Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100805 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajrianthi
"Selama ini sudah cukup sering kita mendengar keluhan masyarakat mengenai kurang baiknya mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima sebagai pasien. Keluhan ini muncul sebagai reaksi atas kerugian yang mereka alami saat berobat. Misalnya kesalahan dalam mendiagnosa penyakit sampai pada masalah alat kedokteran canggih yang penggunaannya dirasa mengeksploitasi keuangan pasien Menurut dr. Marius Widjayarta (staf ahli bidang kesehatan bidang kesehatan YLKI) pasien paling banyak dirugikan karena dokter kurang memberiksn informasi mengenai keadaan penyakit dan cara pengobatannya kepada pasien.
Hal di atas sebenarnya tidak perlu terjadi mengingat bahwa sejak tahun 1989 telah dikeluarkan Peratuan Menteri Kesehatan no. 585 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau "Informed Consent". Dengan diberlakukannya "Informed Consent", pasien mendapat hak untuk memberikan persetujuannya terhadap tindakan medik yang akan dilakukan, setelah sebelumnya mendapat informasi yang adekwat mengenai tindakan tersebut oleh dokter. Selain memberi perlindungan hukum pada pasien, dengan memberlakukan "Informed Consent", seorang dokter juga tidak akan dapat dituntut ke depan hukum atas tindakan medik yang dilakukannya. Hal ini disebabkan karena tintersebut dilakukan atas sepengetahuan dan seijin pasiennya.
Walaupun "Informed Consent" telah memiliki landasan hukum, namun masalah pember1akuannya tidak terlepas dari "kontrol" masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Qleh karena itulah maka pasienpun sebenarnya perlu memiliki pengetahuan tenting "Intg^ed Cgnsent" tersebut. Hal ini panting agar pasien mengetahui haknya dalam suatu palayanan kesehatan dan dapat menuntut haknya taraebut Jika dpktar tidak mambarlakukan "Intprpad Consent dalam pelayanan mediknya.
Bagaimana seorang bertingkah laku dalam 1ingkungannya, tidak lepas dari bagaimana mereka mempersepsikan 1ingkungannya Holander (i9ai) menyatakan bahwa persepsi mengarahkan tingkah laku seseorang di dalam 1ingkungannya. bungan dokter dan pasien, menurut Terrance McConnell (1982) dapat digolongkan sebagai model hubungan "Paternalistic", "Contractual" dan "Engineering". Penggolongan tersebut didasarkan atas pihak mana diantara dokter dan pasien yang lebih dominan dalam memutuskan tindakan medik apa yang akan dilakukan. Selanjutnya, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada hu bungan antara tingkat pengetahuan pasien "Informed Consenf'dengan persepsi terhadap hubungan dokter - pasien.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pihak yang berwenang dalam bidang pelayanan untuk meningkatkan mutu pe1ayanannya. Subyek dalam penelitian ini adalah pasien berusia dewasa dan berakai sehat. Pada mereka akan diberikan sebuah kuesiner yang mengukur tingkat pengetahuan mereka tentang "Informed Consent" dan sebuah kuesioner tentang hubungan dokter - pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan "accidental sampling". Untuk mengolah data tentang tingkat pengetahuan mengenai "Informed Consent" digunakan teknik "percentile", sedangkan untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang "informed Consent" dengan persepsi terhadap hubungan dokter - pasien, digunakan teknik perhitungan chi-square. Dari hasil pengolahan data ternyata terbukti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien tentang "Informed Consent" dengan persepsi terhadap hubungan dokter - pasien."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S2543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlista Puspaningrum
"Masyarakat di Indonesia masih banyak yang be etahui hak-hak yang dimilikinya di dalam pelayanan kesehatan, Di sisi lain, masih ada anggapan bahwa dokter tidak mempunyai suatu kesalahan. Akibatnya perlindungan konsumen di bidang jasa pelayanan kesehatan selama ini Bering terabaikan. Perlindungan hukum kesehatan terhadap pasien memang diperlukan untuk menjamin agar tidak terjadi pelanggaran dari tenaga kesehatan.
