Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102222 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitompul, A. R Adelany
2001
S3041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam rentang kehidupan manusia, terdapat periode dewasa menengah yaitu usia 40-
65 tahun. Komposisi penduduk usia ini merupakan yang terbesar jumlahnya di antara
kelompok usia lainnya dan memberikan kontribusi besar bagi kebijakan suatu negara.
Pada masa ini manusia umumnya berada di puncak karir dan kehidupan perkawinan
yang mantap. Namun, jika seseorang kehilangan pasangan hidupnya, ia akan
mengalami stress yang amat berat. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif
korelasi yang bertujuan mengidentifikasi sejauh mana pengaruh kehilangan pasangan
pada dewasa menengah terhadap motivasi bersosialisasi. Penelitian dilakukan
terhadap 30 janda atau duda berusia 40-65 tahun yang kehilangan pasangannya akibat
kematian dan belum menikah lagi di Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jakarta
Timur. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti
berdasarkan konsep kehilangan Kuehler-Ross dan kisaran respons sosial Laraia &
Stuart. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73,33% responden tidak berada di tahap
penerimaan pada tahap berdukanya, sedangkan motivasi bersosialisasinya
menunjukkan tingkat sedang 50% dan tinggi 50%. Melalui perhitungan dengan rumus
korelasi Pearson Product Moment menghasilkan angka korelasi yang sangat rendah
yang berarti hubungan antara kehilangan pasangan dan motivasi bersosialisasi sangat
rendah."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5077
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Indramaya
"Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menerapkan pidana mati dalam aturan pidananya. Padahal, hingga Juni 2008, lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek pidana mati baik secara de jure atau de facto. Di tengah kecenderungan global akan moratorium pidana mati, praktek ini justru makin lazim di terapkan di Indonesia. Paling tidak selama empat tahun berturut-turut telah dilaksanakan eksekusi mati terhadap 9 orang narapidana. Pro-kontra penerapan pidana mati ini semakin menguat, karena tampak tak sejalan dengan komitmen Indonesia untuk tunduk kepada kesepakatan internasional yang tertuang dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Permasalahan yang muncul adalah mengapa ada pihak yang menjadi pro atau kontra terhadap pidana mati. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: memberikan penjelasan yang bersifat teoritis mengenai pro dan kontra peranan sanksi yang dalam hal ini adalah pidana mati, sehingga dapat memberikan pandangan dan informasi yang akurat dalam bidang pemberantasan, pencegahan dan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba dalam mewujudkan ASEAN bebas narkoba pada tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan sosioyuridis, dimana peneliti mengadakan penelaahan dokumen dan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan (keterangan ahli pemerintah, ahli hukum, tokoh masyarakat, dan terpidana mati) untuk mengetahui tanggapantanggapan mereka terhadap implementasi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba dan apa kendala yang dihadapi sehubungan dengan wacana adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penelitian ini mengambil lokasi di Jakarta pada bulan November 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya pro dan kontra terhadap pelaksanaan eksekusi mati dalam masyarakat luas, dikarenakan adanya isu pelanggaran hak asasi manusia, munculnya Undang-Undang bernuansa HAM, antara lain UU No.39 tahun 1999 tentang HAM yang semakin menegaskan kesenjangan yang terjadi dengan produk-produk perundang-undangan Indonesia yang mengatur hukuman mati dan pidana mati untuk kasus narkoba masih dapat dipertahankan khusus untuk para produsen dan pengedar narkoba. Untuk meminimalisir perdebatan pro & kontra dalam masyarakat, saran yang diajukan adalah baik tim perumus RUU KUHP maupun tim perumus Undang-Undang bernuansa HAM, perlu duduk bersama untuk memutuskan dari 3 pilihan, yaitu: (i) Indonesia tetap memasukkan pidana mati dalam KUHP dan non-KUHP dan konsisten dalam pelaksanaannya; (ii) Indonesia melaksanakan moratorium (de facto tidak menerapkan) praktek hukuman mati; atau (iii) Indonesia melakukan abolisi (penghapusan) hukuman mati dalam semua produk hukumnya baik dalam KUHP maupun di luar KUHP, perlu adanya peninjauan kembali terhadap pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia oleh para pembuat hukum dan pengambil kebijakan di negeri ini dan untuk para tim perumus RUU Narkotika dan Psikotropika (dimana Badan Narkotika Nasional adalah salah satu anggotanya), perlu mengkaji prosedur pelaksanaan pidana mati agar tidak terlalu lama jeda yang terjadi antara jatuhnya vonis dengan eksekusi.

