Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andini Soraya P.
"Workplace Well-being penting dimiliki karyawan karena akan mempengaruhi kinerja mereka. Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi workplace well-being. Proses tersebut terjadi melalui peranan mediasi dari sejumlah variabel, yang salah satunya ialah self-ejficacy (Sivanathan, Amold, Tumer, & Barling, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan selfejficacy sebagai mediator antara hubungan kepemimpinan transformasional dengan workplace well-being. Desain penelitian ini merupakan desain kuantitatif noneksperimen dengan tipe ex pos t facto field study. Teknik pengambilan sampel yaitu accidental sampling dengan menggunakan kusioner sebagai alat pengumpul data. Responden penelitian adalah karyawan administratif dari Rumpun Ilmu AC Universitas Negeri X yang berjumlah 167 orang dengan variasi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan divisi. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat hubungan yang positif signifikan pada peranan self-ejficacy sebagai mediator antara hubungan kepemimpinan transformasional dengan workplace well-being. Artinya, semakin tinggi penilaian karyawan terhadap kepemimpinan transformasional yang ditampilkan oleh atasan, semakin tinggi pula self-efficacy karyawan sehingga tingkat workplace well-being karyawan juga menjadi semakin tinggi.

Workplace well-being is an important aspect for employees because it is influential to their performance at work. Transformational leadership was identified as one of many factors that influence the workplace well-being. In addition, workplace well-being's process occurs with consideration of four variable in which self-efficacy is one of them (Sivanathan, Amold, Tumer, & Barling, 2004). The objective of this research is to study the existance of self-efficacy as mediator in correlation between transformational leadership and workplace well-being. The design of this research is non-experimental quantitative with ex post facto type. The sampling technique used is incidental sampling with questionnaires used in collecting data. The study consists of 167 employees at a Branch of Science AC in University of X. The total of respondents is 167 people with variation in age, gender education, and division. The result shows that there is a positive and significant correlation between transformational leadership and workplace well-being with self-efficacy as mediator. This means, with better transformational leadership, there will be better self-efficacy so that the workplace well-being will be better too."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S3628
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ayu Dwi Nindyati
"Penelitian ini dilakukan untuk mengatahui apakah sex role identity (SRI) dan self: efficacy berperan sebagai mediator pada korelasi antara tiga kebutuhan menurut McClelland dengan kinerja. Dasar pemikiran untuk menguji apakah variabel tertentu dapat berfungsi sebagai mediator adalah penjelasan dari Baron dan Kenny. Bila ada beberapa IV yang dapat memperlihatkan adanya korelasi dengan DV. Antar IV tersebut terbukti berkorelasi, maka dengan analisis regresi dapat diuji apakah salah satu dan IV tersebut dapat berfungsi sebagai variabel mediator, yaitu variabel yang menjembatani korelasi IV dengan DV.
Sejumlah penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa tiga kebutuhan menurut McCiellaand (n Achievement, n Affiliation dan n Power) dengan kinerja. Demikian juga ada beberapa hasil penelitian yang mendasari dugaan bahwa SRI dan sal-efficacy dengan kinerja juga terjadi korelasi. Selain itu, ada beberapa penelitian yang mendasari dugaan korelasi antara tiga kebutuhan menurut McClellaand dengan SRI dan set-efficacy. berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut peneliti menentukan hipotesis penelitian: SRI dan self efaacy berperan sebagai mediator pada korelasi tiga kebutuhan menurut McClelland dengan kinerja.
