Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Endang Sriningsih
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S2532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Kuswidhiastri
"Regulasi emosi kognitif merupakan keterampilan individu untuk mengelola pikiran dan reaksi emosional dalam menghadapi situasi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan kemampuan menggunakan strategi regulasi emosi kognitif berdasarkan jenis kelekatan dengan orang tua pada remaja akhir. Penelitian dilakukan secara cross-sectional pada 674 orang remaja akhir berusia 18-22 tahun (n perempuan = 75.2%) yang terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kelekatan aman (46.2%), kelekatan tidak aman-menghindar (48.2%), dan kelekatan tidak aman- ambivalen (5.8%). Penelitian menggunakan analisis One-Way MANOVA untuk mengamati perbedaan kemampuan menggunakan strategi kognitif dalam masing-masing kelompok jenis kelekatan. Penelitian menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ketiga jenis kelekatan dalam menggunakan strategi regulasi emosi kognitif (F (18, 1328) = 11.29, p < 0.01; Pillai’s V = .265, η2 = .133). Strategi kognitif yang lebih adaptif lebih mampu digunakan oleh remaja dengan kelekatan aman, sementara remaja dengan kelekatan tidak aman lebih sering menggunakan strategi kognitif yang kurang adaptif. Perbedaan penggunaan strategi kognitif juga ditemukan pada kedua jenis kelekatan tidak aman.

Cognitive emotion regulation is the ability to manage thoughts and emotional reactions when faced with bad situations. This research aims to prove the differences between in the cognitive emotion regulation strategies of late adolescents based on their parental attachment types. Cross-sectional study was conducted on a total sample of 674 late adolescents between 18-22 years (n female = 75.2%) which are divided into three groups based on parental attachment types. A set of One-Way MANOVA was used to assess the differences in the ability to use cognitive emotion regulation strategies between groups. Results showed that there are significant differences in the three types of attachment in using cognitive emotion regulation strategies (F (18, 1328) = 11.29, p < 0.01; Pillai’s V = .265, η2 = .133). Adolescents with secure attachment are more likely to use adaptive cognitive strategies, while those with insecure attachments are more likely to use less adaptive strategies. Differences in cognitive strategy use were also found in the insecureavoidant and insecure-ambivalent attachment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Edy Subandono
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresidder, Andrew
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005
155.4 TRE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Laili Irawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S3518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Ingranurindani
"Sebagai seseorang yang mengemban berbagai peran, ibu bekerja dihadapkan dengan berbagai tekanan yang dapat menimbulkan emosi-emosi negatif. Emosi-emosi yang negatif dapat berakibat buruk bagi kesejahteraan fisik maupun psikologis, jika tidak diregulasi dengan baik. Ibu bekerja yang dapat meregulasi dengan baik emosiemosi negatifnya akan lebih menikmati peran-perannya. Hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang memampukan individu untuk tetap sejahtera secara fisik dan psikologis dalam situasi penuh tekanan, dan salah satu alasannya adalah karena individu yang hardy lebih mampu meregulasi dengan baik emosi-emosi negatif yang dialaminya, dibandingkan dengan individu yang kurang hardy.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sembilan strategi regulasi emosi secara kognitif dengan hardiness pada ibu bekerja. Sampel dalam penelitian ini adalah 72 ibu bekerja usia dewasa muda yang bekerja di DKI Jakarta. Hasil penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara hardiness dengan strategi positive reappraisal (r = .246, los = .05), dan hubungan yang signifikan dan negatif antara hardiness dengan strategi catastrophizing (r = -.252, los = .05), pada ibu bekerja. idak ditemukan korelasi yang signifikan antara hardiness dengan ketujuh strategi regulasi emosi secara kognitif lainnya (self blame, acceptance, rumination, positive refocusing, refocus on planning, putting into perspective, blaming others).

Working mothers were faced with various stress conditions because of their multiple roles. These stressful conditions can evoke negative emotions which need to be regulated, so that it won't negatively impact their psychological and physiological well-being. Those who can effectively regulate their negative emotions will have a bigger chance to enjoy their multiple roles. Hardiness is a personality variable that makes a person to stay physiologically and psychologically healthy in stressful conditions. One of the reasons is because hardy people regulate their negative emotions more effectively than non-hardy people.