Indonesia is one of the countries that still applies the death penalty. Whereas, until June 2008, more than half of the nations in the world have revoked capital punishment de jure as well as de facto. Amidst the global tendency of a moratorium, this practice is precisely becoming customary in Indonesia. At least in four subsequent years 9 convicted prisoners have been executed. The pro?s and con?s are increasingly becoming stronger, since it seems not in line with Indonesia?s commitment to follow the international agreement in the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) and the International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR). The problems that arise are the reasons why there are some parties become pro or contra of the death penalty. This study is aimed to provide theoretical clarification on the pro?s and con?s of sanctions, in particular capital punishment, for accurate views and information in the field of prevention and eradication on drug abuse and illicit drug trafficking toward ASEAN Drug Free on 2015.
This reasearch applies the qualitative method with socio-yuridis approach, through document research and in depth interviews on informants from government and legal experts, community leader as well the convicts in order to understand their perceptions on the implementation of the death penalty on convicts of drug cases, and the constraints encountered viewed from the Human Rights perspective. The research is took place in Jakarta area on November 2008. The outcomes of this research conclude that: the existence of the pro?s and con?s to the death penalty in Indonesia is caused of the human rights issue, the existence of Human Rights Legislation, that is Law Number 39 of 1999 is clearly define the gap with the legislation that consist of the death penalty and the persistence to keep the death penalty in Narcotics and Psychotropics Laws in particular aimed to the producers and the traffickers.To minimize the controversy of the death penalty, this reasearch suggests that the formulator team of Criminal Law Legislation Draft and the formulator team of Human Rights Legislation Draft have to discuss and choose one of the three options, that is: (i) Indonesia still put the death penalty on its Criminal Law Legislation and Civil Law Legislation and being consistent on its xecution; (ii) Indonesia implement moratorium (de facto not apply) on the death penalty; or (iii) Indonesia implement abolition (eliminate) on the death penalty in all Laws and regulations both in Criminal Law and Civil Law, need to be reviewed the death penalty execution in Indonesia by the law maker, the policy maker and the formulator team of Narcotics and Psychotropics Legislation Draft (where Badan Narkotika Nasional is one of its members) in this country."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25470
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hardika Aji Drajatsatria
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukuman mati di Indonesia ditinjau dari aspek politik hukum pidana. Permasalahan yang diangkat ialah pertama, apa dasar politik hukum pidana oleh para pembuat kebijakan memasukan hukuman mati dalam jenis hukuman pidana. Kedua, jenis tindak pidana apa saja yang dapat diancamkan dengan hukuman mati ditinjau dari frasa kejahatan paling serius, dimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) dasar politik hukum pidana diaturnya hukuman mati dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ialah berdasarkan tujuan pemidanaan baik tujuan pembalasan ataupun pemidaan sebagai sebuah tujuan. (2) jenis tindak pidana yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan paling serius didasarkan oleh instrument hukum internasional yang terkait dan dibandingkan dengan kejahatan yang di Indonesia dianncamkan dengan hukuman mati.

