Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60437 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Kurniawan
"ABSTRAK
Tuntutan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar khususnya kesehatan bagi masyarakat sebagaimana tercantum dalam konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan sangat tinggi. Sementara kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong perbaikan pelayanan dasar melalui desentralisasi sejak tahun 1999 belum terlihat hasilnya. Oleh karena itu, Pemerintah telah mencanangkan perlunya dilakukan pengaturan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi daerah otonom. Penerapan kebijakan SPM bagi daerah otonom mulai diperkenalkan tahun 2000 dengan berlakunya PP No. 25 Tahun 2000, namun baru efektif sejak keluarnya SE Mendagri No.100/757/OTDA tanggal 8 Juli 2002. Namun, belum sempat daerah otonom menerapkan SPM sesuai amanat peraturan perundangundangan, UU No. 22 Tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan ini dilanjutkan dengan terbitnya PP No. 65 tahun 2005 yang memperkuat posisi SPM untuk diterapkan di daerah otonom. Penelitian ini berangkat dari permasalahan pokok yaitu bagaimana pengaturan SPM di instansi Pemerintah Pusat dan instansi Pemerintah Daerah, dan efektivitas pengaturan tersebut di daerah otonom, serta faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat efektivitas pengaturan SPM di daerah otonom. Jawaban atas permasalahan penelitian ini dilakukan secara yuridis-normatif, dengan menelaah data sekunder yang menggunakan alat pengumpulan data secara studi kepustakaan dengan metode pengolahan dan analisa data secara pendekatan kwalitatif serta bersifat deskriptif-analitis dan berbentuk preskriptif-analitis.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, amanat konstitusi yang menghendaki pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar belum mampu diberikan oleh pemerintah (Pusat dan Daerah) secara optimal, meskipun Pemerintah terus mengembangkan pengaturan terkait penerapan SPM di daerah otonom. Kedua, pengaturan SPM bagi daerah otonom belum efektif karena peraturan perundang-undang yang mengatur SPM tidak menegaskan jenis pelayanan dasar yang wajib diatur dan rumusan norma dan validitas norma peraturan yang dibuat sebagai dasar hukum pemberlakuan kebijakan SPM tersebut tidak taat asas-asas hukum dan dapat dikatakan tidak valid. Ketiga, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan SPM di daerah otonom. Untuk itu, dalam rangka ius constituendum, tiada jalan lain yang harus dilakukan untuk memperbaiki pengaturan SPM bagi daerah otonom adalah dengan merevisi Pasal dalam UU Pemerintahan Daerah yang berisi pengaturan tentang jenis pelayanan dasar yang menjadi urusan pemerintahan yang wajib diatur melalui pengaturan SPM. Selain itu, merevisi pedoman penyusunan dan penerapan SPM agar lebih sederhana dan tidak berbelitbelit, sehingga memudahkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk berkoordinasi dalam rangka mencapai target akhir SPM yaitu mewujudkan kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar sesuai amanat.

ABSTRACT
Demands on the fulfillment of basic service requirements, public health in particular as it grafted in the constitution and in many laws and regulations, are very high. Meanwhile, the government policies in order to encourage the amelioration of basic services through decentralization since 1999 has not seen the results. In order to do so, the Government has established the need for Minimum Service Standards (MSS) regulation for the self-government regions. Actually in 2000, the implementation of MSS policy for the autonomy regions have had introduced with the enactment of PP No. 25/2000, but it was going into effect since the issuance of SE Mendagri No.100/757/OTDA July 8, 2002. However, before the autonomy regions yet had time to implement the MSS as mandated by the legislation, Law number 22/1999 was altered to Law number 32/2004 regarding Local Governance. These changes are followed by the issuance of PP. 65/ 2005 to strengthen the position of MSS to be implemented in autonomy regions. This research begin with the main issue about how the MSS regulation in the government agencies and local government agencies, and the effectiveness of these regulations in autonomy regions, as well as the factors that encourage and impede the effectiveness of the MSS regulations in autonomy regions. The answer to the issues of this research was held in juridical-normative approach, by studying secondary data in a literature study manner using data collecting tool with data processing and analysis methods in qualitative approach and descriptive-analytical and prescriptive-analytical form.
