Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165600 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nirmawati
"Prevalensi hipertensi yang ditemukan pada Anak Buah Kapal (ABK) yang terpajan bising di Dit Pol Air Babinkam Polri cukup tinggi. Apabila dalam waktu jangka panjang kondisi ini tidak dikendalikan akan berakibat meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Desain penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian Anak Buah Kapal (ABK) yang terpajan bising sejumlah 119 Anak Buah Kapal. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor risiko hipertensi. Hasil analisis data ditemukan 37 (31,1%) cukup tinggi dibandingkan dengan pekerja di Indonesia 15,1% Faktor indeks masa tubuh merupakan faktor yang paling dominan terhadap kejadian hipertensi dengan risiko 2,646 kali dibandingkan dengan indeks masa tubuh yang norm.

Prevalence hypertension found on ship crew who exposed noise, Directorate of Water Police, Centre for safety promotion was enough high. if in long term condition it causes improving morbidity and mortality rate. These case used cross sectional methods. Subjects ship crew who exposed noise that condused 119 ship crew The purpose of this research is to identify risk factors of hypertension. Based on survey as much as 37 or 31,3% .Body mass index factors is a dominant risk factors of hypertension.body mass index of the crew above normal Had a risk of 2,646 times campared with a normal body mass."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T21802
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mandu Chairani
"Ruang Lingkup dan Metodologi Penelitian:
PT. X adalah cabang dari perusahaan multinasional yang memproduksi sepatu basket, sepatu bola, sepatu multifungsi dan sepatu anak-anak. Pemakaian mesin alat kerja dan mekanisme dalam industri dapat menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui intensitas bising lingkungan tempat kerja, prevalensi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising.
Metoda penelitian berupa studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 180 tenaga kerja yang terpajan bising lebih dari 85 dB. Mereka telah bekerja kurang lebih 5 tahun dan berumur antara 21 - 40 tahun. Data penelitian didapat dari medical check up, kuesioner, wawancara dan observasi ke tempat kerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Intensitas bising lingkungan tempat kerja di atas 85 dB ditemukan di bagian sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, mesin penghancur, PU, 1P dan CPED. Kasus gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga keija yang terpajan bising di atas 85 dB sebesar 11,7%. Faktor-faktor seperti umur, masa keija, pengetahuan, sikap, perilaku dan jenis ruangan tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising (p > 0,05). Sedangkan faktor-faktor seperti intensitas bising (p = 0,016) dan tempat tinggal (p = 0,039) berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising.
Secara statistik terbukti odd ratio intensitas bising sebesar 4,654, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising pada intensitas bising yang tinggi (94 - 108 dB) adalah 4,654 kali lebih besar dibanding dengan intensitas bising yang lebih rendah (85 - 93 dB) dan odd ratio tempat tinggal sebesar 3,454, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di mess karyawan adalah 3,454 kali lebih besar dibanding dengan di luar mess.

Prevalence And Analysis The Factors That Related With Noise Induced Hearing Loss Among The Workers That Noise Exposured Louder Than 85 Db In X Shoes Factory, Banten, 2003Scope and Methodology
PT. X is a branch of multinational that produce basketball shoes, soccer shoes, multifunction shoes and baby shoes. Using work equipment and mechanism in industry cause noise exposure in workplace. This case study done with goal to know what areas and number of worker who exposed to the noise level louder than 85 dB in workplace, also the prevalence and the factors that related with noise induced hearing loss.
The research method is a cross sectional study. Sample consist 180 workers who exposed to noise louder than 85 dB. They had been worked about 5 years and their ages varied from 21 to 40 years old. Data were collected from medical check up results, questioners, interview and observation of the working condition.
Result and Conclusions:
The noise level louder than 85 dB in workplace found at sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, smashed machine, PU, IP and CPED. Noise induced hearing loss case among worker with noise exposured louder than 85 dB is 11,7%. The factors such as age, time work, knowledge, attitude, manner and the kind of room were not related with noise induced hearing loss (p > 0,05). But some factors such as noise level (p = 0,016) and type of residence (p = 0,039) were related with noise induced hearing loss.