Penelitian ini dilakukan di PT.SAI, dengan subjek penelitian beauty advisor, salah satu jabatan yang ada di bagian promosi. Subjek penelitian berjumlah 214, berasal dari cabang Jakarta 1, Jakarta 2 dan Jakarta 3, jenis kelamin perempuan semua. Alasan dipilihnya . beauty advisor sebagai subjek penelitian adalah adanya karakteristik tugas yang cukup otonom, sehingga relatif sesuai dengan konsep yang akan diteliti. Selain itu juga karena adanya alasan yang bersifat teknis yaitu mudahnya akses untuk pengambilan data penelitian. Alat ukur yang digunakan berupa angket untuk tiga kebutuhan McClelland digunakan self-report yang dikembangkan oleh Murray, untuk SRI digunakan PAQ (Personal Attribute Questionnaire) dikembangkan Spence dan Helmrich, sedangkan untuk self-efficacy digunakan angket yang dikembangkan oleh Hay dan Pond. Untuk mengukur kinerja digunakan BARS yang disusun berdasarkan perilaku yang menunjang tercapainya kinerja yang bagus dan diperlihatkan oleh beauty advisor. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi baik regresi sederhana maupun mutiple regresi, dengan mengikuti alur pengujian mediator yang diberikan oleh Baron dan Kenny.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan SR: tidak terbukti berperan sebagai mediator pada korelasi antara tiga kebutuhan menurut McClelland dengan kinerja. Hal ini berarti kinerja yang diperlihatkan oleh para beauty advisor lebih disebabkan adanya tiga kebutuhan menurut McClelland, dan SRI (femininitas dan maskulinitas) kurang dapat berperan pada terciptanya kinerja beauty advisor. Self-efficacy terbukti berperan sebagai mediator pada korelasi antara tiga kebutuhan menurut McClelland dengan kinerja. Hal ini dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan kinerja beauty advisor semakin bagus adalah self-efficacy dan bukan tiga kebutuhan menurut McClelland.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk melakukan kajian yang melibatkan SRI, khususnya dengan alat ukur yang lebih bagus. Selain itu juga sebaiknya dilakukan pengkajian yang melibatkan adanya pemilihan pekerjaan dan minat kerja untuk mengkaji peran SRI terhadap kinerja. Terbuktinya self-efficacy sebagai mediator pada korelasi tiga kebutuhan menurut McClelland dengan kinerja, sebaiknya dijadikan dasar pertimbangan untuk pembuatan pelatihan yang lebih menitik beratkan pada bagaimana menumbuhkan self-efficacy pada individu. Proses elisitasi dalam pembuatan BARS, sebaiknya dilakukan dengan individu yang mewakili semua cabang perusahaan, agar dimensi yang ditemukan dalam penilaian relatif merata.
Referensi 85 buah, terdiri dari buku dan jurnal (1938 - 2002)"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T11495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kiranti
"Konflik orangtua yang terjadi dipersepsikan oleh anak sebagai sesuatu yang mengancam bagi dirinya dan juga orangtuanya. Pengalaman dengan konflik orangtua dapat membentuk skema relasional yang maladaptif yang menyebabkan individu secara tidak proporsional lebih peka pada diskusi dan argumen yang negatif dan agresif, lebih mungkin mengharapkan permusuhan dan eskalasi konflik selama bertengkar dengan pasangan romantis, melakukan atribusi negatif terhadap tingkah laku pasangan, dan adanya distorsi kognitif yang membenarkan penggunaan tingkah laku agresif (Nelson, 2004). Kemudian, persepsi anak terhadap konflik orangtua juga mempengaruhi keyakinan dan ekspektasinya terkait dengan hubungan di masa depan, sehingga menurunkan self-efficacy in romantic relationship individu. Self-efficacy in romantic relationship ditemukan berhubungan dengan aspek – aspek yang termasuk ke dalam romantic competence (Fincham & Bradbury, 1987; Riggio et al., 2011, 2013; Weiser & Weigel, 2016). Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediasi self-efficacy in romantic relationship dalam hubungan antara persepsi anak terhadap konflik orangtua dengan romantic competence. Partisipan pada penelitian ini merupakan 162 laki-laki dan 262 perempuan dewasa awal yang sedang menjalani hubungan romantis dan tinggal bersama dengan kedua orangtua. Hasil analisis statistika regresi menunjukkan bahwa self-efficacy in romantic relationship memediasi secara parsial hubungan antara persepsi anak terhadap konflik orangtua dengan romantic competence dewasa awal (F(2,421) = 114,98, p = <0,01, LLCI= -0,228, ULCI= -0,117 R2 = 0,3533). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh persepsi anak terhadap konflik orangtua pada romantic competence dapat melalui self-efficacy in romantic relationship terlebih dahulu, namun kedua variabel dapat juga berhubungan secara langsung.