PermasaIahan dalam tesis ini dibagi menjadi tiga pokok permasalahan, pertama mengenai bentuk hukum dari hubungan antara dokter dengan pasien adalah dalam bentuk transaksi terapeutik dan informed consent. Transaksi terapeutik merupakan perjanjian (kontrak) yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, Sedangkan informed consent merupakan kesepakatan atau persetujuan. Kedua, mengenai implementasi UU No. 8 tahun 1999 dalam hubungan antara dokter dengan pasien. UU No. 8 tahun 1999 meskipun pada dasarnya tidak bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran, tetapi bukan berarti UU No. 8 tahun 1999 dapat iangsung diterapkan pada jasa pelayanan kesehatan. Apabila UU No. 8 tahun 1999 diimplementasikan dalam hubungan antara dokter dengan pasien, berarti pasien dapat diposisikan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa hubungan pasien dengan dokter adalah hubungan dimana seolah-olah dokter menjual jasanya dengan jaminan sembuh. Selain itu, bila pasien atau keluarganya telah menandatangani informed consent bukan berarti pasien atau keluarganya mendapatkan suatu jaminan "pasti sembuh". Berbeda dengan pelaku usaha yang memberikan jaminan barang dan/atau jasa yang diberikan "pasti baik" dan terjamin mutunya kepada konsumen. Ketiga, mengenai pelaksanaan perlindungan hak-hak pasien dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Praktek kedokteran betapapun berhati-hatinya dilaksanakan, selalu berhadapan dengan kemungkinan terjadinya resiko, yang salah satu diantaranya adalah kesalahanikelalaian dokter dalam menjalankan profesinya. Pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum kedokteran dalam hal dokter melakukan kesalahanikelalaian dengan dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 55 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992. Untuk mencegah terjadinya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya, bagi pasien adalah dengan menjadi pasien yang bijak yaitu dengan mengambil peran aktif dalam setiap keputusan mengenai pemeliharaan kesehatan. Untuk mengatasi buruknya komunikasi antara dokter dengan pasien, adalah rumah sakit sejak dini menginformasikan hak-hak pasiennya.
Saran yang dituangkan dalam tesis ini adalah bahwa pemerintah diharapkan mengatur transaksi terapeutik dalam suatu undang-undang agar dapat menyeragamkan isi dari transaksi terapeutik. Dengan adanya UU Praktek Kedokteran diharapkan memberikan panduan hukum bagi pare dokter agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab alas profesinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Ahyani
"Persepsi pasien terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual dikaitkan dengan tingkat kecemasan pada pasien di ruang rawat inap. Penelitian dengan desain cross sectional memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan spiritual yang diberikan perawat dan tingkat kecemasan menurut persepsi pasien di ruang rawat inap rumah sakit. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2023, dengan menggunakan tiga jenis kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti dan dilakukan uji validitas serta reliabilitas. Kuesioner terdiri dari karakteristik pasien atau data demografi, kuesioner Spiritual Care Rating Scale (SCRS) untuk menilai persepsi pasien terhadap dukungan spiritual yang diberikan oleh perawat, dan kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk mengukur tingkat keparahan gejala kecemasan yang dirasakan oleh pasien. Hasil dari penelitian ini menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi pasien terhadap asuhan keperawatan spiritual dan tingkat kecemasan pada pasien di ruang rawat inap. Penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis chi-square menghasilkan p value 0,001 dan r 0,737. Perlu diteliti lebih lanjut terkait faktor yang mempengaruhi pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual dan yang mempengaruhi kecemasan pasien di ruang rawat inap.