Statistically proven that odd ratio of noise level is 4,654, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss for exposure to higher noise level (94 - 108 dB) is 4,654 compared to low noise level (85 - 93 dB) and odd ratio of type of residence is 3,454, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss in boarding house is 3,454 compared to beside boarding house."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anny Oedjianti
"Pekelja di kilang minyak tcrutama di lokasi bising mempunyai risiko tinggi menderita gangguan pcndcngaran sebagai penyakit akibat kelja. Pajanan kombinasi (bising, penyakit DM, hipcrtensi, DM dan hipertensi) dapat terjadi secara bersamaan pada seorang pekerja. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungau dan kontribusi pajanan kombinasi terhadap teljadinya gangguan pendengaran. Dengan metode historikal kohor, data pekelja dari tahun 2002-2007, pcfnetapan kriteria gangguan pendengaran berdasarkan hasil audiogram pada frekuensi 4000 Hz > 25 dBA, status DM berdasarkan kriteria diagnostik PERKENI 2006 GDP 2126 mg/dL, status hipertensi herdasarkan JNC7 S 2140 mmHg dan D 290 mm!-Ig. Analisis statistik dengan univariat dan bivariat.
Diperoleh hasil, insiden gangguan pendengaran berkisar antara 25.0% - 50.0% pada pekelja yang terpzgan bising, dengan distribusi responden menurut masing- masing pajanan kombinasi dan karakteristik responden (variabcl pcrancu: Lunur; rnasa kerja; merokok; dan pemakaian APT). Kesimpulan yang diperoleh dari uji statistik, baik variabel independen maupun vadabel perancu mempunyai p value > on, perbedaan tidak bermal-ma. Sehingga gambaran dan kontribusi faktor risiko penyakit DM dan hipcrtcnsi bclum dapat diketahui dengan jelas. Hal ini disebabkan beberapa keterbatasan penelitian diantaranya sampel yang mcmenuhi kriteria inklusi (140 responden) tidak memenuhi besar sampel minimal (287 responden}, informasi data yang diperoleh dari perusahaan tidak lengkap.
Oleh karenanya saran bagi pemsahaan agar lebih memperhatikan sistem pencatatan, pelaporan, dan penyimpanan data., pemeriksaan audiometri, kesehatan berkala, pengukuran dosis pajanan, secara rutin dan berkcsinarnbungan sesuai kebutuhan, terulama bagi pekerja yang terpajan bising > 85 dBA, penertiban sertifikasi operator, kalibrasi alat oleh institusi yang bezwenang.

Workers of refinery in noisy area have high risk to get hearing loss as occupation disease. Combined exposure (noise, DM, hypertension) can happen simultaneously on a worker. The purpose of this study is to find the relation and contribution of combined exposure on hearing loss. The study was using historical cohort, worker’s data from 2002 to 2007, hearing loss criteria definition based on audiograrn result with frequency 4000 Hz >25 dBA; DM status based on PERKENPS diagnosis in 2006 GDP 2 126 mg/dL, hypertension status based on JNC7 S 2 |20 mml-lg and D 2 90 mml-Ig. Statistical analysis was using univariat and bivariat.
The result is hearing loss incident on workers exposed by noise around 25.0% - 50.0%, with respondent’s distribution based on each combined exposure and respondent's characteristic (confounding variable : age, working period, smokind and the using of APT) We conclude by statiscal test, both independent variable and cofounding variable with P value > ot that there is insignificant dillerencetherefore, the illustration and contribution of DM and hypertension risk factor cannot be found clearly. It was caused by some limitations in the study such as inclusive criteria sample (140 respondents) didn't iillfil the quota of sample (287 respondents), incompleted company's clatas.
Therefore, we suggest that the company should pay more attention to data entry, data report and data saving, audiometric check-up, periodic medical check-up, exposure dosage measurement, regularly and continually based on needs, especially for workers exposed by noise > 85 dBA, regulation of operator certification, calibrated equipment by authorized institution.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34379
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kuntoro
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1999
341.44 ANA (4)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Octaryana
"Jumlah kasus AIDS di Indonesia semakin meningkat, sampai periode Juni 2013 sebesar 43.667 kasus. ABK merupakan mobile migrant population yang memiliki perilaku seksual berisiko HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko terkait HIV/AIDS pada ABK di Poliklinik KKP Kelas I Tanjung Priok. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian yaitu cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ABK yang melakukan kegiatan Medical Check Up (MCU) di poliklinik KKP Tanjung Priok. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ABK yang melakukan kegiatan MCU dengan kriteria inklusi berjenis kelamin laki-laki, masa kerja minimal 3 bulan, WNI, dan menandatangani informed consent.
