Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny Hoedoro Hoed
"Penelitian yang dilaporkan dalam disertasi ini merupakan kajian tentang fungsi kala dalam novel Perancis dan implikasinya dalam penerjemahan novel Perancis ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan merupakan upaya mengalihkan amanat dari suatu bahasa (bahasa sumber, BSu) ke dalam bahasa lain (bahasa sasaran, BSa). Pada kegiatan penerjemahan fungsi kewaktuan kala dalam novel Perancis ke bahasa Indonesia, waktu kebahasaan adalah salah satu segi amanat yang harus dialihkan. Agar pengalihan amanat itu dapat diteliti ketepatannya, perlu diketahui dahulu fungsi kewaktuan kala dalam novel bahasa Perancis. Pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam kaitan dengan waktu dan bahasa ialah bagaimana pengalaman manusia dalam waktu diwujudkan dalam kegiatan kebahasaan. Sehuhungan dengan itu, dapat dicatat sejumlah nanut seperti Jespersen (1924), Bloomfield (1933), Weinrich (karya aseli 1964), Bull (1971), Benveniste (1974), Pinchon (1974), Pollak (1976) dan Comrie (1985). Pembicaraan tentang konsep waktu (bagaimana manusia memandang waktu) dan bagaimana hubungannya dengan bahasa (waktu kebahasaan) dapat kita lihat dalam karya Bull (1971) dan Benveniste (1974). Bull mengemukakan bahwa manusia menempatkan dirinya dalam waktu bila is menghubungkannya dengan suatu atau sejumlah peristiwa yang diketahuinya."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
D1586
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hoedoro Hoed
"ABSTRAK
Pengalaman dalam bidang penerjemahan dan pengetahuan di bidang linguistik memberikan banyak kesempatan untuk memikirkan secara lebih mendalam sejumlah masalah dalam terjemahan. Salah satu di antaranya ialah masalah penerjemahan konsep waktu yang diungkapkan dalam novel berbahasa Perancis ke dalam bahasa Indonesia. Bila dihubungkan dengan bahasa, kata waktu perlu mendapat penjelasan lebih lanjut. Bahasa Inggris membedakan time 'waktu' dengan tense 'kala'. Dalam peristilahan linguistik di Indonesia tense biasanya diterjemahkan dengan kala yang dibedakan dengan waktu. Dalam kaitan dengan bahasa, istilah waktu termasuk kategori semantik, sedangkan kala termasuk kategori gramatikal. Bahasa jerman juga membedakan Zeit (kategori semantik) dengan Ternpus (kategori gramatikal). Untuk kedua pengertian itu bahasa Perancis hanya mempunyai satu kata, yaitu temps. Namun, istilah temps linguistigue, temps verbal atau temps grammatical juga dipakai untuk menyebut kategori gramatikal kala. Sejak lama masalah kala dan waktu menarik perhatian para ahli bahasa. Pertanyaan pokoknya adalah bagaimana pengalaman manusia diwujudkan dalam kegiatan kebahasaan, dan, dengan demikian, bagaimana konsep waktu itu ditinjau dari segi kebahasaan? Beberapa di antaranya dapat dicatat di sini.
Jespersen (1924) membicarakan waktu kebahasaan sebagai konsep semantik yang terdiri dari waktu kini, waktu larnpau, dan waktu medatang. Bloomfield (1933: 270-272) membicarakan kala (tense) sebagai bagian dari paradigma verbs dalam bahasa Inggris. Weinrich (karya aseli 1964) mengemukakan bahwa kala (Tempzrs) ternyata tidak hanya bertugas menempatkan peristiwa pada garis waktu, tetapi juga mengungkapkan keaspekan dan fungsinya dalam wacana baru terwujud bila persepsi alas peristiwa yang diketahuinya itu kemudian diungkapkannya dalam wujud bahasa (Bull 1971: 17).
Dalam membicarakan waktu, Benveniste (1974: 69-74) membedakan tiga pengertian, yaitu:
(1) Waktu fisis (temps physique), yakni waktu yang secara alamiah kita alami, yang sifatnya sinambung, Iinear dan tak terhingga. Waktu fisis berjalan tcrus tanpa dapat kita alami lagi.
