Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142093 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Primi Paramita
"ABSTRAK
Pada masyarakat kita , masih banyak anggapan bahvva seks merupakan hal yang
tabu untuk dibicarakan. Orang tua yang seharusnya merupakan sumber utama bagi anak
dalam memberikan pendidikan seksual juga masih ragu dan malu untuk melakukan salah
satu tugasnya tersebut. Sedikit sekali orang tua yang mau menginformasikan
pengetahuan tentang masalah seks pada anaknya. Hal ini terjadi karena orang tua tidak
tahu atau merasa enggan bercerita mengenai seks (Dr.dr. Satoto dalam Kompas, 1994).
Akibat kurangnya informasi mengenai pendidikan seks dari orang tua serta
adanya sumber-sumber yang dapat menimbulkan salah pengertian, maka sekolah
merupakan altematif yang tepat untuk mengantisipasi hal ini. Alasan yang mendasarinya
adalah bahwa sekolah merupakan suatu lembaga yang mampu mencakup remaja dari
berbagai kalangan. Walaupun banyak terdapat lembaga atau perkumpulan remaja, namun
hanya sebagian dari remaja yang ikut terlibat, sehingga apabila pendidikan seks diadakan
melalui perkumpulan remaja saja, maka akan banyak remaja yang tidak mendapat
kesempatan untuk memperoleh informasi/pendidikan tersebut (Rice, 1996).
Beberapa SMU Swasta memasukkan pendidikan seks ke dalam kegiatan
ekstrakurikuler olahraga dan kesehatan (Iskandar, 1998). Sedangkan SMU Negeri di
wilayah Jakarta telah mengantisipasi hal ini melalui pelajaran Biologi. Salah satu SMU
Negeri yang memberikan materi kesehatan reproduksi melalaui pelajaran Biologi adalah
SMU negeri 8 Jakarta.
Remaja merupakan suatu periode transisi, dan pada masa ini remaja banyak
mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya yang menuntut mereka beradaptasi
dengan perubahan tersebut serta tuntutan yang ada di masyarakat. Perubahan-perubahan
yang teijadi pada masa remaja adalah perubahan fisik, emosi, kognitif, dan
perkembangan kepribadian sosial.
Tujuan pendidikan kesehatan reproduksi remaja adalah untuk mempersiapkan
remaja menghadapi beberapa kejadian penting yang berpengaruh pada kesehatan
reproduksi remaja, seperti misalnya saat baru melahirkan, mengalami hubungan seksual,
alat kontrasepsi, mengalami infeksi penyakit menular, dan saat pertamakali mngethui
bahwa dirinya hamil. Selain itu, pemberian pendidikan kesehatan reproduksi juga berisi mengenai penanaman nilai-nilai yang harus disampaikan untuk mencegah perilaku
seksual yang tidak bertanggung jawab.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pemahaman
siswa, serta pendapat guru dan siswa SMU Negeri 8 mengenai pemberian materi
kesehatan reproduksi yang disampaikan melalui pelajaran Biologi.
Responden penelitian ini adalah siswa kelas II SMU Negeri 8 yang berjumlah 80
orang dan tiga orang guru Biologi. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
digunakan kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Alat penelitian untuk siswa
terbagi atas lima bagian, dimana tiga bagian pertama bertujuan untuk menguji
pemahaman siswa terhadap materi kesehatan reproduksi, AIDS, dan alat kontrasepsi,
sedangkan untuk bagian ke empat dan ke lima bertujuan untuk menggali pendapat siswa
terhadap prosees pembelajaran Biologi "Plus" dan hambatan yang dialami selama
kegiatan Biologi "Plus" berlangsung. Untuk kuesioner guru terbagi atas empat bagian.
Bagian pertama berisi mengenai materi tambahan yang diajarkan guru melalui Biologi
"Plus", bagian kedua adalah untuk menggali proses Kegiatan Biologi "Plus" dan
hambatan yang dialami guru, sedangkan bagian keempat dan ke lima berisi mengenai
pertanyaan terbuka
Teknik pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan
perhitungan persentase dari pendapat responden siswa dan guru, serta menghitung
korelasi dengan menggunakan teknik Pearson Product Moment dengan menggunakan
program komputer SPSS 8.00 for Windows. Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui
bahwa tingkat pemahaman responden siswa terhadap materi kesehatan reproduksi secara
umum masih rendah, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian para guru Biologi dan
pihak sekolah. Pemahaman siswa terhadap materi kesehatan mengenai alat kontrasepsi
dan AIDS lebih baik dibandingkan dengan pemahaman siswa terhadap materi lain yang
tercakup dalam kuesioner. Selain itu untuk sebagian besar siswa dan guru berpendapat
bahwa pemberian materi kesehatan reproduksi melalui pelajaran Biologi sudah tepat,
namun hambatan yang dirasakan adalah terbatasnya waktu. Hal ini menyebabkan banyak
materi kesehatan reproduksi yang belum disampiakan pada siswa, dan dari pihak siswa
mereka berpendapat rasa ingin tahu mereka tidak terpenuhi."