Hasil penelitian menunjukkan 30,7% ABK memiliki perilaku seksual berisiko terkait HIV/AIDS. Karakteristik ABK terbanyak pada umur >30 tahun (56,7%), menikah (59,3%), pendidikan terakhir SMP keatas (78,7%), pulang ke daerah asal kurang dari 9 bulan sekali (78,7%), lama berlabuh ≤ 3 hari (59,3%), usia seks pertama >21 tahun (51,3%), tingkat pengetahuan kurang (53,3%), sikap negatif (54,7%), dan kurang terpapar informasi HIV/AIDS (56,7%). Faktor-faktor yang secara statistik memiliki hubungan dengan perilaku seksual berisiko adalah status pernikahan, pendidikan, frekuensi pulang ke daerah asal, lama berlabuh, usia seks pertama, pengetahuan, sikap dan keterpaparan media informasi. Sehingga perlu diberikan KIE mengenai HIV/AIDS dan penggunaaan kondom yang berkesinambungan serta penyediaan ATM kondom.

The number of AIDS cases in Indonesia has increased, until the period of June 2013 amounted to 43.667 cases. The crew of ship is a mobile migrant population who have HIV/AIDS-risk sexual behaviors. This research aims to have description of the factors correlation with risk sexual behavior related to HIV/AIDS in the crew at the Polyclinic of Port Health Office Class I of Tanjung Priok. This research is an observational research using cross-sectional design study. Research population was entire the crew that have Medical Check Up (MCU) in the Polyclinic of Port Health Office Class I of Tanjung Priok. Research sample was partially of the crew that have Medical Check Up (MCU) with inclusion criteria male, work period at least 3 months, Indonesian, and signed informed consent.
The result showed 30,7% of the crew have HIV/AIDS-risk sexual behavior. Most of the crew characteristic are above 30 years old (56,7%), get married (59,3%), educational grade over junior high school (78,7%), back to their hometown less than once in 9 months (78,7%), longer anchore less than 3 days (59,3%), age of first sex in over 21 years old (51,3%), level of knowledge low (53,3%), negative demeanor (54,7%), and less exposure to HIV/AIDS information (56,7%). The factors that are statistically have correlation with risk sexual behavior was marital status, education, frequency back to their hometown, longer anchored, age of first sex, knowledge, attitudes and media exposure information. So that needs to be given information, education and communication about HIV/AIDS and sustainable use of condoms and provision of condoms ATM.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Kobul Syahrin
"Karakteristik wilayah perairan Indonesia sangat mendukung proses penyelundupan manusia. Lokasi geografis Indonesia sangat strategis sebagai penghubung Asia dan Australia menjadikan Indonesia sebagai tempat transit strategis untuk penyelundupan manusia. Faktanya, sampai sekarang di Australia masih merupakan tempat yang dianggap menjanjikan bagi para pelaku penyelundupan manusia sebagai tujuan akhir atau perantara untuk pergi ke tempat lain melalui proses suaka. Indonesia cenderung menjadi bidang yang lembut kejahatan transnasional terorganisasi. Lokasi Indonesia sangat strategis dan kondisi geografis kepulauan Indonesia yang jarang digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai sarang kejahatan transnasional. Rendahnya kualitas sumber daya penegakan hukum dan berbagai masalah klasik yang diderita oleh setiap instrumen penegakan hukum di Indonesia sering dampak hukum Indonesia (dalam berbagai alasan) tidak berdaya ketika berhadapan dengan beberapa jeniskejahatan. Polisi air adalah garis depan dalam memerangi TNOC. Asumsi ini cukup logis mengingat modus kejahatan ini kebanyakan menggunakan air sebagai jalan. Penyelundupan manusia hampir 90 persen menggunakan transportasi air. Dalam kondisi seperti itu, peran dari Polisi perairan menjadi sangat vital. Kesiapan untuk memerangi kejahatan ini memerlukan banyak kemampuan dukungan dan internal. Dalam hal infrastruktur pada kenyataannya ada masih banyak kekurangan. Dengan tingkat yang sudah tinggi urgensi adalah masalah ketika ternyata dalam pelaksanaan lapangan belum ada optimasi dari semua sumber daya yang tersedia akan prasarana sumber daya dan sumber daya manusia. Polisi Perairan sebagai garis depan jelas merupakan fokus utama dalam hal ini. Kemampuan teknis dan kesiapan sumber daya manusia harus dievaluasi untuk Polisi Air dilakukan optimasi dalam rangka mendukung tujuan pemberantasan peneyelundupan manusia. Sebagai evaluasi sampel, Kepolisian Perairan perlu menetapkan contoh model mana contoh model yang akan dievaluasi dan dioptimalkan untuk melihat standar yang ada serta pelaksanaan kemungkinan seluruh sistem dengan standar yang sama.

