Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120798 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safitri Kurniasari
"Kehadiran janur dalam ruang pernikahan Yogyakarta merupakan fenomena kebudayaan yang menarik dikaji melalui pendekatan arsitektur. Hal ini dikarenakan kehadiran janur merupakan elemen penting pelipatan (fold) ruang keseharian menjadi ruang pernikahan. Dengan mengacu pada fold Deleuze, fold janur dapat ditemukan dalam ruang, materi, dan objek janur. Janur menghasilkan fold peleburan antara ruang dalam-luar maupun ruang publik-privat dalam konteks ruang hunian tradisional maupun modern. Sedangkan folds dalam objek membentuk proporsi janur sebagai representasi kolom temporer oleh foldspertumbuhan dalam materi pembentuknya. Ketiga folds tersebut saling terkait menghasilkan pelipatan ruang dengan kolom organik-temporer sebagai elemen pengidentifikasi. Pendekatan folds dalam ruang pernikahan Yogyakarta menunjukkan bahwa kebudayaan Yogyakarta bersifat terbuka.

The presence of janur in Yogyakarta wedding ceremony is an interesting culture phenomenon of architecture studies approach. Due to the presence of janur as an important element in folding everyday space to ceremonial place. According to Deleuze, fold could not only be founded in space, but also in janur by object and its matter. The presence of janur generates either folded space as continuity of inside-outside and public-private space, likely in the context of traditional and modern everyday space. While folds in object pose a proportional system as a representation of a temporary growth folds column. The folds are related as generating folded space by identification elements, organic-temporal columns.The approach of fold in Yogyakarta wedding ceremony place points out Yogyakarta?s culture is overt. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S723
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nika Halida Hashina
"Mistisisme merupakan orientasi atau ketertarikan terhadap hal-hal mistis. Kehadiran mistisisme, khususnya pada masyarakat Jawa, dapat dilihat dari praktik ilmu sihir dan santet. Terdapat berbagai tujuan yang mendasari terjadinya sihir dan santet di masyarakat. Janur Ireng menjadi salah satu novel yang merepresentasikan berbagai bentuk serta tujuan sihir dan santet yang digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini membahas representasi dan fungsi mistisisme Jawa dalam novel Janur Ireng karya Simpleman. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Hasil dan analisis mengungkapkan mistisisme direpresentasikan dalam bentuk sihir dan santet, okultisme, tumbal, ritual, serta pernikahan sedarah. Sementara itu, fungsi mistisisme hadir dalam pemanfaatan para tokoh yang menggunakan sihir dan santet sebagai alat dengan tujuan kekuasaan yang mampu memodifikasi nilai dan moral, khususnya seksualitas dan stratifikasi sosial.

Mysticism is an orientation or interest in mystical things. The presence of mysticism, especially in Javanese society, can be seen from magic and witchcraft also its practice. There are various purposes for the occurrence of magic and witchcraft in society. Janur Ireng is one of the novels that represents the various forms and purposes of magic and witchcraft used by the public. This study discusses the representation and function of Javanese mysticism in the novel Janur Ireng by Simpleman. This research uses descriptive qualitative with a sociological approach of literature. The results and analysis reveal that mysticism is represented in the form of magic and witchcraft, occultism, sacrifice, ritual, and incest. Meanwhile, the function of mysticism is presented from characters who use magic and witchcraft as tools to aim power that can modify values and morals, especially sexuality and social stratification."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebudayaan Jawa tidak terlepas dari kansep kosmologi dan kepercayaan pada kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Dalam masyarakat Jawa banyak terdapat falsafah dan pandangan hidup Jawa yang menempatkan alam nyata berdampingan dengan alam gaib. Pada tulisan ini saya mencaba menganalisis nilaiĀ­ nilai yang ditimbulkan dari kaitan antara konsep arsitektur dalam tata letak bangunan dan tata ruang luar di Keraton Yogyakarta dangan kebudayaan Jawa yang dipangaruhi oleh pandangan hidup Jawa yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Adanya nilai-nilai daa makna simbolik membuat karya arsitektur menjadi lebih menarik dan mempunyai nilai tambah, yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat tempat karya arsitektur itu diwujudkan. Latar belakang kebudayaan dan adat istiadat akan mempengaruhi cara menata dan mempersepsikan suatu ruang luar."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Jati Ningrum
"Elemen estetis seringkali hanya dianggap sebagai pajangan atau hiasan ruang semata, tanpa menyadari polensi lain dan penerapan elemen estetis ini pada penataan ruang luar maupun ruang dalam. Sejauh manakah peran elemen estetis dalam meningkatkan kualitas visual dan fungsional dari sebuah ruang? Bagaimanakah prinsip-prinsip elemen estetis yang harus diterapkan agar elemen estetis tersebut dapat berfungsi secara efektif dan optimal? Bagaimana hubungan elemen estetis dengan penataan ruang luar dan penataan ruang dalam pada sebuah karya arsitektur? Peletakan elemen estetis yang seperti apakah yang dianggap tepat dan dapat mempeikaya kualitas ruang?
