Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65612 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indira Pratiwi
"Undang-undang dasar pokok agraria (UUPA) terbentuk sebagai nasionalisasi dari undang- undang yang telah ada sejak jaman penjajahan. Dasar terbentuk UUPA adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah. UUPA mengatur konversi hak-hak tanah bekas hak barat menjadi hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Pokok permasalahan yang dibahas penulis adalah konversi tanah bekas hak eigendom yang merupakan tanah hak milik lama menjadi tanah hak milik baru sesuai UUPA. Cara perolehan pembuktian hak lama atas tanah menurut penjelasan pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 ada dua macam cara yaitu berdasarkan pembuktian pemilikan tanah dan berdasarkan pembuktian penguasaan tanah. Proses pendaftaran pertama kali dilakukan di Badan Pertanahan nasional untuk mendapatkan sertipikat hak atas tanah. Penerbitan sertipikat oleh Badan Pertanahan Nasional bersifat konstitutif, yaitu keputusan administrasi pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukumnya adalah negara menjamin dan melindungi pemegang sertipikat hak atas tanah.Berdasarkan kasus yang ditinjau bahwa penguasaan tanah bekas hak eigendom oleh tergugat yang telah mendiami tanah tersebut selama 20 tahun dan dengan itikad baik tidak dapat dibatalkan. Sertipikat yang telah dikeluarkan tidak dapat dengan mudah dibatalkan, apabila sertipikat tersebut telah berusia lima tahun ataupun lebih.Sertipikat hak atas tanah merupakan alat bukti yang kuat. Terhadap pihak ketiga tanggung jawab diberikan kepada siapa perjanjiannya dibuat. Pihak yang mengadakan perjanjian dianggap yang mempunyai tanggung jawab bila terjadi permasalahan dikemudian hari

Basic Constitution of Agrarian was made as a nasionalitation from another constitution in the colonial decade. The base of basic constitution of agrarian is to guaranty law assurance for landlord. Basic constitution of agrarian regulate is to convert west land right become land right that manage by basic constitution of agrarian. The main concern that written by the author is the convert eigendom right which is old land right become new land right that regulate by basic constitution of agrarian. The procedure of this conversion manage by art 24 Government regulation number 24 of 1997, there are two option available, first, proof of ownership of land and second, proof of land ownership. First time land registration in national land agency to having a land certification. The published certificate are constitutif, which means government administration decision that affected legal consequences. The legal consequences is government guaranty dan protect land certificate owner. Based on this case that a eigendom land ownership that be managed twenty years with good faith by defendants can not be canceled. The published certificate can not be easy to canceled, although the certificate more than five years.Land right certificate is a strongest proof. For third party the liability is for who the agreement was made. The party that have an agreement should take responsibility for future circumstances."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21789
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatkhiyah Sufiningtias
"Lembaga Notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia yang menghendaki adanya alat bukti tertulis baginya. Notaris adalah Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk kepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Notaris memiliki kewajiban menciptakan otentisitas dari akta-akta yang dibuatnya oleh atau dihadapannya dan otentisitas aktanya hanya dapat tercipta jika syarat-syarat formal atau syarat-syarat bentuk (Gebruik in de vorm) yang ditentukan dalam UU Jabatan Notaris terpenuhi dan otentisitas ini tidak ditentukan oleh peraturan perundang-undangan lainnya. Tidak terpenuhinya aspek formal suatu Akta mempunyai akibat hukum Akta tersebut kehilangan otentitasnya atau mengalami cacat yuridis yang menyebabkan Akta dapat dibatalkan maupun Batal Demi Hukum.
Tesis ini akan membahas tanggungjawab formil Akta Notaris serta akibat hukum tidak terpenuhinya unsur formil suatu Akta dengan studi kasus PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR :272 K/Pid/2009 TANGGAL 10 JUNI 2009 . Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yang berarti penelitian ini mengacu pada peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan hasil penelitian yang dituangkan dalam kesimpulan yang sifatnya memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja dan kehati-hatian bagi notaris di Indonesia.