The patient's perception of the implementation of spiritual nursing care is associated with the level of anxiety in patients in the inpatient room. This research with a cross-sectional design aims to determine the relationship between the spiritual support provided by nurses and the level of anxiety according to the perceptions of patients in hospital inpatient rooms. This research was conducted in 2023, using three types of questionnaires modified by researchers and tested for validity and reliability. The questionnaire consisted of patient characteristics or demographic data, the Spiritual Care Rating Scale (SCRS) questionnaire to assess the patient's perception of spiritual support provided by nurses, and the Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) questionnaire to measure the severity of anxiety symptoms felt by patients. The results of this study stated that there was a significant relationship between patient perceptions of spiritual nursing care and the level of anxiety in patients in the inpatient room. The research was analyzed using chi-square analysis resulting in a p value of 0.001 and r 0.737. Further research is needed regarding the factors that influence the implementation of spiritual nursing care and those that affect patient anxiety in the inpatient room."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Citro
"Spiritualitas dan asuhan spiritual sering diabaikan dalam perawat dalam situasi gawat darurat. Asuhan spiritual diakui merupakan salah satu komponen penting dalam keperawatan holistik. Asuhan spiritual yang diberikan kepada pasien menunjukkan dampak peningkatan hasil kesehatan, kualitas hidup, kepuasan pasien, dan koping. Terdapat pengakuan bahwa asuhan spiritual merupakan syarat praktik keperawatan yang berkualitas, namun jarang dimasukkan ke dalam perawatan pasien dan perawat merasa tidak nyaman dan tidak siap untuk menyediakannya. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi hubungan antara persepsi tentang asuhan spiritual dengan pelaksanaan asuhan spiritual. Jumlah responden penelitian ini sebanyak 110 orang perawat IGD dengan desain penelitian cross sectional, yang didapat dengan metode convinience sampling. Hasil penelitian menggunakan uji Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi tentang asuhan spiritual dengan pelaksanaan asuhan spiritual dengan P value 0,001 (< 0,05) dengan Pearson correlation (r) sebesar 0,342. Secara umum, mayoritas responden memiliki persepsi yang baik tentang asuhan spiritual namun pelaksanaan asuhan spiritual masih rendah.

Spirituality and spiritual care are often ignored by nurses in emergency situations. Spiritual care is recognized as an important component in holistic nursing. Spiritual care provided to patients shows the impact of increasing health outcomes, quality of life, patient satisfaction, and coping. There is an acknowledgment that spiritual care is a prerequisite for quality nursing practice, but it is rarely included in patient care and nurses feel uncomfortable and are not ready to provide it. The purpose of the study was to identify the relationship between perceptions about spiritual care with the spiritual care practice. The number of respondents in this study were 110 emergency room nurses with a cross sectional study design, which was obtained by convenience sampling. The results of the study using the Pearson test showed that there was a relationship between perceptions about spiritual care with spiritual care practice with P value of 0.001 (<0.05) with a Pearson correlation (r) 0.342. In general, the majority of respondents have a good perception of spiritual care but the spiritual care practice is still low."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Mutiara Asri
"Latar Belakang Pelayanan berorientasi pasien dianggap memiliki lebih banyak manfaat yang ditandai dengan hasil kesehatan yang lebih baik, kepuasan pasien yang lebih besar, serta pengurangan biaya kesehatan. Walaupun memiliki manfaat yang sangat besar dengan berbagai alasan, pendekatan ini belum banyak diterapkan pada negara berkembang salah satunya di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukannya evaluasi pada fasilitas kesehatan di Indonesia untuk melihat apakah pelayanan berorientasi pasien telah diterapkan atau belum, salah satunya dengan melihat dari persepsi pasien. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengeksplorasi karakteristik pendekatan pelayanan berorientasi pasien pada sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, terkhusus pada fasilitas kesehatan Universitas Indonesia. Metode Studi ini akan menggunakan data sekunder hasil kuesioner dengan desain penelitian cross-sectional pada pasien di Rumah Sakit dan Klinik Wahana Pendidikan Universitas Indonesia yang berkunjung periode Januari - Februari 2023 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusinya. Lalu akan dilakukan uji chi square dan fisher (jika tidak memenuhi syarat) untuk melihat hubungan antara faktor pelayanan kesehatan dengan persepsi pasien mengenai pelayanan berorientasi pasien. Hasil Penelitian ini melibatkan 240 responden dengan pasien yang melakukan kunjungan ke Klinik Makara, merupakan kunjungan pertama, kunjungan pertama, pelayanan ke dokter umum, serta mengunjungi poli umum secara signifikan lebih merasa bahwa mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pelayanan berorientasi pasien atau merasa lebih terbantu dan mendapatkan pelayanan yang baik dari dokter. Kesimpulan Terdapat hubungan bermakna antara faktor pelayanan kesehatan terhadap persepsi pasien tentang pelayanan berorientasi pasien di rumah sakit dan klinik wahana pendidikan Universitas Indonesia.