Penerapan elemen estetis memiliki tujuan yang positif, yaitu untuk menghasilkan segala hal yang balk, indah dan menyenangkan untuk ditanggapi dan dirasakan oleh indera manusia. Unsur keindahan yang hadir dalam warna, cahaya, pola & tekstur mempengaruhi persepsi dan emosi terhadap bobot visual, proporsi serta dimensi ruang Selain kebutuhan akan ruang, manusia juga membutuhkan seni sebagai eksprsi dalam kehidupannya. Seni dapat menjadi stimulus aktif dan pasif bagi manusia. Sebagai stimulus aktif, elemen estetis menjadi acuan skala dan acuan arah serta focal point yang bersifat eye-catching. Sedangkan sebagai stimulus pasif, elemen estetis berfungsi sebagai dekorasi ruang yang menjadi simbol dari suaiu kegiatan yang berlangsung di dalam ruang tersebut, menjadi pemacu semangat beraktivitas, membenkan karakter/identitas serta prestige kepada sebuah ruang.
Ruang hams memiliki unsur estelis atau keindahan. Pendekatan secara estetis ini penting karena dalam proses pemahaman terhadap ruang, kontak pertama manusia dengan ruang sekitamya adalah melalui pengalaman visual. Elemen estetis ini juga berkaitan erat dengan kualitas kenyamanan dalam beraktivitas. Nleskipun penilaiannya bersifat subyektif, tetapi perancangan elemen estetis harus memenuhi kaidah perancangan dan peletakan. Prinsip perancangannya harus rnemiliki tema yang jelas dan tidak monoton. Sedangkan peletakannya harus selaras dengan skala, proporsi dan komposisi ruang, serta harus dapat dilihat & dinikmati dari semua angle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sully Ayu Wardhani
"Anak-anak merupakan salah satu bagian penting dari komunitas publik yang tinggal pada sebuah ruang kota. Sebagian waktu yang mereka habiskan adalah play. Saat ini banyak anak tinggal pada daerah urban dimana pada daerah tersebut merupakan daerah yang padat dengan pergerakan dan perpindahan manusia dari suatu lokasi ke lokasi lain menjadi sangat beragam. Dapat dikatakan keadaan sebuah kota tidak perduli mengenai anak yang berada didalam kota. Ketidakberpihakan kota terhadap anak tercermin dalam ruang-ruang publik yang minim dari fasilitas untuk anak beraktivitas didalamnya, serta terbatasnya ruang gerak anak ketika berada di ruang publik. Dalam hal ini ruang public seharusnya dapat mengakomodir kegiatan anak beraktivitas. Hal itu dapat diterjemahkan melalui ruang rekreasi anak, walaupun terkadang keberadaannya dilalaikan untuk dibangun mengingat kepentingan komersil yang begitu tinggi sehingga ruang menjadi terbatas ataupun dibatasi. Hal ini sangat bertentangan dengan pengembangan anak yang membutuhkan beberapa elemen untuk tumbuh dan berkembang seperti aktif bergerak, berkenalan dengan lingkungannya dan bersosialisasi. Ruang rekreasi anak menjadi sulit untuk diterapkan terlebih di kotakota besar dengan penduduk yang padat. Karena pada setiap tingkatan umur, anak dapat membedakan beberapa hal yang berkaitan dengan ruang gerak untuk aktivitas bermain mereka. Melalui penulisan ilmiah ini saya akan meninjau ruang rekreasi anak yang tentunya memiliki karakteristik tersendiri, terlebih jika ruang itu diletakkan pada ruang dengan aktivitas beragam berada di pusat kota.