Notary institutions arise from the needs of human beings in the association calls for written evidence for them. Notary as Public Officers are only authorized for the benefit desired to be expressed in an authentic deed. Notary has a duty creates authenticity of the deeds made by or before him and the authenticity of the deeds can be fulfill if only the formal requirements or the terms of the form (Gebruik in de vorm) specified in the Act are met and authenticity Notary is not determined by the rules other legislation. Non-fulfillment of the formal aspects of a deed has the legal effect of the deed of lost authenticity or judicial disability that causes deed can be canceled or annulled by law.
This thesis will discuss the formal responsibility Deed and the failure to meet the legal effect of a deed with the formal elements of the case study SUPREME COURT DECISION RI NUMBER: 272 K/Pid/2009 DATE June 10th 2009. The method used is a normative juridical approach which means that this study refers to the legislation relating to the issues discussed by examining library materials or secondary data with the results of the study as outlined in the conclusions that are providing recommendations to improve performance and prudent attention to the notary in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Herdiansyah
"

Pada periode 2012-2013, pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan PT X (Persero) bermaksud mengajukan perpanjangan Hak Guna Bangunan kepada Badan Pertanahan Nasional. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Bangunan adalah memiliki rekomendasi/persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan yaitu PT X (Persero). Pemegang Hak Pengelolaan telah mengeluarkan SK Direksi tentang Tarif Perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) diatas Hak Pengelolaan (HPL) PT X (Persero) namun para pemegang HGB keberatan atas tarif yang ditentukan oleh Pemegang Hak Pengelolaan sehinga melakukan gugatan secara Tata Usaha Negara dan Perdata. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat mengenai penguasaan terhadap tanah yang dilakukan oleh PT X (Persero) dikategorikan sebagai Hak Pengelolaan yang tidak termasuk perbuatan melawan hukum, dan peran notaris dalam proses pembuatan perjanjian penggunaan pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan antara pihak ketiga dengan Badan Usaha Milik Negara. Penelitian ini untuk menganalisis Hak Menguasai Negara dalam hak Pengelolaan atas tanah PT X (Persero) dengan menggunakan metode yuridis normatif yang didukung dengan analisis data secara kualitatif. Adapun bentuk hasil penelitian berupa laporan yang berbentuk eksploratoris-fact finding. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penguasaan tanah yang dilakukan oleh PT X (Persero) telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini PT X (Persero) mendapatkan tanah Hak Pengelolaan dengan mengajukan hak kepada Negara melalui menteri yang membidangi urusan pertanahan. Peran Notaris juga sangat penting dalam pembuatan perjanjian pemanfataan tanah di atas Hak Pengelolaan yaitu memeriksa kebenaran data subjek dan objek perjanjian serta keterangan lainnya yang dapat membuktikan kesahihan data dalam perjanjian.


In 2012-2013 period, the holder right of building (HGB) over PT X (Persero) management right in land intend to extend the right theirs have. One of the requirement shall be met by the holder HGB is recommendation or approval from the holder of management right on the land is PT X (Persero). The holder of management right on the land has published regard to Tariff for Extension of Industrial Land Use Agreement over management right on the land through Board of Director Decision. But, the holder HGB has been protested regarding that decision and conducted lawsuit through state administrative and civil. In this research, the issues raised are the possession of the land by PT X (Persero) is categorized as the management right on the land does not include an act against the law, and the notary participant in making an Industrial Land Use Agreement between the third party with State-Owned Enterprises. In this research conducted to analyze the states right to control management right on the land over PT X (Persero) land using normative juridical methods and using qualitative data analysis. The form of research results in the form of reports in the form of exploratory-fact finding.  The results of this study indicate that the possesion of land conducted by PT X (Persero) is in accordance with the prevailing laws and regulations. PT X (Persero) to get the land management rights to apply rights to the State through the minister in charge of land affairs. The role of the Notary is also very important in making agreements in the use of land over management rights that are checking the truth of the subject data and object of the agreement as well as other information that can prove the validity of the data in the agreement.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala Kristina
"Sertipikat merupakan suatu alat bukti yang kuat, selama tidak dapat dibuktikan lain. Akan tetapi jika terdapat suatu perjanjian dimana sertipikat menjadi obyeknya, manakah yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang lebih kuat. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimanakah kekuatan perjanjian dibandingkan dengan sertipikat untuk dijadikan sebagai bukti kepemilikan serta bagaimanakah hakim menerapkan hukum mengenai keabsahan perjanjian dibandingkan dengan bukti kepemilikan sertipikat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2972 K/Pdt/2002 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 191 PK/Pdt/2012. Penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis.
Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian yang berlaku sah dapat dijadikan sebagai alat bukti yang kuat, hal ini berkaitan dengan pemenuhan syarat sahnya perjanjian serta dalam bentuk apa perjanjian tersebut dituangkan tertulis ataukah lisan oleh para pihak yang terkait dalam perjanjian itu sendiri yang dapat menyebabkan suatu perjanjian dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang kuat. Sementara penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim, yaitu bahwa perjanjian dalam kasus ini tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti yang kuat, hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian juga mengikat bagi para ahli waris dari pihak yang membuat perjanjian yang dimaksud.