This main of this study is the arrangements about the death penalty in Indonesian in terms of aspect criminal legal policy. The problem is, first, what political policy makers criminal legal policy include the death penalty as a criminal punishment. Second, what are types of crime that can be threatened with the death penalty in terms of the most serious crime. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The results of this study stated that, (1) criminal legal policy in the regulation of the death penalty in Indonesia regulatory purpose of retribution and utilitarian theory. (2) Types of offenses classified as the most serious crime to compare International human right instrument with Indonesian law regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sayadi
"Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan pidana mati, sebagaimana yang diatur dalam pasal 10 KUHP lama. Pidana mati merupakan salah satu pidana pokok sekaligus hukuman terberat bagi pelaku tindak pidana. Dalam pembaharuannya berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 2023 tentang KUHP baru. Pidana mati tidak lagi masuk dalam kategori pidana pokok, melainkan pidana khusus yang selalu diancamkan secara alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan 10 (sepuluh) tahun. Pasal 100 KUHP 2023 merupakan salah satu pasal yang lahir dari pembaharuan KUHP baru yang menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya ketentuan ini menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan ketentuan adanya perilaku terpuji dan harapan untuk diperbaiki. Jika dalam menjalani masa percobaan terpidana menunjukkan sikap perilaku terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi penjara seumur hidup. Namun sebaliknya jika dalam masa percobaan tersebut terpidana tidak menunjukkan sikap perilaku terpuji dan harapan untuk diperbaiki maka pidana mati dapat dijatuhkan atas perintah jaksa agung berdasarkan Keputusan presiden dengan memperyimbangkan putusan Mahkamah Agung. Dengan adanya ketentuan penilaian tersebut, demikian timbul pertanyaan bagaimanakah kriteria perilaku terpuji dan harapan untuk diperbaiki yang dimaksud? Sebagai suatu dasar pertimbanagan hakim dalam memutus layak atau tidaknya terpidana memperoleh perubahan hukuman.

Indonesia is one of the countries that still maintains the death penalty, as stipulated in article 10 of the old Criminal Code. Death penalty is one of the main punishments as well as the heaviest punishment for criminal offenders. Meanwhile, based on its renewal based on Law No.1 of 2023 concerning the new Criminal Code. Death penalty is no longer included in the category of main punishment, but a special punishment that is always threatened alternatively and imposed with a probation period of 10 (ten) years. Article 100 of the new Criminal Code is one of the articles born from the reformation of the new Criminal Code which has become pros and cons in the community. The reason is that this provision states that the judge can impose the death penalty with a probation period of 10 (ten) years by taking into account the provisions of commendable behavior and hope for improvement. If during the probation period the convict shows commendable behavior, then the death penalty can be changed into life imprisonment. On the other hand, if during the probation period the convict does not show commendable behavior and hope for reparation, then death penalty can be imposed by order of the attorney general based on presidential decree by considering the decision of the Supreme Court. Thus, the question arises as to what are the criteria for commendable behavior and hope for improvement. As a basis for the judge's consideration in deciding whether or not the convict deserves a change in sentence."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalene Victoria Lorenzo
"Indonesia dikritik masyarakat internasional ketika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan eksekusi. Hampir setiap kasus terpidana mati tidak didasarkan pada standar peradilan yang adil. Pihak yang bertentangan dengan hukuman mati mengungkapkan bahwa otoritas secara sewenang-wenang menolak hak-hak dasar dalam sistem peradilan pidana yang jelas melanggar hukum internasional. Hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas peradilan yang adil dan hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia diwujudkan hanya secara prinsip dalam perundang-undangan. Dalam melaksanakan undang-undang perdebatan bermunculan terkait apakah kemampuan penyandang intelektual dan mental dapat dipertanggungjawaban secara sempurna dalam hukum pidana. Tantangan muncul terlebih lagi di tingkat kemampuan mereka untuk membela hak yang melekat pada diri manusia dengan menggunakan standar peradilan yang adil. Penelitian ini menyimpulkan komponen sistem peradilan pidana yang diamanatkan dalam setiap tahap sistem peradilan pidana menjalankan kewenangan dengan obyektif masing-masing secara terpisah. Untuk memberikan perspektif yang berbeda, penelitian membandingkan putusan pengadilan di India, Amerika Serikat dan Malawi yang mengidentifikasi gangguan jiwa sebagai alasan pemaaf pidana. Penelitian juga memperlihatkan dua studi kasus yang membandingkan keadaan seseorang didiagnosis dengan gangguan jiwa sebelum dan sesudah vonis.