1999
S2935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiati Sekaringsih
"Di tingkat internasional masalah kesehatan reproduksi menjadi isu penting yang dibahas dalam Konferensi Internasional Kependudukan di Kairo (1994) dan Konferensi tentang Perempuan di Beijing (1995) karena kesehatan reproduksi sangat besar pengaruhnya terhadap tingginya angka kematian ibu (AKI) di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Sebagai tindak lanjut konferensi tersebut, pada tahun 1998 Departemen Kesehatan telah membentuk Komisi Kesehatan Reproduksi Nasional, yang di dalamnya terdapat Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi Remaja. Kelompok kerja itu terdiri atas beberapa program dan sektor terkait serta organisasi profesi. Tujuan Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi Remaja adalah untuk mengantisipasi masalah kesehatan reproduksi remaja (KRR) di Indonesia. Pada tahun 1999 Departemen Kesehatan mengembangkan materi inti KRR, yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan KIE-KRR. Materi inti itu telah diuji coba di tiga Puskesmas, di antaranya di Puskesmas Tebet, Jakarta Selatan.
Perinasia merupakan salah satu organisasi yang berminat di bidang kesehatan reproduksi. Organisasi itu bekerja sama dengan WHO melakukan studi pengembangan pelayanan KRR di Puskesmas beserta rujukannya dan menetapkan Puskesmas Pasar Minggu sebagai wilayah uji coba. Dalam serangkaian kegiatannya, pada bulan Juni 1999, Perinasia melakukan pelatihan KIE dan konseling tentang KRR bagi Petugas Puskesmas Pasar Minggu dan Puskesmas Tebet. Setelah itu, dari bulan Agustus 1999 sampai Desember 1999, petugas Puskesmas terlatih diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman lapangan dengan jalan melakukan pembimbingan KRR pada siswa SMU Santo Fransiskus (SF) Asisi di Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Tujuan memberikan pembimbingan KRR kepada siswa sekolah tersebut adalah meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif serta kemampuan siswa dalam memelihara kesehatan reproduksinya.
Metode yang digunakan oleh petugas Puskesmas pada saat melakukan pembimbingan tersebut adalah diskusi kelompok, kelompok siswa laki-laki dan perempuan dipisahkan menggunakan media lembar balik, serta menggunakan materi inti KRR dari Departemen Kesehatan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pembimbingan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap tentang KRR pada siswa SMU SF Asisi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan intervensi pembimbingan KRR. Siswa SMU SF Asisi menjadi kelompok intervensi dan siswa SMU 17 Agustus sebagai kelompok kontrol yang tidak diberi intervensi pembimbingan KRR. Kedua sekolah tersebut merupakan sekolah swasta yang berada di wilayah Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perubahan pengetahuan KRR pada siswa SMU SF Asisi lebih tinggi dibanding siswa SMU 17 Agustus dengan perbedaan yang bermakna secara statistik. Melalui analisis Anova MCA diketahui bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan KRR pada siswa ialah sumber informasi KRR yang berasal dari dokter, penyuluh kesehatan, dan buku.
Pembimbingan KRR tidak mempengaruhi perubahan sikap tentang KRR pada siswa SMU SF Asisi. Perubahan sikap pada siswa SMU SF Asisi tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan sikap siswa SMU 17 Agustus. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan kemampuan KIE-KRR petugas Puskesmas sebagai pembimbing. Perubahan sikap tentang KRR pada siswa di kedua sekolah tersebut dipengaruhi pula oleh faktor lain, yaitu karakteristik pribadi siswa dan sosial ekonomi. Interaksi siswa dengan sumber informasi KRR tidak mempengaruhi peningkatan sikap siswa tentang KRR.
Dengan demikian saran yang diajukan adalah peningkatan kemampuan KIE-KRR petugas pembimbing, antara lain melalui pelatihan yang disertai praktik lapangan. Media KIE yang akan dipergunakan dalam kegiatan pembimbingan agar lebih besar ukurannya dan lebih menarik, materi KRR yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

The Impact of Reproductive Health (RH) Guidance Towards the Knowledge and Attitude of Adolescents Reproductive Health among the St. Fransiskus Asisi Senior High School Students in Tebet Subdistrict, South Jakarta, 1999At the international level, the RH problem had become an important issue during two conferences i.e. The International Conference on Population in Cairo (1994) and the Conference on Women in Beijing (1995). This was because the RH problem had a great impact towards the high Maternal Mortality Rate (MMR) in several countries, including Indonesia. As a follow up of the results of those two Conferences, in 1998 the Ministry of Health established a National Commission on reproductive Health, of which the Adolescent RH Working Group was one of its Working Groups. The members of this Working Group came from the concerned inter-programmed and inter-sectors representatives. The aim of establishment of this Working Group was to respond and anticipate the reproductive health problems in Indonesia. In 1999, the MOH had developed Core Material on Adolescent RH which could be used as a reference in conducting the Information, Education and Communication Adolescent Reproductive Health (IEC-ARH) activities. The Core Material was already field tested in three Puskesmas (Public Health Centers) including in Tebet HC, South Jakarta.
