Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189586 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juwi Athia Rahmini
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi klien BPH terhadap disfungsi seksual. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif sederhana. Responder: adalah klien BPH di ruang mwat inap dan poljklinik urologi RSPAD Gatot Soebroto pada 11 - 31 Desember 2004. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Hasil analisis menunjukkan bahwa gambaran persepsi klien BPH terhadap disfungsi seksual berada pada persepsi baik dengan mean keseluruhan 2.665, faktor yang mempengaruhi dilihat dari dimensi emosional berada pada persepsi baik (65%) dengan SD 1.70, dimensi Esik beradapada persepsi baik (75%) dengan SD 1.14, dimensi intelektual berada pada persepsi baik (60%) dengan SD 1.69, dimensi lingkungan berada pada persepsi baik (70%) dengan SD 1.22, sosiokultur berada pada persepsi baik (55%) dengan SD 1.39, dan dimcnsi spiritual berada pada persepsi baik (85%) dengan SD 0.55. Peneliti menyimpulkan bahwa mean dimensi fisik dan spiritual merupakan dimensi yang nilainya lebih besar terhadap persepsi klien. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah penelitian lebih lanjut tentang pengaruh BPH pasca TUR terhadap disfungsi seksual dengan populasi yang lebih besar."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5402
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Gede Kayika
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
D1791
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Juanda
"Disfungsi seksual umumnya lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut dengan Benign Prostatic Hyperplasia BPH . Disfungsi seksual merupakan gangguan yang ditandai dengan perubahan hasrat seksual dan perubahan psiko-fisiologis yang terkait dengan siklus respon fisiologis seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi dengan disfungsi seksual pada pasien BPH. Jenis penelitian deskriftif korelasi menggunakan desain cross-sectional, dengan sampel 83 responden diambil melalui teknik convinience sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner data demografi dan International Index of Erectile Function IIEF. Analisis yang digunakan yaitu Spearman Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara karakteristik demografi usia dan pekerjaan dengan disfungsi seksual pada pasien BPH p= < 0,05 . Tingginya kejadian disfungsi seksual yang terjadi pada pasien BPH dapat dipengaruhi oleh bertambah usia.

Sexual dysfunction commonly affects older men with benign prostatic hyperplasia BPH . Sexual dysfunction is characterized by alteration in sexual desire and psycho physiological aspect associated with cycle of physiological sexual response. This study aimed to identify relationship between demographic characteristics and sexual dysfunction in patient with BPH. The study design was descriptive correlational with cross sectional approach. Total of 83 respondents were selected by convinience sampling method. This study employed demographic questionnaire and International Index of Erectile Function IIEF . The data were analyzed by Spearman correlation. The result suggested that there was a significant correlation between demographic characteristics age and occupation and sexual dysfunction in patients with BPH.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69822
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Vidya Destiani
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran evaluasi anatomis serta fungsional pasien pasca neovagina dengan graft membran amnion. Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang deskriptif. Didapatkan 11 subyek dengan nilai minimum dan maksimum panjang vagina yaitu 7 dan 8 cm. Nilai minimum dan maksimum diameter vagina yaitu 3.5 dan 4.0 cm. Seluruh subyek mempunyai epitelisasi lengkap dan hasil histopatologi sesuai dengan epitel vagina serta tidak didapatkannya komplikasi. Total skor FSFI menunjukkan nilai minimum dan maksimum skor 27.2 dan 31.7, menunjukkan tidak didapatkan disfungsi seksual.

This study aims to provide an overview of anatomical and functional evaluation of patients post neovagina with amniotic membrane graft. This study was conducted with a descriptive cross-sectional design. Obtained 11 subjects with a minimum and maximum length of the vagina are 7 and 8 cm. The minimum and maximum diameter of the vagina are 3.5 and 4 cm. All subject had complete epithelialization, vaginal epithelium as histopathological result and no complications. Total FSFI score showed the minimum and a maximum score of 27.2 and 31.7, shows no sexual dysfunction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ajeng Rembulan
"Latar Belakang : Disfungsi seksual dialami oleh 22-86% perempuan pada periode pascapersalinan. Alasan yang dikemukakan untuk menunda hubungan seksual adalah kekhawatiran mengenai nyeri perineum, perdarahan, dan kelelahan. Disfungsi seksual seringkali tidak disadari, baik oleh pasien maupun oleh klinisi. Penelitian ini dilakukan untuk menilai fungsi seksual perempuan dalam waktu enam bulan setelah melahirkan spontan.
Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan kuesioner female sexual function index (FSFI) yang didistribusikan di antara 47 responden dalam periode September-Desember 2012. Tiap hasil individu digunakan untuk menilai fungsi seksual secara umum dan disfungsi seksual per domain. Karakteristik responden kemudian dianalisis bivariat dengan disfungsi seksual.
