Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140400 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chairil Effendy
"Raje Ngalam atau 'Raja Alam' merupakan satu teks sastra lisan Sambas. Teks yang dianggap sakral oleh masyarakatnya itu masih terus ditransmisikan sehingga teksnya terdapat dalam sejumlah teks variabel. Hal itu menunjukkan bahwa teksnya masih fungsional bagi masyarakat pemiliknya.Penelitian ini berusaha mengungkap konvensi dan sistem yang mendasari terciptanya Raje Ngalam serta re-sepsinya. Usaha itu dilakukan dengan cara (a) mengungkap tempat teks dalam sejarah perkembangan masyarakat Sambas khususnya dan Melayu pada umumnya; (b) mengungkap struktur teks; (c) memahami sambutan penikmat sepanjang sejarah transmisi teks dari dahulu hingga masa kini, yang berarti pula memahami kedudukan dan fungsi teks dalam dinamik sistem dan sejarah sastra; (d) dan menyajikan teks yang terbaca oleh pembaca masa kini dalam bentuk teks suntingan dan terjemahannya.Raje Ngalam hidup dalam tradisi bedande', sedangkam teks-teks variabelnya--Wan Unggal, Dayang Dandi, Si Gantar Alam, dan Anak Mayang Susun Delapan Susun Sem--belan di Kayangan Anak Cuco' Si Gantar Alam--hidup da-lam tradisi becerite. Perbedaan kedua tradisi itu terletak pada cara penyajian teksnya. Teks-teks becerite dituturkan dengan cara biasa. Sebaliknya, teks-teks bedande' didendangkan. Meskipun demikian, kedua tradisi itu, termasuk pula tradisi tulis, tidak hidup secara otonom. Terdapat hubungan dinamik di antara ketiganya.Tradisi becerite kini masih tumbuh subur, sedangkan tradisi bedande' memprihatinkan. Dari tiga jenis bedande' yang pernah ada, kini hanya tinggal dua. Masing-masing tradisi itu kini hanya memiliki satu orang pedande'. Usia pedande' tunggal kini sudah tua. Oleh sebab itu, jika dalam waktu dekat tidak terdapat kaderisasi, jenis kesenian ini akan punah.Berdasarkan ciri dan konvensinya, Raje Ngalam me-rupakan prosa berirama, satu genre yang memiliki si-fat-sifat puisi dan prosa. Sebagai puisi, ia mengeks-ploitasi unsur bunyi sehingga menimbulkan sajak dan irama. Pengeksploitasian unsur bunyi itu menyebabkan totalitas teksnya ritmis dan melodius. Sebagai prosa, ia mengeksploitasi cerita. Unsur tersebut dibina oleh serangkaian peristiwa yang ditata secara episodis, bio-grafis, dan romantis.Telaah struktur menunjukkan bahwa wacana teksnya memanfaatkan sejumlah besar formula yang tumbuh dalam"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
D1648
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Effendy
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
D1650
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Effendy
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
D1620
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Gadjah Mada. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 1997
D1651
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Gadjah Mada. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 1997
D1649
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Effendy
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2001
899.29 CHA t (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Gede Windhu Sancaya
"Cerita Sam Pek Erg Tay (selanjutnya disingkat SPET) di Bali dikenal dengan nama Geguritan Sampik. Geguritan Sampik (selanjutnya disingkat GGS) yang diteliti ini ditulis dalam bahasa dan aksara Bali pada tahun 1915, dan digubah dengan menggunakan tembang-tembang macapat, yaitu suatu bentuk metra dan prosodi yang khas, yang dapat ditemukan baik di Jawa, Madura, Sunda, Bali, maupun Lombok.
Cerita SPET merupakan salah satu karya sastra Cina yang popular di tanah air kita untuk masa lebih dari satu abad lamanya (Abadi, 1994:xii). Kepopulerannya tidak terbatas di Cina saja (Ah Ving, 1956:3 ; Prijono, 195623 ; Kwee, 1977:224 ; Lubis, 1989: 225), tetapi juga meresap sampai kalangan orang-orang bumiputera, khususnya dikalangan kelompok etnis Jawa, Betawi, dan Bali (Abadi, 1990:xii), juga Madura (Detomo, 1987). Hal ini terbukti dari akulturasi kisah ini dalam ludruk dan ketoprak di Jawa, drama, tari dan tembang macapat di Bali (Kwee, 1977:225 ; Abadi, 1994:xii) dan juga drama gong (Agastia, 1979).