(2) Waktu kronis (temps chronique), yakni waktu yang dipikirkan kemhali atau dikonseptualisasikan oleh manusia berdasarkan suatu atau sejumlah peristiwa yang ditetapkan secara konvensional oleh suatu masyarakat sebagai titik acuan dalam waktu fisis_
(3) Waktu kebabasaan (temps hnguistigice), yakni waktu yang dilibatkan dalam tuturan kita dan dalam sistem bahasa yang kita pakai.
Ketiga pengertian mengenai waktu yang dikemukakan Benveniste itu sangat penting untuk memahami konsep manusia tentang waktu. Bagi manusia, waktu yang sebenarnya dirasakan ialah waktu fisis. Manusia hidup di dalam waktu yang terus berjalan tanpa dapat kernbali lagi ke waktu lampau. Akan tetapi, dengan mengkonseptualisasi waktu manusia dapat menjelajahinya, sehingga, ia dapat mengarungi sejarah, masa kini dan hari depannya. Bahkan manusia dapat membayangkan waktu dalam sesuatu pembagian yang beraturan. Untuk menetapkan pembagian yang beraturan itu, biasanya manusia menentukan secara konvensional suatu peristiwa sebagai titik acuan dalam waktu fisis dan kemudian menetapkan pula pembagiannya dalam sejumlah penggalan. Misalnya tahun 1 Maselii dihubungkan dengan kelahiran Isa Almasih dan dibagi atas penggalan tahun (12 bulan), bulan (30 hari), minggu (7 hari), dan hari (24 jam, satu piantan (etinaal, Bel.) atau satu putaran bumi, atau jarak waktu antara matahari terbit dan matahari terbit, atau antara matahari terbenam dan matahari terbenam)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D103
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nini Hidayati Jusuf
"Dunia Timur dalam kesusastraan Francophone Prancis Negara Prancis mempunyai tradisi kesusastraan yang sangat panjang dan sejak lama telah bersentuhan dengan dunia Timur (Afrika Utara dan Magribi). Hal itu tidak mengherankan karena sebagian wilayah Prancis terletak di Laut Tengah (Mediterranean) tempat bertemunya berbagai kebudayaan besar pada masa lampau seperti kebudayaan Yunani, Romawi, Punisia dan Mesir. Persinggungan budaya yang sudah berlangsung sejak berabad-abad menjadi semakin kental pada masa Renaissance dengan berkembangnya kota-kota pelabuhan, seperti Florence, Napoli dan Konstantinopel sebagai pintu gerbang masuknya budaya Timur ke Eropa. Bila dirunut ke belakang, budaya Timur sudah mulai dikenal sejak masa Perang Salib ketika para ksatria Prancis bertempur melawan golongan Sarrasin (Arab). Kemudian dengan ditemukannya benua Amerika oleh Columbus dan kawan-kawannya, kawasan Asia semakin menarik minat masyarakat Prancis dan Barat pada umumnya. Dalam bidang kesusastraan, jejak budaya Timur sudah terlihat sejak tahun 1100 dalam cerita epik Chanson de Roland yang mengisahkan perang antara ksatria Prancis dan ksatria Arab. Dalam kisah itu dapat ditemukan berbagai kebiasaan ksatria Sarrasin yang berbeda dengan ksatria Prancis, begitu pula dengan jubah dan perlengkapan perang yang mereka kenakan (Gall, 1985: 82 - 107).
Pada masa Renaissance hingga abad XVII, unsur Timur banyak mempengaruhi kesusastraan Prancis. Pengaruh ini antara lain terlihat pada karya-karya Moliere, antara lain dalam komedi Le Bourgeois CentiTomme yang bercerita tentang kegembiraan dan kekaguman sebuah keluarga bourgeois kaya yang akan mendapat menantu pangeran dari Turki.
Pada abad XVIII karya-karya yang mengandung unsur Timur semakin banyak, bahkan seorang filsuf terkemuka Prancis, Montesquieu, turut menulis tentang budaya Timur melalui karyanya, Les ,Genres Persanes, yang berisi satir tentang bangsa Prancis berdasarkan persepsi seorang Persia yang sedang berkunjung ke Prancis (Mitterand, 1987: 16-27).