Hasil : Dalam enam bulan setelah persalinan spontan, 44 responden (93,6%) telah memulai kembali aktivitas seksual. Dari 47 responden, 27 (57,5%) menderita disfungsi seksual. Nilai p untuk analisis bivariat antara kelompok usia, tingkat pendidikan, paritas, derajat robekan perineum, status menyusui dan disfungsi seksual secara berturut-turut, yaitu: 0,064; 0,437; 0,836; 0,761; 0,723.
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara berbagai variabel yang dianalisis dengan disfungsi seksual, baik secara umum maupun per domain, dalam periode enam bulan pascapersalinan spontan.

Background : Sexual dysfunction is experienced by 22-86% women after giving birth. The reasons to delay resuming sexual intercourse is due to anxiety about perineal pain, bleeding, and fatigue. Sexual dysfunction is usually unnoticed either by patients or clinicians. This study was conducted to assess sexual function in women during six months period after spontaneous delivery.
Methods : This was a cross-sectional study using female sexual function index (FSFI) questionnaires which were distributed among 47 subjects during period of September-December 2012. Each individual results was assessed for general sexual function and per domain sexual dysfunction. Subjects characteristics were analyzed bivariately with sexual dysfunction prevalence.
Results : During six months after spontaneous delivery, 44 subjects (93.6%) had resumed sexual activity. Out of 47 subjects, 27 (57.5%) suffered from sexual dysfunction. P value for bivariate analysis between patients? age group, education level, parity, perineal rupture, breastfeeding and sexual dysfunction status were respectively 0.064; 0.437; 0.836; 0.761; 0.723.
Conclusion : There was no significant difference between various variables analyzed and sexual dysfunction, either general or per domain, in six months period after spontaneous delivery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Afiyanti
Jakarta: Rajawali Pers, 2020
610.73 YAT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini berfokus pada rasionalisasi yang dikembangkan oleh pelaku kekerasan seksual pada perempuan, dan merupakan pengolahan kembali data tersangka di sebuah Polres di wilayah Jabodetabek. Yang disajikan adalah data dari 9 orang yang dilaporkan oleh pacar atau keluarga pacar telah melakukan kekerasan seksual. Kekerasan seksual tidak dapat dilepaskan dari posisi tawar perempuan yang lebih rendah, serta pandangan mengenai seksualitas yang menyudutkan perempuan. Mengawinkan korban dengan pelaku menjadi praktik yang masih cukup populer untuk menyelesaikan masalah. Ini makin merentankan korban sekaligus meluaskan sosialisasi dan praktik perilaku tidak bertanggung jawab pada pelaku dan pihak-pihak yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Standar ganda seksualitas merentankan perempuan jadi korban, menyulitkan upaya untuk memperjuangkan keadilan bagi perempuan. Mengingat standar ganda seksualitas juga mendominasi cara pikir masyarakat bahkan pejabat publik, Undang-undang perlu melihat persoalan seksualitas dan kekerasan seksual secara komprehensif, dengan perspektif yang adil gender dan melindungi anak."
JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Individu yang mengalami masa klimakterium akan merasakan tanda dan gejala berupa
rasa panas pada wajah, berkeringat berlebihan, hal tersebut mengakibatkan perasaan
tidak nyaman , serta adanya rasa sakit saat berhubungan intim dengan pasangannya
mengakibatkan perasaan tertekan sehingga perlu dicarikan jalan keluar untuk
mengatasinya. Semua hal tersebut melatar belakangi peneliti untuk melihat lebih jauh
tentang "pengaruh masa klimaktarium terhadap pemenuhan kebutuhan seksual pada
wanita. Tujuan penelitian adalah untuk mendapat gambaran yang Iebih jelas tentang
pengaruh masa klimakterium terhadap pemenuhan kebutuhan seksual pada wanita.
