Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susi Ramadhani
"Pelanggaran kesusilaan dalam hukum adat lebih luas pengertiannya daripada yang ada dalam KUHP. Akibatnya, masyarakat yang mengalami pelanggaran kesusilaan tidak bisa melaporkannya pada yang berwajib. Di samping itu, meski yang terjadi adalah pelanggaran yang ada padanannya dalam KUHP, tapi dalam kehidupan masyarakat ternyata terdapat alternatif penyelesaian dengan menggunakan hukum adat.
Dalam masyarakat di Kota Bengkulu hal itu dilakukan dalam Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu. Digunakannya alternatif penyelesaian perkara dengan Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu juga untuk mengantisipasi main hakim sendiri oleh masyarakat. Masyarakat yang merasa lingkungannya telah tercemar oleh perbuatan melanggar kesusilaan, dapat melakukan tindakan penghakiman sendiri terhadap pelaku pelanggaran kesusilaan itu dan penyelesaian dengan menggunakan hukum adat dirasa lebih memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui cara penyelesaian pelanggaran kesusilaan dalam praktek hukum pidana Indonesia, untuk membuat suatu potret Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu dan untuk dapat menyarankan suatu proses penyelesaian pelanggaran kesusilaan melalui Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan dengan menggunakan metode kualitatif ini langsung mengarahkan pada keadaan dan pelaku-pelaku dari keadaan tersebut tanpa mengurangi unsur-unsur yang ada di dalamnya.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu, merupakan suatu proses adat dalam menyelesaikan suatu cempalo/dapek salah di Kota Bengkulu. Proses Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu terdiri dari tiga bagian yaitu: pra sidang, sidang dan pasca sidang.

Violations of decency in customary law a broader sense than that in the Criminal Code. As a result, people who experience violations of decency cannot report it to authorities. In addition, although what happens is that no immediate analogue in violation of the Criminal Code, but in public life there was an alternative solution by using customary law.
In a society in the Bengkulu city it is done by Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu. The use of alternative settlement with Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu also to anticipate of vigilantism by the community. Society who feel their environment has been contaminated by the actions such of decency violation, can make their own judgment action against the perpetrators of decency violations and held adjudication using customary law to be more fulfilling sense of justice.
This thesis aims to find the solution to a breach of decency in the practice of criminal law of Indonesia, to create an illustration of the Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu and to recommend a process of resolving decency violations through Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu.
This study is using a qualitative approach. The approach using qualitative methods is directing on the circumstances and perpetrators of the situation without reducing the elements in it.
From the survey results revealed that the Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu, is a customary process in completing a cempalo /dapek salah in the Bengkulu city. The process of Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu consists of three parts: pre-trial, trial and post trial.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29318
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Budaya politik bukan sesuatu yang terberi, melainkan diciptakan. System sosial-ekonomi dominan bertanggung jawab dalam melahirkan budaya politik. Prinsip pemufakatan bagi Soekarno adalah sesuatu yang sangat penting untuk dibatinkan sebagai budaya politik. Sebab, didalamnya terkandung nilai toleransi, solidaritas, dan kesetiakawanan. Liberalism mengikis semua itu dengan menyamaratakan antara budaya politik dengan persaingan bebas ekonomi. Dalam persaingan, lawan politik dilihat sebagai competitor yang harus selalu dicurigai, bukan mitra dialog dalam membincang segala urusan politik (res publica). Idealism demokrasi Soekarno bukan demokrasi liberal yang procedural dan protektif terhadap hak individu. Melainkan, demokrasi deliberatif yang mana egoism dikikis dalam diskursus public guna memajukan urusan umum. Ancaman paling besar bagi sebuah bangsa adalah keroposnya nilai-nilai kolektif, modal sosial atau kepercayaan yang resiprokal. Untuk itu, jalan kebudayaan harus ditempuh dengan menghidupkan kembali musyawarah-mufakat yang dipandu oleh nilai-nilai kebangsaan, demokrasi dan sosialisme….