Dengan adanya revolusi industri dan ditemukannya mesin cetak yang membawa kemajuan besar dalam bidang ekonomi dan perbaikan dalam berbagai bidang pada abad X1X, dunia Timur tidak lagi merupakan sesuatu yang asing dalam kesusastraan Prancis. Nama-nama besar seperti Victor Hugo, Baudelaire, Honore de Balzac dan Chateaubriand, banyak menulis tentang dunia Timur dalam karya-karya mereka. Penggambaran dunia Timur menjadi semakin beragam, baik yang berdasarkan pengalaman pribadi atau berupa laporan perjalanan.
Akhirnya, pada abad XX gambaran dan masalah dunia Timur semakin sering muncul dalam karya-karya Prancis. Hal itu terlihat antara lain dalam karya-karya Sartre, Camus, Gide yang banyak menggunakan latar Timur Tengah, khususnya Aljazair tempat di mana mereka pernah bermukim. Bila pengarang-pengarang tersebut menulis tentang dunia Arab, beberapa pengarang lainnya banyak mengungkapkan dunia Asia, misalnya Andre Malraux dan Marguerite Duras. Dalam karya-karyanya seperti, La Yor'x Royale, Les Conquerants, La Tentafion de L'Occident, La Condition Humaine, Malraux mengambil latar Indocina dan Cina. Karya-karya itu mendapat inspirasi dari pengalaman pribadinya di Kamboja dan di Tiongkok yang kala itu dilanda revolusi. Di sana ia menyaksikan kegiatan Revolusi Kuomintang dan terlibat dalam gerakan pembebasan Indocina menentang pemerintah kolonial Prancis (Dumazeau, 1974: 7).
Selain Malraux, seorang penulis wanita terkemuka Prancis, yaitu Marguerite Duras, juga sangat berjasa dalam memperkenalkan dunia Asia kepada publik pembaca Prancis. Dalam Utz Barrage Contre le Pacifique, / Amara, Hiroshima Mon Amour, India Song, tampak kecintaan sang pengarang akan negeri Asia, terutama Indocina, negara yang pernah dihuninya semasa remaja. la juga banyak mengeritik kekejaman rezim kolonial Prancis di negara tersebut.
Selain pengarang-pengarang Prancis asli yang menulis tentang dunia Timur, khasanah kesusastraan Prancis juga diperkaya oleh sekelompok penulis bukan penutur asli Prancis yang menulis dalam bahasa Prancis tentang dunia mereka, baik yang berbentuk pengalaman pribadi, cerita rakyat maupun pengalaman kolektif bangsa.
Para pengarang tersebut berasal dari negara-negara yang berlatar belakang sosial dan budaya berbeda, namun masih menggunakan bahasa Prancis baik sebagai bahasa sehari-hari atau di Mangan tertentu saja. Mereka sebagian besar berasal dari bekas jajahan Prancis, seperti Aljazair, Maroko, Tunisia, Afrika Hitam, Indocina dan kepulauan Martinik?."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
D494
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damar Jinanto
"Skripsi ini membahas tema kekuasaan yang terdapat di dalam film Un Prophète karya Jacques Audiard melalui analisis aspek naratif dan sinematografis film. Analisis juga didukung konsep kekuasaan Pierre Bourdieu untuk melihat bentuk pertarungan kekuasaan yang terjadi antartokoh dalam film. Pertarungan kekuasaan berhubungan dengan kepemilikan kapital tiap tokoh. Hasil analisis menampilkan relasi kuasa pada tokoh dalam mengakumulasikan dan mempertahankan kapital yang dimiliki di dalam ruang penjara. Film ini memperlihatkan usaha tokoh memperoleh kapital yang dibutuhkan dalam pertarungan kekuasaan.

