Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196485 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Ishariadi
"ABSTRAK
Globalisasi terjadi di segala bidang, termasuk institusi perkawinan terkena
era globalisasi ini. Bentuk perkawinan non-tradisional semakin berkembang dalam
masyarakat. Hal yang menarik untuk diteliti dalam hal ini adalah bagaimana
persepsi golongan usia dewasa muda terhadap bentuk perkawinan yang mereka
inginkan.
Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang bersifat
eksploratif yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejaia
tertentu atau mendapatkan ide-ide baru mengenai gejala itu dengan maksud untuk
merumuskan masalahnya secara lebih terperinci atau untuk mengembangkan
hipotesa. (Koentjaraningrat, 1985). Penelitian ini berusaha untuk mengetahui
bagaimana persepsi golongan usia dewasa muda terhadap bentuk perkawinan yang
diinginkan.
Beberapa tokoh membagi bentuk perkawinan ke dalam beberapa kategori,
seperti Turner & Helms (1982) membagi bentuk perkawinan ke dalam 3 kategori, yaitu tradisional marriage, companionship marriage dan collegial marriage.
Sementara Unger & Crawford (1992) menggambarkan bentuk perkawinan yang
berkembang saat ini menjadi 3 kategori, yaitu tradisional marriage, modern
marriage dan egalitarian marriage. Dalam penelitian bentuk perkawinan
dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu bentuk perkawinan Tradisional dan bentuk
perkawinan Non-Tradisional.
Melalui perhitungan dan analisa terhadap data-data yang diperoleh dari
para subyek penelitian, diperoleh hasil bahwa bentuk perkawinan yang diinginkan
adalah bentuk perkawinan non-tradisional dengan tidak ada perbedaan antara
subyek pria dan subyek wanita. Pada penelitian ini dapat dilihat tugas-tugas khas
suami, istri dan tugas-tugas yang diasosiasikan kepada suami dan istri. Selain itu
dapat diketahui juga alasan-alasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi subyek
penelitian dalam pemilihan bentuk perkawinan yang diinginkan. Hasil-hasil
penelitian tersebut memberikan suatu kesimpulan bahwa persepsi golongan usia
dewasa muda terhadap bentuk perkawinan non-tradisional, yang menekankan pada
kesetaraan (equity) dalam perkawinan, memiliki pengecualian terutama pada
pekerjaan rumah tangga (domestik), bekerja karir atau bekerja non-karir,
pengasuhan anak dan status pria sebagai suami dalam rumah tangga.
Penelitian ini diakui oleh penulis masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
masukan-masukan dan saran-saran yang konstruktif sangat dibutuhkan bagi
penelitian ini dan tentunya juga bagi perkembangan ilmu psikologi pada umumnya."
1998
S2579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Yuniati
2004
S3486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zani Afrinita
"Kerja merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan dewasa muda. Seorang dewasa yang normal adalah orang yang mampu untuk mencintai dan bekerja (Freud dalam Craig, 1986). Yang dimaksud dengan kerja adalah pekerjaan dimana individu mendapatkan bayaran sebagai imbalan. Dalam bekerja, individu pada umumnya mempunyai tujuan-tujuan tertentu namun kadangkala tujuan ini tidak selalu dapat dipenuhi. Tidak terpenuhinya tujuan ini dapat menimbulkan stres bagi individu (Quick & Quick, 1983). Stres yang dialami individu dalam dunia kerja ini disebut sebagai stres kerja (Soewondo, 1991). Stres kerja dapat dibedakan menjadi stres yang bersumber dari pekerjaan dan kehidupan sehari-hari (Greenberg 8. Baron, 1993).
Salah satu hal yang dapat digunakan untuk mengatasi stres kerja adalah dukungan sosial (Quick & Quick, 1983). Lobel (1994) mengemukakan dukungan sosial ini dapat diberikan dalam 4 bentuk, yaitu dukungan emosional, instrumental, informasional dan penilaian. Adanya dukungan sosial dapat menurunkan stres pada individu karena dengan mempersepsi adanya orang lain yang dapat dan akan membantunya maka individu akan menilai bahwa ancaman yang tadinya berada di luar kemampuannya dapat diatasi sehingga individu tidak lagi memandang hal tersebut sebagai ancaman.