The purpose of this research is to see if there?s any significant correlation between nine cognitive emotion regulation strategies with hardiness among working mothers. The sample in this study was 72 young adults working mothers in Jakarta. The Spearman correlation showed that there?s a significant and positive correlation between positive reappraisal and hardiness (r = .246, los = .05), and also a significant and negative correlation between catastrophizing and hardiness (r = -.252, los = .05), among working mothers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Eva
"Belajar adalah aktivitas yang kompleks, bukan hanya mengaktifkan kognitif dan motorik saja, namun juga melibatkan emosi individu. Kebanyakan individu akan lebih mcrnikirkan sesuatu jika merasakannya. Ernosi dapat berpemn sebagai pemberi semangat, cncrgi, dan mengarahkan perilaku pada individu (Eyler dan Giles, dalam Hunt, 2006).. Oleh karenanya, menjadi penting, bagi siswa tuna netra yang belajar dalam program inklusi untuk mampu mengembangkan kemampuan regulasi emosi karena ia akan berhadapan dengan situasi belajar yang heterogen.
Berdasarkan hasil pemcriksaan psikologi diketahui bahwa A tidak mempunyai masalah dengan kecerdasan, namun ia mempunyai masalah dalam kemampuan mengelolaan emosi. Untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP dengan program inklusi, A perlu mengingkatkan diri dalam mengelola cmosi. Mengingat, A akan menghadapi beragam karakter individu pada saat bersekolah di SLTP dengan program inklusi. Peningkatan kemampuan mengelola emosi terutama dibutuhkan A untuk mengembangjcan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain.
Program intervensi didasarkan pada pendekatan modiiikasi perilaku dengan pendckatan kognitif dan pendekatan perilaku. Pendekatan kognitif menggunakan strategi antecedent focused, sedangkan pendekatan perilalcu menggunakan strategi response focused dengan relaksasi pemapasan dalam. Disamping itu, peneliti, mengintegrasikan dua strategi tersebut dengan pengembangan kesadaran diri melalui in-depth interview.
Tujuan intervensi adalah menunmkan perilaku agresif A ketika sedang marah, seperti, menendang lemari, menendang pintu, menyobek buku, tidak hadir di sekolah tanpa alasan yang jelas, dan menarik diri. Program intervensi ini diadakan dalam 14 kali pertemuan dan disusun dalam sebuah rancangan program intezvensi yang terdid atas tiga bagian yaitu : 1) Data Dasar; 2) Program Intervensi; 3) Evaluasi Program.
Hasil intervensi secara umum memmjukkan bahwa program intervensi efektif untuk meningkatkan regulasi emosi A. Teknik modiiikasi situasi lebih sering digunakan A dibanding teknik yang lain dan relaksasi pemapasan dalam memberikan dampak positifterhadap emosi A.

Learning is a complex activity which not only involves cognition and motor abilities, but also one’s emotion. Most individuals will tend to think about something if they can feel it. Emotion can have a role in giving spirit, energy and guidance to one’s behavior (Evler & Giles, in Hunt, 2006). Thus, it is important for blind children who leam in an inclusion program to be able to develop the ability to regulate emotion because she will face a diverse learning situasion.
Based on the psychological assesment, it is known that A d0esn"t have any intelectual barriers, though she does have difheulties in regulation his emotions. To continue his studies in the secondary level with a inclusive program, A needs to improve her emotion regulating abilities. Reason being is, because A will face a lot of different individual characters while in that education level. Improvement in emotion self-regulation is especially needed to develop A’s social interaction abilities.
The intervention program is based on the modification behavior technique with a cognitive and behavior approach. The cognitive approach uses the antecedent focused strategy, whilst the behavior approach uses the response focused strategy with the deep breathing relaxation technique. Moreover, the two strategies are integrated with the development of self consciousness by using depth interview.
The purpose of the intervention is to decrease aggressive behavior of A, for example kicking closets, kicking doors, tearing books, skipping school and withdrawing himself from his society. The intervention program is conducted 14 times and is based on an intervention program which consists of three parts: 1) Data based; 2) Intervention program; 3) Evaluation program.