This study discusses the themes of power contained in Un Prophète, directed by Jacques Audiard, through narrative and cinematographic aspects of the film. The analysis is also supported by Pierre Bourdieu’s concept of power to see the power struggle among the characters of the film. The power struggle is related to the capital ownership of each character. The analysis results show the power relation within the characters in accumulating and retaining the capitals that are held in the prison. This film shows the venture of the character to obtain the capitals which are needed in the power struggle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S53105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nini Hidayati Jusuf
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Sunendar
"Kita mungkin tidak dapat memberikan suatu batasan yang memuaskan tentang roman, namun roman merupakan suatu sumbangan yang dapat menunjukkan suatu bentuk sejarah (Goldenstein, 1988 4). Banyak batasan-batasan mengenai roman yang diajukan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah yang dikemukakan Michel Raimond dalam Le Roman :
"Le roman est une histoire feinte, ecrite en prose, ou l'auteur cherche a exiter l'interet par la peinture des passions, des moeurs, ou par la singularite des aventures" (Raimond, 1989 : 20).
(Roman adalah sebuah kisah fiktif yang ditulis dalam bentuk prosa. Seorang pengarang berupaya untuk membangkitkan minat melalui gambaran-gambaran yang mengasyikkan, adat kebiasaan, atau melalui keunikan petualangan--petualangan).
Roman berkembang dengan pesat pada abad XIX. Perkembangan ini tidak dicapai dengan mudah. Pada awalnya roman hanya merupakan salah satu bentuk karya sastra di samping puisi dan drama. Sejak abad XVII1 kemunculannya diikuti oleh menjamurnya bentuk-bentuk beragam yang tidak terikat pada kaidah yang tetap dan ketat seperti pada puisi dan drama pada masa itu. Pada perkembangannya, bermunculan jenis-jenis roman yang oleh Paul Robert dikiasifikasikan menjadi roman sejarah (roman historique), roman cinta (roman d'amour), roman tentang adat kebiasaan (roman de moeurs), roman eksotis (roman exotique), roman otobiografis (roman. autobiographique), roman hitam (roman noir) (Robert, 1987 . 1223).
Pada paruh abad XVIII Madame de Stael menyatakan bahwa perkembangan roman waktu itu menyedihkan karena temanya hanya tentang cinta dan keiahatan_ Ia menyebutkan bahwa roman harus lebih dekat dengan kehidupan masyarakat, hal ini baru terwujud pada abad XIX melalui karya Stendhal.
Henri Beyle lahir pada tanggal 23 Januari 1783. Pada usia 7 tahun ibunya meninggal. Hal ini menandai masa kecilnya yang tidak menyenangkan karena ia harus hidup dengan ayahnya yang tidak ia senangi. Ia masuk sekolah menengah di Grenoble. Atas saran sepupunya, Daru, ia memasuki kehidupan militer, dan ia ditempatkan di Milan, Italia. la pernah keluar dari militer, namun kembali pada tahun 1810 dan diangkat menjadi penasihat negara.
Pada saat tinggal di Italia ia menghasilkan beberapa kritik sastra seperti Vie de Haydn (1814), Vie de Mozart (1814), Vie de Metastase (1814), Vie de Napoleon (1816). Tahun 1817 ia membuat esei Histoire de to Peinture en Italie. Rome, Naples, et Florence, dan untuk pertama kalinya ia memakai nama samaran Stendhal.
Pada tahun 1821 ia kembali ke Paris karena dicurigai polisi Austria. Ia menjalin hubungan asmara dengan Clementine Curial yang memberinya inspirasi untuk membuat esei de rumour ( 1822) dan vie de Rossini {1823), namun terutama hal itu melahirkan sosok Mathilde dalam Le Rouge Et Le Noir 11830). Ia pun membuat analisis tentang romantisme, seperti Racine et Shakespeare (1825).
Akhirnya pada tahun 1827 ia menghasilkan roman pertamanya Armance. Dua tahun kemudian ia menuliskan sebuah pengalaman di Roma dalam Promenades dans Rome {1829). Le Rouge Et Le Noir (1830) merupakan roman kedua Stendhal.