Di tempat kerja dukungan sosial ini dapat diperoleh individu dari sahabat. Yang dimaksud dengan sahabat di sini adalah sahabat ditempat kerja. Mengingat pentingya fungsi dukungan sosial dalam mengatasi stres dan salah satu sumber dukungan sosial di tempat kerja adalah sahabat, maka penalitian ini bertujuan untuk melihat persepsi dewasa muda mengenai fungsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja.
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data melalui skala yang mengukur persepsi dewasa muda mengenai fungsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja. Subyek penelitian adalah dewasa muda dengan pendidikan minimal SLTA dan bekerja purna waktu sekurang-kurangnya selama 6 bulan pada perusahaan swasta. Jumlah keseluruhan subyek adalah 119 orang yang terdiri dari 55 subyek pria dan 64 subyek wanita.
Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode statistik deskriptif menunjukkan bahwa dewasa muda mempersepsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja. Dukungan sosial ini dipersepsi diberikan dalam bentuk dukungan emosional, informasional dan penilaian dalam menghadapi stres kerja yang bersumber dari pekerjaan. Sedangkan pada stres kerja yang bersumber dari kehidupan sehari-hari, subyek mempersepsi sahabat memberikan dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional, informasional, penilaian dan instrumental.
Di samping itu uji perbedaan dengan menggunakan teknik t-test diperoleh hasil bahwa pada persahabatan lawan jenis subyek pria dan wanita tidak mempersepsi adanya perbedaan dukungan sosial yang diberikan oleh sahabatnya, namun pada persahabatan sesama jenis subyek wanita mempersepsi sahabatnya lebih tinggi memberikan dukungan emosional dibandingkan dengan persepsi subyek pria terhadap dukungan emosional yang diberikan oleh sahabatnya. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh pola persahabatan yang berbeda antara pria dan wanita dimana persahabatam wanita lebih menekankan pada aspek emosional. Namun pada pesahabatan lawan jenis, perbedaan ini tidak muncul karena baik subyek pria maupun subyek wanita mempersepsi adanya dukungan sosial yang sama diberikan oleh sahabat pria maupun wanita."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Suryani
"Usia madya merupakan masa transisi di mana wanita mengalami periode klimakterium, disertai berbagai perubahan lainnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi wanita usia dewasa menengah terhadap perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang umum dialami pada seat menopause. Penelitian ini melibatkan 53 responden di RW 05 Kelurahan Jatiranggon, Kecarnatan Jaiisampurna, Bekasi dengan teknik Shafffied random sampling. Kuesioner yang digunakan terdiri dari 19 pernyataan menggunakan skala Likert. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 57% wanita usia dewasa menengah yang memiliki persepsi positif terhadap perubahan fisik, 58% berpersepsi positif terhadap perubahan psikologis dan sebanyak 64% berpersepsi positif terhadap perubahan sosial. Penelitian ini merekomendasikan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wanita terhadap sindrom menopause.

Midlle-adulthood is a transition periode when a woman experiences of climacteric periode, and other changes. The purpose of this study was to describe the perceptions of mid-age women to the physical, psychological and social changes which experienced commonly in menopausal periode. 53 respondents of RW 05 Kelurahan Jatiranggon’s mid-age woman participated in this study, which taken with stratified random sampling. Questionneir consist of nineteen item in Liked-type scale. The result showed that about 57% mid-age woman perceived negatively to the physical changes, 58% perceived positively to the psychological changes, and 64% mid-age woman perceived positively to the social changes. This study recommended that it was needed to study more about the determinans of woman’s perception of menopausal syndrome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5774
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marsya Larasati