The results of the intervention show that in general intervention program is elfective to enhance A’s emotion regulation. Situation modiiication technique is used more otien by A compared to the other techniques and deep breathing relaxation in giving a positive influence towards A’s emotion.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34093
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Putu Sri Mahayani
"ABSTRAK
Masa remaja merupakan suatu masa yang penting dalam periode
perkembangan manusia. Pada masa ini, remaja mengalami suatu periode peralihan
{transition) dari masa kanak-kanak, yang ditandai dengan adanya kebutuhan
untuk bergantung pada orang lain {dependent), menuju masa kedewasaan yang
ditandai dengan adanya keinginan untuk bebas dari campur tangan orang lain
{independent).
Periode peralihan ini juga ditandai dengan adanya perubahan-perubahan
baik secara fisik, kognitif, maupun psikologis. Perubahan psikologis yang paling
menonjol ditandai dengan perubahan emosi, baik emosi positif maupun emosi
negatif, ketika menghadapi berbagai persoalan baik yang datangnya dari
lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, maupun lingkungan sekolah.
Pada masa ini peran keluarga sangat penting, karena keluarga memiliki
pengaruh terhadap pengalaman emosi remaja. Kesadaran emosi pada masa remaja
membantu remaja untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sehat
secara fisik dan psikologis. Keluarga harus bisa menyediakan lingkungan yang
postif, yang baik bagi kesehatan mental remaja. Untuk itu keluarga harus bisa
menciptakan keseimbangan dalam komunikasi, kohesivitas atau kedekatan dan
fleksibilitas dalam keluarga.
Dari fenomena diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui, apakah remaja
yang keluarganya memiliki keseimbangan yang bagus dalam hal komunikasi,
kohesivitas, dan fleksibilitas, memiliki pengalaman emosi positif. Sebaliknya,
apakah remaja yang keluarganya tidak memiliki keseimbangan dalam tiga hal
tersebut, memiliki pengalaman emosi negatif. Kemudian bagaimana perbandingan
kesiapan aksi antara pengalaman emosi positif dan negatif, yang ditimbulkan oleh
peristiwa-peristiwa dalam keluarga.
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti memilih murid SMU kelas 1
sebagai subjek penelitian. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling (bertujuan). Penelitian ini menggunakan
empat buah alat pen^uran, yaitu Family Assessment dari Herbert Lingren untuk
melihat gambaran sistem keluarga subjek. Alat kedua digunakan untuk
memancing perasaan subjek berkaitan dengan hubungan dalam keluarganya. Pada
alat ketiga, subjek diminta untuk menceritkan peristiwa keluarga, baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Terakhir adalah kuesioner
emosi untuk memperoleh gambaran tentang pengalaman emosi yang berkaitan
dengan peristiwa keluarga dan kesiapan aksi.
Basil yang didapat dari alat pertama adalah keadaan keluarga subjek
sebagian besar dapat digolongkan sebagai keluarga yang memiliki komunikasi,
kohesivitas dan fleksibilitas yang cukup baik, namun masih diperlukan usahausaha
lebih lanjut untuk bisa mempertahankan kebersamaan dalam keluarga.
Dari hasil perhitimgan korelasi, didapat bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara sistem keluarga (komunikasi, kohesivitas dan fleksibilitas)
dengan pengalaman emosi baik yang positif maupun yang negatif. Tidak adanya
hubungan antar keduanya kemungkinan disebabkan karena subjek memiliki
kecenderungan untuk menampilkan apa yang seharusnya dimiliki oleh sebuah
keluarga dan bukan berdasarkan apa yang sebenamya dimiliki oleh keluarga
subjek. Selain itu kesulitan dalam memahami istilah-istilah emosi juga dapat
mempersulit penelitian emosi.
Dengan menggunakan perhitungan t-test, terlihat adanya perbedaan
kesiapan aksi pengalaman emosi positif dan emosi negatif, yang dimunculkan
oleh peristiwa dalam keluarga dalam hal: keinginan untuk menghindar, keinginan
untuk menghapus atau menghilangkan peristiwa, keinginan untuk melakukan atau
mengatakan sesuatu yang menyakitkan, keinginan untuk merusak sesuatu,
keinginan untuk menangis, perasaan santai atau tenang, perasaan tak berdaya,
keinginan untuk melawan, keinginan untuk dapat meluruskan masalah, keinginan
untuk menghilang, keinginan melarutkan diri dalam kesedihan.
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengalaman emosi,
tetapi tentu saja dengan menggunakan alat yang lebih sederhana dan tidak ambigu
agar dapat lebih mudah dipahamai dan dimengerti oleh subjek. Kemudian hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk memberdayakan para
remaja, orang tua dengan anak remaja, dan juga dapat memberikan sumbangan
bagi ilmu psikologi, terutama untuk memperbanyak konseling untuk remaja."