Characteristic of the territorial waters of Indonesia, which is very supportive of the process of human smuggling. Indonesia's geographical location is very strategic as the connecting Asia and Australia make Indonesia as a strategic transit point for human smuggling. The fact is, until now in Australia is still a place that is considered promising for the perpetrators of human smuggling as a final destination or an intermediary to go to another place through the asylum process.Indonesia tends to be a soft field of trans national organized crime. Location of Indonesia is very strategic and geographical conditions of the Indonesian archipelago is rarely used by certain parties as a hotbed for transnational crime. Political, bureaucratic traditions and mentality of the Indonesian culture also feeds this practice. The low quality of law enforcement resources and a variety of classic problems suffered by every instrument of law enforcement in Indonesia often impacts Indonesian law (in a variety of reasons) are not helpless when faced with this type of crime. Plus technical assistance from Indonesia, which are sometimes contradictory laws between one rule and other rules, or legal discourse which then provides a loophole for offenders to be off the hook law is a common sight in Indonesia. Water police are the frontline in the fight against TNOC. This assumption is quite logical considering the mode of the crime is mostly using water as the road. Human smuggling nearly 90 percent use water transportation. In such conditions, the role of the Police waters become very vital. Readiness to combat this crime requires a lot of support and internal capabilities. In terms of infrastructure in reality there are still many shortcomings. With an already high level of urgency is a problem when it turns out in the implementation of the field there has been no optimization of all available resources be it infrastructure resources and human resources. Aquatic police as the frontline is clearly the main focus in this regard. Technical capability and readiness of human resources should be evaluated for the Water Police performed the optimization in order to support human peneyelundupan eradication goals. As a sample evaluation, the Police Aquatic need to set a model example where the model examples will be evaluated and optimized to look at existing standards as well as likelihood implementation of the entire system with the same standards."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30182
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Irma Nova Prihatini
"ABSTRAK
Latar belakang: Bising dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Selain intensitas bising, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah jenis bising. Jenis bising yang berbeda akan menyebabkan efek pendengaran yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan gambaran audiogram antara pekerja yang terpajan bising kontinu dan bising intermiten, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian Cross Sectional Comparative dilakukan pada pekerja bagian fabrication dan assembling di industri alat berat. Data yang diperoleh dari kuesioner dan rekam medis berupa umur, status pernikahan, masa kerja, kadar gula darah, tekanan darah, kebiasaan merokok, hobi, dan hasil pemeriksaan audiometri.
Hasil: Dari 167 orang pekerja, terdapat 15 orang (9%) yang mengalami peningkatan gambaran audiogram. Dari 15 orang pekerja tersebut, 13 orang (86,7%) terpajan bising kontinu dan 2 orang (13,3%) terpajan bising intermiten. Pekerja dengan umur > 40 tahun mempunyai risiko peningkatan gambaran audiogram sebesar lebih dari 4 kali lipat (OR = 4,44, 95% CI = 1,21-16,4, p = 0,016). Mereka yang memiliki masa kerja > 3,9 tahun berisiko lebih tinggi mengalami gambaran audiogram yang meningkat. Dan mereka yang mendapat pajanan bising kontinu dibandingkan bising intermiten memiliki risiko sebesar hampir 5 kali lipat mengalami peningkatan gambaran audiogram (OR = 4,73, 95% CI = 1,03-21,7, p = 0,030).
Kesimpulan: Umur yang tua, masa kerja yang lama, dan pajanan terhadap bising kontinu meningkatkan risiko terjadinya peningkatan gambaran audiogram pada pekerja.

ABSTRACT
Background: Noise may cause hearing disorder. Not only its intensity, the types of noise are also contributing factors that need to be considered. Different types of noise may cause different auditory effects. This study aimed to compare the audiograms between workers who are exposed to continuous noise and intermittent noise, along with its contributing factors.
Methods: A cross sectional comparative study was conducted on heavy equipment industry workers in fabrication and assembling department. Data that collected from questionnaires and medical records were age, marital status, work period, blood sugar level, blood pressure, smoking habbit, hobby, and the results of audiometric examination.
Results: Amongst 167 workers, there were 15 people (9%) who had an increase of audiogram image. Out of these 15 workers, 13 people (86,7%) exposed to continuous noise and 2 people (13,3%) exposed to intermittent noise. Workers at age above 40 had risk more than 4-fold of having an increase of audiogram image (OR = 4,44, 95% CI = 1,21-16,4, p = 0,016). Those who had work period more than 3,9 years were at high risk in having an increase of audiogram image. And those who were exposed to continuous noise compare to intermittent noise had risk nearly 5-fold of having an increase of audiogram image (OR = 4,73, 95% CI = 1,03-21,7, p = 0,030).