Introduction Patient-oriented services are considered to have more benefits, characterized by better health outcomes, greater patient satisfaction, and reduced health costs. Even though it has enormous benefits for various reasons, this approach has not been widely applied in developing countries, one of which is Indonesia. Therefore, it is necessary to evaluate health facilities in Indonesia to see whether patient-oriented services have been implemented or not, one of which is by looking at patient perceptions. Therefore, this research will explore the characteristics of a patient-oriented service approach in the health service system in Indonesia, especially at the X University health facilities. Method This study will use secondary data from questionnaires with a cross-sectional research design on patients at the Wahana Pendidikan Hospital and Clinic, University of X who visited the period January - February 2023 in accordance with the inclusion and exclusion criteria. Then chi square and Fisher tests will be carried out (if they do not meet the requirements) to see the relationship between health service factors and patient perceptions regarding patient-oriented services. Results This research involved 240 respondents with patients who visited the clinic, namely the first visit, first visit, service to a general practitioner, and visited a general polyclinic who were significantly more likely to feel that they received services that were in line with patient-oriented services or felt more helped and received better services. good from the doctor. Conclusion There is a significant relationship between health service factors and patient perceptions of patient-oriented services at hospitals and educational clinics at University X."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Setiawan
"ABSTRAK
Keberhasilan Pemerintah dalam pembangunan, khususnya pembangunan kesehatan tidak diragukan lagi, hal ini terlihat dari semakin meratanya pelayanan kesehatan, dimana pada setiap kecamatan minimal ada 1 Puskesmas.
Namun disamping itu ada hal yang menarik dalam pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan tradisional sampai saat ini masih diakui keberadaannya oleh masyarakat. Hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan data tentang masih adanya masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional, baik itu dilakukan sendiri dengan ramuan-ramuan ataupun dengan pertolongan pengobat tradisional.
Kebijaksanaan Pemerintah tentang pengobatan tradisional telah digariskan dengan jelas dalam GBHN 1993, yaitu pengobatan tradisional yang secara medis dapat dipertanggung jawabkan perlu terus dibina untuk perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan. Disamping itu dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) juga dinyatakan bahwa terhadap pengobatan tradisional yang terbukti berhasil guna dan berdaya guna terus dilakukan pembinaan dan bimbingan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana hubungan tingkat Sosial-Ekonomi masyarakat dengan pemanfaatan pengobatan tradisional di Kabupaten Subang, Pandeglang dan Kotmadya Bandung, Jawa Barat. Penelitian dilakukan ditempat-tempat ini oleh karena data-data menunjukkan bahwa masyarakatnya cukup banyak yang memanfaatkan pengobatan tradisional.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, dan data diambil secara "Kros seksional" dengan kepala keluarga sebagai responden. Jumlah sampel 301 yang dipilih secara random dari 10 desa di 5 Kecamatan. Hipotesis yang diajukan adalah : Tingkat Sosial-Ekonomi yang meliputi pendidikan, penghasilan dan jenis pekerjaan mempunyai hubungan negatip dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, hubungan ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak dari rumah ke tempat pelayanan kesehatan modern, umur, ketersediaan biaya kesehatan dan derajat sakit.
Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, dari hasil uji Chi-square didapatkan nilai p = 0.0481 untuk variabel pendidikan, p = 0.0036 untuk variabel penghasilan dan p = 0.0029 (nilai a = 0.05); hasil analisa logistik regresi juga menunjukkan bahwa hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional semakin lemah dengan semain dekatnya sarana pelayanan pengobatan modern dan semakin ringannya penyakit.