This research has found several findings. First, despite still continue developing regulation regarding MSS implementation in autonomy region, the Government (both central and local) has not been able to give the the fulfillment of basic service requirements in an optimal fashion that required by the constitutional mandate. Secondly, MSS regulation for autonomy regions has not been effective yet due to laws and regulations governing the MSS does not emphasize the type of basic services that must be regulated and the formulation of norms and validity of regulation norms that are made as the legal basis of policies such MSS does not comply with the law principles and can be said invalid. Third, there are many factors that affecting the realization of MSS in the autonomy regions. For the matter of that, to comply ius constituendum, there is no other way to do to improve the MSS regulation for the autonomy regions other than to revise the articles in Law regarding Local Governance that contain the regulation regarding the types of basic services that become governance affair that must be regulated through the MSS regulation. And what is more, to revise guidance for the drafting and implementation of MSS to be more simple and not complicated, making it easier for the Government and Local Government to coordinate in order to achieve the MSS final target that is to actualize the public welfare through the fulfillment of basic service requirements as mandated by the constitution.
"
2011
T29260
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fransisca Mayer
"[Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan yang terpadu harus
mempunyai semua ukuran yang dapat menjamin peningkatan mutu.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan gerbang awal rumah sakit yang
perlu dilakukan penilaian mutu pelayanan kesehatan sehingga dapat
mengurangi terjadinya komplain dan meningkatkan derajat kesehatan
pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) RS di IGD RS Sentra Medika
Cibinong. Jenis penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif dan kualitatif
(mix method research) untuk memperoleh pemahaman yang baik. Hasil
penelitian menyarankan agar pihak manajemen perlu membuat atau
melengkapi kebijakan/ SPO terutama untuk hal yang berkaitan dengan
pelayanan di IGD, termasuk dalam pengelolaan SDM untuk mengantisipasi
jam pelayanan sibuk, membuat rencana diklat/ pelatihan, melengkapi
sarana dan prasarana, serta membentuk tim penanggulangan bencana di
IGD.;Hospital as an integrated health care facilities must have all the sizes that can
guarantee its quality improvement. Emergency department as a starting gate
hospitals need to do quality assessment of health services to reduce the
occurrence of complaints and improve the health’s degree of the patients. The
purpose of this research is to obtain the implementation of minimum services
standard of the Sentra Medika Cibinong Hospital. Empirically types used are
quantitative and qualitative study (mixed method research) to obtain a good
understanding. Results of this research suggest to management needs to make
the policy/ Standard Operating Procedures, especially for matters relating to
the emergency services, included in the management of human resources in
anticipation of the busy hour of service, create a training plan, completing the
infrastructure, and build a disaster response team, Hospital as an integrated health care facilities must have all the sizes that can
guarantee its quality improvement. Emergency department as a starting gate
hospitals need to do quality assessment of health services to reduce the
occurrence of complaints and improve the health’s degree of the patients. The
purpose of this research is to obtain the implementation of minimum services
standard of the Sentra Medika Cibinong Hospital. Empirically types used are
quantitative and qualitative study (mixed method research) to obtain a good
understanding. Results of this research suggest to management needs to make
the policy/ Standard Operating Procedures, especially for matters relating to
the emergency services, included in the management of human resources in
anticipation of the busy hour of service, create a training plan, completing the
infrastructure, and build a disaster response team]"
Universitas Indonesia, 2015
T43492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Hudawi
"Penelitian ini bertujuan agar mengetahui pelaksanaan standar pelayannan minimal pada RSUD Kabupaten Bekasi bagian rawat inap dan hambatanhambatan yang terjadi dalam pelayanannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dari informan terpilih yang terkait dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal di RSUD Kabupaten Bekasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi SOP khususnya pada rawat inap sudah terlihat kelengkapannya akan tetapi banyak tindakan yang tidak sesuai dengan SOP, sedangkan dari SDM memang suatu dilema rumah sakit pemerintah daerah yang kekurangan untuk tenaga ahlinya, dan dari segi sarana dan prasarana sudah cukup memadai, tetapi masih kurang dari sistem pemeliharaannya. Sehingga kesimpulannya, pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal di RSUD Kabupaten Bekasi belum dilaksanakan secara maksimal, karena keadaan rumah sakit yang masih sedikit banyak mempunyai kelemahan dan kekurangan yaitu baik dari segi SOP, SDM, dan juga sarana dan prasarana.
Saran peneliti bagi RSUD Kabupaten Bekasi diharapkan dapat lebih bekerja sama dan melakukan koordinasi yang baik dengan pihak Pemerintah Daerah agar dapat dicarikan solusi yang terbaik, dan diharapkan RSUD Kabupaten Bekasi membuat SPM yang sesuai dengan keadaan dan kemampuan RSUD Kabupaten Bekasi dan direvisi serta ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan ketentuan Departemen Kesehatan.