The certificate is a powerful evidence, as long as it can not be proved otherwise. But if there is an agreement whereby the certificate becomes its object, which one can serve as a stronger evidence. The issue discussed is how is the power of the agreement compared with the certificate to be used as an evidance of ownership and how the judges apply the law regarding the validity of the agreement compared with the evidence of ownership of the certificate in the Supreme Court Decision Number 2972 K/Pdt/2002 jo. Supreme Court 191 PK/PDT/2012. This research is normative juridical with analytical descriptive research type.
Based on the research it can be concluded that a valid agreement can be used as a strong evidence, it relates to the fulfillment of the validity of the agreement and in what form the agreement is written or oral by the parties involved in the agreement itself which may cause a Agreements can be used as a powerful evidence. While the application of the law by the judge, namely that the treaty in this case can not be said as a strong evidence, it is not in accordance with the provisions of Article 1875 Civil Code which states that an agreement also binds to the heirs of the party making the agreement in question.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Aryadi
"Konsep dasar jual beli tanah adalah terang dan tunai. Dalam prakteknya terang dan tunai tersebut bisa saja tidak terpenuhi sehingga dibutuhkan instrumen lain agar dapat melakukan jual beli kemudian, instrument tersebut dalam pengikatan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli. Tujuannya adalah mengikat antara penjual dan pembeli agar dikemudian hari jika syarat terang dan tunai terpenuhi dapat dibuatkan akta jual beli di hadapan PPAT. Jika pembayaran sudah lunas penjual dalam PPJB bisa saja tidak ikut hadir di hadapan PPAT saat akta jual beli dilangsungkan, karena dapat diwakili oleh pembeli dengan kuasa menjual dalam PPJB tersebut. Bagaimana kedudukan kuasa menjual sebagai klausul (accessoir) PPJB dengan objek hak atas tanah? Bagaimana perlindungan hukum kepada pembeli objek hak atas tanah berdasarkan kuasa menjual sebagai accessoir dari PPJB? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normative yang dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan sehubungan dengan permasalahan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Di samping itu juga digunakan data primer sebagai pendukung bahan hukum data sekunder. Untuk analisis data dilkakukan dengan metode analisis yuridis kualitatif. Kuasa menjual sebagai klausul dalam PPJB dapat digunakan jika harga sudah lunas, kuasa menjual hanya untuk menjual kepada pembeli sebagai penerima kuasa dan harga jual beli sama dengan dalam PPJB. PPJB dapat digunakan sebagai bukti telah berpindahnya hak jika telah dibayar lunas dan sudah dikuasai oleh pembeli dengan itikad baik.

Transaction of property in Indonesia based on cash and carry, cash about a payment, and carry about a procedure. If one of this two based can`t accomplished, the transaction of property would by pre-sale agreement. That`s agreement not for transition of land rights, but for binding two parties when two based of the transaction accomplished. When the based of that transaction accomplished, the two parties must meet the officials of land rights (PPAT) to make Real Estate Purchase and Sale Agreement. If the seller can`t meet PPAT, the buyer can meet PPAT with two authority, the first as seller with power of attorney from the seller at pre-sale agreement, second as buyer. How the Power of Attorney as clause at pre-sale agreement? How legal protection for the buyer of land based on the power of attorney as clause of pre-sale agreement? Research methods used in this study are normative legal research being done in an effort to get the required data with respect to problems. The data used are secondary data composed of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. In addition the primary data is also used as the supporter of the legal materials of secondary data. For an analysis of the data by the method of analytic juridical qualitative. The power of attorney for property as clause of pre-sale agreement can be used if the price has paid by the buyer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Berliana Nadhifah
"Tanah ulayat kaum merupakan harta milik bersama suatu kaum dan diwarisi secara turun-temurun. Dalam praktik pendaftaran sertipikat hak atas tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau, banyak terjadi pensertipikatan atas nama perorangan tanpa sepengetahuan dan persetujuan anggota kaum atau disertipikatkan pertama kali oleh orang yang tidak berhak atas Harta Pusaka Tinggi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga karena perbuatan melawan hukum, serta mengungkap peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah harta pusaka tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah Doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Akibat sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga adalah tidak mempunyai kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah serta segala dokumen yang dilahirkan sebelum ataupun setelah diterbitkan sertipikat, perbuatan hukum yang dilakukan setelah diterbitkannya sertipikat lumpuh dan tidak berharga, kembali ke keadaan semula, pemilik yang sebenarnya dapat mengajukan permohonan pembatalan sertipikat dan ganti kerugian. PPAT dalam melakukan tindakan hukum harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah pusaka tinggi, peranan PPAT antara lain memastikan bahwa penghadap benar sebagai pemilik tanah, melakukan checking terhadap sertipikat, melakukan pengecekan terhadap warkah, melakukan konfirmasi faktual mengenai Harta Pusaka Tinggi tersebut ke nagari tempat objek tersebut berada, melakukan pengecekan SKPT, meminta dokumen lain seperti Ranji, Sporadik, Surat Penyataan Kepemilikan Tanah, Surat Kesepakatan atau Persetujuan Kaum, Surat Keterangan Wali Nagari atau Lurah setempat, Bukti bayar PBB serta KTP dan KK penghadap serta mengerti tentang hukum adat daerah di mana PPAT berkedudukan.