One of the IEC-ARH activities conducted by the HC personnel was providing guidance on reproductive health to the teenagers aiming to improve their knowledge, positive attitude and ability in order to prevent early and unwanted pregnancies leading to the reduction of MMR in Indonesia which was yet remaining as the highest among the other Asian countries. To improve the ability of IEC-ARH among the HC personnel, PERINASIA in collaboration with Pasar Minggu HC and Tebet HC conducted training of EEC and counseling on ARH to the health provider and paramedics in the two HCs in June 1999. After following the training and counseling, the trained HC providers and paramedics were given an opportunity to put their skills into practice by providing guidance on RH to the students of St. Fransiskus Asisi Senior High School from August to December 1999.
The method used by the HC providers during the provision of guidance to the High School students was group discussions using the Core Material on ARH released by the MOH. The research was undertaken to know the impact of the provided guidance on RH toward the knowledge and attitude of the High School students. The design used during the research was an experimental quasi with intervention (guidance on RH) to the students of St Fransiskus Asisi Senior High School as the intervention group and students from other school (17 Agustus Senior High School) as the controlling group i.e. a group which was not given intervention. The two schools were located in Tebet Sub district, South Jakarta.
The results of the research showed that the knowledge on RH among the students of school who received intervention (St Fransiskus Asisi) had meaningfully improved statistically compared to the students of the other school (17 Agustus) who did not receive intervention.
Through the Anova MCA analysis, it was understood that the improved knowledge on RH among the students was influenced by several types of sources of information from the doctor, health counselor and books. The guidance on RH did not influence the change of attitude of the students about the RH. This was due to the limitedness of ability on IEC-ARH of the HC provider.
The results of the research also mentioned about the change of attitude and knowledge on RH among students in those two schools which was influenced by the personal character, social-economic factor and communication behavior of the students towards the source of information.
One of the recommendations to be proposed is to conduct training on IEC-ARH to the HC provider which is more focused on the field practice. The IEC materials used should be bigger in size, and if possible, the electronic media should be used. The ARH material conveyed should be adjusted to the student's needs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bani Nurainu
"Dalam suatu proses pendidikan, guru merupakan faktor penting sebab guru adalah pelaksana kegiatan secara langsung di dalam kelas yang mengajarkan materi kepada siswa (Suharto, 2000). Guru antara lain berperan sebagai pemimpin, dimana guru memperlihatkan pentingnya suatu pelajaran dan niat untuk belajar melalui sikap yang positif dan antusiasme pada pelajaran yang diberikannya kepada siswa agar siswa dapat terpicu untuk memberikan sikap dan antusiasme yang sama seperti yang ditunjukkan oleh gurunya (Sergiovanni & Starrat, 1993). Dengan demikian sikap seorang guru mempengaruhi pembentukan sikap para siswanya sehlngga diharapkan guru memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran yang diberikan.
Selain itu, guru juga berperan sebagai eksekutif, dimana guru bertugas membuat keputusan yang tepat dalam pengajaran dengan terlebih dalulu membuat suatu rencana eksekutif pengajaran yang mencakup pembuatan analisis materi pelajaran. Di sini guru bertugas menjabarkan kurikulum dengan menguraikan pokok bahasan untuk menentukan isi materi pelajaran yang mengacu pada tujuan pembelajaran. Seorang guru juga harus memiliki kompetensi profeslonal yang telah ditetapkan oleh Depdikbud (1985), diantaranya adalah mengetahui pokok bahasan dan menguasai materi pelajaran, mampu mengelola program belajar dan mengelola kelas serta mengenai fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (Suryosubroto, 1997).
Highet (dalam Lenny, 1990) berpendapat bahwa penguasaan materi pelajaran dari seorang guru merupakan faktor utama dan paling dibutuhkan dalam menilai kualitas seorang guru, ia menambahkan bahwa seorang guru tidak hanya cukup mengetahui pokok bahasan/menguasai materi pelajaran yang diajarkannya, tetapi diharapkan juga menyukai atau menaruh minat terhadap pelajaran yang akan diberikan kepada siswanya agar merasa nyaman ketika membahas pelajaran. Salah satu pendidikan yang sedang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah pendidikan seks, yang rencananya akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional pada tahun 2003 mendatang dan akan diberikan mulai di jenjang pendidikan menengah, yaitu mulai sejak SLTP (Suharto, 2000).