ABSTRACT
There have been so many development in health, resulted in the availability of health services, where in every sub district there is at least one "Public Health Center". However, according to a household surveys on health (SKRT) in 1988 and 1992, some people still use the traditional treatment to overcome their health problems.
In this research, we want to know the relationship between economic and social status (education, income, job) and the use of traditional treatment. Furthermore, we also want to see how the distance of modern health services, age, degree of illness and cash availability affect the use of traditional treatment.
This research was done in two districts of Subang and Pandeglang, and in one municipality of Bandung in West Java. It was a descriptive and analytical research using "cross sectional " data where the respondent was the head of the household. We take 301 respondents randomly from, .10 villages in 5 sub district.
The hypothesis in this research is that social-economic factor, they are income, education and job have negative relationship with the use of traditional treatment. And the sub hypothesis is that the negative relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less, the degree of illness becomes higher, more money is available an the age becomes younger.
Statistic analysis we use to prove this hypothesis was Chi-Square, we selected influential variables in traditional treatment by looking at "p" value. If "p" value is less than 0.05 the independent variables is significant. From the Chi-Square we get p value of education = 0.0481, p value of income = 0.0036 and p value of job = 0.0029. The regression logistic analysis we get different OR value before and after interaction with distances of modern health services and degree of illness, from that different value are proved that the distances of modern health services and degree of illness are influence the relationship between social-economic degree and the using of traditional treatment.
From the result of analysis, hypothesis and sub hypothesis are proved, that the social-economic degree has a negative relationship with the using of traditional treatment and this relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less and the degree of illness becomes higher.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainoel Arifin
"ABSTRAK
Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi ( 420 per 100.000 kelahiran hidup) biia dibandingkan dengan negara - negara Asean. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, infeksi dan pre eklampsi/eklamsi, yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeliharaan dan pengawasan antenatal secara dini dan teratur oleh tenaga kesehatan.
Cakupan pelayanan antenatal lengkap ( K4 ) menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT) tahun 1992 baru 38,2 %, sedangkan di Kabupaten Serang selama 5 tahun terakhir tidak pemah mencapai target 70 %. Sehingga perlu diperoleh informasi hubungan faktor provider terutama manajemen ANC dengan cakupan K4, meskipun masih ada faktor lain yang berhubungan dengan cakupan K4 seperti faktor dari klien dan lingkungan. Disain penelitian ini adalah "cross-sectional", dengan sampel 40 Puskesmas yang ada di Kabupaten Serang periode tahun 1996 f 1997. Untuk mengetahui hubungan manajemen ANC dengan cakupan K4 dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik "chi-square", dengan p = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara rencana kerja tahunan Puskesmas ( POA Puskesmas ), aktifitas peran lintas sektoral dan keberadaan Pemantauan Wilayah Setempat ( PWS ) Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA) dengan cakupan K4, masing - masing dengan nilai p = 0.00039, p = 0,00444 dan p = 0,03843.
Memperhatikan hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyarankan agar setiap Puskesmas di Kabupaten Serang dapat membuat rencana kerja upaya meningkatkan cakupan K4, melalui upaya - upaya khusus yang lebih baik dan terarah dengan bantuan asistensi dari Dinas Kesehatan. Agar Kepala Puskesmas dapat mengambil peran lebih aktif untuk meningkatkan aktifitas peran lintas sektoral. Juga setiap Puskesmas diharuskan membuat PWS KIA dan menyampaikan hasil analisisnya kepada lintas sektoral terkait. Disamping itu juga agar setiap tenaga pelaksana ANC, mampu memberikan penyuluhan dan melaksanakan pelayanan antenatal dengan baik serta membina Posyandu sebagai tempat pelayanan antenatal terdepan.
Daftar kepustakaan : 26 ( 1977 -1997 )

ABSTRACT
Correlation between the Management of Ante-Natal Care ( ANC ) with Complete Ante Natal Care ( K4 ) Coverage in District of Serang 1996/1997According to the Indonesia National and Health Survey ( INHS, 1994 ) the maternal mortality rate in Indonesia is still high ( 390 per 100.000 live birth ) as compared to the other ASEAN countries. Major causes of maternal deaths are hemorrhage, infection and pre eclampsia/ eclampsia. These causes are proved could be prevented by early and routine antenatal care.