Children becomes an urgent element of the public community is remaining at a town space. Some of time which they doing is play. Now many childs remains at district urban where at the district is massive district with movement and displacement of man from a location to other location become very having immeasurable. Can be told state of a town is not give a dam about residing in child in town. Un-the siding of town to child of mirror in public spaces minim from facility for child of having activity in it, and the limited kinetic space child of when residing in public space. In this case space public ought to can accommodates activity of child of having activity. That is translatable passed recreation space of child, although sometimes its (the existence neglected for built to remembers commercial importance of which so) after height so that space becomes is limited and or is limited. This thing hardly is against expansion of child requiring some element to grow and grows like active moved, gets acquainted with its (the area and socialization). Recreation space for child becoming difficult to be applied particularly in big towns with massive residents. Because in each life level, child can differentiate some things related to kinetic space for activity plays at them. Through this scientific writing I will evaluate recreation space of child that is it is of course has separate characteristic, particularly if the space put down at space with activity is having immeasurable resides in downtown."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48388
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"Kegiatan survei dan penelitian arkeologi di Indonesia sudah berlangsung lama sejak masa penjajahan Belanda. Namun demikian sampai saat ini tidak seorang pun dapat mengatakan secara pasti berapa jumlah sites arkeologi masa Hindu-Buda yang sudah pernah ditemukan, baik di daerah Jawa Tengah pada umumnya maupun di daerah Yogyakarta pada khususnya. Selain dari itu tidak seorang pun yang dapat menyatakan secara tepat di mana saja semua situs itu terletak, pada bentuk permukaan bumi seperti apa, bagaimana sebarannya, serta seberapa jauh kaitannya dengan lingkungan alam. Padahal keterangan mengenai lokasi sites, frekuensi, luas sebaran, kepadatan, bentuk konligurasi sebaran, dan korelasinya dengan sumberdaya alam merupakan data dasar yang biasa digunakan dalam studi arkeologi-ruang untuk mengetahui dan memahami berbagai hal mengenai perilaku dan gagasan keruangan masyarakat masa lalu.
Di berbagai bagian dunia penelitian arkeologi-ruang sudah lama dimulai (Parsons 1972.127-50; Clarke 1977:2-5), dan sudah lama pula diselenggarakan dengan strategi serta metode penelitian yang cukup memadai untuk mernungkinkan tercapainya tujuan penelitian sebagaimana dicontohkan oleh Gordon R. Willey dalam penelitian pionirnya di lembah Viru, Peru (Willey 1953). Demikian pula sudah hampir dua dasawarsa lamanya konsep arkeologi-ruang telah diperjelas serta dipertegas paradigmanya oleh David L. Clarke (1977), dan segala bentuk kajian yang sejenis dipersatukannya dalam satu wadah studi yang diberi nama spatial archaeology (arkeologi-ruang).