Dalam kurikulum nasional, istilah pendidikan seks telah diganti menjadi pendidikan reproduksi remaja (PRR) karena banyak pendidik dan para pembuat keputusan dalam bidang pendidikan dihantui efek negatif yang ditimbulkan oleh istilah pendidikan seks (Suharto, 2000). Karena tidak adanya guru khusus bidang studi PRR, maka tenaga pendidik PRR jni direncanakan melibatkan guru biologi, bimbingan konseling (BK), pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan agama. Secara umum PRR diartikan sebagai pendidikan yang membantu remaja untuk mempersiapkan diri menghadapi permasalahan kehidupan yang bersumber pada naluri seksual, yang terjadi dalam beberapa bentuk di dalam perkembangan pengalaman setiap manusia, dengan kehidupan yang normal (Kllander, 1971).
Pokok bahasan PRR yang berkaitan dengan masalah seksuaiitas dan reproduksi tampak sangat sensitif dan kadangkala serlng diangggap tabu untuk kepentingan pendidikan sekalipun. Tidak semua orang dewasa, termasuk guru, dapat membicarakan masalah tersebut secara terbuka kepada remaja karena rasa malu dan khawatir yang berlebihan (Rice, 1996). Oleh karena Itu diduga terdapat perbcdaan sikap (dalam hal ini setuju atau tidak setuju) di antara para guru terhadap pendidikan seks yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional (Republika, 27 Agustus 2000).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenal sikap para guru SLIP (bidang studi biologi, BK, penjaskes dan agama) yang akan mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Penelitian ini melibatkan 74 subyek dari beberapa guru SLTP Negeri di Jakarta. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner berbentuk skala sikap yang diolah secara kuantitatif dengan menggunakan statistik desriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap guru SLTP (bidang studi agama, biologi, BK dan penjaskes) yang mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum nasional adalah positif. Penelitian Ini juga mengungkapkan sikap guru berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan serta pengalaman mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan seks/reproduksi. Dalam penelitian ini ditemukan perbedaan sikap guru laki-laki dalam menjelaskan PRR kepada murid laki-laki dan murid perempuan. Selain itu juga ditemukan hubungan antara umur guru dengan sikap terhadap pokok bahasan PRR."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjarifah Salmah
"Bagi remaja kelompok usia 10 - 19 tahun, pendidikan kesehatan reproduksi merupakan pendekatan awal yang bersifat preventif. Pendekatan ini dilakukan dengan harapan agar remaja dapat menyayangi dan memelihara kesehatan reproduksinya, sehingga mereka terhindar dari hal-hal yang berhubungan dengan antara lain kehamilan pada usia muda dan akibat yang ditimbulkannya. Komsumsi gizi yang mencukupi, menjadikan remaja secara biologis lebih cepat tumbuh dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Pengaruh arus globalisasi dan rasa ingin tahu yang menonjol perlu mendapat jawaban yang benar, agar mereka tidak salah menghadapi tantangan kebutuhan biologis yang meronta dalam pertumbuhannya. Jenis penelitian ini adalah eksperimen lapangan dengan desain dasar "non equivalent control group" dan diubah menjadi "modified control group" agar sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis statistik dilakukan dengan uji univariat dan bivariat.
Hasil penelitian : 1. Pengetahuan responden meningkat secara bermakna pada kedua metode. 2. Perubahan sikap hanya terjadi pada metode ceramah. 3. Metode ceramah lebih efektif meningkatkan pengetahuan responden. 4. Pendidikan dan pekerjaan ibu/bapak responden tidak tampak banyak berperan/berkontribusi dalam memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi kepada anak remajanya.
Kesimpulan : Kedua metode dapat meningkatkan pengetahuan responden, namun metode ceramah lebih efektif meningkatkan pengetahuan dibandingkan metode simulasi; Kedua metode tidak berpengaruh kepada retensi memori responden.
Saran : Agar remaja menyayangi dan memelihara kesehatan reproduksinya, maka pengetahuan tentang alat reproduksi pria dan wanita, hormon dan fungsinya, dan pola reproduksi sehat perlu diberikan pada siswa kelas II ke atas.;The effect of Game and Lecture Methods on the Reproduction Health EducationFor the teenagers of 10 - 19 years of age, reproduction health education is one of the preventive approaches to the sex related problems.

