Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196788 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Armando
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S4001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feronica
"Hingga saat ini belum ada kompilasi aturan hukum dan etika bagi pers ketika memberitakan proses peradilan pidana. Aturan yang tersebar menyulitkan pers mengetahui hal-hal yang menjadi hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, hal utama yang dibahas dalam tesis ini ialah hukum dan etika tersebut kemudian membuat kompilasinya. Pembahasan selanjutnya lebih fokus pada hukum dan etika pers ketika memberitakan privasi pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, serta hukum dan etika pers dalam siaran langsung sidang pengadilan. Penelitian ini berbentuk deskriptif analitis dengan menggunakan metode kepustakaan dan wawancara mendalam dengan narasumber. Peneliti menggunakan data sekunder dengan alat pengumpul data berupa studi kepustakaan dan data primer melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap wartawan, perusahaan pers, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, ahli hukum, penasihat hukum, dan keluarga korban. Hasil penelitian menyarankan adanya penelitian sosiologis lebih lanjut mengenai penerapan asas praduga tak bersalah yang dihubungkan dengan penyebutan identitas tersangka dan terdakwa; saran bagi Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia agar menyusun aturan yang lebih rinci mengenai privasi yang boleh diberitakan dan kepentingan umum yang menjadi pengecualian dari penghormatan terhadap privasi seseorang; saran bagi para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, juga pers, agar saling bekerja sama (kooperatif) dengan tetap memahami hukum dan etika profesi satu sama lain; dan saran bagi pers agar diwajibkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang mengikutsertakan materi pemberitaan proses peradilan pidana secara khusus.

Until now there is not a compilation of laws and ethics for the Indonesian press in reporting the criminal justice process. So the scattered laws have given some problems for the press in knowing their rights and duties. Therefore the main problem which is discussed in this thesis is about the press laws and ethics with their compilation. The further discussion is more focused on the laws and ethics for the press in reporting the privacy of the persons who are involved in the criminal justice process, and the laws and ethics for the press in making the direct broadcasting from the criminal court. This research used analytic descriptive interpretation by using the library books and sincere interviews with the resource persons. The researcher collected the primary data through the literary study and got the secondary data by a sincere interview with the journalists, the press company, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, the law experts, the lawyers and the family of the victim. The result of this research suggests a further sociological research about the application of the principle for the innocent presumption which deals with the identity of the accused. The other suggestions are directed to the Dewan Pers and Komisi Penyiaran Indonesia to arrange the more detailed rules about the privacy which are allowed to be broadcasted for the respect of privacy and the criteria which can be excluded for the public interest. The persons who are concerned with the criminal justice process, including the journalists are suggested to be more understanding and cooperative with each other in dealing with their laws and ethics professions. Finally the journalists are suggested to follow a professional education which includes particularly about the broadcasting of the criminal justice process as one of the subjects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27940
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Amir
Medan: KIPPAS dan BINA INSANI, 2003
070.4 JUR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakob Oetama, 1931-
Jakarta: LP3ES, 1987
