Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185190 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inka Setiorini Roebiono
"Penerbang adalah salah satu profesi yang unik, karena memiliki sifat pekerjaan yang berbeda dengan profesi lainnya. Profesi ini sudah sangat populer dalam kehidupan masyarakat modern dan sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menyeli- diki faktor bioteknikal dari sisi seorang penerbang. Tetapi ternyata masih sedikit yang menyelidiki aspek sosial yang terbentuk dalam kaitannya dengan profesinya tersebut, termasuk penelitian yang berkaitan dengan sisi kehidupan keluarga penerbang. Padahal, menurut pendapat beberapa ahli, keadaan keluarga sedikit banyak berpengaruh terhadap kinerja yang ia tunjukkan.
Pada kehidupan perkawinan seseorang, selalu dituntut adanya penyesuaian diri dari masing-masing pihak dan ini biasa disebut sebagai penyesuaian perkawinan. Masa penyesuaian yang paling sulit adalah pada masa 0 - 2 tahun perkawinannya, dan masa tersebut merupakan masa di mana seseorang harus menyesuaikan diri dengan pasangannya. Dikaitkan dengan kehidupan suami sebagai penerbang, pekerjaannya sendiri sudah merupakan suatu bentuk penyesuaian tersendiri, apalagi bila dikaitkan dengan awal-awal perkawinan mereka yang juga membutuhkan penyesuaian yang tidak mudah.
Penelitian ini menggunakan beberapa teori yang dikemukakan para ahli untuk menggali dan menemukan jawaban dari 3 pertanyaan yang menjadi dasar penelitian ini. Masalah yang muncul dalam masa penyesuaian perkawinan Seorang penerbang ternyata tidak hanya berasal dari 8 area penyesuaian perkawinan yang umumnya ditemui pasangan biasa, tetapi muncul masalah-masalah lain yang sangat spesifik dan berkaitan dengan kondisi kerjanya. Dari 8 area tersebut, 2 area berkaitan erat, 1 area diduga berkaitan erat tetapi masih harus diteliti lebih lanjut, sedangkan 4 area lainnya tidak berkaitan. Sedangkan area terakhir, tidak dapat dilihat kaitannya karena data yang didapat sangat minim.
Area yang berkaitan erat dengan profesi seorang penerbang adalah pembagian peran dan rekreasi/penggunaan waktu luang, serta yang diduga berkaitan dengan profesi tersebut walaupun harus diteliti lebih lanjut yaitu pada area pengasuhan anak. Sedangkan masalah yang spesifik muncul pada pasangan keluarga penerbang tetapi tidak termasuk dalam 8 area penyesuaian perkawinan tersebut adalah penyesuaian terhadap profesi suami, ketakutan yang muncul dari pihak istri serta adanya pengaruh keluarga yang mempengaruhi kinerja dan konsentrasi seorang penerbang.
Selain itu, cara penyelesaian masalah yang muncul tidak hanya berbentuk kesepakatan atau kompromi saja, tetapi ternyata muncul bentuk lain yang bukan merupakan ke 2 bentuk cara penyesuaian perkawinan tersebut dan lebih mengarah pada bentuk strategi Coping.
Terakhir, terlihat faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan pada ke empat pasang keluarga penerbang yang ditemui. Faktor-faktor yang berkaitan erat dengan kondisi kerja suami sebagai penerbang, baik sebagai faktor pendukung ataupun faktor penghambat adalah komunikasi yang terbuka, kesiapan mental istri termasuk kesadaran bahwa istri harus dapat memberikan ketenangan bagi suami, serta peranan suami untuk menceritakan dunia kerjanya secara lebih terbuka.
Penelitian studi kasus memberikan hasil yang unik, karena akan terlihat perbedaan untuk tiap pasang yang diwawancarai. Namun demikian, hasil yang diperoleh tidak begitu saja dapat digeneralisasikan untuk populasi pasangan penerbang yang baru menikah selama 2 tahun pada umumnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2608
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Aprilianti
"ABSTRAK
Perkawinan adalah sebuah institusi yang paling tua, paling universal, dan paling khas yang dimiliki oleh manusia. (Fusch dalam Havenmann & Lehtinen, 1986) Perkawinan juga memiliki kedudukan yang penting bagi individu. Beberapa ahli berpendapat bahwa perkawinan berperan besar dalam menciptakan kebahagiaan dan stabilitas individu. (Landis & Landis, 1970).