Di Indonesia paradigma arkeologi-ruang belum dijadikan landasan pokok dalam kebanyakan penelitian semacam ini, bahkan dengan berat hati dapat ditegaskan bahwa pelaksanaan penelitian arkeologi-ruang di negara kita masih dalam taraf uji coba, dan sebagian besar masih merujuk pada kajian keruangan yang kurang luas rentangan wawasannya. Relatif terlalu sedikit ahli arkeologi kita yang berhasrat terjun menekuni bidang kajian arkeologi-ruang, dan oleh karena itu belum banyak hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan acuan atau bahan banding yang memadai. Oleh sebab itu pula masuk akal kiranya jikalau di negara kita data dasar yang biasa diperlukan dalam kajian arkeologiruang belum tersedia, atau kalau pun ada belum cukup siap untuk dapat digunakan secara Iangsung dalam penelitian khusus semacam ini. Pada dewasa ini Para peneliti arkeologiruang di Indonesia harus berupaya keras, dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk melacak lebih dahulu informasi keruangan dari benda-benda dan situs-situs arkeologi yang pernah diketahui atau disebut dalam laporan-laporan inventarisasi kepurbakalaan, kernudian mendaur ulang dan menambahnya dengan data yang lebih lengkap dan lebih khusus, serta melengkapinya dengan data baru sebelum dapat diolah dalam tahap analisis untuk memungkinkan tercapainva tujuan penelitian dengan hasil yang memadai.
Kajian ini tidak lain merupakan satu upaya kecil untuk mengembangkan penelitian arkeologi-ruang di negara kita, khususnva dalam skala regional (makro) serta yang dilaksanakan dengan strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan hakikat data arkeologi-ruang yang ada di lndonesia. Disadari sepenuhnya bahwa tanpa melakukan kajian semacam ini, perkembangan studi arkeologi-ruang di Indonesia niscaya akan menjadi amat lambat, sehingga akan makin jauh tertinggal dari penelitian serupa di negara lain. Arkeologi-ruang.
Pokok Kajian. Arkeologi-ruang, yang merupakan salah satu studi khusus dalam bidang arkeologi, pada pokoknya lebih menitikberatkan perhatian pada pengkajian dimensi ruang (spatial) dari benda dan situs arkeologi daripada pengkajian atas dimensi bentuk (formal) dan dimensi waktu (temporal). Dalam sejarah perkembangan arkeologi di berbagai bagian dunia, pengkajian khusus keruangan terhadap benda-benda arkeologi maupun situs-situs memang datang lebih kemudian daripada pengkajian atas dimensi bentuk dan waktu. Begin.) pula dalam empat dasawarsa terakhir ini di dunia arkeologi terdapat semacam pergeseran tekanan perhatian, yaitu dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs yang pada hakikatnya merupakan satuan ruang tertentu tempat terletaknva sekumpulan artefak, Kemudian dalam tahap perkembangan berikutnya tekanan itu diberikan kepada pengkajian atas wilayah (region) sebagai satuan ruang yang lebih luas, tempat terletaknya situs-situs. Pemberian tekanan perhatian kepada dimensi ruang inilah yang mengakibatkan bergesernya kesibukan sebagian ahli arkeologi dari kajian morfologi, tipologi dan klasifikasi benda arkeologi kepada upaya untuk rnemperoleh kembali informasi keruangan sebagai babas untuk dikaii lebih cermat, baik dari benda-benda arkeologi yang berada dalam satuan ruang berupa sites maupun dari situs-situs yang berada dalam satuan ruang yang lebih luas berupa wilayah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
D222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
729.24 IND k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Intan Amyrantie
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Praktik perkawinan anak selain bersumber dari kebijakan dan peraturan perundang-undangan yaitu dibenarkan oleh Undang-Undagn nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, juga bersumber dari norma lain seperti agama, budaya, dan dimensi lain yang belum teradvokasi secara signifikan. Dengan adanya keputusan MK menolak revisinya harapan perbuahan perilaku sosial melalui perubahan UU perkawinan sepertinya makin jauh dari harapan. Anak-anak perempuan dalam pernikahan anak rentan hal berikut; rentan menjadi korban perceraian sepihak ; rentan menjadi korban kekerasan seksual dan pedophilia ; rentan menjadi korban KDRT ; rentan pendidikan formal terputus dan membatasi akses ke dunia kerja. Diperlukan advokasi sistemik untuk mengatasi kerentanan anak-anak dalam pernikahan anak."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>