This study aimed to know the implementation of minimum service standard in General Hospitals Kabupaten Bekasi installation of inpatient care and obstacles that occur in the implementation. This study uses a quality approach with conduct and depth interviews with selected informants involved in the implementation of Minimum Service Standard in General Hospitals Kabupaten Bekasi.
The results showed that in terms of the SOP specifically on the completeness of hospitalization would have seen but that a lot of action does not comply with the SOP, while the human resources is an issue that local government hospitals for lack of expertise, and in terms of facilities and infrastructure is adequate, but still less of system maintenance. So in summary, the implementation of Minimum Service Standards in General Hospitals Kabupaten Bekasi not optimally implemented, because the state hospital which is still a bit much to have weaknesses and shortcomings, namely in terms of SOP, Human Resources, and also the facilities and infrastructure.
Researchers suggest the General Hospitals Kabupaten Bekasi is expected to more work together and do a good coordination with the local governments in order to find the best solution, and hoped to make Minimum Service Standards in General Hospitals Kabupaten Bekasi appropriate to the circumstances and the ability of General Hospitals Kabupaten Bekasi and revised and improved gradually in accordance with the provisions of the Health Department.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T31021
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Genta Rizkyansah
"Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2019, Kabupaten Pesawaran sebagai salah satu daerah endemis malaria di Provinsi Lampung memiliki jumlah kasus malaria tertinggi yaitu sebanyak 2006 kasus. Upaya yang dilakukan menuju daerah bebas malaria yaitu melalui kebijakan pembangunan manusia sektor kesehatan. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan dengan pendekatan top down yang diimplementasikan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Salah satu tujuan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yaitu pengendalian penyakit menular termasuk malaria. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan pembangunan manusia bidang kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Kabupaten Pesawaran dan untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap persiapan pelaksanaan, mekanisme perencanaan tingkat puskesmas, penggerakan-penguatan-pelaksanaan, pengawasan-pengendalian-penilaian sudah dilakukan dengan baik namun pada tahap pelatihan pendekatan keluarga serta langkah dan teknis manajerial belum dilakukan secara maksimal. Faktor pendukung dalam implementasi kebijakan pembangunan manusia bidang kesehatan melalui PIS-PK di Kabupaten Pesawaran yaitu faktor disposisi dan struktur birokrasi, sedangkan faktor penghambatnya yaitu faktor komunikasi dan faktor sumber daya yang meliputi sarana dan prasarana yang belum memadai, sumber daya manusia dan anggaran yang terbatas.

Malaria is one of infectious diseases which still becomes the health problem in Indonesia. In 2019, Pesawaran Regency as one of the endemic areas of malaria in Lampung Province has the highest score malaria case which is 2006 cases. The endeavour that is conducted to obtain a malaria-free region is through the human development policy in health sector. That policy is a policy that uses the top down approach which is implemented through the Indonesian Health Program with Family Approach. One of the goals of Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) is infectious disease control including malaria. This research is using descriptive research method with qualitative approach which aims to describe the implementation of human development policy in health sector through the Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) in Pesawaran Region and to describe the support and obstacle factors in that policy implementation. The result of the research shows that on the preparation stage of the implementation, the planning mechanism at the level of public health center, the movement-strengthening-implementation, the supervision-control-assessment have been conducted well but on the level of training on family approach and steps and managerial techniques have not been conducted maximally. The supporting factors in implementing the human resource development policy in health sector through Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) in Pesawaran regency are the disposition factor and bureaucratic structure, meanwhile the hindrance factors are the communication and resource factor which include the facilities and infrastructures which have not been sufficient, the human resource and budget which are limited."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Wijaya
"Pelaksanaan SPM bidang farmasi Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tugu Ibu dipengaruhi faktor input: SDM, jenis pasien, jenis resep, ketersediaan obat, peresepan dokter, sarana dan prasarana, formularium obat, SOP pelayanan resep serta faktor proses pelayanan resep yang meliputi: penerimaan resep dan pemberian harga obat, pembayaran, pengambilan dan peracikan obat, pemberian etiket obat, dan penyerahan obat kepada pasien.