Selain perkawinan, agama juga memiliki peranan penting dan berpengaruh luas terhadap manusia. Dalam tingkat sosial agama merupakan institusi sosial yang berkontribusi menjaga stabilitas sosial. Dalam tingkat personal agama berperan sebagai serangkaian prinsip yang hidup yang dapat memberikan arti bagi kehidupan seseorang,'aturan-aturan dalam berperilaku, perasaan bebas atau bersalah dan penjelasan tentang nilai-nilai kebenaran yang dapat dipercayai. (Pergament dalam Palaoutzian, 1996) Hurlock (1980) mengemukakan bahwa penyesuaian perkawinan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam perkawinan. Menurut Burgess & Locke (dalam Miller, 1991) penyesuaian perkawinan ditandai dengan adanya kesesuaian antara suami istri dalam berbagai hal yang dianggap penting dalam perkawinan, adanya kesamaan minat serta aktivitas yang dilakukan bersama, saling mengungkapkan kasih sayang dan saling percaya, hanya memiliki sedikit keluhan, serta tidak sering mengalami perasaan kesepian, sedih, marah, tidak puas dan semacamnya. Sementara itu, menurut Glock dalam Palaoutzian (1996), komitmen beragama dipandang sebagai salah satu variabel multidimensional yang tersusun dari 5 dimensi, yaitu dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial, dan dimensi intelektual.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa agama merupakan salah satu pendukung utama sebuah perkawinan dan juga keluarga (Schmiedeler, 1946; Daradjat, 1996; Rosen-Grandon, 1999; Fiese & Tomcho, 2001). Berbagai penelitian juga telah banyak dilakukan khususnya di negara-negara barat untuk mencari hubungan antara agama dengan perkawinan. Stinnet (dalam Laswell & Laswell, 1987) dan Jones (2002) mengemukakan bahwa dari berbagai penelitian ditemukan bahwa agama secara konstan memiliki hubungan yang positif dengan perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan komitmen beragama pada pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Penelitian ini juga bertujuan untuk menegatahui gamabaran penyesuaian perkawinan dan gambaran komitmen beragama pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun.
Penenlitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto field study. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-random sampling dengan tipe Occidental sampling. Subyek dalam penelitian ini beijumlah 164 orang atau 82 pasang suami istri. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 2 buah kesioner, yaitu kuesioner penyesuaian perkawinan yang merupakan hasil adaptasi dari Marriages Adjustment Schedule yang disusun oleh Burgess & Locke (1960) dan kuesioner komitmen beragama yang merupakan hasil adaptasi dari Religious Commitment Scale yang disusun oleh Glock & Stark (1965).
Perhitungan data untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan tiap-tiap dimensi komitmen beragama dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Pearson Product Mommet. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi ekperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual pada subyek suami. Sementara itu pada subyek istri juga ditemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial. Namun pada subyek istri tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dwi Herlina
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3654
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sharita Miranda
"Perkawinan merupakan suatu institusi yang membutulikan banyak penyesuaian dari individu-individu yang terl/^at di dalanmya. Tabun-tahun pertama masa perkawinan, yaitu satu sampai dua tabun pertama dapat dikatakan merupakan masamasa dimana individu mulai meletakkan landasan bagi perkawinan mereka untuk itu dibutubkan adanya penyesuian perkawinan. Hubimgan interpersonal memainkan peranan yang penting dalam masa ini untuk tercapainya suatu penyesuaian perkawinan. Kelekatan {attachment) yang dimiliki individu memberikan sumbangan yang penting terhadap peiilaku individu dalam berhubungan interpersonal dengan orang lain, dalam bal ini dengan pasangannya. Melalui penelitian ini akan dilihat pengamh dari gaya kelekatan avoidant, anxious/ambivalent dan secure terhadap penyesuaian perkawinan individu yang sedang menjalani masa dua tahun pertama perkawinannya itu. Alat ukur yang akan digunakan berupa kuesioner dalam bentuk skala untuk mengukur penyesuaian perkawinan dan gaya kelekatan yang dimiliki individu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kelekatan yang berbeda memptmyai pengaruh yang berbeda pula terhadap penyesuaian perkawinan individu. Individu yang memiliki gaya kelekatan secure menunjukkan penyesuaian perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki yang kelekatan lain. Sementara individu dengan gaya kelekatan anxious/ambivalent menrmjukkan penyesuaian perkawinan yang paling rendah dari individu dengan gaya kelekatan lain. Penelitian ini juga menemukan adanya hubungan dari liwayat atau sejarah kelekatan dengan gaya kelekatan yang dimiliki individu saat ini Selain itu juga didapatkan gambaran penyebaran gaya kelekatan subyek penelitian.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah mempertimbangkan adanya interaksi gaya kelekatan. Juga dipandang perlu rmtuk melakukan penelitian pada jumlah subyek yang lebih besar serta menggunakan metode lain, selain kuesioner, misalnya wawancara sehingga mendapatkan hash yang lebih tajam dan mendalam."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S2361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Kilis, Author