The interparental conflict was perceived by children as a threat for them and also parents. Experiences with interparental conflict have been found to shape a maladaptive relational scheme that leads people to be more disproportionately attended to negative and aggressive discussion or argument, more likely to expect hostility and escalation of conflict during a quarrel with a romantic partner, negative attribution toward partner’s behaviours, and cognitive distortion that justify the use of aggressive behaviour (Nelson, 2004). Also, children’s perception of interparental conflict impacts their belief and expectation about their own relationship in the future, so that reduce their self-efficacy in romantic relationship. Self-efficacy in romantic relationship has been proved related to the aspects included in romantic competence (e.g. Fincham & Bradbury, 1987; Riggio et al., 2011, 2013; Weiser & Weigel, 2016). Therefore, this research aims to see the mediating role of self-efficacy in romantic relationship within the association between children’s perception of interparental conflict and romantic competence. Participant of this study consist of 162 men and 262 women who are currently in a romantic relationship and living together with both parents. The result of this study indicates that self-efficacy in romantic relationship mediates partially the relationship between children’s perception of interparental conflict and romantic competence of emerging adulthood (F(2,421) = 114,98, p = <0,01, LLCI= -0,228, ULCI= -0,117. R2 = 0,3533). This result shows that children’s perception of interparental conflict can either affect romantic competence through self-efficacy in romantic relationship or directly."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Anim
"Perkembangan teknologi dan internet yang pesat sering dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan akademik. Mahasiswa dengan tingkat efikasi diri yang tinggi maupun rendah dapat melakukan kecurangan akademik karena adanya peran moral disengagement. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara efikasi diri akademik dan kecurangan akademik dengan internet serta peran moral disengagement sebagai mediator pada mahasiswa di Indonesia. Alat ukur yang digunakan adalah Internet-Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS), The Academic Self-Efficacy Scale (TASES), dan Moral Disengagement Scale. Sebanyak 139 data partisipan dianalisis menggunakan Pearson Correlation dan PROCESS Model 4 versi 4.2 oleh Hayes. Hasil penelitian menemukan hubungan negatif yang signifikan namun lemah antara efikasi diri akademik dan kecurangan akademik dengan internet (r (139) = -0.287, p <.001, two tailed), namun tidak menemukan peran moral disengagement sebagai mediator (indirect effect = -.069, SE = .066, Boot 95% CI [-.226, .041]). Artinya, semakin tinggi efikasi diri akademik mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungannya dalam melakukan kecurangan akademik menggunakan internet. Dengan demikian, penting bagi institusi akademik untuk melakukan upaya agar bisa mengurangi kecenderungan mahasiswa dalam melakukan kecurangan akademik dengan internet, seperti sosialisasi dan regulasi penggunaan internet, menambah aktivitas yang dapat meningkatkan efikasi diri akademik mahasiswa, dan lainnya.

The rapid advancement of technology and internet is often exploited for academic dishonesty. Academic dishonesty was done by students regardless of their academic self-efficacy level so moral disengagement might play a significant role. This study aims to investigate the relationship between academic self-efficacy and academic dishonesty using technology, and the role of moral disengagement as a mediator among university students in Indonesia. The instruments used in this study are Internet-Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS), The Academic Self-Efficacy Scale (TASES), and Moral Disengagement Scale. Total number of participants were 139 and analyzed using Pearson Correlation and Hayes’s PROCESS Model 4 version 4.2. Results found a weak but significant negative correlation between academic self-efficacy and academic dishonesty using internet (r (139) = -0.287, p <.001, two tailed), but did not find the role of moral disengagement as a mediator (indirect effect = -.069, SE = .066, Boot 95% CI [-.226, .041 This means that the higher student's academic self-efficacy is, the lower their tendency to engage in academic dishonesty using internet. Therefore, it is crucial for academic institutions to reduce the tendency of students committing academic dishonesty, such as through the dissemination and regulation of technology usage, increasing activities that can enhance students' academic self-efficacy, and other similar initiatives."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rosida Nurullah
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah occupational self-efficacy memediasi hubungan antara dukungan sosial dan career indecision. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan menggunakan metode korelasional dengan menggunakan sampel individu pada usia 25−44 tahun dan sedang bekerja selama minimal enam bulan N= 167). Ketiga variabel diukur menggunakan Career Decision Scale (CDS), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), dan Occupational Self-Efficacy(OCCSEFF). Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa terdapat direct effect (= .09, .05) yang tidak signifikan dan indirect effect (r= -.52, p.05) yang signifikan, dan mengindikasikan bahwa occupational self-efficacy memediasi secara penuh hubungan antara dukungan sosial dan career indecision. Dengan kata lain, dukungan sosial harus melewati occupational self-efficacy terlebih dahulu untuk memengaruhi career indecision. 