"Hingga saat ini stigma negatif dari masyarakat masih melekat pada kaum homoseksual. Faktor sosial ini bisa berdampak pada timbulnya depresi pada homoseksual. Di sisi lain, dukungan sosial dari orang-orang di lingkungannya dapat berperan dalam menurunkan resiko mengalami depresi bagi homoseksual. Untuk mengetahui apakah memang seorang homoseksual dengan tingkat gejala depresi yang rendah memiliki dukungan sosial yang tinggi, peneliti mengangkat permasalahan tersebut di dalam penelitian ini. Pengukuran persepsi terhadap dukungan sosial menggunakan alat ukur social provision scale (Cutrona & Russell, 1975) dan pengukuran depresi menggunakan alat ukur Beck depression inventory (Beck dkk., 1971). Partisipan penelitian berjumlah 125 homoseksual yang berusia 20 ? 40 tahun dan berdomisili di kota-kota di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi pada homoseksual (r = - 0.502; p < 0.01). Artinya, semakin tinggi persepsi terhadap dukungan sosial seseorang, maka semakin rendah gejala depresi yang dialaminya. Selain itu, didapatkan hasil perbedaan mean persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi yang signifikan yang dikaitkan dengan orientasi homoseksual dan status hubungan romantis. Dengan kata lain, kelompok partisipan lesbian dan partisipan yang berpacaran memiliki nilai mean persepsi terhadap dukungan sosial yang lebih tinggi secara signifikan, sedangkan partisipan gay dan partisipan yang tidak berpacaran memiliki nilai mean depresi yang lebih tinggi secara signifikan. Namun, tidak terdapat perbedaan mean persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi yang signifikan yang dikaitkan dengan keikutsertaan dalam komunitas LGBT. Untuk penelitian selanjutnya yang serupa disarankan menggunakan dimensi-dimensi persepsi terhadap dukungan sosial agar dapat diketahui secara spesifik dimensi mana yang paling dibutuhkan partisipan.

Nowadays, the negative community stigmas are still inherent to homosexuals. These social factors can have an impact on the incidence of depression in a homosexual. On the other hand, social support of people in their environment can play a role in lowering the risk of experiencing depression for homosexuals. To find out if indeed a homosexual with a low level of depression symptoms has high socials support, researchers raised these problems in this research. This Perceived social support measurement using gauge Social Provision Scale (Cutrona & Russell, 1975) and depression measurement using gauge Beck Depression Inventory (Beck et al., 1971). Research participants totaled 125 homosexuals aged 20-40 years and domiciled in cities in Java and outside Java.
The results of this research show there are significant negative relationship between perceived social support and depression in homosexuals (r =-0.502; p < 0.01). This means the higher of perceived social support, the lower the symptoms of depression of homosexuals. In addition, the obtained results mean difference of perception of social support and depression are significantly associated with homosexual orientation and romantic relationship status. In other words, the lesbian participants and participants who are dating have a mean value of the perception of social support was significantly higher, whereas participants who are not gay and dating participants had a mean depression is significantly higher. However, there are no mean differences in perceptions of social support and depression are significantly associated with participation in the LGBT community. For further research are advised to use the similar dimensions to perceptions of social support in order to be known specifically where the dimension is most needed participants.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Sulistyorini
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3228
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samperuru, Maria A.
"Dalam rangka menyadari dan memahami pentingnya keberadaan suatu keluarga sebagai pemberi pengaruh yang mendalam bagi kepribadian seseorang dan sebagai pendidik utama, perlu disadari bahwa kesatuan dan peranan dari kedua orang tua akan memberikan perasaan aman dan terlindung bagi anak. Perasaan aman dan terlindung ini sangai diperlukan anak dalam bertumbuh dan berkembang. Dengan demikian baik ayah maupun ibu sangat berperan dalam mewujudkan perasaan dan suasana aman bagi anak, atau dengan perkataan lain ayah dan ibu sama-sama mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan anak. Namun sejauh ini yang lebih banyak menjadi topik penelitian adalah keteriibatan dan peranan ibu bagi perkembangan anak. Keterlibatan dan peranan ayah sangat sedikit sekali disinggung walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa peranan ayah sangat penting. Karena itu peneliti tertarik untuk menelitinya khususnya mengenai konsep ayah yang diinginkan anak. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang konsep orang tua, khususnya dari sudut pandang anak.
Disamping melihat konsep ayah yang diinginkan anak, peneliti juga tertarik untuk meiihat apakah ada perbedaan konsep ayah yang diinginkan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, karena Fitzgeratd dalam teorinya mengatakan bahwa ayah mempunyai harapan dan perlakuan yang berbeda terhadap anak laki-laki dan anak perempuan mereka.