The objective of this approach is to make the teen-agers care and maintain their reproduction health, so that they will be prevented from facing certain problem such as young woman pregnancy and its related consequences. As the result of consuming nutritious food, the teen-agers can physically grow faster than those of the previous years. Their feeling of curiosity in sexual issues in addition to the influence of globalization upon them should be tackled in a correct manner so that they will be able to cope with their biological needs positively during the course of their growth. Statistical analysis is applied by using univariate and bivariate examinations.
The results of the research : 1. The respondents improves significantly after the application of the two methods, 2. The lecture method is, however, more effective in improving the knowledge of the respondent, 3. The alteration of attitude exists in the lecture method, 4. There is no indication that the professions and educational background of the parents have influenced the improvement of the knowledge on the reproduction health of their children.
Conclusion : The two methods can improve the knowledge of the respondent. The lecture method is however, more effective than the simulation method. The two method have no significant influence for the retention of the respondents' memories.
Suggestion : In order that the teenagers can care and maintain their reproduction health, it is suggested that the knowledge on the male and female reproduction organs, hormones and their functions, as well as healthy reproduction patterns be taught to the students of the second or higher grades of the secondary high schools.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abidah Muflihati
"Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dilakukan oleh sekolah merupakan salah satu upaya untuk membimbing remaja mengatasi konflik seksualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan guru dianggap sebagai pihak yang layak memberikan pendidikan KRR ini. Pihak sekolah dan guru melaksanakan pendidikan KRR ini dengan memasukkan mated KRR ke dalam pelajaran Biolagi, Penjaskes, dan Agama, sebagaimana kebijakan yang ditetapkan Depdiknas tentang strategi pendidikan KRR di sekolah. Di Yogyakarta, di antara sekolah yang menerapkan strategi tersebut dan cukup mendapat perhatian dart BKKBN adalah SMA Muhammadiyah 2 (MUHA) Yogyakarta. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi praises dan factor-faktor yang menjadi pendukung dan perrghambat dart pendidikan KRR tersebut di SMA MUHA.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran tentang masalah yang rnenjadi fokus penelitian, maka diambil SMA Muhammadtyah 2 (MUHA) sebagal kasusnya. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur, observasi dan Faces Group Discussion (FGD) dart beberapa Informan yang diplih secara purposif, yaitu guru BK, guru Biologi, guru Penjaskes, guru Agama dan siswa. Data-data ini dianalisa secara induktif dengan menggunakan berbagai konsep yang menjadi kerangka pemikiran, yaitu konsep tentang remaja, konsep pendidikan kesehatan, dan pendidikan seksualilas/ kesehatan reproduksi remaja.
Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa proses pelaksanaan program pendidikan KRR mengisyaratkan adanya berbagai tahapan mulai dari program kerja sama dengan BKKBN sampai memasukkan program tersebut datam layanan BK di kelas, dan dalam pelajaran Biologi, Penjaskes, serta Agama. Tahapan tersebut adalah tahap menerima informasi tentang masalah seksualitas remaja, tahap menemukan program bimbingan dan konseling adolescent reproductive health (BK-ARH) sebagai solusi, tahap mengambil/ mengadopsi program BK-ARH, tahap menyiapkan pelaksanaan kegiatan orientasi BK-ARH di sekolah, tahap petaksanaan kegiatan orientasi BK ARH, dan terakhir tahap pelembagaan program dengan memasukkan program BK-ARH ke dalam salah situ layanan BK. Dalam proses pengajaran, materi KRR disampaiIIn deb guru BK, Biologi, Penjaskes, dan Agama pada waktu dan kelas yang berbeda-beda. Guru BK menggunakan kelas terpisah pada saat menjelaskan tentang alat reproduksi, sedangkan tiga guru lainnya menggunakan kelas campur. Materi yang disampaikan para guru mecakup aspek pengetahuan fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial/nilai. Aspek nilai yang ditekankan adalah nilai keislaman dan konsekwensi hukumnya. Metode-metode yang digunakan para guru dapat membantu siswa melakukan klarifikasi nilai, rneningiatkan pengetahuan, dan empati dan kerja lama. Faktor yang rnenjadi hambatan adalah keterbatasan waktu dan beban kurikulum yang banyak, dan guru BK kelas X yang belum mendapat pelatihan KRR.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses pelaksanaan program pendidikan KRR di SMA MUHA, yang dimulai sejak adanya kerjasama antara BKKBN dan SMA MUHA daiam program BK-ARH pada tahun 1998, telah berdampak pada perubahan fingkungan sekolah. Program penyuluhan dan Konseling KRR yang dilakukan oleh guru BK bersama dengan guru Biologi, Penjaskes, dan Agama merupakan upaya pelembagaan program pendidikan KRR. Penyampaian materi KRR oleh keempat guru dalam pefajaran masing¬masing membuat siswa dapat menjaga periiaku seksualnya agar tidak melakukan seks pranikah dalam pacaran, meskipun sebenamya para guru menekankan agar tidak berpacaran. Hal ini karena adanya keterbatasan waktu bagi para guru dalam menyampaikan materi KRR dan guru 8K kelas X yang belum mendapat pelatihan.