ABSTRACT
The purpose of this study is to determine whether occupational self-efficacy mediates the relationship between social support and career indecision. This research is a quantitative study and uses a correlational method using a sample of individuals at the age range of 25−44 years and were working for at least six months (N = 167). The three variables are measured by The Career Decision Scale (CDS), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), and Occupational Self-Efficacy (OCCSEFF). The result of mediation analysis has shown the direct effect (r= .09, p> .05) that is not significant and a significant indirect effect (r= -.52, p< .05), which indicated that occupational self-efficacy fully mediates the relationship between social support and career indecision. In other words, social support must pass through occupational self-efficacy first to influence career indecision."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellina Yovita
"Masalah externalizing problem behavior (EPB) umum dialami anak di tahap early childhood. Pada tahap ini anak mengandalkan orang tua untuk membantu mengarahkan perilaku mereka. Namun, tidak semua orang tua mampu menangani EPB yang ditampilkan anaknya. Penelitian menunjukkan bahwa aspek kognitif pengasuhan, berupa parenting self-efficacy (PSE) memiliki kontribusi yang cukup konsisten terhadap EPB anak. Faktor internal anak berupa executive function juga ditemukan secara konsisten dapat memprediksi EPB anak. Berbagai hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa PSE berkaitan dengan EF. Walaupun demikian, dinamika antar ketiganya belum pernah diteliti. Dalam penelitian ini akan diperiksa bagaimana kaitan antara PSE dengan EF anak. Secara lebih mendalam, penelitian ini juga memeriksa peranan EF anak sebagai mediator antara hubungan PSE dengan EPB anak. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 243 orang tua yang memiliki anak berusia 3 tahun 0 bulan sampai 8 tahun 0 bulan tanpa masalah perkembangan, neurologis, maupun psikologis. Berdasarkan hasil analisis mediasi melalui PROCESS Hayes, ditemukan bahwa PSE mampu memprediksi EF anak dan kaitan antara PSE dengan EPB anak sepenuhnya dimediasi oleh EF anak. Temuan ini menunjukkan bahwa dalam menangani EPB anak, perlu mempertimbangkan PSE orang tua dan kemampuan EF anak

Externalizing problem behavior (EPB) is common in early childhood. During this phase, children will rely on parents to help them guiding their behavior, but not every parent are able to handle EPB of their children. Studies found that cognitive aspects of parenting, such as parenting self-efficacy (PSE), have a consistent contribution towards children’s EPB. Internal factor from children, which is executive function (EF) was also found consistently predicting children’s EPB. Results from several studies also indicated that PSE is related to EF. However, the dynamic between them have not been examined. In this study, the relationship between children’s PSE and EF will be examined. This study will also examine the role of children’s EF as a mediator between children’s PSE and EPB further. Participants were 243 parents who have 3 years old 0 months until 8 years old 0 months children without any developmental, neurological, or any psychological problem. Based on PROCESS Hayes mediation analysis, it was found that PSE is able to predict children’s EF, and relationship between PSE and children’s EPB is fully mediated by children’s EF. This result shows that in order to handle children’s EPB, parents’ PSE and children’s EF have to be considered"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ai Nurhasanah
"Stres akademik merupakan permasalahan yang sering dialami mahasiswa, tak terkecuali mahasiswa yang tinggal di Pondok Pesantren. Kondisi ini merupakan tekanan akibat dari proses belajar yang dapat memberi pengaruh pada aspek fisik maupun psikologis. Penelitian terdahulu mengungkapkan sejumlah variabel yang dapat mengurangi stres akademik, diantaranya adalah variabel efikasi diri akademik dan pola pikir positif. Husnudzan sebagai pola pikir positif dalam islam, dipandang memiliki pengaruh pada berbagai aspek psikologis seperti kesehatan mental, resiliensi, penerimaan diri dan kecemasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menyebarkan adaptasi skala stres akademik (SSI), skala husnudzan dan skala efikasi diri akademik (TASES). Uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan pada ketiga skala tersebut, dengan nilai 0.922 dan 0.959 untuk skala stress akademik, 0.876 dan 0.796 untuk skala husnudzan serta 0.905 dan 0.951 untuk skala efikasi diri akademik. Analisis data dilakukan dengan melakukan uji korelasi dan uji mediasi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 80 mahasiswa Universitas Islam Negeri Bandung. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan pada variabel husnudzan dan efikasi diri (r = 0.480 dengan p < 0.01). Sedangkan pada variabel lainnya tidak terdapat korelasi yang signifikan, dengan nilai r = -0.147 (p = 0.193) untuk efikasi diri akademik dan stres akademik, serta r = -0.169 (p = 0.135) untuk husnudzan dan stres akademik. Berdasarkan uji mediasi, hasil penelitian menunjukkan efikasi diri akademik tidak berperan sebagai mediator dalam hubungan husnudzan dan stres akademik dimana nilai yang diperoleh pada indirect effect adalah -0.0944, yang memiliki rentang antara BootLLCI (-0.3656) dan BootULCI (0.1986) melewati nilai 0.