Hasil penelitian didapatkan ratarata waktu tunggu pelayanan resep jadi tunai 13,07 menit, resep jadi jaminan 21,36 menit, resep racikan tunai 26,31 menit, resep jadi jaminan 31,28 menit; tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat 100%; kepuasan pelanggan 90,17 %; penulisan resep sesuai formularium 100 %.

The implementation of the minimum service standard in the pharmacy section at Tugu Ibu hospital influenced by input factors: human resources, types of patients, kinds of prescription, availability of medicines, doctor's prescribing, facilities, medicine formulation, prescription service operational standard and the process of prescription service, which includes the acceptance of the prescription and priceing medicines, the payment, the receipt and extraction of medicines, the medicine procedure and medicine delivery to patients.
From the research, the average waiting period needed to change a prescription into cash is 13,07 minutes, a prescription into a guaranty 21,36 minutes, medicine extraction into cash 26,31 minutes, a prescription into a guaranty 31,28 minutes; prescription delivery with no mistakes is 100%; customers' satisfaction 90,17%; the accuracy of prescription with medicine formulation 100%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30937
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Royasia Viki Ramadani
"Pelayanan antenatal yang berkualitas dapat menekan AKI. Puskesmas Bruno memiliki K1 dan K4 selama 3 tahun berturut-turut belum mencapai target SPM. Belum diketahuinya kepatuhan bidan di Puskesmas Bruno Kabupaten Purworejo dan belum dimilikinya baseline data menjadi latar belakang penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kepatuhan bidan di puskesmas Bruno, Kabupaten Purworejo tahun 2013. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan metode kuantitatif Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hubungan yang bermakna lama kerja dengan kepatuhan bidan, hubungan yang sangat kuat pada variabel sikap, hubungan yang kuat pada variabe supervisi dan sarana prasarana Hubungan yang sedang antara pelatihan dan pengetahuan.

A good quality ANC can reduce maternal mortality.The background of this research is the unknown midwives compliance in Bruno health centers and the unavailability of the baseline data. This study aims to determine the factors that affect midmives compliance in Bruno health centers, Purworejo in 2013. This study used a cross sectional design and quantitative methods.Based on bivariate analysis, there is a significant association between longer working with midwives compliance, very strong association in variable attitudes, strong association in variable facilities and supervision While variable knowledge and training was moderate associaton."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Dwi Susanti
"Rumah sakit (RS) Syariah adalah RS yang melaksanakan semua aktivitas, baik pelayanan pasien maupun pengelolaan manajemennya berdasarkan pada prinsip-prinsip Maqashid Al-Syari’ah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indikator mutu dan standar pelayanan minimal RS Syariah terhadap kinerja pelayanan Medical Check-Up (MCU) di RS YARSI Jakarta. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran (mixed methods research) secara cross-sectional. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kepatuhan petugas melakukan identifikasi pasien, kepatuhan petugas melaksanakan cuci tangan 6 langkah 5 momen, hijab (kerudung, baju pasien, atau kain) untuk pasien, pemasangan EKG sesuai gender, mengingatkan waktu salat ke pasien, dan gharar (ketidakpastian) mempunyai hubungan terhadap kinerja pelayanan MCU setelah sertifikasi Syariah di RS YARSI Jakarta berupa memperpanjang waktu pelayanan MCU, mencegah terjadinya infeksi kepada pasien MCU, tercegah dari kontaminasi, mengurangi keraguan dalam tindakan, tepat waktu, dan tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Disarankan kepada RS YARSI Jakarta, khususnya di instalasi MCU agar alur pelayanan pasien MCU diikuti oleh seluruh petugas MCU, dilakukan pengarahan secara berkala untuk keseragaman pelayanan MCU, dan pemberian rewards/punishments kepada petugas MCU.