070.598 8 JAK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S3952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius P.S. Wibowo
"Pekerjaan penerbitan pers merupakan pekerjaan yang bersifat kolektif, artinya melibatkan beberapa orang, yaitu pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur, wartawan, penulis, pencetak, dan penerbit. Dalam kaitannya dengan sifat kolektif dari pekerjaan tersebut, timbul permasalahan tentang siapa yang harus bertanggungjawab secara hukum apabila pers memuat suatu tulisan atau menurunkan suatu berita yang sifatnya dapat sebagai tindak pidana. Menurut KUHP, dalam hal demikian maka beberapa orang tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara bersama-sama. Untuk menentukan hukuman masing-masing peserta harus dilihat lebih dahulu sejauh mana peranan masing-masing perserta dalam tindak pidana yang terjadi. Berbeda dengan KUHP, menurut UU Nomor 11 Tahun 1966 jo UU Nomor 04 Tahun 1967 jo UU Nomor 21 Tahun 1982 (UU Pokok Pers), dalam hal terjadi tindak pidana pers, yang dipertanggungjawabkan secara pidana cukup satu orang saja, yaitu pemimpin redaksi atau redaktur atau wartawan atau penulisnya sendiri. Pertanggungjawaban pidana demikian disebut waterfall system, sebab seseorang dapat mengalihkan pertanggungjawaban tersebut kepada orang lain. Undang-undang pers yang baru, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999, meskipun telah secara tegas menyatakan tidak berlaku lagi UU Pokok Pers, dalam prakteknya undang-undang tersebut masih dipergunakan. Melalui UU Nomor 40 tahun 1999 tersebut, dibuka kemungkinan untuk menuntut pertanggungjawaban pidana terhadap insan pers (pemimpin redaksi, redaksi, wartawan, dan lain-lainnya) sekaligus terhadap perusahaan persnya. Pertanggungjawaban pidana perusahaan pers ini, tidak dikenal di dalam UU Pokok Pers. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraya
"ABSTRAK
Pokok permasalahan tesis ini dititik beratkan pada media yang diwakili oleh para pekerja medianya mengkonstruksi realitas sosial terutama mengenai kasus Aceh dilatarbelakangi oleh ideologi profesionalnya, yaitu menyajikan beritanya dengan tujuan untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan. Namun kita belum mengetahui bagaimana sebenarnya cara pandang yang dimiiiki oleh institusi medianya (KOMPAS, Republika dan Suara Karya) terutama para individu pengelolanya terhadap kasus Aceh itu sendiri dan citra ABRI yang diangkat ?
Aspek yang ditelaah dalam kerangka teori adalah seputar isi berita (teks) dengan teori ekonomi politik, yang diintertekstualitaskan dengan produksi dan konsumsi teksnya serta sosial budaya pers di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai (Ideologi) apa yang disebarkan oleh ketiga media tersebut melalui beritaberita kasus Aceh.
Hasil penelitian yang didapat, Republika dan Suara, Karya cenderung lebih banyak mengemukakan framing pelanggaran HAM. ABRI di citrakan sebagai pelariggar HAM. Pada Suara Karya eksemplar yang dikemukakan adalah kekejaman Polpot di Kamboja, Hitler dan Nazi-nya di Jerman dan kekejaman Serbia terhadap Bosnia.
Sedangkan KOMPAS mengemukakan ketiga framing secara merata, yaitu Stabilitas Keamanan, Jasa Rakyat Aceh dan Pelanggar HAM.
Namun pada elemen framing yang dikemukakan terdapat eksemplar, yaitu pemboman terhadap kedutaan besar Amerika Serikat di Nairobi, Kenya dan Dar es Salaam, Tanzania oleh aksi teroris. Depiction yang muncul adalah Terorisme pada aksi-aksi kerusuhan sedangkan pelakunya adalah teroris. Hal ini_ biasanya dikemukakan oleh media non Islam dengan menyebarkan nilai-nilai (Katolik) yang dianutnya. Ideologi dominan pada ketiga media tersebut adalah ideologi kapitalis. KOMPAS memiliki oplah yang besar sehingga lebih banyak dibaca dibandingkan dengan Suara Karya yang hanya lebih banyak dibaca oleh pegawai negeri (afiliasi ke Golkar) dan Republika yang segmen pembacanya kebanyakan muslim. Dengan adanya pemberitaan kasus Aceh tersebut. ketiga suratkabar mengharapkan lebihbanyak dibaca pembacanya sehingga oplahnya menjadi naik dan para pengiklan lebih banyak masuk.
