dalam bidang itu. Bersamaan dengan itu, di sana muncul Dewan Rakyat yang dipimpin oleh Ce Mamat. Dewan ini yang berpusat di Ciomas, melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap pejabat-pejabat yang tidak mereka sukai karena tingkah laku mereka di masa kolonial. Dewan ini yang bertindak sebagai lembaga eksekutif tidak lama berkuasa. Pada bulan Januari 1946 Dewan dapat ditumpas oleh TNI. Untuk sementara, kaum ulama masih dapat menduduki jabatan-jabatan pamong praja akan tetapi mereka lambat laun diganti."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Negara, 2005
959.8 E
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Nugraini
"
ABSTRAK
Salah satu pasal dari Persetujuan Renville berisi bahwa akan diadakannya plebisit di daerah-daerah pendudukan guna memungkinkan rakyat setempat memilih antara bergabung dengan Republik atau bergabung dengan sebuah negara lain di dalam NIS. Atas dasar itulah di Jakarta didirikan Gerakan Plebisit Republik Indonesia (GPRI) yang bertujuan untuk menginsafkan rakyat akan arti pentingnya plebisit dan berkampanye untuk RI.
Walaupun pada akhimya plebisit itu gagal dilaksanakan karena Belanda lebih dahulu melakukan agresi militernya yang kedua pada tanggal l9 Desember 1948, tetapi GPRI telah membuktikan besarnya dukungan dari rakyat. Perjuangan rakyat di daerah-daerah pendudukan, melalui GPRI, tidak pernah berhenti tetapi berganti corak dari peluru ke kotak suara.
Satu hal yang menarik dari pembentukan GPRI adalah bahwa gerakan ini berbeda dibandingkan dengan gerakan-gerakan rakyat lain yang ada pada masa perjuangan revolusi kemerdekaan Indonesia, yaitu tidak mengandalkan kekuatan senjata. Gerakan ini satu-satunya gerakan yang mempergunakan pemungutan suara atau plebisit untuk merebut kembali wilayah RI yang jatuh ke tangan Belanda akibat ditandatanganinya Persetujuan Renville.
Sumber-sumber yang digunakan penulis berasal dari arsip-arsip Kementerian Penerangan RI tahun 1945-1949, arsip Algemene Secretarie, surat-surat kabar tahun 1948, sumber lisan, dan sumber-sumber sekunder.
"
1997
S12386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieska Rizki Ramadhani
"Maraknya protes sosial pada zaman Taisho dilatarbelakangi oleh kesenjangan sosial yang terjadi di Jepang. Protes ini dipelopori salah satunya oleh kelompok intelektual yang memiliki paham sosialisme. Paham sosialisme kemudian berkembang menjadi aksi massa yang dipengaruhi oleh kelompok anarko-sindikalisme yang menginginkan penghapusan kesenjangan sosial secara langsung. Akibat pengaruh Revolusi Bolshevik di Rusia, kelompok anarkis kemudian menjadi cikal bakal Partai Komunis Jepang. Tindakan komunis yang bergerak secara anarki ini segera ditindas oleh pemerintah sehingga pada tahun 1924 Partai Komunis Jepang dibubarkan. Berangkat dari kejadian tersebut, penelitian ini difokuskan untuk melihat upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan sehingga dapat meredam pergerakan kelompok komunis Jepang yang disinyalir dapat membawa lsquo;pemikiran berbahaya ke Jepang rsquo.

The rampant social protests in Taisho era was emerged due to the social gap among the Japanese society. This protest was initiated by many, and among them were the intellectuals with socialist ideals. The socialist ideal was later developed into a mass protest which was influenced by the anarcho syndicalism group which demanded the abolition of social gap in a concrete fashion. Because of the Bolshevik Revolution in Russia, the anarchic group then later became the pioneer of Japanese Communist Party. The anarchic act of this communist group then immediately was subdued by the Japanese government. As a result, in 1924 Japanese Communist Party was abolished. In account to the historical event explained above, this research focuses more on observing the efforts done by the Japanese government as the stakeholder, in giving policy, to cease the movement which was considered as 39 bringing dangerous school of thoughts to Japan 39."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S66872
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>