2001
S2857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Setiono
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kemampuan regulasi emosi terhadap masalah mental emosional pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dan cross-sectional. Partisipan (N = 255) merupakan mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2019 yang berusia 17-21 (M = 18,29, SD = 0,743) dan sebagian besar perempaun (n = 147). Kemampuan regulasi emosi mahasiswa diukur menggunakan alat ukur DERS, sementara masalah mental emosional mahasiswa diukur menggunakan alat ukur SRQ-20. Hasil analisis menggunakan logistic regression menunjukkan bahwa kemampuan regulasi emosi secara signifikan memengaruhi masalah mental emosional mahasiswa berdasarkan kriteria Wald test, χ2 (1, N = 255) = 51,435, OR = 1,098, p < 0,001. Penurunan kemampuan regulasi emosi meningkatkan kemungkinan mengalami masalah mental emosional sebanyak 1,1 kali lebih besar. Sementara itu, jenis kelamin sebagai variabel kontrol juga secara signifikan memengaruhi masalah mental emosional mahasiswa, χ2 (1, N = 255) = 4,665, OR = 1,922, p < 0,05. Perempuan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami masalah mental emosional sebanyak 2 kali lebih besar dari laki-laki.

This study aims to look at the effect of emotion regulation ability on mental-emotional problems in first-year students at University Indonesia. Non-experimental and crosssectional research design were used. Participants (N = 255) were Universitas Indonesia students from class 2019 aged between 17-21 (M = 18.29, SD = 0.743) and mostly women (n = 147). The emotional regulation ability was measured using the Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS), while the students' mental-emotional problems were measured using the SRQ-20. Results of the logistic regression showed that emotion regulation ability significantly influenced students' mental-emotional problems based on the Wald test criterion, χ2 (1, N = 255) = 51.435, OR = 1.098, p <0.001. Decreased emotional regulation ability increases the likelihood of experiencing mentalemotional problems by as much as 1.1 times greater. Moreover, gender as a control variable also significantly influenced students' mental-emotional problems, χ2 (1, N = 255) = 4.665, OR = 1.922, p <0.05. Women had a higher risk of experiencing mentalemotional problems than men."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Ardelia
"Dengan adanya kemajuan teknologi dan kemudahan berbelanja secara daring (online shop), kita sering menghadapi berbagai pilihan atau yang biasa disebut dengan intertemporal choice. Pilihan yang bernilai lebih kecil dan diperoleh lebih cepat disebut dengan smaller-sooner (SS) sedangkan pilihan yang bernilai lebih besar dan diperoleh lebih lama disebut dengan larger-later (LL). Salah satu faktor yang dapat memengaruhi intertemporal choice adalah emosi.
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk membuktikan apakah mahasiswa dengan tingkat arousal emosi negatif yang tinggi akan memilih SS dalam intertemporal choice secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa dengan tingkat arousal emosi negatif yang rendah. Sebanyak 82 mahasiswa Universitas Indonesia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Desain penelitian ini adalah randomized between-subject two groups design dengan membandingkan kelompok emosi marah (n = 35) dan sedih (n = 47). Tingkat arousal emosi dimanipulasi melalui autobiographical recall. Hasil analisis chi-square for independence menunjukkan bahwa mahasiswa kelompok marah tidak memilih SS secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok sedih (χ2(1) = 2,377, p = 0,119, d = -0,170).

With the advances of technology and the convenience of online shopping, we often face a variety of choices or what is commonly referred to as intertemporal choices. Choices that are valued smaller and can be directly obtained are called smaller-sooner (SS), while those that are valued larger and can be obtained later are called larger-later (LL). One factor that can influence intertemporal choice is emotion.
This experimental study aimed to prove whether college students with high levels of negative emotion’s arousal would significantly choose SS in intertemporal choices higher than students with low levels of negative emotion’s arousal. A total of 82 University of Indonesia students participated in this study.
The design of this study was randomized between subject two groups design which compared angry (n = 35) and sad group (n = 47). Arousal emotions are manipulated through autobiographical recall. Chi-square for independence analysis showed that the college students in angry group did not choose the SS significantly higher than the sad group (χ2 (1) = 2.337, p = 0.119, d = -0.170).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>