Penelitian ini dilakukan pada 81 subyek dengan menggunakan incidental sampling. Instrumen yang digunakan berupa hasil mengarang dan hasil menggambar anak usia 8-9 tahun tentang konsep ayah yang mereka inginkan. Kegiatan menggambar itu sendini hanya merupakan media untuk mempermudah anak dalam mengungkapkan pemikiran melalui mengarang.
Hasil utama penelitian ini memberikan ciri-ciri yang dikelompokkan berdasarkan aspek kepribadian dan aspek peran. Juga ditemukan bahwa tidak ada perbedaan konsep ayah yang dinginkan anak Iaki-laki dengan anak perempuan. Hasil yang tidak sesuai dengan tinjauan teoritis ini menurut peneliti disebabkan oleh adanya penerapan konsep androgini oleh ayah terhadap anak. Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk melihat perbedaan konsep ayah yang dinginkan dengan konsep ibu yang diinginkan anak. Penelitian ini juga dapat diterapkan pada sampel dengan usia lebih muda, dapat juga membah metodenya yaitu dengan menggunakan teknik Q-sort dengan memakai hasil gambar-gambar anak tentang ayah yang diinginkan. Selain itu, peneliti juga menyarankan melakukan penelitian yang melihat konsep-konsep anggoia keluarga lainnya, misalnya adik atau kakak, sehingga benar-benar diperoleh gambaran yang utuh tentang hubungan dalam keluarga."
1998
S2640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nimas Nurul Nawangwulan
"ABSTRAK
Kanker merupakan salah satu penyakit yang membahayakan karena dapat merenggut nyawa seseorang yang terkenanya. Tidak ada jawaban sederhana menyangkut apa yang sesungguhnya menyebabkan kanker. Zat-zat kimia beracun dalam radiasi, kemoterapi dan pengkonsumsian zat-zat karsinogenik penyebab kanker yang di temui dalam makanan (Sheridan dan Radmacker, 1992; Teo 2003). Faktor lain seperti lingkungan dan gaya hidup seseorang juga dapat menimbulkan kanker sekitar 90 % (Greenwald dan Sondik, 1986 dalam Sheridan dan Radmacker, 1992). Terlebih lagi, stress dapat menurunkan kekebalan tubuh kita sehingga memperbesar kemungkinan munculnya kanker (Teo, 2003). Pengobatan kanker yang terbaik adalah pengobatan yang di lakukan pada stadium dini yaitu ketika kanker belum menjalar luas di tubuh penderitanya. Oleh karena itu, pengambilan keputusan dengan kualitas baik menjadi sangat penting agar jenis pengobatan tersebut dapat di sesuaikan dengan kondisi penderita. Proses pengambilan keputusan pengobatan pada penderita kanker usia dewasa ini dianalisa berdasarkan teori Model of Emergency Decision Making (Janis dan Mann, 1979) yang di kaitkan dengan faktor-faktor lain yang berperan, seperti kontrol diri, otonomi diri, keterlibatan diri, kesempatan untuk terlibat, perolehan informasi, peranan dan pengaruh orang tua penderita kanker yang terankum dalam bagan kerangka berpikir (Bergsma, 2002; Haes dan Koedoot, 2003; Dodd dan Ahmed, 1987; Davidson, dkk., 1999; Kem, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai proses pengambilan keputusan pengobatan pada penderita kanker usia dewasa muda Mengingat masalah penelitian yang di bahas membutuhkan penghayatan individu dan tergolong sensitif, maka peneliti menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian ini subjek yang di gunakan sebanyak empat orang dan tidak di batasi oleh jenis kelamin penderita kanker, tingkat stadium kanker, dan jenis kanker dengan alasan perbedaan-perbedaan tersebut dapat memperkaya hasil penelitian. Dari data yang di peroleh, Bagan II yang menjelaskan Model of Emergency Decision Making yang di kaitkan dengan faktor-faktor lain yang berperan dapat sejalan dengan proses pengambilan keputusan pengobatan pada penderita kanker usia dewasa muda (subjek S dan R) meskipun mereka memiliki hambatan-hambatan yang berbeda. Pada akhirnya kedua subjek penelitian ini dapat mengatasi masalah proses pengambilan keputusan pengobatan secara efektif terlihat dari munculnya sikap kewaspadaan dalam menentukan keputusan pengobatan yang mereka jalani. Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi penderita kanker dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul akibat kanker, khususnya dalam proses pengambilan suatu keputusan jenis pengobatan. Berikutnya, jjenelitian ini berguna bagi orang tua penderita kanker di harapkan memperoleh gambaran mengenai dukungan yang berdampak positif dan negatif pada penderita kanker. Terlebih lagi, di harapkan orang tua mengetahui hal-hal yang secara tidak sengaja dapat di katakan tidak mendukung penderita kanker dalam menjalani kesehariannya beijuang melawan kanker. Disamping itu, penelitian ini dapat di kembangkan lebih lanjut dengan menambah responden penelitian dan mengikutsertakan dokter beserta para medis untuk di wawancara, sehingga informasi di peroleh dari tiga sudut pandang yang berbeda."