"
MAARIF 9:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sundusing, Monalia Sandez
"Salah satu bentuk dari kegiatan perekonomian khususnya dibidang perdagangan adalah keagenan, dalam hal ini keagenan adalah salah satu bentuk perikatan khusus dibidang perdagangan. Masalah-masalah yang biasa atau mungkin timbul didalam praktek keagenan khususnya di Indonesia juga memerlukan pengaturan lebih lanjut. Untuk itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan keagenan di Indonesia, Bentuk hubungan keagenan umumnya tertuang dalam bentuk perjanjian keagenan yang dibuat antara pihak agen dengan pihak prinsipal. Perjanjian keagenan tersebut mengandung berbagai aspek hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rachmadi Usman
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
347.09 RAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tira Agustina
"ABSTRAK
Dewasa ini, dalam masyarakat adat suku Tolaki di Kota Kendari, masih ditemukan pengaruh kesadaran hukum adat dalam penyelesaian delik adat, khususnya dalam delik adat Kesusilaan, baik terhadap hakim ketika menerapkan KUHP di pengadilan, maupun terhadap ketua adat ketika menyelesaikan kasus-kasus delik adat Kesusilaan dengan perdamaian, dan hingga saat ini putusan adat masih ditaati, dihormati, dan dipatuhi oleh anggota masyarakat. Dalam hukum adat suku Tolaki, dikenal adanya penjatuhan sanksi adat ?Peohala? yakni penyelesaian secara adat dengan membayar denda adat kepada korbannya, terhadap seseorang yang melanggar delik adat Kesusilaan, yaitu suatu perbuatan yang dianggap merendahkan martabat, dimana delik adat ini harus dikualifikasikan sejajar dengan Kejahatan Kesusilaan dalam KUHP. Tesis ini membahas mengenai bagaimanakah kedudukan hukum adat Tolaki tersebut, apabila ada suatu perbuatan melanggar hukum adat yang ada padanannya dalam KUHP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis-normatif melalui studi kepustakaan terhadap data sekunder yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk mendukung data sekunder tersebut, dalam penelitian ini juga digunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan narasumber. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu dukungan pengkajian terhadap penghormatan dan pengakuan, terhadap upaya penyelesaian alternatif, atau putusan ketua-ketua adat, dengan penerapan sanksi yang sesuai hukum adat, yang ditaati dan dihormati oleh masyarakat, adanya suatu rumusan hukum yang kuat mengenai pengakuan putusan hukum adat di dalam undang-undang, dan tidak hanya sebatas pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1644.K/Pid/1988 tanggal 15 Mei 1991, sebab sifat dari Yurisprudensi tidaklah mengikat bagi hakim, karena hakim Indonesia tidak menganut sistem preseden yang terikat dengan keputusan hakim terdahulu, sebagaimana pada hakim-hakim di negara yang menganut sistem Anglo Saxon (common law).

ABSTRACT
Now days, the Tolaki ethic group in Kendari still practices their Adat law as the resolution to resolve crimes in their society, especially for decency offences, even when the those offences were decided by the judges, by applying the penal through courts, or resolved with the principles of their own Adat law by the Tolaki society leader, such as ?peohala?. In the Tolaki Adat law, ?peohala? can be describe as a type of punishment for someone who commits decency offences by paying some certain fines to the victim for the causes of lost, where this kind of offence shall be treated the same way as the crimes in the penal code. This tesis discusses the preposition of the Tolaki Adat law comparing with the similar crimes in the penal code. This research uses the juridical-normative methode through documentation study of the secondary data, consisting of the primary legal material, secondary legal material and the tertiary legal material. To support the secondary data, this research also uses the primary data by doing deep interview. The result suggested that the implentation of the Tolaki Adat law should be maintained by legislation acknowledgment, and not only by the recognation of the Indonesian Supreme Court Decision No. 1644.K/Pid/1988 15th May 1991, because in the Indonesian legal system the judges are not attached by the ?stare decisis? principle like in the common law (anglo saxon) countries."
2012
T30671
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nietyana Marchyra Nazhali
"Jumlah restoran di Kota Bekasi dalam perkembangannya selalu meningkat khususnya sejak tahun 2018 hingga 2021 yang ditandai dengan adanya kenaikan wajib pajak restoran yang selalu terjadi setiap tahunnya. Namun realisasi penerimaan pajak restoran di Kota Bekasi tidak pernah mencapai target setiap tahunnya dan mengalami ketidakstabilan yang cenderung menurun. Untuk meningkatkan penerimaan pajak restoran dan melakukan upaya terhadap pengawasan pajak restoran, Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi telah memasang aplikasi pengelola data di beberapa restoran yaitu tapping box. Penelitian ini menganalisis mengenai implementasi kebijakan tapping box pada pajak restoran di Kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian post positivist dengan metode analisis deskriptif serta menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka dan wawancara mendalam. Analisis implementasi ini menggunakan teori implementasi Edwards III hasil penelitian bahwa dimensi dari faktor keberhasilan dan kepatuhan wajib pajak tidak seluruhnya berjalan dengan baik yaitu sarana dan prasarana yang belum mendukung; dan adanya penolakan dari wajib pajak restoran terkait implementasi kebijakan tapping box serta terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan implementasi. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan implementasi kebijakan tapping box sebagai salah satu bentuk pengawasan pajak restoran di Kota Bekasi diantaranya adalah kendala sosialisasi, kendala teknis, dan pemasangan yang belum merata.