Academic stress is a problem experienced mostly by students including those who live in Islamic boarding schools. This condition happens because of the learning process presssure which can affects them physically and psychologically. Many previous studies examined a number of variables that can reduce academic stress, including the variables of academic self-efficacy and positive mindset. Husnudzan, a positive mindset in Islam, is considered to have an influence on various psychological aspects such as mental health, resilience, self-acceptance and anxiety. The method used in this study is a quantitative method by distributing the adaptation of the academic stress scale (SSI), the husnudzan scale and the academic self-efficacy scale (TASES). The validity and reliability scores are 0.922 and 0.959 for academic stress scale, 0.876 and 0.796 for husnudzan scale, also 0.905 and 0.951 for academic self-efficacy scale. Data analysis was carried out by conducting correlation and mediation analyses. A total of 80 undergraduate students from State Islamic University of Sunan Gunung Djati Bandung (UIN Bandung) participated in the study. The results demonstrated that husnudzan significantly correlated with academic self-efficacy (r = 0.480 and p<0.01). In contrast, there was no significant correlation not only on academic self-efficacy and stress academic r = -0.147 (p = 0.193) but also on husnudzan and stress academic r = -0.169 (p = 0.135). The mediation test results showed that academic self-efficacy could not mediate the relationship between husnudzan and academic stress with indirect effect score -0.0944 (BootLLCI = -0.3656 and BootULCI = 0.1986)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqillah Ridha Parahita
"Bias atensi emosional merupakan suatu proses kognitif tidak disadari yang memengaruhi kelancaran pemrosesan informasi. Individu dengan bias atensi emosional positif cenderung memiliki efikasi diri tinggi. Pada remaja, efikasi diri tinggi dapat membantu mereka melewati berbagai situasi sulit. Penelitian ini berupaya mencari tahu hubungan antara efikasi diri dan bias atensi emosional pada remaja dengan menduga adanya peran mediasi dari afek positif. Hal ini dikarenakan tingkah laku dan pikiran remaja sangat dipengaruhi oleh afek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji afek positif sebagai mediator dalam hubungan antara efikasi diri dan bias atensi emosional terhadap kata terkait kebahagiaan dan ancaman pada remaja. Sebanyak 87 partisipan remaja yang merupakan siswa SMA/SMK sederajat (M= 16,5) berpartisipasi di dalam penelitian ini. Efikasi diri diukur menggunakan General Self-Efficacy Scale dan afek positif diukur menggunakan dimensi afek positif dari Positive Affect and Negative Affect Scale. Sementara itu, bias atensi emosional diukur menggunakan emotional Stroop task. Hasil analisis menggunakan mediation Jamovi menunjukkan bahwa hubungan antara efikasi diri dan bias atensi emosional terhadap kata terkait kebahagiaan maupun ancaman dimediasi penuh oleh afek positif. Penelitian ini berhasil menjelaskan peran proses kognitif yang bersifat otomatis dan tidak disadari di dalam hubungan antara efikasi diri dan bias atensi emosional pada remaja.

Emotional attention bias is an unconscious cognitive process that affects the processing of information. Individuals with positive emotional attention bias tend to have high self-efficacy (Karademas et al., 2007). In adolescents, high self-efficacy helps them to get through difficult situations. This study seeks to find out the relationship between self-efficacy and emotional attention bias in adolescents by assuming there is a mediating role of positive affect. This is because the behavior and thoughts of adolescents are strongly influenced by affect. The purpose of this study was to examine positive affect as a mediator in the relationship between self-efficacy and emotional attention bias towards happiness and threats related words in adolescents. A total of 87 adolescent participants who were also high school students (M= 16.5) participated in this study. Self-efficacy was measured using the General Self-Efficacy Scale and positive affect was measured using the positive affect dimensions of the Positive Affect and Negative Affect Scale. Meanwhile, emotional attention bias was measured using the emotional Stroop task. The results using Jamovi's mediation showed that the relationship between self-efficacy and emotional attention bias towards happiness and threats related words was fully mediated by positive affect. This study succeeded in explaining the role of automatic and unconscious cognitive processes in the relationship between self-efficacy and emotional attention bias in adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fitrianti
2001
S2785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>