"ABSTRAK
Masa awal perkawinan adalah masa dua tahun pertama perkawinan yang dipenuhi oleh proses penyesuaian antara suami dan istri yang baru menikah. Bila dua individu yang unik dan berbeda yang membawa latar belakangnya masing-masing berusaha saling menyesuaikan diri satu sama lain dalam berbagai area kehidupan, konflik merupakan suatu hal yang wajar terjadi dalam proses usaha menyesuaikan diri tersebut. Banyak pandangan berpendapat bahwa konflik selalu memberikan dampak yang negatif padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Konflik dapat memberikan hasil positif dan negatif tergantung dari bagaimana cara menyelesaikan konflik itu sendiri.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika konflik suami-istri pada masa awal perkawinan? Faktor-faktor penyebab apa yang mendasari terjadiya konflik suami istri pada masa awal perkawinan? Bagaimana dinamika konflik suami-istri paka berbagai area pada masa awal perkawinan? Bagaimana pola konflik suami-istri dalam proses penyelesaian konflik? Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat proses penyelesaian konflik? Bagaimana dampak konflik terhadap hubungan suami-istri? Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara. Penelitian ini melibatkan empat partisipan (dua pasangan suami-istri) yang sudah menikah dengan maksimal usia perkawinan dua tahun.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada sumber penyebab yang bersifat tersembunyi dan mendalam, yang mendasari terjadinya konflik suami-istri pada berbagai area konflik. Pada kedua pasangan sumber penyebab konflik ini adalah adanya diskrepansi antara ekspektasi dan kenyataan dan adanya perbedaan antar individu, yang meliputi kepribadian, prinsip hidup, cara hidup, dan pola pikir. Dalam setting perkawinan, dimana tujuan utama perkawinana adalah relasi itu sendiri, gaya kolaborasi adalah gaya yang paling cocok dan sesuai untuk digunakan dalam semua masalah perkawinan. Pasangan A yang menggunakan gaya kolaborasi merasakan dampak positif dari konflik suami-istri, berupa peningkatan kualitas hubungan suami-istri. Pasangan B yang menggunakan gaya kompetisi merasakan dampak negatif dari konflik suami-istri, berupa tidak adanya peningkatan kualitas hubungan suami-istri. Pemilihan gaya konflik dalam konflik suami-istri ternyata lebih dipengaruhi oleh faktor yang bersifat menetap daripada faktor yang bersifat situasional, sehingga akhirnya diperoleh pola konflik yang terus-menerus muncul dalam berbagai area konflik. Pada kedua pasangan, faktor internal yang bersifat menetap itu adalah karakteristik kepribadian, dan konsep tentang tujuan perkawinan dan konflik suami-istri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T38584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitauli
"ABSTRAK
Semakin meningkatnya jumlah pasangan perkawinan antar agama di Indonesia
menunjukkan bahwa pernikahan antar agama sulit ditampik di tengah masyarakat yang
plural. Tidak ada seorang pun yang dapat melarang adanya interaksi dan hubungan kasih
sayang diantara mereka yang berbeda agama. Tambahan lagi banyak kaum muda yang
tidak terlalu memperhatikan lagi faktor-faktor seperti sosial ekonomi, suku dan agama
sebagai dasar pencarian pasangan hidup dan cenderung menekankan faktor cinta dan
kecocokan sebagai dasar perkawinan seperti yang dikemukakan oleh seorang ahli.
Namun perbedaan agama dalam perkawinan tidak dapat dipungkiri memicu
terjadinya konflik interpersonal antara pasangan. Menurut literatur banyak perkawinan
beda agama yang akhirnya kandas karena pasangan tidak mampu mengatasi konflik yang
terjadi dalam perkawinan mereka. Meski demikian tidak berarti perkawinan antar agama
selalu berakhir dengan kegagalan. Untuk mengatasi perbedaan dan mencegah terjadinya
kegagalan dalan perkawinan ini, diperlukan suatu manajemen konflik yang dilakukan
oleh masing-masing pasangan sebagai upaya menyesuaikan diri terhadap perbedaan
agama yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk itu penelitian ini menganggap
penting untuk mengetahui konflik dan manajemen konflik pada pasangan perkawinan
antar agama.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik dan manajemen
konflik pada pasangan suami istri beda agama. Metode penelitian yang dipakai adalah
metode pendekatan kualitatif dengan instrument penelitian berupa wawancara. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar subyek penelitian menggunakan
cara kompromi untuk mengatasi persoalan-persoalan yang memicu terjadinya konflik,
seprti masalah pelaksanaan ibadah pasangan, masalah agama anak dan masalah dengan
keluarga pasangan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi ide bagi bagi penelitianpenelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan perkawinan antar agama yang terjadi di
Indonesia."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>