Pemberitaan dalam media pada masa orde baru sangat dibatasi terutama yang menyangkut masalah Pancasila, UUD 1945, Dwi Fungsi ABRI dan kegiatannya serta Keluarga Suharto beserta kroninya. Karena itu pemberitaan mengenai ABRI sangat jarang terekspos. Sedangkan pada
masa reformasi, katup-katup pembatas tersebut mulai terbuka. Semua media menikmati ephoria kebebasan tersebut, sehingga kasus Aceh yang banyak menyangkut kegiatan ABRI mulai terekspos. Para pekerja media mengkonstruksi berita Kasus Aceh dipengaruhi oleh perekonomian media yang bersangkutan. Sehingga saat berita tersebut terjadi dikaitkan dengan krisis moneter yang melanda media massa serta peta politik yang sedang berubah ke arah era reformasi. Berita Kasus Aceh dikonstruksikan dengan tujuan agar oplah media tersebut menjadi naik sehingga tetap bertahan dalam situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neli Budiarti
"Perubahan politik yang ditandai mundurnya Soeharto, mendorong media ke dalam ruang gerak yang lebih leluasa untuk menyampaikan fakta dan pandangan secara lebih terbuka, berani dan independen. Wajah baru media massa akan terlihat dan terasa terutama pada pemberitaan. Salah satunya adalah ketika pers memberitakan perintah Presiden atas penangkapan Kapolri Bimantoro dan Kapolda Metro Jaya Sofjan Jacoeb. Pemberitaan itu menjadi menarik bukan saja karena mengundang pro dan kontra, tetapi berdampak kepada dituntutnya pertanggungjawaban Presiden Wahid melalui Sidang Istimewa MPR.
Intisari dari penelitian ini adalah melihat bagaimana Kompas, Republika dan Media Indonesia memaknai perintah Presiden atas penangkapan Bimantoro dan Sofjan Jacoeb yang disampaikan melalui Juru Bicara Kepresidenan Yahya C. Staquf, yang dianggap memicu dipercepatnya pelaksanaan Sidang Istimewa. Penelitian yang menggunakan metode analisis framing ini mengambil teks berita dan editorial Kompas, Republika dan Media Indonesia sebagai objek analisisnya.
Asumsinya adalah bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dan organisasi ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita. Dengan meminjam teknis analisis Pan & Kosicki dan van Dijk, penelitian ini berupaya menemukan elemen yang berbeda itu melalui strategi wacana seperti sintaksis, skrip, tematik, dan retorik. Dari strategi ini diketahui bagaimana media memaknai suatu peristiwa.
Frame yang dibangun Kompas dalam teks berita dan editorialnya perintah Presiden Wahid atas penangkapan tersebut adalah: Mendukung Percepatan Sidang Istimewa, Inkonsistensi Wahid dan Nasihat Untuk Presiden. Untuk mendukung frame Kompas menggunakan strategi dalam cara menulis fakta menggunakan elemen tematik Nominalisasi dan Generalisasi. Seperti: kita boleh menyarankan, semua orang dan kita semua. Disamping itu Kompas juga memperkuat frame dengan menggunakan metaphora dalam struktur retorisnya seperti yang terlihat dalam tajuk rencananya "demi keselamatan bangsa dan negara".
Republika cenderung memilih frame sebagai berikut: Konflik Ditubuh Eksekutif, Inkonsistensi Wahid dan Mundur Secara Damai. Republika menggunakan elemen retoris seperti ungkapan merancang skenario "rusak-rusakan" dan tidak ingin dicap "kacung" presiden. Dan Republika menggunakan metaphora seperti "menggunaang stabilitas bangsa dan negara". Frame yang dikemukakan Media Indonesia melalui teks berita dan editorial adalah: Percepatan Sidang Istimewa, Landasan Hukum dan Percepatan Sidang Istimewa. Untuk mempertegas frame yang dibangun Media Indonesia memakai struktur retoris seperti ungkapan "pabrik yang produktif menghasilkan persoalan".
Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui frame yang dibangun Kompas, Republika dan Media Indonesia melakukan delegitimasi terhadap kekuasaan Wahid dalam rangka percepatan Sidang Istimewa yang meminta pertanggungjawabannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Muntaha
"Pokok pikiran (tesis) dari penelitian ini adalah pers Indonesia di masa reformasi politik dan krisis ekonomi mampu bertahan di masa krisis dengan berbagai modal/kekuatan yang dimiliki dan kiat/strategi manajemen bidang redaksional yang diterapkan secara konsisten dan kreatif dalam memproduksi produk.