2005
S3514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Alia
"Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Salah satu hubungan sosial yang paling awal dan yang mempunyai pengaruh besar adalah hubungan dengan ibu. Dimana interaksi antara ibu dan anak dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan ibu. Kemudian ibu melahirkan anak, merawat dan mengasuhnya hingga dewasa. Besamya pengaruh pengasuhan ibu terhadap perkembangan anak dapat dilihat pada basil penelitian (dalam Lemma, 1995) menunjukkan pada ibu yang memiliki kehangatan dan kepedulian maka anak perempuannya lebih hangat dan anak lakilakinya lebih bahagia.
Pengasuhan ibu pada masa kecil tentu juga berperan dalam proses pembentukan sikap anak ketika memasuki usia dewasa. Saat anak menjadi dewasa, mulai ada perubahan peran dan status masing-masing anggota keluarga berkaitan dengan tugas perkembangan anak pada masa dewasa muda Mi. Menurut penelitian Duval (1985) komunikasi kerap menjadi sulit dengan adanya tekanan teman pada anak yang beranjak dewasa, karena itu dibutuhkan fondasi hubungan orang tua dan anak yang kuat di tahun-tahun awal (masa kecil dulu). Pada masa dewasa muda ini, anak akan banyak menjalin hubungan sosial dengan orang lain sebagai tempat bercerita selain kepada ibu. Namun demikian, masih banyak pula yang menjadikan ibu sebagai tempat mereka untuk bercerita.
Bercerita tentang diri sendiri kepada ibu merupakan salah sate bentuk keterbukaan. Keterbukaan diri adalah suatu usaha dalam menjadikan diri "transparan" terhadap orang lain dengan meialui komunikasi, misalnya ketika mengatakan mengenai dirinya, tentunya akan membantu orang lain untuk melihat keunikan orang tersebut sebagai manusia (Jourard dalam Hirokawa, 2004),
Keterbukaan diri anak pada ibu menjadi hal yang sangat panting untuk perkembangan seperti yang terlihat pada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa anak laki-saki dan anak perempuan yang terbuka akan mendapatkan dukungan emosional dari ibu dan ayahnya (Hagestad dalam Fischer, 1987). Keterbukaan diri anak kepada ibunya didasari oleh rasa percaya anak kepada ibu. Ketika rasa percaya sudah terbentuk maka keterbukaan diri anak kepada ibu menjadi lebih intensif dan topik yang dibicarakan menjadi lebih pribadi (Knapp & Vangelisti dalam Derlega, 1993). Kepercayaan itu send iri terbentuk dari persepsi anak terhadap sikap penerimaan ibu terhadap dirinya.