Penelitian ini melibatkan 30 responden sesuai dengan kriteria yaitu : wanita, umur 40 -
60 tahun, sedang melakukan konseling / pengobatan di poliklinik RSPAD Gatot soebroto,
dapat membaca dan menulis. Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 2/1-2002 - 18/1-
2002.Pengolahan data dengan uji statistik tedensi sentral untuk data demografi dan
korelasi untuk mencari hubungan antara masa klimakterium dengan pemenuhan kebutuhan
seksual wanita. Adapun hasil yang didapat adalah umum responden terbanyak yang
melakukan konseling / pengobatan di poliklinik menopause RSPAD Gatot Soebroto
antara 46 - 55 tahun, pendidikan terbanyak yang melakukan koseling / pengobatan
adalah akademik (perguruan tinggi), sedangkan pengaruh masa klimakterium trhadap
pemenuhan kebutuhan seksual wanita didapat nilai “ r “ sebesar 0,603 dan uji
kemaknaan ( “t”) sebesar 3,98, sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa ada korelasi
kuat/ atau hubungan yang signifikan antara masak klimakterium dengan kebutuhan
pemenuhan seksual wanita. Harapan peneliti dapat memeberi masukan dalam hal
memberikan pendidikan yang sedang menglami masa klimakteirum, karena dengan
pemahamam yang baik tentu klin akan lebih mudah untuk menjalani kehidupan
selanjutnya."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5187
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Apsari Putri Wardhana
"Latar Belakang
Pandemi COVID-19 telah membawa perubahan signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan mental dan kesejahteraan individu bagi mahasiswa kedokteran. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat distres psikologis dan disfungsi sosial pada mahasiswa kedokteran preklinik selama masa puncak pandemi dan masa pascapuncak pandemi.
Metode
Desain studi komparatif digunakan, dengan data yang dikumpulkan dari mahasiswa kedokteran preklinik di fakultas kedokteran di Indonesia. Kuesioner General Health Questionnaire 12 (GHQ-12) diberikan untuk menilai distres psikologis dan disfungsi sosial selama periode puncak pandemi (Mei–Agustus 2021) dan periode pascapuncak pandemi (Februari–Mei 2022) di antara mahasiswa. Sebanyak 286 mahasiswa kedokteran preklinik diikutsertakan kemudian statistik deskriptif digunakan untuk meringkas karakteristik demografi peserta, serta uji Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan skor rata-rata GHQ-12, skor distres psikologis, dan skor disfungsi sosial antara periode pandemi dan pascapuncak pandemi.
Hasil
Uji Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan tingkatan distres psikologis dan disfungsi sosial pada masa puncak pandemi dan masa pascapuncak pandemi. Uji Chi-kuadrat menunjukkan tingkat distres psikologis lebih tinggi pada masa puncak pandemi (p < 0,001) daripada masa pascapuncak pandemi dan tingkat disfungsi sosial lebih tinggi pada masa puncak pandemi daripada masa pascapuncak pandemi (p = 0,033).
Kesimpulan
Terdapat perbedaan tingkatan distres psikologis dan disfungsi sosial terhadap mahasiswa kedokteran preklinik antara masa puncak pandemi dan masa pascapuncak pandemi.

Introduction
The COVID-19 pandemic has brought significant changes to various aspects of life, including mental health and individual well-being for medical students. This study aims to compare the levels of psychological distress and social dysfunction in pre-clinical medical students during the peak period of the pandemic and the post-pandemic period.
Method
A comparative study design was used, with data collected from preclinical medical students at medical faculties in Indonesia. The General Health Questionnaire 12 (GHQ-12) was administered to assess psychological distress and social dysfunction during the peak period of the pandemic (May–August 2021) and post-peak period of the pandemic (February–May 2022) among students. A total of 286 pre-clinical medical students were included, then descriptive statistics were used to summarize the demographic characteristics of the participants, and the Mann-Whitney test was used to compare the mean GHQ-12 scores, psychological distress scores, and social dysfunction scores between the pandemic and post-pandemic periods.
Results
The Mann-Whitney test shows that there are differences in levels of psychological distress and social dysfunction during the peak of the pandemic and the post-pandemic period. The Chi-square test showed that the level of psychological distress was higher during the peak period of the pandemic (p < 0.001) than during the post-pandemic period as well as the level of social dysfunction was higher during the peak period of the pandemic than during the post-peak pandemic period (p = 0.033).
Conclusion
There are differences in the levels of psychological disorders and social dysfunction in pre-clinical medical students between the peak of the pandemic and the post-pandemic period.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshua Baktiar
"Latar Belakang: Disfungsi kognitif pascabedah (postoperative cognitive
dysfunction/POCD) merupakan komplikasi pascabedah yang sering ditemui pada
pasien yang menjalani bedah jantung terbuka yang mengganggu fungsi sosial dan
ekonomi serta berkaitan dengan peningkatan mortalitas. Patofisiologi POCD belum
diketahui secara jelas, namun diperkirakan melibatkan hipoksia serebral.
Penurunan kandungan oksigen dan penurunan ekstraksi oksigen perioperatif
diperkirakan berkontribusi terhadap POCD. Penggunaan pemantauan nearinfrared
spectroscopy (NIRS) memungkinkan pengukuran status oksigenasi pada
jaringan otak. Protein S100B adalah penanda biologis kerusakan jaringan otak.
Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh kandungan oksigen dan ekstraksi
oksigen intra dan pascabedah, desaturasi serebral dan peningkatan kadar protein
S100B terhadap kejadian POCD.