The National coverage of k4 according to the Indonesia Household health Survey in 1992 was 38,2 %, while in Serang District the planned target of k4 which was 70 %, has never been achieved through these last 5 years. The low achievement of K4 could be caused by 3 major factors : the provider, the client and the environment. This study is only focusing on one factor which is the provider, since it relates closely to the management of ANC. The design of this research is cross-sectional, using total Sub-district Health Centre (40 ) which is located in Serang District, during the period of 1996/1997. Analysis used was chi-square statistic test, with p = 0,05. Significant correlation were proved between the low K4 coverage with a) Sub-district Health Centre plan of action ( POA) ; b) The role of other sectors ; c) and with the Mother and Child Health ( MCH) local area monitoring ( LAM ).
Therefore it is suggested/recommended that every Sub-district health centre in the District of Serang should conduct POA on ANC to increase the K4 coverage with close guidance and supervision by the District Health Office. The head of Sub-district Health Centre should be able to take a more active role to stimulate and encourage the participation of inter-sectors. Every Sub-district Health Centre should develop use the MCH-LAM, analyzed the data and send result to inter-sectors. Furthermore, every ANC provider should be able to conduct health education, provide better ante-natal care maximum use of the integrated health post (Posyandu) as a place of primary ante-natal care.
References 26( 1977-1997)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Rosemary
"ABSTRAK
Angka kejadian BBLR di Indonesia saat ini masih tinggi berkisar antara 7,9% - 16%, padahal pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan ingin menurunkan kejadian BBLR ini sampai 7% pada akhir Pelita VI. Banyak faktor yang menyebabkan kejadian BBLR yang tergantung pada kesehatan ibu selama hamil. Untuk menurunkan kejadian BBLR telah ditempatkan petugas dan fasilitas pelayanan kesehatan sampai ke daerah terpencil untuk ikut menjaga kesehatan ibu dan bayi selama masa kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan.
Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara layanan antenatal dengan kejadian BBLR di kabupaten Bogor serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, karena angka kejadian BBLR di kabupaten Bogor masih cukup tinggi.
Rancangan penelitian adalah kasus kontrol tanpa matching dengan jumlah sampel seluruhnya 396 orang yang terdiri 198 kasus dan 198 kontrol, dengan hipotesis, layanan antenatal yang buruk berhubungan dengan kejadian BBLR.
Data diolah dengan analisa statistik univariat, bivariat, dan analisa muftivariat dengan menggunakan regresi logistik unconditional. Perangkat lunak yang dipakai ialah program Epi Info versi 6, Stata versi 3, 4 dan versi 5.
Penelitian menunjukkan bahwa kejadian BBLR pada ibu-ibu yang mendapat layanan antenatal buruk 6,23 (3,55 - 10,94) kali lebih besar dibandingkan bila ibu mendapat layanan antenatal baik (p<0,001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian layanan antenatal maupun kejadian BBLR iafah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, paritas dan kelainan kehamilan. Selain itu juga terjadi interaksi antara kualitas layanan antenatal dengan pekerjaan ibu sehari-hari, yang menyebabkan kejadian BBLR pada ibu yang mendapatkan layanan antenatal dan melakukan aktivitas fisik berkisar antara 2,28 sampai dengan 11,53 kali lebih tinggi setelah dikontrol dengan pendidikan ibu, pekerjaan ibu, kelainan kehamilan, dan paritas.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian BBLR ialah tinggi badan ibu, kebiasaan merokok pada ibu dan jenis kelamin bayi, tetapi bukan merupakan confounding terhadap layanan antenatal.
Program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil perlu lebih digalakkan lagi karena belum semua ibu hamil di desa mau memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan. Frekuensi pemeriksaan perlu ditunjang dengan kelengkapan pemeriksaan yang sudah dikenal dengan 5T, penyuluhan dan konseling tentang pentingnya nutrisi ibu, istirahat cukup selama masa kehamilan agar ibu dan bayi mencapai kesehatan yang optimal.