Penerimaan adalah pandangan positif yang diterima individu dari orang lain sebagai orang yang berharga dan tidak mempermasalahkan kondisi, tingkah laku, ataupun perasaan yang melatarbelakangi (Rogers,1961). Secara teoritik dikatakan bahwa sikap dan perlakuan orang tua akan memiliki pengaruh terhadap keinginan anak untuk melakukan keterbukaan dui (Penelitian Fagot dalam Rotenberg, 1995). Sikap dan perlakuan ibu kepada anak yang menunjukkan penerimaan kepada anak, seperti mau mendengarkan cerita anak, menghargai pendapat anak dan memberikan perhatian kepada anak, tentu akan dipersepsikan oleh anak sebagai penerimaan ibu bagi dirinya. Sedangkan ibu yang menampilkan sikap tidak menghargai pendapat anak, tidak mau mendengarkan cerita anak dan kurang memberikan perhatian kepada anak, akan dipersepsikan anak sebagai penolakan ibu terhadap dirinya. Oleh karena itu faktor persepsi merupakan hal yang panting dalam merasakan ada atau tidaknya penerimaan dari ibu bagi dirinya. Anak yang mempersepsikan ibu sebagai orang yang perhatian, mau mendengarkan dan mampu memahaminya, maka anak akan merasa dekat untuk rnau terbuka bercerita tentang segala hal yang dialaminya. Sebaliknya, anak yang mempersepsi ibu sebagai orang yang kaku, tidak memahami dirinya dan tidak mau mendengarkan keluhannya, maka anak akan menjaga jarak dengan ibunya dan tidak terbuka menceritakan tentang segala hal yang dialaminya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi terhadap penerimaan ibu dan keterbukaan diri anak dewasa muda kepada ibunya. Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, dengan metode penelitian studi kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, terdiri dari 2 perempuan dan 2 laki-laki. Karakteristik subjek adalah berusia antara 18-35 tahun atau termasuk dalam tahap perkembangan dewasa muda, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, ibu masih hidup dan masih bisa berkomunikasi serta taraf pendidikan subjek minimal SLTA.
Hasil utama yang diperoleh dalam penelitian ini adalah anak yang mempersepsikan adanya penerimaan ibu bagi dirinya, cenderung membuka diri secara mendalam kepada ibunya, begitu pula sebaliknya. Anak yang mempersepsikan tidak ada penerimaan ibu bagi dirinya, cenderung tidak terbuka kepada ibunya. Setiap subjek memiliki pengalaman yang berbeda tentang ibunya, sehingga mempengaruhi subjek dalam mempersepsikan ada atau tidak penerimaan dui ibunya. Keterbukaan diri anak kepada ibu bervariasi dalam hal topik-topik yang dibicarakan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Razwanti S.
"ABSTRAK
Dalam kehidupan rumah tangga, sejak dulu pria diberi kepercayaan untuk
meniadi kepala keluarga (Duvall & Miller, 1985). Dalam pandangan tradisional,
sebagai kepala keluarga peran pria terbatas pada fungsi instrumental sebagai
pencari nafkah dan pelindung keluarga (Strong & DeVault, 1995). Namun,
sejalan dengan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
dewasa ini terjadi pergeseran dalam pandangn tradisional mengenai peran
kepala keluarga. Kini peran pria tidak hanya terbatas sebagai pencari nafkah dan
pelindung keluarga, melainkan juga dituntut untuk aktif dalam pengelolaan rumah
tangga dan pengasuhan anak (Schaffer, 1993; UNICEF, 1997). Pada masa
sekarang ini, baik peran mencari natkah maupun mengasuh anak, dapat
dilakukan baik oleh pda maupun wanita (Thompson & Walker, 1989). Oleh
karena itu, sebagai kepala keluarga sekarang pria berperan untuk mencari
nafkah, melindungi keluarga, mengambil keputusan, mengurus mmah tangga,
mengasuh anak, memelihara hubungan kekerabatan dan membina hubungan
yang harmonis dengan istrinya (Strong & DeVault, 1995; Duvall & Miller, 1985).
Keterlibatan pria dalam pengasuhan anak dan pengelolaan rumah tangga
berdampak positif bagi perkembangan anak, ibu dan ayah sendiri (Kimmel, 1987;
Schaffer. 1993). Untuk meningkatkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan
pengelolaan rumah tangga, pria perlu diperslapkan untuk perannya dengan
diberikan bekal pengetahuan mengenai peran kepala keluarga (Soepangat,
1991; Trobisch, 1984; Sigit Side, 1993; |rwanto_ 1996).