Berkat pergantian sistem pemerintahan waktu itu, ia ditunjuk menjadi Konsul Perancis di Trieste, kemudian di Civita-Vecchia (1830-1835). Pada rasa jabatannya tersebut is menulis dua roman yang tidak diselesaikannya, yaitu Lucien Leuwen dan Lamiel. Pada tahun yang sama ia membuat sebuah roman La vie de Henri Br-Ward. Roman lain yang dibuatnya adalah Souvenirs d'Egotisme (1832). Ia pergi ke Inggris dan menghasilkan Memoires d?un touriste ( 1838) dan pada tahun..."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nursamsiah Danardono
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Diercie Dwyarie
"Artikel ini membahas gagasan lintas budaya yang dikemukakan dalam esai Place Cliche karya Jacques Godbout. Pemaparan artikel ini berpusat pada posisi narator-tokoh Aku yang berada di antara dua budaya. Pembahasan menunjukkan bagaimana konsep-konsep yang berhubungan dengan gagasan lintas budaya dikemukakan dalam teks, terutama dalam fokalisasi narator-tokoh Aku. Identitas narator-tokoh Aku yang berhubungan dengan kedua budaya diungkap melalui simbol-simbol yang merepresentasikan kedua budaya itu. Budaya Prancis dan Amerika yang menjadi bagian dari lintas budaya dihadirkan dalam stereotip-stereotip yang diungkapkan melalui fokalisasi tokoh dan struktur teks. Gagasan lintas budaya seperti identitas hibrid dan identitas in-between akan ditemukan dalam konstuksi identitas narator. Keberadaan unsur-unsur budaya tersebut menjadi landasan pembentukan identitas hibrid narator-tokoh Aku. Identitas in-between narator-tokoh Aku terbentuk dari adanya budaya Prancis dan Amerika. Identitas hibrid yang dimiliki narator-tokoh Aku membentuk identitas Quebec (Quebecois). Hal-hal tersebut diperoleh dari teori cultural studies yang dikemukakan Homi K. Bhabha dan Stuart Hall. Metode yang digunakan untuk mengungkap hal-hal tersebut adalah metode kualitatif dengan teori Analisis Wacana Kritis oleh Teun Van Dijk dan semiologi oleh Rolland Barthes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nyi Raden Fiany A.L.
"Artikel ini berusaha untuk membahas kehidupan tokoh utama bernama Chauvin. Dia meninggal secara tragis dalam cerita pendek berjudul La Mort de Chauvin karya Alphonse Daudet. Tokoh Chauvin merupakan salah seorang prajurit Paris yang berjasa dan kehadirannya mampu mengobarkan semangat prajurit lain ketika sedang terjadi perang antara Prancis-Prussia. Namun keadaan seketika berubah ketika pasukan Prussia berhasil merebut beberapa wilayah Prancis. Sejak saat itu Chauvin mulai dibenci oleh masyarakat Paris dan ia dikurung dalam sebuah ruang bawah tanah. Sampai akhirnya ia menemui ajal dengan cara tragis karena ia tetap mencoba untuk membela kotanya yang baru saja kedatangan musuh lain, yaitu pasukan Versailles. Teori pendekatan stuktural dari Roland Barthes digunakan untuk menemukan hasil dari penelitian ini.

This article attempts to explain the main character?s life, whose name was Chauvin. He died tragically in Alphones Daudet's short story titled La Mort de Chauvin. Chauvin was one of Paris?s soldiers who were meritorious and his presence could revive spirits of the other soldiers when there was a war between France and Prussia. Suddenly, all the conditions changed when Prussian successfully seize some French's regions. Since that day, the people started to hate Chauvin and he was evacuated in a cellar. Until he died tragically because he still tried to defend his land when the other rivals arrived, which were the Versailles?s soldier. The structural approach of Roland Barthes was used to find the result of this article.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Fairuz
"Artikel ini membahas kehidupan anak imigran di Prancis pada masa les trente glorieuses yang direpresentasikan dalam foto karya Gérald Bloncourt. Foto-foto tersebut dimunculkan dalam kumpulan foto berjudul «Regards d’enfants de trentes glorieueses » yang dimuat dalam blog resmi milik Gérald Bloncourt. Bloncourt menangkap gambar keadaan anak-anak imigran di Prancis yang berasal dari berbagai negara untuk menunjukkan kondisi sosial kehidupan mereka dalam periode kejayaan ekonomi Prancis.

This article discusses the life of French immigrant children during the les trente glorieuses period which is represented in photos by Gérald Bloncourt. Those photos appeared in a photo collection called «Regards d’enfants de trentes glorieueses » published on Gérald Bloncourt’s official blog. Bloncourt captured images of immigrant children from various countries in France to show their social conditions during France’s economic glory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>