Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112216 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Iriawan
Jakarta: Djambatan, 2005
346.07 WAW c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Affandi
"Salah satu jaminan dalam perjanjian kredit adalah dengan jaminan hak tanggungan, dimana dalam perjanjian jaminan hak tanggungan tersebut, aset yang dijaminkan oleh debitur untuk menjadi jaminan adalah Hak atas tanah yang dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dari penelitian ini penulis bertujuan untuk meneliti bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur dalam eksekusi perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan terhadap debitur yang cidera janji ataupun wanprestasi, karena dengan adanya jaminan hak tanggungan kreditur dapat langsung meng-eksekusi aset yang dijaminkan oleh debitur yang telah wanprestasi sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

One of the guarantees in the credit agreement is a mortgage guarantee, where in the mortgage guarantee agreement, the assets guaranteed by the debtor to be used as collateral are land rights which can be in the form of buildings, plants, and works that already exist or will exist which are one unit with the land, and which belongs to the holder of the land rights whose burden is expressly stated in the Deed of Granting Mortgage concerned. From this study, the author aims to examine how legal protection for creditors in the execution of credit agreements with collateral rights guarantees for debtors who are in default or in default, because with the guarantee of mortgage creditors can directly execute assets guaranteed by debtors who have defaulted according to the provisions. -the applicable provisions according to Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eniyaty
"Krisis moneter di tahun 1997 mengakibatkan beberapa bank yang diniiai tidak sehat diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Negara, selaku badan yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan KeppresNomor 27 Tahun 1998, dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan. Tugas badan ini pada intinya adalah melakukan tindakan untuk melakukan penyelamatan perbankan nasional Indonesia akibat krisis moneter.
Krisis perbankan ini terjadi disebabkan berbagai hal, antara lain karena pada waktu memberikan kredit, sebagian besar bank tidak memperhatikan asas kehati-hatian dan menaati BMPK. Bank-bank memberikan kredit dengan jumlah yang besar kepada grop sendiri.
Aset kredit bank tidak sehat maupun bank likuidasi yang diambil alih oleh pemerintah melaui Badan Penyehatan Perbankan Negara kemudian dijual kepada investor, baik melalui sistem pelelangan atau sistem penawaran langsung. Cara peralihan hak tagih atas debitur eks. Badan Penyehatan Perbankan Negara adalah melalui cessie. Pengalihan cessie ini tercantum dalam pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Sebagai pembeli yang beritikad balk, kreditur baru perlu diberikan perlindungan hukum karena seringkali debitur berusaha melakukan perlawanan guna menghindari pembayaran hutang, yaitu dengan mengadakan perlawanan lewat pengadilan. Walaupun dalam teori tercantum jelas bahwa kreditur dapat melaksanakan eksekusi terhadap barang jaminan, namun dalam prakteknya masih ada saja debitur yang mengadakan perlawanan.
Pengadilan sebagai tempat untuk mencari keadilan sudah sepantasnya memberikan perlindungan hukum kepada kreditur baru sebagai pembeli yang beritikad baik.
Dalam penulisan ini, akan membahas mengenai perlindungan undangundang yang ada terhadap kreditur dan permasalahan hukum yang timbul dalam praktek."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardhani Prihartiwi
"Dalam rangka pelaksanaan pembangunan Nasional Negara Republik Indonesia, baik pemerintah, swasta dan juga perorangan, memerlukan dana yang jumlahnya tidak sedikit. Untuk itu pemerintah membuka kesempatan untuk memperoleh dana dengan adanya fasilitas kredit. Dalam membicarakan mengenai kredit maka tidak terlepas dari masalah, jaminan. Lembaga jaminan yang dikenal dengan Hak: Tanggungan diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menggantikan peraturan lama, ketentuan Hypotheek dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Credietverband dalam Staatsb aad 1908 No. 542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblaad 1937 No. 190. Undang-undang No. 4 Tahun 1996 yang lebih dikenal dengan sebutan undang-undang Hak Tanggungan ini tentunya memiliki perbedaan sistem dan azas dari hukum yang lama. Sehigga diharapkan dapat menyelesaikan masalah masalah yang terjadi dalam praktek yang ditimbulkan dari sistem hukum yang lama Selain memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegangnya; Hak Tanggungan juga selalu mengikuti objek yang dijaminkan ditangan siapapun objek itu berada, memenuhi asas spesialitas, publisitas, serta mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dengan demikian. Hak Tanggungan dapat dikatakan sebagai lembaga jaminan yang memberikan kepastian hukum bagi semua pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S22934
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Astria Malik