Abadi mengatakan bahwa sejak saduran Boen, Sing Hoo pada tahun 1885 hingga sekarang telah ada tidak kurang dari sepuluh judul buku serupa (3.994:xii), bahkan mungkin lebih. Saduran Boerr Sing Hoo merupakan saduran pertama cerita SPET dari bahasa Cina ke dalam bahasa Melayu (Nio, 1962 ; Suryadinata. 1988:105 ; Salmon, 1985 dan 1987:429). Dari saduran Boen Sing Hoo itulah GGS digubah, seperti halnya Serat Ing Tay dalam bahasa Jawa.

The Serat Ing Tay of 1902 mentions that, is based on a Malay source, and the Balinese Sampik Ingtai of 1915 opens with a stanza in Malay before switching to Balinese, thereby also suggesting a Malay source for the work (Quinn, 1987:535
Dilihat dari panjang cerita, struktur alur, dan motif-motifnya, terdapat kesejajaran antara GGS dengan cerita SPET saduran Boen Sing Hoo tersebut.
Menurut Tjan Tjoe Siam, cerita SPET ini sudah mulai terkenal (di Cina) pada abad keempat Masehi. Mula-mula berupa cerita lisan yang diceritakan turun-temurun, lambat laun cerita tersebut muncul dengan berbagai redaksi atau bentuk, baik dalam bentuk buku, sandiwara maupun film (Prijono, 1956:5 ; Abadi, I990:X). Seperti.lazimnya ceritacerita rakyat, kisah ini anonim dan mempunyai beberapa versi (Abadi, 1990:x). Selain dalam bahasa Melayu, Jawa, Madura, dan Indonesia, salah satu versinya ditemukan juga dalam bahasa Bali, baik dalam bentuk manuskrip (lontar) maupun dalam bentuk seni pertunjukan."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Chamamah Soeratno
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
D466
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Teuke Abdullah
Jakarta: Internusa, 1991
899.224 2 IMR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edwar Djamaris
"Tambo Minangkabau (selanjutnya disingkat TM) adalah suatu karya sastra sejarah, suatu karya sastra yang menceritakan sejarah (asal-usul) suku bangsa, asal-usul negeri serta adat-istiadatnya, yaitu Minangkabau. Karya sastra sejarah ini dapat juga disebut historiografi tradisional, penulisan sejarah suatu negeri berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat secara turun-temurun (Kartodirdjo, 1968a).
Karya sastra sejarah ini tergolong kelompok karya sastra yang penting dan banyak jumlahnya, baik dalam sastra Indonesia lama (Melayu) maupun dalam sastra Nusantara (daerah). Dalam sastra Nusantara, antara lain terdapat dalam sastra Jawa, Sunda, Bali, Bugis, Lombok, dan Madura. Dalam sastra Melayu banyak dijumpai karya sastra sejarah ini, misalnya, Sejarah Melayu, Hikayat Aceh, Hikayat Ban-jar, Silsilah Kutai,Tuhfat an--Nafis, dan TTA int. TM ditulis dalam bahasa Melayu berbentuk prosa. Naskah TM ini sebagian bazar ditulis dengan huruf Arab-Melayu, dan sebagian kecil ditulis dengan huruf Latin. Naskah TM yang berhasil diketemukan sebanyak 47 naskah, masing-masing tersimpan di Museum Nasional Jakarta sebanyak 10 naskah, di perpustakaan Universitas Leiden sebanyak 31 naskah, di perpustakaan KITLV Leiden sebanyak 3 naskah, di perpustakaan SOAS Universitas London 1 naskah, dan di perpustakaan RAS London 2 naskah.
Suntingan teks TM berdasarkan naskah-naskah yang dikemukakan di atas belum pernah dilakukan oleh peneliti atau peminat sastra. Masyarakat mengenal TM melalui saduran dan tinjauan yang bersifat sampingan terhadap isi TM itu Ada delapan saduran cerita TM, yaitu:
(1) Curai Paparan Adat Lembaga Alam Minangkabau (Dirajo, 1919 dan 1984),
(2) Mustiko Adat Alam Minangkabau (Dirajo, 1953 dan 1979),
(3) Tambo Minangkabau (Batuah, 1956),
(4) Tambo Alam Minangkabau (Sango, 1959),
(5) Tambo dan Silsilah Adat Alam Minangkabau (Baca, 1966),
(6) "Tambo Pagaruyung? (Basri, 1970a),
(7) ?Tambo Alam" (Basri, 1970b), dan
(8) Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah (Mahmoed, 1978).
Dalam semua saduran TM itu tidak terdapat keterangan yang menyatakan naskah TM mana yang digunakan sebagai dasar saduran itu. Penyadur-penyaduy itu menceritakan kembali isi TM secara bebas dengan gaya bahasa mereka sendirie Dalam menceritakan kembali itu mereka menambahkan penafsiran mereka sendiri sehingga timbul beberapa versi TM. Mereka seolah-olah mengarang kembali cerita TM itu. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D102
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>