The customary land of the people is a joint property of a people and is inherited from generation to generation. In the practice of certifying high inheritance land rights in Minangkabau, there are many certificates in the name of individuals who do not get approval from members of other customary clans or are certified for the first time by individuals who are not entitled to the land which causes disputes over inherited land in the future. This study aims to analyze the legal consequences of ownership certificates on the High Inheritance’s land of people who are declared paralyzed and worthless due to acts against the law and to reveal the role of the Land Deed Making Officer (PPAT) in the transfer of rights to High Inheritance’s Land. The research method used is Doctrinal, which refers to legal norms as research targets. This study uses primary and secondary data with qualitative analysis methods. Legal consequences of land ownership certificates of high inheritance that has been declared paralyzed and worthless due to unlawful acts is certificates of land rights do not have the force of law, and all documents issued before or after the issuance of the certificate and legal actions taken after the issuance of the certificate are paralyzed and worthless, returning to their original state, the actual owner can apply for cancellation of the certificate and compensation. In carrying out legal actions, PPAT must always apply the precautionary principle. Concerning the transfer of rights to heritage high land, the role of the PPAT includes ensuring that the claimant is genuinely the owner of the land, checking the certificate, checking the Warkah, making factual confirmation regarding the inheritance to the Nagari where the object is located, checking the SKPT, ask for other documents such as Ranji, Sporadic, Declaration of Land Ownership, Letter of Agreement or Clan Agreement, Certificate of Wali Nagari or local Lurah, Proof of PBB payment and KTP and KK of the party and understand the customary law of the area where the PPAT is domiciled, thus can minimize disputes over high inheritance land within the scope of PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziza Adlien Nabila
"Tanah garapan adalah tanah kosong dan kemudian adanya penguasaan secara fisik tanpa adanya dasar hak yang resmi, notaris tidak akan membuat akta mengenai tanah garapan karena penggarap tidak punya hak apa pun terhadap tanah tersebut. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana keabsahan surat pernyataan hak tanah garapan dan kewenangan notaris berkaitan dengan surat pernyataan oper hak atas tanah garapan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 122PK/PDT/2019. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Berdasarkan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki oleh pemegang surat keterangan tanah/surat keterangan penguasaan tanah yang diterbitkan oleh Lurah/Kepala Desa yang disahkan oleh Kecamatan setempat berdasarkan Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dikategorikan sebagai alas hak yang diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah dan Kewenangan Notaris melakukan waarmerking, merupakan tindakan hukum notaris atau pejabat umum lainnya yang berwenang menurut Undang-Undang, untuk mencatat dan mendaftarkan akta kontrak di bawah tangan yang telah dibuat oleh para pihak dalam daftar buku waarmerking yang disediakan khusus untuk itu sesuai dengan urutan yang ada.