ABSTRACT
Relationship Between Antenatal Care and Low Birth Weight in Bogor District, West Java Province, 1997The incidence of Low Birth Weight (LBW) in Indonesia is still high which is between 7,9 - 16%, nevertheless the Ministry of Health has a target which is to decrease the incidence to 7% by the end of Pelita VI. Several risk factors of LBW depend on the health status of the pregnant women. The government places health facilities and health personnel even to the most remote areas, to ensure that pregnant women and babies, are in healthy condition through out pregnancy, labor and post labor period.
This research is to investigate the relationship between antenatal care and LBW in Bogor district and their corresponding factors, as an explanation of the high LBW incidence in Bogor district.
Design of the study is case-control without matching. Respondents were 396 people which consist of 198 cases and 198 control. The hypothesis of this study is poor antenatal care causes high incidence of LBW.
Statistical analysis used in this study was univariate, bivariate and multivariate using unconditional logistic regression.
Results of this study shows that the incidence of LBW among mothers who received poor antenatal care was 6.23 times higher than those who received good antenatal care (p<0.001). Corresponding factors to antenatal care and LBW were mother's education, mother's job, parity and abnormal pregnancy. There was an interaction between antenatal care quality and mother daily activities, the incidence of LBW among mothers who received good/poor antenatal and had activities more/less than 5 hours/day was 2.28 times until 11.53 times higher after controlled by mother's education, mother's job, parity and abnormal pregnancy.
Other factors that correspond with LBW was mothers height, smoking and sex of the baby.
Health care programs for pregnant women need to be intensified because not all pregnant women goes to the health personnel for antenatal care. The frequency of examination has to be supervised by quality examination which are known as 5T, health education and counseling on nutrition during pregnancy to achieve optimally healthy mothers and babies."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerry Heryati
"Dalam menghadapi berbagai krisis yang terjadi di Indonesia, Rumah Sakit menghadapi tantangan untuk bersaing dengan Rumah Sakit lain untuk dapat terus mampu bertahan. Pelayanan Kesehatan di rumah dari PK Sint Carolus dibentuk untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi pada tahun 1980-an, dimana pada waktu itu mulai banyak Rumah Sakit baru dibuka. Pada waktu itu diharapkan PKR dapat menjadi suatu produk strategis dari PKSC. PKR dari PKSC sudah mulai dirintis sejak tahun 1956. Saat ini, sekitar tahun 40 tahun kemudian sejak para biarawati memulai pelayanan kesehatan di rumah, kernbali Pelayanan Kesehatan di Rumah diharapkan dapat menjadi produk strategis untuk mengatasi berbagai krisis.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Falsafah, Visi dan Misi PK Sint Carolus dengan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC. dengan tujuan didapatkannya kesamaan persepsi Pengurus Perhimpunan, Direksi dan pelaksana dalam kaitannya dengan pengembangan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari wawancana dengan 12 orang informan, tiga diantaranya informan utama yaitu Ketua I Pengurus Perhimpunan Sint Carolus, Direktur Umum dan Kepala Pelayanan Kesehatan di Rumah.