Karenanya penelitian ini menyarankan agar lembaga-lembaga yang peduli pada KRR memberikan pelatihan KRR bagi guru yang akan mengajarkan materi KRR dan mendorong sekolah-sekolah lainnya untuk dapat melembagakan program KRR. Sedangkan bagi BK SMA MUHA agar dapat melibatkan klinik sekolah dafam proses edukasi sehingga siswa mendapat informasi yang alkup, serta melakukan koordinasi secara formal dengan guru Biologi, Penjaskes dan Agama daiam melaksanakan program pendidikan KRR."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Edi Sugiarto
"Akhir-akhir ini, perilaku seks bebas pada remaja sudah menghawatirkan, sehingga memerlukan penanggulangan yang serius. Banyak faktor yang diduga berkaitan dengan fenomena tersebut. Penelitian ini memfokuskan pengkajian pada pendidikan seks dalam keluarga, pertimbangan moral, dan sikap terhadap seks bebas siswa SMU Negeri 5 Bogor tahun 2002. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, sedangkan disainnya adalah cross-sectional survey. Hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk tesis yang ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) ada hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dalam keluarga dengan perilaku seks bebas pada remaja; (2) tingkat perkembangan moral memiliki hubungan dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja, akan tetapi sikap terhadap seks bebas pada remaja tidak berhubungan dengan penalaran prinsip moral; (3) pendidikan seks dalam keluarga dan tingkat perkembangan moral -secara simultan- mempunyai hubungan yang signifikan dengan sikap terhadap seks bebas; (4) ada hubungan antara pemberian informasi tentang perbedaan serta fungsi organ seksual antara pria dengan wanita, pemberian informasi tentang berbagai risiko penyalahgunaan organ seksual, pemberian bekal keagamaan dan keterampilan berperilaku sebagai pedoman pergaulan antara pria dengan wanita, penjelasan tentang perubahan yang terjadi pada masa remaja dan tingkat perkembangan moral -secara simultan- dengan sikap terhadap seks bebas.
Merujuk kepada simpulan penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: (1) pendidikan seks dalam keluarga yang yang selama ini dilakukan oleh para orang tua terhadap remaja di rumah, perlu dipelihara dan dikembangkan sehingga lebih relevan dengan kebutuhan nyata para remaja; (2) untuk meningkatkan kemampuan penalaran moral remaja, pihak sekolah dan orang tua dapat melatihnya melalui latihan diskusi pemecahan masalah-masalah sosial yang nyata; (3) agar remaja terhindar dari perilaku seks bebas, maka yang perlu dilakukan adalah membekali mereka dengan pengetahuan yang lengkap dan tuntas mengenai berbagai isu yang berkaitan dengan seks bebas; (4) untuk meningkatkan komitmen moral agar remaja tidak terjerumus ke dalam perilaku seks bebas, juga dapat dilakukan dengan pembinaan moral dan budi pekerti.

The Correlation between Sex Education in The Family and Moral Judgement with the Attitude toward Free Sex of SMUN 5 Bogor Students, Year 2002Recently, free sex behaviors in adolescence have been critical issue that should be resolved seriously. There were many factors related to these phenomena. This research focuses on the sex education in the family, moral judgment, and the attitude toward free sex of SMUN 5 Bogor students, year 2002. This research used descriptive method through cross sectional survey design. The research report presented in thesis form to complete graduate study in public health program.
The research found that (1) there is significant correlation between sex education in family and free sex attitudes of adolescents; (2) level of moral development correlate with attitude toward the free sex of adolescents, but the free sex attitudes of adolescents has no significant correlation with the principal moral judgment; (3) sex education in the family and-the level of moral development correlate significantly with the attitudes toward free sex; (4) there is correlation between information about differences and function of sex organs between male and female, risks of sex organs abuse, religious norm as guide of social intercourse between male and female, changes of adolescents life, and moral judgment simultaneously with attitudes toward free sex.
In reference to the conclusions, it can be stated the implication as follow: (1) parent?s sex education should be improved that relevant with real needs of adolescents; (2) to increase moral judgment ability of adolescents, teachers (schools) and parents need to collaborate each other to develop ability for real social problem solving; (3) to prevent adolescents from free sex, they should have comprehensive knowledge in dealing' with free sex issues; and (4) to prevent adolescents fall into free sex, reinforcing their moral and ethics also recommended."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 8296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PS Kurniawati A.