Cultivated land is empty land and then there is physical control without any legal rights basis, the notary will not make a deed regarding the cultivated land because the cultivator does not have any rights to the land. This research raises the problem of how the validity of the statement of cultivated land rights and the authority of a notary in relation to the operative statement on cultivated land based on the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia number 122PK/PDT/2019. To answer this problem, this study uses a normative juridical approach. In this study using secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials, this study used a descriptive data analysis method with a qualitative approach. The results of this study are based on evidence of land ownership owned by the holder of a land certificate/certificate of land tenure issued by the Lurah/Village Head which is legalized by the local District based on Article 7 paragraph (2), and Article 39 of Government Regulation Number 24 of 1997. Regarding Land Registration, it can be categorized as the basis of rights filed as the completeness of the application for land rights and the Notary's Authority to perform waarmerking, is a legal action for a notary or other public official who is authorized according to law, to record and register contract deeds under the hands of those who have made by the parties in the waarmerking book list specially provided for it in accordance with the existing order."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmoro Ambarwati Wardono
"Pewarisan merupakan suatu peristiwa hukum yang dapat menyebabkan peralihan hak atas tanah. Pasal 19 UUPA mewajibkan setiap pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan haknya, dengan tujuan untuk menjamin kepastian hak dan kepastian hukum, juga untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Pemerintah. Pendaftaran Tanah diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang menyempurnakan aturan sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Pemegang Hak Atas Tanah yang mendaftarkan tanahnya akan diberikan suatu sertifikat, yang di dalamnya tercantum nama pemegang hak bersangkutan. Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus dianggap benar. Setiap peralihan hak atas tanah akan dicatat dalam sertifikat. Begitu pentingnya pendaftaran hak atas tanah, terutama untuk tanah bekas Hak Barat, harus didaftarkan dan dikonversi menjadi hak yang dikenal dalam UUPA. Salah satu hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pemegang tanah bekas Hak Barat adalah Hak Guna Bangunan. Hak Guna Bangunan diberikan untuk jangka waktu 30 tahun, jika tidak diperpanjang maka tanah kembali menjadi Tanah Negara. Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3640/K/PDT/2016, Penggugat merupakan penghuni tanah warisan, namun tidak pernah mendaftarkan haknya. Sedangkan Tergugat merupakan pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat. Dalam penulisan ini akan dibahas analisa mengenai siapa yang merupakan ahli waris yang berhak atas Tanah Sengketa dan bagaimana status hukum dan kepemilkan hak atas tanah tanah Sengketa. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan metode analisis menggunakan metode kualitatif. Dari hasil analisa terhadap Putusan dapat disimpulkan bahwa Putusan dan pertimbangan telah sesuai dengan Hukum Waris yang berlaku, UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, bahwa Penggugat bukan merupakan ahli waris yang berhak atas tanah dan tanah dilekati Hak Guna Bangunan atas nama Penggugat.

Inheritance is an affair that can caused transfer Land Rights. Article 19 UUPA emphasizes that it is compulsory to every Land Rights holder to register their right, in order to guarantee the right certainty and the legal certainty, also to provide information for the party in needs, including the Government. Land Registration regulated specifically on Government Regulation Number 24 the Year 1997, that complement the previous regulation, Government Regulation Number 10 the Year 1961. Land Rights holder who register their land will be given a certificate, which consists the name of the person holds the land right. Certificate is an absolute evidence, meaning as long as it cannot be proved otherwise, physical and legal data written on it shall be considered true. Every transition of land rights will be noted on the certificate. Land registration is so important, especially for the former Colonial Land Rights, that is has to be registered and converted to the rights that recognized by UUPA. One of the rights that can be given to the holder of former Colonial Land Rights is Building Rights. Building Rights can be given for as long as 30 years, and if it is not extended then the land status is returned to the State and consider as States`s Land. In a case which is written in Putusan Mahkamah Agung Republic Indonesia Number 3640 K PDT 2016, a dispute occurs because Plaintiff`s, whom lived on an Inheritance Land, does not asked for approval from Defendant when the Defendant is going to sell the land. Defendant feels they have the rights to sell the land since his her name is written on the land certificate. Research method used in this Thesis is juridical normative, data type used is secondary data and method of analysis used is qualitative method. The results of the analysis concluded that the verdict has been in accordance with Indonesia Inheritance Law, UUPA and Government Regulation Number 24 the Year 1997 about Land Registration, that Plaintiff is not the rightful heir of the land and the Inheritance Land status is under Building Rights on behalf of Defendant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49329
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Novita
"Peranan dan pentingnya larangan penggunaan surat kuasa mutlak sebagai sarana untuk membatasi penyelundupan hukum yang sering dilakukan para pihak dalam rangka peralihan hak atas tanah tidak terbantahkan Iagi. Hal ini telah dicantumkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Pqnggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Dasar Peralihan Hak Atas Tanah. Dari Instruksi Menteri tersebut juga dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya peraturan tersebut, surat kuasa mutlak yang dibuat pasca berlakunya Instruksi Menteri ini tidak diakui lagi sebagai dasar peralihan hak atas tanah dan tidak dilindungi oleh hukum keberadaannya, kecuali untuk beberapa tindakan hukum tertentu saja.