"Perjanjian kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan yang dinilai cukup mudah untuk didapatkan dan cukup aman bagi seorang debitur. Dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, termasuk juga dalam proses pemberian kredit bank selalu dituntut untuk menerapkan prinsip kehati-hatian atau The Prudential Principle. Melalui metode pengumpulan data yang dilakukan dengan pengumpulan data kepustakaan dan wawancara, akhirnya diketahui bahwa, pada proses pemberian kredit, prinsip kehati-hatian ini diterapkan dengan beberapa cara, diantaranya dengan pencantuman klausul syarat tangguh atau conditions or precedent clause dalam perjanjian kredit. Salah satu persyaratan yang banyak dipilih oleh bank untuk dicantumkan dalam perjanjian kredit adalah syarat penutupan polis asuransi atas barang-barang yang dijadikan agunan milik nasabah debitur. Penutupan polis asuransi ini diharapkan dapat meminimalisir besarnya kehadiran resiko dalam proses pengembalian edit oleh nasabah debitur. Dengan dilakukannya penutupan polis asuransi, jika dikemudian hari barang-barang agunan milik debitur terkena resiko , debitur tidak perlu menggunakan dananya sendiri untuk mengganti kerugian yang dideritanya karena debitur akan mendapafkan biaya ganti rugi dari perusahaan asuransi. Dalam rangka semakin meningkatkan proteksi atas dirinya, selain memasukkan syarat penutupan polis asuransi atas barang-barang yang dijadikan agunan dalam perjanjian kreditnya, bank juga mensyaratkan agar polis asuransi atas barang-barang agunan milik debitur tersebut dilengkapi dengan suatu klausul khusus yang memungkinkan bank dilibatkan sebagai pihak ketiga dalam perjanjian asuransi yang dibuat antara nasabah debitur sebagai pihak tertanggung dengan perusahaan asuransi sebagai penanggung, klausul ini dikenal sebagai Banker's clause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjanatul Fajriyah
"The business aspect of banking 's credit in Indonesia recently comply under Law number 1992 regarding Banking and several regulations issued by Bank Indonesia (Central Bank) with also under genera norms of Indonesian Civil Law (third book). The author here presents analyses concerning unsecured loan case that has practiced by Standard Chartered Bank in Jakarta. Unsecured loan which has been practiced is also has intrinsic risk, even under general principle of Indonesian Civil Law has stipulated that the. whole of debtor's property (bath immovable and movable) which possesed or will own later become security for his/her debts made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-159
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arika Widi Asmara
"Pada dasarnya kredit bermasalah merupakan hal yang wajar terjadi di industri perbankan karena faktor penyebabnya yang begitu beragam. Akan tetapi, meskipun terdapat kewajaran atas terjadinya kredit bermasalah pada suatu bank, berdasarkan data statistik Bank Indonesia bulan Desember 2005 bahwa kredit bermasalah pada bank BUMN dengan bank swasta nasional, dengan nilai perbandingan persentase NPL 14,75% : 3,22%. Maka dari itu perlu dikaji apa yang menjadi penyebab besarnya kredit macet dan bagaimana mekanisme penanganan kredit bermasalah yang dilakukan oleh bank di dalam praktek. Untuk mengkajinya digunakan metode studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, Namun, didukung dengan alat pengumpulan data yaitu studi draf perjanjian kredit dari Bank X. Dari hasil kajian perangkat hukum perdata dan hukum ternyata perbankan telah diberikan perlindungan memadai dalam menangani persoalan kredit macet. Oleh hukum, bank telah diberi beberapa jalan untuk menanganinya. Secara preventif, bank dilarang mengobral dana atau bersikap ”murah hati” kepada nasabah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan sungguh-sungguh. Penyaluran kredit harus disertai jaminan (agunan) lengkap dengan perjanjian untuk menjual barang agunan atas kekuasaan kreditur (beding van eigen matige verkoop). Dengan janji tersebut bank selaku kreditur dapat langsung menjual barang jaminan (parate executie) dengan bantuan Kantor Lelang Negara (KLN) tanpa harus meminta izin (fiat) pengadilan negeri (PN). Apabila tidak diperjanjikan hak demikian, bank (swasta) dapat meminta PN melakukan sita eksekusi atas barang jaminan dan menjual lelang melalui KLN berdasarkan Pasal 224 HIR. Sedang bank pemerintah dapat meminta PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) untuk menyelesaikan kredit yang berada di tangan debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandiangan, Roni
"ABSTRAK
Salah satu cara penyelesaian kepailitan adalah melalui perdamaian yang mengkonversikan utang menjadi saham, penyelesaian dengan model tersebut menimbulkan masalah terhadap bank, karena bank tidak dapat menjalankan perdamaian tersebut akibat keterikatan bank dengan Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Menteri Keuangan yang melarang bank melakukan penyertaan saham dalam perusahaan bukan di bidang keuangan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui Memberikan penjelasan yuridis tentang kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, mengetahui Penyelesaian hak Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam hal teijadi penyelesaian Kepailitan secara damai dengan mengkonversikan hutang kepada saham, mengetahui secara empiris akibat kepailitan terhadap Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Perkara Nomor: 033/K/N/2006. Untuk megkaji permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normative) dengan kajian normatif mengambil sikap kritis normatif yang melancarkan kritik terhadap dogmatik hukum (peraturan per Undang-Undangan) dan praktek. Pokok permasalahan dalam penulisan Tesis ini adalah Bagaimana kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan terhadap Kepailitan Debitur yang diselesaikan dengan Perdamaian yang mengkonversikan hutang menjadi saham Perusahaan pailit, Bagaimana Putusan Mahkamah Agung mengenai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam Perkara Nomor: 033/K/N/2006, hasil penelitian ini dapa disimpulkan bahwa perlindungan hukum dan jaminan yang dimuat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ternyata belum cukup untuk menjamin kepentingan Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan.