"Remaja dapat menjadi sumber daya manusia yang sangat berharga disuatu negara khususnya bila mereka dapat tumbuh dengan baik secara fisik dan psikologis. Dari hasil penelitian terhadap remaja jalanan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan lebih dari separuh (54%) responden dilaporkan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual sesama temannya (n=657). Di Kota Bengkulu melalui evaluasi proyek Youth Center, 17% dari responden (n=341) menyatakan boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah, sebagian kecil (5,9%) dan mereka sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan reproduksi remaja diantara mahasiswa Akademi Kesehatan di Kota Bengkulu. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, populasi dalam penelitian ini mahasiswa Akademi Kesehatan dengan rentang usia 18-24 tahun dan belum menikah. Sebanyak 238 orang mahasiswa laki-laki dan perempuan yang terpilih menjadi responden yang diambil secara acak sederhana dengan alokasi proporsional.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Untuk mengukur aspek pengetahuan, sikap dan perilaku seksual dilakukan dengan mengisi kuesioner oleh mahasiswa Akademi Kesehatan yang sebelumnya telah dilakukan uji coba pada mahasiswa Akademi lain yang tidak terpilih sebagai lokasi penelitian. Dari hasil penelitian ini ditemukan tiga dari sepuluh mahasiswa (29%) mempunyai perilaku seksual relatif berisiko (berciuman mulut dan meraba organ sensitif dari pasangannya). Sebagian kecil (5, 08%) dari responden pernah melakukan hubungan seks dengan pasangannya.
Dari hasil analisis data ditemukan bahwa kedua variabel yaitu jenis kelamin dan sikap mahasiswa terhadap kesehatan reproduksi mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku seksual mereka. Mahasiswa laki-laki mempunyai kecenderungan yang lebih besar dalam perilaku seksual relatif berisiko dibandingkan dengan mahasiswa perempuan (Odd Ratio : 3,06). Kesimpulan dua dari enam hipotesis dalam penelitian ini diterima. Disarankan agar pihak ademi membuat kegiatan ekstra kurikuler dengan muatan khusus kesehatan reproduksi dan kepada BP3 agar dapat menggunakan powernya untuk merangkul orangtua mahasiswa, dan dilakukan upaya untuk peningkatan kemampuan para orangtua dalam membicarakan masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja kepada anak remajanya.

Factors Related To The Adolescent Reproductive Health Behavior Among Health Academies Students In The City of Bengkulu, 2001In a country, the adolescents could be an invaluable human resource especially if they grow well both physically and psychologically. Based on results the research among the street adolescents conducted by Department of Health, it was shown that more than a half of respondents (54%) reported having sexual intercourse with their own friends (n = 657). In the city of Bengkulu, the results of the evaluation project of the youth center, indicated 17% of the respondents (n = 341) a great having premarital sexual intercourse, a small proportion of them (5,9%) actually had premarital sex.
The purpose of this research was to get information about factors related to the adolescent reproductive health behavior among Health Academies students in city of of Bengkulu. This research used a cross sectional study design. The population of the study was Health Academic students, aged 18-24 years of age and single. Through allocation proportional to size Simple Random Sampling 238 with male and female students were selected as respondents. Both validity and reliability of the instrument of the study was assessed.
The instrument which was intended to asses the several aspects of the knowledge, attitude and sexual behavior was pre tested. The self admistered questionnaires were Hied-up by the students. The results showed that three out ten (29%) the students indicated relatively high risk sexual behavior i.e. (mouth-kissing and touching sensitive organs of their partners). A small proportion (5,08%) respondents having sexual relationship with their partners. The results of the data analysis showed that both sex and attitude of students indicated a significant relationship with the sexual behavior. The male students were highly had a risky sexual behavior than that of their female countern parts (Odd Ratio : 3, 06).
In conclusion, out of six hypotheses two of them were accepted. Recommendations were made to enrich both the extra curricular activities and the role of Parent-Teacher Association (BP3) to entrance the communication between parents and students relevant to reproductive health issues.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T 3698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mastiur Pharmata
"Skripsi ini membahas mengenai sistem nilai budaya dan ajaran seks yang terkandung dalam Serat Nitimani. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan teori Kerangka Sistem Nilai Budaya oleh Kluckhohn.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ajaran seks dalam Serat Nitimani terbukti mengandung sistem nilai budaya Jawa yang berlandaskan pada nilai religiusitas. Pada akhirnya dapat dilihat bahwa Serat Nitimani mengandung ajaran atau pedoman moral, nilai, dan kaidah bagi orang Jawa mengenai bagaimana cara melakukan hubungan seks yang benar dan tepat, karena hal tersebut berhubungan dengan inti ajaran kebatinan Jawa yaitu sangkan paraning dumadi dan manunggaling kawula Gusti.