The number of restaurants in Bekasi City is always increasing, especially from 2018 to 2021 which is marked by an increase in the restaurant tax payer which always occurs every year. However, the realization of restaurant tax revenue in Bekasi City never reaches the target every year and experiences instability which tends to decrease. To increase restaurant tax revenue and make efforts to supervise restaurant taxes, the Regional Revenue Agency for the City of Bekasi has installed a data management application in several restaurants, namely tapping box. This study analyzes the implementation of the tapping box policy on restaurant taxes in Bekasi City. This study uses a post positivist research approach with descriptive analysis methods and uses literature study data collection techniques and in-depth interviews. This implementation analysis uses Edwards III's implementation theory. The research results show that the dimensions of success factors and taxpayer compliance are not all going well, namely facilities and infrastructure that are not yet supportive; and there was resistance from restaurant taxpayers regarding the implementation of the tapping box policy and there were several obstacles in the implementation. The obstacles faced in implementing the tapping box policy as a form of oversight of restaurant taxes in Bekasi City include socialization constraints, technical constraints, and uneven installation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Aty Rachmawaty
"Setelah berakhimya perang dingin, konflik intra-state semakin mengemuka sehingga menimbulkan banyak masalah di negara-negara yang belum mapan perekonomian serta politiknya. Pada akhirnya konflik internal ini kemudian menjadi berkepanjangan dan mengakibatkan stabilitas keamanan menjadi terancam dan pada akhirnya mempengaruhi perdamaian dunia. Somalia merupakan salah satu negara yang terlibat dalam konflik berkepanjangan sehingga mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan. Konflik yang berkepanjangan ini juga menimbulkan krisis kemanusiaan yang mengakibatkan rakyatnya menderita.
PBB sebagai organisasi intemasional, merasa berkewajiban untuk menyelesaikan konflik yang dianggap telah mengancam perdamaian dan stabilitas keamanan ini dengan melakukan intervensi. Intervensi ini memiliki konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung tidak hanya oleh pihak yang melaksanakannya namun juga oleh negara yang menjadi target. Intervensi PBB di Somalia sering dikatakan sebagai suatu bentuk intervensi kemanusiaan karena dilandaskan pada aspek kemanusiaan. Namun begitu, intervensi kemanusiaan ini tidak terlepas dari pengerahan pasukan bersenjata sehingga menimbulkan banyak pertanyaan tentang aspek hukum, moral, dan politik di dalamnya.
Berdasarkan dari analisa penulis, intervensi PBB di Somalia sudah merupakan sebuah intervensi kemausiaan jika didasarkan pada fakta yang ada. Berdasarkan aspek hukum, intervensi PBB di Somalia dalam pelaksanaannya selalu dilandasi oleh isi Piagam PBB yang merupakan salah satu sumber hukum internasional. Aspek moral dari intervensi PBB di Somalia didasari oleh konsep just war yang terdiri dari dua hal penting yaitu ius ad bellum dan ius in bello. Tidak semua kategori dari kedua hal ini bisa dipenuhi oleh pelaksanaan intervensi PBB di Somalia. Namun begitu, ketidaksempurnaan ini menunjukkan sisi kemanusiaan dari para pengambil keputusan di PBB. Adapun aspek politik intervensi kemnusiaan di dasarkan pada cara pengambilan keputusan hingga bisa menjadi sebuah resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh situasi politik yang berkembang serta pendapat dari pihak-pihak yang kompeten. Bila dilihat dari aspek politik ini, intervensi PBB dianggap tidak berhasil menjalankan misinya. Walaupun mengalami beberapa perkembangan di bidang kemanusiaan, tetapi dibidang keamanan dan politik hal ini tidak bisa dicapai. Kegagalan ini menyebabkan PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>