Dari penelitian ini tidak didapatkan perbedaan dalam persepsi terhadap hubungan Falsafah, Visi dan Misi Pelayanan Kesehatan Sint Carolus dengan PKR dari PK Sint Carolus. Tantangan terbesar untuk pengembangan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC adalah adanya suatu kepastian tentang pelayanan yang diberikan dimasa yang akan datang. Sebagai suatu produk strategis Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC harus lebih komprehensif. Saat ini pelayanan yang diberikan terutama pelayanan keperawatan. Pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif sangat mungkin dilaksanakan oleh PKR dari PK Sint Carolus mengingat PK Sint Carolus sebagai induk PKR sudah mempunyai berbagai macam produk pelayanan kesehatan yang saat ini belum dimanfaatkan seluruhnya oleh PKR dari PKSC.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dari tingkat Direksi dapat lebih memberdayakan Pelayanan Kesehatan Di Rumah dari PKSC yang ada saat ini agar harapan Pengurus Perhimpunan bahwa PKR dapat menjadi produk strategis dari Pelayanan Kesehatan Sint Carolus dapat terwujud."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deswani
"Angka Kematian Ibu di Indonesia saat ini adalah 373 per 100.000, per kelahiran hidup. Beberapa penelitian teiah membulctikan adanya hubungan yang kompleks antara faktor sosio-demograf. faktor individual, yang mempengaruhi kedekatan pelayanan antenatal akan letapi hanya sedikit informasi tentang faktor yang berhubungan dengan kedatangan pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal darn penelitian yang telah dilakukan khususnya untuk daerah perkotaan., Faktor yang diperkirakan berhubungan dengan kedatangan pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal baik daerah perkotaan mapun pedesaan adalah: perilaku berisiko, dukungan sosial, dukungan profesional, penerimaan terhadap kehamilan adalah faktor-faktor yang telah dibuktikan berhubungan dengan keterlambatan kedatangan ibu pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal. Sampel penelitian ini adalah 109 ibu hamil di Kelurahan Cipinang Basal- Utara Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.
Semua responden adalah ibu hamil diatas usia 18 tahun yang memanfaatkan pelayanan antenatal di Puskesmas dan Bidan praktek. Penelitian dilaksanakan selama 14 hari yaitu dari tanggal 4 -18 Juli 2003. Keterpatan waktu datang pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal didapatkan adalah 71.9% sedangan terlambat datang pada kunjungan pertama adalah 22.9%. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara analisis bivariat dengan uji chi-square. Namun secara multivariat ditemukan ada 3 variabel independen yang ditemukan bermalata dengan kedatangan pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal dengan uji regresi logistik ganda yaitu : pendidikan ibu; pengahsialan keluarga dan dukungan sosial dengan p <0.05. Rekomendasi dari hasil penelitiaan ini adalah dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perencanaan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kelurahan CBU khususnya dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur umumnya melalui: meningkatkan kualitas pelayanan antenatal dengan kunjungan rumah yang aktif pengambangan pendidikan kesehatan dan pendidikan berkelanjutan pada petugas profesional: perawat maternitas dan Bidan
Bibliography: 53 (1986 - 2002)

Determinants Factors of First Visit among Pregnant Women into Prenatal Care Series a Part of Family Centered Maternity Nursing at Cipinang Besar Utara (CBU) Sub Centres, Jatinegara Sub District East Jakarta 2003Maternal mortality rate are still high in Indonesia, i.e. 373 per 100.000. live births Research studies have revealed a complex relationship of demographic, social, and personal factors that influence adequate prenatal care. However, relatively tittle information have been done to study factors related to first visit into prenatal care among pregnant women especially in urban area. Predictive factors to be tested were drawn fmrn recent studies in both rural and urban areas that cited are behaviour risk, psychological risk factor, low acceptance of the pregnancy. has been reported to have no effect on time of visit and to be associated with early visit to prenatal care series. Social support, professional support, socio-demographic, risk behaviours variables as well as acceptance were tested as determinants factors of late entry into prenatal care in sample of 1 09 women in the CBU sub enters, as a urban area in East Jakarta.
The respondents were all those who pregnant and over age 18 served by midwife practices and community health centre, during 14 days (4-18th July) 2003. On time visit into prenatal care during the first trimester occurred in 22,9% and late visit by accrued 71.9% overall of cases. No statistically significant independent varialles in bivariate analyses. However In multivariate logistic regression, family income, mother education, professional support, are were all significant predictors of first visit into prenatal care (p <0.005). This study reccommends that district Health office and subdistrict Health Centers derector more services in the attachment by using mobile ANC services. Furthermore, since mother educations, family income are significant factors, it is suggested that health services should be integrated into home economic activities. At last professionalism of maternity nurse and rnidwifes should always improved in relatives to give the ANC service quality.
Bibliography: 53 (1986 - 2002)"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
T 10872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>