This undergraduate thesis discuss about cultural value system and sex guidance as reflected in Serat Nitimani. This research used the descriptive analyzes method based on Kluckhohn?s cultural value system outline theory.
This research will result a conclusion that sex guidance inside the Serat Nitimani has proven that it contains Javanese cultural value system which based on the religiosity. At the end of the research, we can see that Serat Nitimani contains of lessons and guidance of morality, value, and principals for the Javanese about how to do sex correct and properly because it relates to the Javanese main spirituality guidance; sangkanparaning dumadi and manunggaling kawula gusti."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11397
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wresti Indriatmi
"LATAR BELAKANG: Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) merupakan masalah yang berdampak penting pada wanita hamil. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ISR, namun jarang sekali dilakukan penelitian mengenai hal ini.
METODE: Dilakukan studi potong lintang dengan analisis kasus kontrol. Subyek ialah wanita hamil, yang tidak mengalami inkompetensia serviks, plasenta praevia, perdarahan per vaginam, ketuban pecah dini, atau karsinoma serviks, yang datang ke Poliklinik Antenatal Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Juni-September 1998. Dari duh tubuh vagina dan serviks dibuat sediaan apus dengan pewarnaan Gram, sediaan basah dengan larutan NaCl fisiologis, biakan untuk gonokokus, dan pemeriksaan enzyme immuno assay untuk deteksi infeksi Chlamydia trachomatis. Dari darah vena dilakukan tes serologi sifilis. Analisis data menu unakan cara regresi logistik multinomial.
HASIL: Dari 300 wanita hamil yang diperiksa, terdapat 28,4% menderita ISR dengan jenis terbanyak ialah kandidosis vaginalis (15%) , diikuti oleh vaginosis bakterial (9,3%), serta infeksi menular seksual (4%). Duh tubuh vagina bergumpal, dan duh tubuh vagina melekat di dinding berhubungan kuat dengan kandidosis vaginalis dengan berturut-turut odds ratio suaian (OR) 10,4 dengan 95% confidence interval (CI) 2,73 ; 39,59 dan OR suaian 4,05 (95% CI 1,16 ; 14,11) . Umur 17-24 tahun berisiko lebih tinggi mendapat PMS dengan OR suaian 9,91 (95% Cl 1,08 ; 90,68).
KESIMPULAN: Pada wanita hamil, lebih dari seperempatnya dapat ditemukan ISR, sehingga perlu dipertimbangkan untuk menjadikan skrining ISR sebagai bagian dari pemeriksaan rutin antenatal. Faktor yang paling berhubungan dengan kejadian kandidosis vaginalis pada wanita hamil ialah duh tubuh bergumpal atau melekat di dinding. Risiko penyakit menular seksual paling tinggi pada kelompok umur 17-24 tahun.

Risk factors of reproductive tract infection among pregnant women in Antenatal Clinic Dr. Cipto Mangankusumo General HospitalBACKGROUND: Reproductive tract infection (RTI) is an important problem especially for pregnant women. However, factors that can affect the occurrence of this infection are not well known.
METHODS: We analyzed data derived from cross-sectional study. Study's subjects were pregnant women, who didn't experience cervix incompetence, placenta praevia, vaginal bleeding, premature rupture of the membrane, or carcinoma of the cervix, visited Antenatal Clinic of Obstetric and Gynecology Department dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta July-September 1998, and the vaginal and cervical discharge were examined with Gram staining and wet mount, gonococcal culture, and for Chlamydia detection with enzyme immuno assay technique. Serology test of syphilis was also done. Data were then analyzed using the polytomous logistic regression.
RESULTS: From 300 pregnant women examined, RTI was found in 28,4% with vaginal candidosis being the most prevalent (15%) followed by bacterial vaginosis (9,3%), sexually transmitted infection (4%). The thick and curdy vaginal discharge, and vaginal discharge adhered to vaginal wall were strongly associated with vaginal candidosis with adjusted odds ratio (OR) 10,40 with 95% confidence interval (95% CI) 2,73 ; 39,59 and adjusted OR 4,05 (95% Cl 1,16 ; 14,11) respectively. Pregnant women aged 17-24 years has a higher risk for sexually transmitted diseases with adjusted OR 9,91 (95% Cl 1,08 ; 90,68).
CONCLUSION: RTI can be found in more than one-fourth pregnant women visiting antenatal clinic, so it was recommended to screen every pregnant women for RTI. The associated factor of candidosis vaginalis was thick and curdy vaginal discharge or discharge adhered to the vaginal wall The risk of sexually transmitted infection was more prominent among young aged pregnant women."
2001
T3161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>