Conclusion: Old age, long working period, and exposure of continuous noise increase risk of an increased audiogram image on workers.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Adhim
"Indonesia sebagai negara berkembang banyak menggunakan pesawat sebagai alat transportasi maupun pertahanan udara. Kegiatan penerbangan oleh berbagai jenis pesawat, khususnya yang bermesin jet, menghasilkan bidding dengan intensitas tinggi. Hal ini merupakan bahaya potensial bagi orang yang berada di sekitarnya.
Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration), batas aman pajanan bising tergantung pada lama pajanan, frekuensi dan intensitas bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain. Pemerintah melalui Depnaker, di dalam Keppres no 2/1993, mencantumkan penurunan pendengaran sebagai salah satu jenis penyakit akibat kerja. Daerah kerja dengan basil pengukuran di atas 85 dBA merupakan daerah kerja yang menjadi prioritas di dalam program perlindungan pendengaran. Pemerintah Indonesia menentukan nilai ambang bising di dalam KepMenaker no 51/1999 sebesar 85 dBA, dengan waktu kerja selama 8 jam. Pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak melebihi 85 dBA selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Gangguan pendengaran akibat pajanan bising, sering dijumpai pada pekerja industri penerbangan di negara maju maupun negara berkembang, terutama yang belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Penelitian tentang tuli akibat bising (TAB) di Indonesia telah banyak dilakukan sejak lama. Survey yang dilakukan Hendarmin pada tahun 1971 di Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta diperoleh adanya gangguan pendengaran pada 50% karyawan, disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB yang dialami karyawan yang telah bekerja terus menerus selama 5-10 tahun. Adenan melakukan penelitian pada 43 orang penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lebih kurang 500 meter dari ujung landasan Bandara Polonia Medan, dengan lama hunian lebih dari 5 tahun dan rentang usia 20-42 tahun. Dari basil penelitian tersebut ditemukan sebanyak 50% menderita tuli sensorineural akibat bising pada penduduk dengan lama tinggal rata-rata 17 tahun dan waktu papar rata-rata 22 jamlhari. Hasil survei kebisingan di Lanud Halim Perdanakusuma tahun 2003, menunjukkan 23,8 % penerbang TNI Angkatan Udara menderita tuli akibat bising.
Pada penelitian TAB terdahulu, audiometer nada murni digunakan sebagai alat untuk mendeteksi gangguan pendengaran. Hall (2000) menyatakan bahwa audiometer nada murni ini memberikan gambaran abnormal setelah terjadi kerusakan koklea lebih dari 25 %. Karena gangguan pendengaran akibat bising ini bersifat irreversibel dan tidak dapat dilakukan operasi maupun pengobatan, program konservasi pendengaran terutama diagnosis dini sebelum terjadi gangguan pendengaran menjadi sangat penting.
Sejak ditemukan emisi otoakustik (OAE) oleh Kemp, banyak penelitian dilakukan untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea akibat pajanan bising. Dari berbagai penelitian, temyata alat ini mampu mendeteksi kerusakan tersebut yang tidak tampak pada gambaran audiometer nada murni 56 . Lutman. et al, menggunakan OAE untuk memilah (screening) pendengaran pada pasien dengan risiko tinggi terpajan bising. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TEOAE (Transient Evoked Ottoacouslic Emission) and DPOAE (Distorsion Product Otoacoustic Emission) mempunyai sensitivitas dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan audiometer nada murni untuk mendeteksi kelainan koklea.
Audiometer nada murni dapat menilai ambang dengar secara umum tetapi tidak spesifik menunjukkan letak kerusakan. OAE dapat memeriksa fungsi sel rambut luar dari koklea yang mudah mengalami kerusakan bila terpajan bising, tetapi tidak dapat menilai ambang dengar seseorang. Pemeriksaan dengan OAE, dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, mudah, tidak invasif dan obyektif bila dibandingkan dengan pemeriksaan audiometer nada murni.
Di Indonesia, penelitian mengenai OAE pada gangguan pendengaran akibat terpajan bising belum pernah dilakukan, padahal alat ini mempunyai sejumlah keuntungan sebagai alat deteksi dini kerusakan sel rambut luar koklea. Dalam penelitian ini diperkenalkan OAE sebagai alat untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea pada penerbang yang terpajan bising dengan harapan dapat digunakan secara luas di bidang kesehatan kerja, serta menambah wawasan dan perhatian terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang selama ini belum disosialisasikan secara luas."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suka Wijaya
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26937
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>