Roles and the importances of prohibition using absolute power of attorney as means for limiting smuggling law frequently done by parties in frame of transition land rights are undeniable anymore. This is clearly mentioned in Home Affairs Ministry Instruction Number 14 Year 1982 On Prohibition Of Use Absolute Power Of Attorney As Bases Of Transition Of Land Rights. From the regulation, it's also concluded that after the implementation the rule, transition of land right beyond the rule is not recognized legally anymore, except some transactions limitedly mentioned in the rule."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27908
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rezi Rukdianda
"Permasalahan dari penelitian ini bermula dengan adanya gugatan wanprestasi terhadap Akta Pernyataan dan Pengosongan Nomor 2 Tanggal 3 Agustus 2011 oleh Susy Angkawijaya terhadap Muhammad Guruh Sukarno Putra. Walaupun Akta Jual Beli dan Akta Pernyataan dan Pengosongan telah dibuat di hadapan Notaris/PPAT sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan namun Muhammad Guruh Sukarno Putra selaku Tergugat tetap tidak bersedia mengosongkan dan menyerahkan bangunan dan tanah dalam Sertipikat Hak Milik Nomor 92/Selong yang terletak di Jalan Sriwijaya III, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Administrasi Jakarta Selatan sesuai dengan yang diperjanjikan dikarenakan tanah dan bangunan rumah tersebut merupakan Benda Cagar Budaya.
Penelitian ini membahas mengenai keabsahan peralihan hak atas tanah dalam Sertipikat Hak Milik Nomor 92/Selong dan kontradiksi penetapan ganti kerugian akibat wanprestasi oleh Pengadilan Tingkat Pertama, Banding dan Kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 515 K/PDT/2016. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif.
Bentuk hasil dari penelitian ini adalah Deskriptif Analitis. Adapun simpulan dari penelitian ini adalah bahwa peralihan hak atas tanah dan bangunan dalam Sertipikat Hak Milik Nomor 92/Selong tetap sah oleh karena belum ada penetapan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang menetapkan hak atas tanah maupun bangunan tersebut merupakan Cagar Budaya. Kemudian, meskipun terdapat kontradiksi dalam penetapan ganti kerugian akibat wanprestasi oleh Pengadilan Tingkat Pertama, Banding dan Kasasi, namun penetapan ganti kerugian dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 515 K/PDT/2016 telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena Majelis Hakim membenarkan asas Pacta Sunt Servanda yang berlaku di antara para pihak, sehingga besaran ganti kerugian yang ditetapkan atas wanprestasi yang terjadi adalah berdasarkan perjanjian yang diadakan oleh para pihak.

This paper researches a problem found in a suit for a breach of contract under
Statement and Vacation Deed Number 2 Dated August 3rd 2011 filed by Susy
Angkawijaya against Muhammad Guruh Sukarno Putra. Despite the Sale and Purchase Deed and the Statement and Vacation Deed being made before a Notary/Land Deed Official according to procedures set forth by the laws, Muhammad Guruh Sukarno Putra as Defendant remains unwilling to vacate and relinquish the land and building specified in Land Ownership Certificate Number 92/Selong located at Jalan Sriwijaya III, Selong, Kebayoran Baru, Administrative City of Jakarta Selatan under the agreement due to the same land and building being categorized as Cultural Heritage Object.
This paper examines the validity of the assignment of the land and building specified in Land Ownership Certificate Number 92/Selong and the contradiction found between the stipulations of damages from Court of First Instance, Appeals, and Cassation as stated in Supreme Court of Republic of Indonesias Decision Number 515 K/PDT/2016. To analyse the proble, the writer utilises juridical normative method with qualitative analysis.
The result of this paper is in Analytical Descriptive form. This paper concludes that the assignment of rights over land and building specified in Land Ownership Certificate Number 92/Selong is valid due to absence of a required designation from the Governor of Jakarta which designates such land and building as a Cultural Heritage. As for the contradiction on the stipulations of damages, the damages stipulated in Supreme Court of Republic of Indonesias Decision Number 515 K/PDT/2016 are in accordance with the prevailing laws due to the Panel of Judges confirming the doctrine Pacta Sunt Servanda is applicable between the parties, therefore stipulating the damages for the breach of contract according to the contract agreed between the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>