ABSTRACT
One of the methods for the settlement of bankruptcy is through reconciliation which converts loan into shares, such model of settlement causes problems towards the bank, because bank cannot carry out such reconciliation due to the commitment of the bank towards the Regulations o f Bank Indonesia and the Regulations of the Minister of Finance which prohibit bank to engage in share participation in companies other than in the financial sector. The purpose of this essay is to find out how to provide juridical elucidation regarding the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and the Suspension of Debt Payment Obligation and Law Number 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, to find out how is the Settlement of rights of HT Holder Separatist Creditor in the case there is an amicable Bankruptcy settlement by converting debt into shares, to find out empirically what are the consequences of bankruptcy towards HT Holder Separatist Creditor by analyzing the Decision of Supreme Court on Case Number: 033/K/N/2006. To study such issues will be used normative law research method (juridical normative) with normative study that which taking the normative critical stance that criticizes dogmatic law (statutory regulations) and practices. The subject matters in composing this Thesis are: How is the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation and Law No. 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, How is the Legal Protection towards Bank as HT Holder Separatist Creditor against the Bankruptcy of Debtor settled by Reconciliation which converts debt into shares in the bankrupt Company, How is the Decision of the Supreme Court regarding HT Holder Separatist Creditor in the Case Number: 033/K/N/2006. From the result of this research can be concluded that legal protection and warranty contained in Law No. 37 of the Year 2007 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation is not yet sufficient to secure the interest o f Bank as HT Holder Separatist Creditor."
2008
T37460
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adella Tanuwidjaja
"Sebagai salah satu bentuk jaminan kredit, jaminan perorangan (personal guarantee) merupakan janji atau kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur, apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya dikemudian hari. Tulisan ini membahas pertanggungjawaban pihak ketiga yang memberikan jaminan perorangan (personal guarantee) terhadap Bank selaku kreditur dalam hal debitur wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya. Juga dibahas mengenai upaya Bank dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian kredit macet yang disertai dengan jaminan perorangan (personal guarantee). Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pihak ketiga yang memberikan jaminan perorangan (personal guarantee) menjadi identik dengan seorang debitur terhadap Bank dalam hal debitur utama wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya dan barang-barang debitur telah disita dan dijual namun tidak cukup untuk membayar utangnya. Selain itu, tiap-tiap penanggung juga dapat langsung ditagih atas utang debitur, tanpa adanya keharusan bagi kreditur untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari debitur utama apabila si penanggung telah melepaskan hak istimewanya. Pada praktiknya, jaminan perorangan (personal guarantee) di Indonesia hanyalah bersifat sebagai jaminan tambahan yang lebih mengacu pada kewajiban moral saja sehingga seringkali penanggung tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan utang debitur utama. Hal ini menyebabkan pelaksanaan jaminan perorangan (personal guarantee) di lapangan masih sangat tidak menentu. Oleh karena itu, bank sudah sepatutnya mengetahui bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan untuk mencegah kerugian jika terjadi kredit bermasalah dengan jaminan perorangan (personal guarantee).

As a form of credit guarantee, personal guarantee is a promise or the ability of a third party to fulfil the debtor's obligations, if the debtor is unable to carry out his obligations in the future. This paper discusses about the liability of a third party providing a personal guarantee to the Bank in the event that the debtor didn’t carry out its obligations. It also discusses what the Bank can do in the context of salvaging and settling bad loans, accompanied by a personal guarantee. This research uses juridicial-normative method, with literature study accompanied by interviews. The results show that the liability of a third party who provides a personal guarantee is identical to that of a debtor in the event that the main debtor failed to fulfil its obligations and the debtor's goods have been confiscated and sold but are not sufficient to pay the debt. In addition, each guarantor can also be directly billed for the debtor's debt, without any obligation for the creditor to take full payment from the main debtor if the guarantor has given up the privileges. In practice, personal guarantees in Indonesia are only viewed as a moral obligation so that often the personal guarantor doesn’t have good faith in settling the debt of the main debtor. As a result, the implementation of personal guarantees is still very uncertain. Therefore, banks should be aware of the legal protection that can be done to prevent losses in the event of a non-performing loan with a personal guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>