Sharia hospital is a hospital that carries out all activities, both patient care and management based on the principles of Maqashid Al-Shari'ah. This study aims to determine the relationship between quality indicators and minimum service standards of Sharia Hospital on the performance of Medical Check-Up (MCU) services at YARSI Hospital Jakarta. The design used in this research is a mixed methods research in a cross-sectional way. From the results of the study, it was found that the compliance of officers in identifying patients, compliance by officers in washing hands 6 steps 5 moments, hijab (veil, patient clothes, or cloth) for patients, installation of an ECG according to gender, reminding patients to pray, and gharar (uncertainty) had a relationship with the performance of MCU services after Sharia certification at YARSI Hospital Jakarta in the form of extending MCU service time, preventing infection to MCU patients, preventing contamination, reducing doubts in action, being on time, and no parties feeling aggrieved. It is recommended to YARSI Hospital Jakarta, especially at the MCU installation so that the flow of MCU patient care is followed by all MCU officers, regular briefings for uniformity of MCU services, and giving rewards/punishments to MCU officers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Andayani
"Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (R-SMA-BI) adalah program pemerintah yang merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam kerangka mempersiapkan sumberdaya manusia yang ada guna menghadapai tantangan global. Program ini sudah berjalan kurang lebih 5 tahun sejak tahun 2006. Penyelenggaraan program rintisan SMA bertaraf internasional menuju SMA bertaraf internasional bertujuan meningkatkan kinerja sekolah dalam mengembangkan situasi belajar dan proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara optimal dalam mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, dan memiliki daya saing pada taraf internasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketercapaian indikator standar efektifitas kinerja minimal dan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator efektifitas kinerja minimal yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009. Penelitian ini menemukan bahwa tidak semua R-SMA-BI yang dirintis mulai tahun 2006 dan 2007 dapat mencapai semua indikator standar efektifitas kinerja minimal.

Pioneer High School International Standard (R-SMA-BI) Program is a government program which is one of the government efforts in improving the quality of education in order to prepare the existing human resources to face global challenges. This program has been running about 5 years since 2006. Implementation of pioneer high school international pilot programs to an international high school level aims to improve school performance in developing learning situations and learning process to achieve national education goals optimally in developing and pious human who is faithful to the Lord Almighty, noble, healthy, knowledgeable, capable, creative, independent, and become citizens of a democratic then accountable and competitive on an international level. The purpose of this study was to determine the achievement minimum performance effectiveness standard indicators and to identify problems faced in achieving the effectiveness of minimum performance indicators contained in the Minister of National Education number 78 in 2009. This study found that not all R-SMA-BI which pioneered starting in 2006 and 2007 can reach all the minimum performance effectiveness standard indicators."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29288
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Aulia Akbar
"Artikel ini membahas mengenai pelayanan perpustakaan umum dari perspektif multikulturalisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran perpustakaan umum dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat multikultural. Metode studi literatur digunakan dalam melihat berbagai pandangan terkait topik dengan meninjau artikel jurnal nasional maupun internasional dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perpustakaan umum berperan dalam memenuhi kebutuhan informasi masyarakat multikultural terutama dalam mendukung proses adaptasi dengan lingkungan baru sekaligus dapat mempertahankan identitas dan budaya asalnya. Pengembangan layanan khusus merupakan solusi pemenuhan kebutuhan ini melalui penyediaan informasi khusus, koleksi multilingual, dan koleksi yang memiliki nilai kelokalan dari pendatang dan pribumi. Penyediaan ruang aktivitas bersama dapat menjembatani permasalahan perbedaan kebudayaan yang sering mengakibatkan munculnya ketegangan ketegangan dan prasangka buruk antar suatu komunitas budaya. Kebijakan dan kesadaran kolektif pustakawan menjadi faktor penentu utama dalam mendukung keberhasilan perpustakaan umum dalam memberikan pelayanan dan kebutuhan informasi masyarakat multikultural. Selain itu, kemampuan pustakawan dalam memahami keragaman budaya, atau yang dikenal dengan istilah kompetensi budaya, merupakan tuntutan. Artinya, pustakawan harus mampu memahami kebutuhan masyarakat yang beragam dan kemampuan ini harus terus dikembangkan sejalan dengan dinamika perubahan dalam masyarakat multikultural.

This article discusses public library services from the perspective of multiculturalism. This study aims to identify the role of public libraries in providing services to multicultural society. The study method used in looking at various views related to the topic by reviewing national and international journal articles in the last five years (2016-2020). The results show that public libraries supports the information needs of multicultural society, especially in supporting the adaptation process to a new environment, can at the same time maintain their original identity and culture. The development of special services is a solution to meet this need by providing specific information, multilingual collections, and collections that have newcomer and indigenous values. Providing space for joint activities can bridge the problem of cultural differences that are often caused by tracing and prejudice between cultural communities. Librarian collective policy and awareness are the main determining factors in supporting public libraries in providing services and information needs of multicultural communities. In addition, the librarian's ability to understand cultural diversity, or what is known as cultural competence, is a legacy. This means that librarians must be able to understand the diverse needs of society and this ability must be developed in line with the dynamics of change in a multicultural society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>