Metode: Rancangan penelitian ini adalah kohort prospektif di unit Pelayanan Jantung
Terpadu RS dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian dimulai setelah mendapatkan persetujuan
komite etik dan ijin lokasi. Kriteria penerimaan adalah pasien berusia ≥18 tahun yang
dijadwalkan menjalani bedah jantung terbuka dengan menggunakan mesin
cardiopulmonary bypass (CPB), sehat secara mental, dapat membaca dan berbahasa
Indonesia. Pasien akan menjalani evaluasi kognitif menggunakan 6 tes psikometrik pada 1
hari prabedah dan diulang pada 5 hari pascabedah. POCD didefinisikan sebagai penurunan
>20% skor kognitif pascabedah dibandingkan prabedah pada 2 atau lebih tes. Sampel darah
arteri dan vena diambil untuk menilai kandungan dan ekstraksi oksigen pada 5 waktu: (1)
sebelum induksi, (2) intra-CPB, (3) pasca-CPB, (4) enam jam pascabedah, dan (5) 24 jam
pascabedah. Pemantauan saturasi serebral menggunakan NIRS dilakukan sepanjang pembedahan. Kadar protein S100B diukur pada 2 waktu: sebelum induksi dan 6 jam
pascabedah. Data dianalisis dengan uji statistik yang sesuai menggunakan piranti lunak SPSS
versi 20.
Hasil:Lima puluh lima subyek mengikuti penelitian ini. POCDditemukan pada 31 (56,4%)
subyek. Kandungan oksigen dan ekstraksi oksigen ditemukan tidak berbeda bermakna di
antara kedua kelompok pada seluruh waktu. Desaturasi serebral ditemukan lebih lama (55
[0-324] vs. 6 [0-210], p=0,03) dan nilai AUC rScO2 lebih tinggi (228 [0-4875] vs. 33 [0-
1100], p <0,01) pada pasien yang mengalami POCD dibandingkan yang tidak. Dengan
analisis ROC ditemukan nilai AUC rScO2 >80 menit% berpengaruh terhadap kejadian
POCD (RR 3,38, IK 95%: 1,68-6,79, p <0,01). Kadar protein S100Bmeningkat 1,5x lebih
tinggi pada pasien POCD, namun tidak mencapai kemaknaan statistik.
Simpulan:Desaturasi serebral yang diukur menggunakan NIRS berpengaruh pada kejadian
POCD.

Background: Postoperative cognitive dysfunction/POCD is commonly found
postoperative complication after cardiac surgery with profound social and
economic effect and also known correlated with mortality. The pathophysiology
remains unclear and multifactorial, but hipoxia have been postulated as one of the
mechanisms. Reduced arterial oxygen content (CaO2) and reduced oxygen
extraction perioperatively may contribute to POCD. Use of near-infrared
spectroscopy (NIRS) monitoring may provide oxygenation status on brain tissue.
S100B protein is known brain injury biological marker. This trial aims to
investigate effects of perioperative oxygen content and extraction, cerebral
oxygenation status and S100B protein level changes to POCD.
Methods: This prospective cohort study was conducted at Integrated Heart Service unit of
RS dr. Cipto Mangunkusumo, a tertiary teaching hospital in Jakarta, Indonesia. This study
was started after ethical approval obtained. Inclusion criteria was 18 years old or above
patients scheduled for open-heart surgery using cardiopulmonary bypass machine, healthy
mental status, and can speak/read Indonesian language. Subjects were undergone 6
psychometric evaluation on day prior to surgery and 5 days after surgery. POCDdefined as
decrease of >20% score from baseline on 2 or more tests. Arterial and venous blood samples
were taken on 5 moments: (1) before induction of anesthesia, (2) during CPB, (3) After
separation of CPB, (4) six hours after surgery, and (5) 24 hours after surgery. NIRS
monitoring was applied continously during surgery. S100B protein level was measured on
before induction of anesthesia and 6 hours after surgery.Data was analyzed with appropriate
statistical tests using SPSS 20 software.
Results: Fifty-five subjects were included in this study. POCD was found in 31 (56.4%)
subjects. Oxygen contents and extractions were found not differ in both groups at all times.
Cerebral desaturation was found more longer (55 [0-324] vs. 6 [0-210]mins, p = 0.03) and
severe (AUC rScO2 228 [0-4875] vs. 33 [0-1100] min%, p <0,01) in subjects with POCD
compared to non-POCD. Using ROC analysis, it is determined subjects with AUC rScO2
>80 min% were exposed with higher risk of POCD(RR3.38x, 95%CI: 1.68-6.79, p <0.01).
S100B protein level increased higher in subjects with POCDbut no statistical significant was
found.
Conclusion: Cerebral desaturation measured by NIRSmonitoring contributes to POCD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>