Secara makro, tesis ini sejalan dan memperkuat pendapat umum dari Picard (1988 a) maupun Lacy (1990) (dikutip Albarran, 1996:23 dan 158), bahwa kompetisi dalam industri Koran/harian mempertinggi kualitas pembuatan berita. Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus (case study), dengan tipe penelitian multicases-multilevel dan pendekatan Ekonorni Media. Berita harian Kompas dan Jawa Pos tentang kampanye pemilu 1999 (17 hari kerja) menjadi obyek atau kasus. Analisis data dilakukan pada level teks (text), praktik wacana (discource practice) (organisasi/industri), dan level praktik sosiokultural (industri media cetak Indonesia). Data berita dikumpulkan dan dianalisis melalui content analysis; data kebijakan redaksional dilakukan melalui interview dengan Redaktur kedua media, kemudian dianalisis melalui analisis wacana; dan data sosiokultural industri pers dianalisis melalui pendekatan ekonomi Media.
Hasil penelitian menunjukkan: meskipun proses memproduksi berita yang dilakukan redaksi kedua media relatif lama, produk akhir yang dihasilkan relatif berbeda. Dari seluruh produk yang diteliti sebanyak 346 item berita, dapat dikemukakan bahwa ciri Kompas adalah pasar bersifat nasional, isu yang diangkat redaksi bersifat umum, dan unsur kelengkapan berita cukup menonjol. Sedangkan Jawa Pos pasarnya lokal, mementingkan produk berita yang laku dijual (memiliki banyak isu), dan unsur kontroversi menonjol. Dari penelitian ini dapat disimpulkan pada tiga tingkatan: teks, wacana, dan sosiokultural. Perlama, dilihat dari isu (diversifikasi produk) yang dominan adalah jenis berita nasional (Kompas) dan berita lokal-daerah Jawa Timur dan Indonesia Timur (Jawa Pos).
Kedua, obyektivitas pemberitaan, dari unsur faktualitas relatif sama (tinggi), keseimbangan sumber berbeda (Kompas lebih tinggi/bervariasi dibanding Jawa Pos), netralitas pemberitaan sama (tinggi). Ketiga, gaya pemberitaan berbeda; berita Kompas jumlahnya sedikit namun lengkap dan jumlah kolom umumnya banyak/panjang, berita Jawa Fos singkat-banyak, ukuran kolom kecil. Keempat, pada tingkatan organisasi dan industri, krisis ekonomi yang disusul dengan (re)regulasi bidang pers oleh pemerintah membawa dilemalparadoks; yaitu di satu sisi peluang berekspresi dan membuat media makin besar, namun di sisi lain tantangan untuk menjadi profesional makin ketat/kompetitif - mengingat struktur pasar berubah serta daya beli masyarakat turun. Perubahan struktur pasar ini, dan perkembangan industri media elektronik yang demikian gencar ("banjir" berita dalam berbagai format dan jam siar/tayang), menjadikan pihak manajemen industri media melakukan secara sadar berbagai langkah antisipasi; baik dengan mempertahankan produk namun mengemas dengan cara bervariasi (Kompas), maupun menciptakan jenis produk dengan substansi dan sentuhan yang khas dan mementingkan muatan daerah (Jawa Fos). Kelima, pada tingkat sosiokultural, pers Indonesia di masa reformasi menghadapi tantangan rill berupa kebebasan yang kian terbuka, dan mengarah pada kristalisasi sejati -industri pers yang kuat makin kuat yang lemah akan mati sebagai pranata (agen) demokratisisasi. Penelitian ini memberi kontribusi berupa: (1) gambaran nyata tentang upaya manajemen redaksi media cetak Indonesia memproduksi produk berita di masa eforia pers dan pemilu multipartai bersamaan dengan masa krisis ekonomi; dan (2) gambaran optimisme dari pengelola industri media bahwa meskipun terdapat banyak ancaman produknya tetap akan laku di pasar.