Yang pallng berperan dalam mempersiapkan pria dewasa muda untuk
menjadi kepala keluarga adalah ayahnya (Eligner, 1994; Trobisch, 1984). Ayah
merupakan agen sosialisasi utama yang mempersiapkan puteranya menjadi
kepala keluarga (Marsiglio, 1995; Anderson & Sabatelli, 1995). Sebagai agen
sosialisasi utama, ayah harus memperkenalkan peran instrumental dan peran
ekspresif seorang ayah dalam keluarga pada puteranya (Lamb, 1981). Umumnya
pria mencontoh ayahnya dalam menjalankan peran sebagai kepala keluarga
Apa yang diajarkan ayah mengenai peran kepala keluarga sedikit banyak
menentukan pendapat pria dewasa muda mengenai seorang ayah, yang akan
mempengaruhi pelaksanan perannya kelak sebagai kepala keluarga (Anderson
& Sabalelli, 1995; Levy-Shiff 8. lsraelashvilli, 1988), maka perlu diketahui bekal
pengetahuan yang diberikan ayah dalam mempersiapkan puteranya menjadi
kepala keluarga.
Dengan mengetahui bekal pengetahuan yang diberikan, diharapkan ayah
dapat lebih mempersiapkan puteranya menghadapi tahapan kehidupan berkeluarga. Bagi pria dewasa muda sendiri, diharapkan dapat menjadi masukan
untuk mempersiapkan diri menjalankan peran kepala keluarga. Dengan
demikian, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pemberian bekal pengetahuan tentang peran kepala keluarga dari ayah
pada puteranya yang berusia dewasa muda ?
Penelitian ini barsifat deskriptif. Alat pengumpul data yang digunakan
adalah kuesioner untuk mengukur kekerapan pemberian bekal pengetahuan
tentang peran kepala keluarga pada 144 orang ayah berpendidikan minimal
SLTA yang memiliki putera berusia antara 20-30 tahun yang belum menikah.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bekal pengetahuan yang
diberikan ayah pada puteranya adalah tentang semua peran kepala keluarga,
yaitu bekal pengetahuan tentang peran mencari nafkah, melindungi keluarga,
mengambil kaputusan, memelihara hubungan kekerabatan, mengurus rumah
tangga, mengasuh anak dan membina hubungan yang harmonis dengan istri.
Berkat pngetahuan yang menonjol diberikan adaiah tentang peran mencari
nafkah, melindungi keluarga, mengambil keputusan dan memelihara hubungan
kekerabatan. Sedangkan yang paling jarang adalah tentang peran membina
hubungan harmonis dengan istri.
Untuk peran mencari nafkah, bekal yang diberikan umumnya adalah
mengenai pentingnya pendidikan untuk mendapatkan kerja. Untuk peran
melindungi keluarga, bekal yang diberikan adalah mengenai tanggung jawab
menjaga nama baik keluarga dan tanggung jawab melindungi keluarga secara
fisik dan psikologis. Untuk peran mengambil keputusan bekal yang diberikan
umumnya tentang pentingnya berrnusyawarah, menetapkan rencana masa
depan serta cara mengatasi masalah dan mengambil keputusan. Untuk peran
memelihara hubungan kekerabatan, bekal yang diberikan adalah mengenai tata
krama dalam menjalin hubungan sosial dan pentingnya silaturahmi. Untuk peran
mengurus rumah tangga, ayah memberikan bekal mengenai pemeliharaan dan
perawatan rumah, pentingnya kemandirian serta kesetaraan tanggung jawab
suami dan istri dalam mengelola rumah tangga. Dalam peran mengasuh anak,
ayah memberikan bekal mengenai peran untuk memberikan bekal agama dan
contoh perilaku pada anak-anak. Sedangkan untuk peran membina hubungan
harmonis dengan istri, bakal yang diberikan adalah mengenai tanggung jawab
suami untuk membina keluarga sesuai ajaran agama serta persyaratan untuk
menikah. Umumnya ayah hampir tidak pernah memberikan pendidikan seks
pada puteranya.
Sesuai dengan hasil yang diperoleh, dapat disarankan pada ayah untuk
menyeimbangkan bekal pengetahuan yang diberikan, baik untuk peran
instrumental maupun peran ekspresif. Ayah juga disarankan untuk memberikan
pendidikan mengenai reproduksi sehat dan mengkomunikasikan peran ayah
dalam keluarga pada putranya. Sedangkan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, disarankan untuk memperbesar sampel agar diperoleh gambaran
lebih menyeluruh mengenai bekal pengetahuan yang diberikan ayah. Hal lainnya
adalah disarankan untuk melakukan studi perbandingan antara ayah dan remaja
putra serta ayah dan ibu dalam mempersiapkan puteranya untuk menjadi kepala
keluarga."
1997
S2705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>