Dari hasil penelitian ini direkomendasikan untuk mengadakan studi lanjut, antara lain: (1) studi tentang manajemen pemasaran khususnya bauran pemasaran (marketing mix) dengan unsur 4P (Price, Place, Product, Promotion) seperti strategi penetapan harga produk, strategi promosi berkala, strategi mengemas produk, dan strategi segmentasi konsumen melalui wilayah geografi tertentu; (2) studi tentang manajemen redaksional berupa optimalisasi sumberdaya untuk meningkatkan kualitas produk, seperti pemanfaatan Pusat Informasi Kompas sebagai bank data berita, pemanfaatan Dewan Pembaca Jawa Pos sebagai masukan terhadap kebijakan redaksional, dan sistem penugasan contingency plan untuk memburu narasumber yang bervariasi untuk berita investigatif; (3) studi tentang strategi industri media cetak bertahan di masa krisis dan recovery ekonomi, seperti penggunaan strategi bertahan (defence strategies) dan strategi menyerang (attack strategies) untuk memenangkan persaingan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode Zalaluddin Kapege
"Penelitian ini membahas tentang kemerdekaan pers pasca reformasi bebas dan bertanggung jawab dengan menggunakan metode analisis normatif baik dengan pendekatan perundang-undangan dan perbadingan hukum. Bebas dimaksud yaitu pers bebas melakukan aktifitas jurnalistiknya sesuai dengan kaidah UU Pers, UU Penyiaran dan kode etik jurnalistik. Tanggung jawab yaitu kewenangan pemerintah mengawasi kemerdekaan pers salah satunya hak atas privasi. Lahirnya UU ITE salah satu kebijakan untuk melindungi hak atas privasi. Namun kehadirannya justru menghambat kebebasan pers dalam menyampaikan informasi khususnya terhadap aktifitas pejabat publik dan informasi publik yang menyimpang dan melanggar hukum. Dalam pasal 26 ayat (3) penghapusan informasi tidak relevan di pengadilan, pasal 27 ayat (3) sanksi pidana terhadap setiap orang dengan sengaja mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diakses informasi memuat tentang pencemaran nama baik, dan pasal 40 ayat (2b) kewenangan pemerintah dan penyelenggara sistem elektronik melakukan pencabutan akses informasi dan/atau dokumen elektronik memuat unsur melanggar hukum. Ketiga pasal tersebut memuat tentang pencemaran nama baik. Akibatnya pers yang mempunyai kewenangan menyiarkan informasi yang berkaitan dengan pencemaran nama baik dengan mengacu pada pasal 5 ayat (3) dan pasal 2 dan 9 kode etik jurnalistik akan sangat rentan terkena UU ITE. Walau demikian pers juga harus mempunyai batasan yang tidak diskriminatif dalam menyampaikan informasi pribadi agar informasi tersebut tidak disampaikan secara sensasional dan hanya mengharapkan keuntungan. Olehnya itu penulis memberikan saran memperjelas kedudukan UU Pers sebagai lex spesialis dan memperkuat kewenangan Dewan Pers melakukan pencabutan informasi melanggar hak atas privasi yang bersifat sensasional dan hanya mencari keuntungan.

This research discusses the freedom of the press after free and responsible reform using normative analysis methods with both a statutory and comparative legal approach. Free means that the press is free to carry out its journalistic activities in accordance with the rules of the Press Law, the Broadcasting Law and the journalistic code of ethics. Responsibility, namely the government's authority to oversee press freedom, one of which is the right to privacy. The enactment of the ITE Law is a policy to protect the right to privacy. However, its presence actually hinders press freedom in conveying information, especially on the activities of public officials and public information that deviate and violate the law. In article 26 paragraph (3) the elimination of irrelevant information in court, article 27 paragraph (3) criminal sanctions against everyone deliberately distributing, transmitting and making accessible information containing defamation, and article 40 paragraph (2b) government authority and the electronic system operator shall revoke access to information and / or electronic documents containing elements of violating the law. The three articles contain defamation. As a result, the press which has the authority to broadcast information related to defamation with reference to article 5 paragraph (3) and articles 2 and 9 of the journalistic code of ethics will be very vulnerable to being exposed to the ITE Law. However, the press must also have non-discriminatory limits in conveying personal information so that the information is not conveyed sensationally and only hopes for profit. Therefore, the authors provide suggestions to clarify the position of the Press Law as a lex specialist and strengthen the authority of the Press Council to revoke information that violates the right to privacy which is sensational in nature and only seeks profit"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>