Indonesia generated international criticisms over the last few years when the government decides to resume executions. Most, if not all, of these cases had not been based on the fair trial standards. Oppositions reported the rights fundamental to the criminal justice system were arbitrarily denied in a deliberate violation of international law. These rights encompass the right to life, right to liberty and security, right to a fair trial and right to freedom from torture and ill treatment embodied only in principle within national laws and regulations. The legislative implementation prompts an active debate as to whether a person with intellectual disability and mental illness has the normal minimum culpability required for criminal liability. Challenges arise even more so in the extent of their ability to a defence by means of their inherent right to the fair trial standards. The thesis has produced a round of critiques which concludes individual objectives in institutions mandated in each stages of the criminal justice system. To provide different perspectives, it compares judicial decisions in India, United States of America and Malawi identifying the insanity defence. In addition, the research made two case studies comparing the circumstances of a person diagnosed with mental illness prior to and after conviction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Puspita Sari
"Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan peristiwa kehilangan yang dapat memengaruhi kondisi emosional ibu secara signifikan, yang berpengaruh terhadap status kesehatan secara keseluruhan, sehingga dibutuhan asuhan keperawatan untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan ibu baik fisik, psikologis, sosiokultural dan spiritualnya. Karya ilmiah akhir spesialis ini membahas penerapan teori Health Care System dan Loss and Grieving pada ibu yang mengalami Intra Uterine Fetal Death (IUFD) pada kehamilan yang diharapkan, serta penerapan Evidence Based Nursing Practice yaitu Mindfulness-Based Spiritual Therapy sebagai salah satu alternatif intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan garis pertahan ibu dan memfasilitasi pemulihan emosional dan spiritual ibu.
Penelitian ini merupakan clinical case report pada 5 orang ibu yang mengalami IUFD di dua rumah sakit yang berbeda. Hasil studi didapatkan bahwa teori Health Care System dan Loss and Grieving dapat diintegrasikan untuk membantu memahami pengalaman ibu dan memberikan perawatan yang sesuai. Melalui terapi psikologis dan dukungan emosional yang adekuat, ibu dapat mengatasi kesedihan dan trauma yang terkait dengan kehilangan, dan melalui proses berduka dengan adaptif.

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) is a loss event that can significantly affect the mother's emotional well-being, which in turn influences her overall health status. Therefore, nursing care is needed to achieve the physical, psychological, sociocultural, and spiritual health and well-being of the mother. This paper discusses the application of the Health Care System and Loss and Grieving theories in mothers experiencing Intra Uterine Fetal Death (IUFD) during expected pregnancies, as well as the implementation of Evidence- Based Nursing Practice, namely Mindfulness-Based Spiritual Therapy, as one of the alternative interventions that can be used to enhance maternal coping and facilitate emotional and spiritual recovery.
This study is a clinical case report of five mothers who experienced IUFD in two different hospitals. The study's findings revealed that the Health Care System and Loss and Grieving theories can be integrated to help understand mothers' experiences and provide appropriate care. Through psychological therapy and adequate emotional support, mothers can cope with the grief and trauma related to the loss and proceed with adaptive grieving.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Yuliana
"Angka kematian perinatal merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI tahun 1999, angka kematian perinatal di Indonesia saat ini masih tinggi yaitu 45 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian perinatal di Kotamadya Bengkulu adalah 177 dari 7.207 kelahiran hidup. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi kematian perinatal di Kotamadya Bengkulu. Periode pengamatan dilakukan selama satu tahun terhitung mulai I Januari 1999 sampai dengan 31 Desember 1999.
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan kasus kontrol dengan perbandingan jumlah kasus dan kontrol sebanyak 1:1, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 131 kasus dan 131 kontrol. Pengambilan kontrol dilakukan pada wilayah yang sama dengan kasus secara random sampling tanpa melakukan maching. Kasus adalah bayi yang meninggal pada masa perinatal antara tanggal I Januari 1999 sampai dengan 31 Desember 1999 di Kotamadya Bengkulu, sedangkan kontrol adalah bayi yang lahir hidup dan tidak mati pada wilayah dan periode waktu yang sama.
Hasil penelitian menemukan bahwa dari 12 variabel, 11 variabel bermakna dengan p < 0,05 yaitu umur (P= 0,0001 dan OR=13,54), paritas (PN 0,0001 dart Olt 3,95), pendidikan (P= 0,002 dan OR=2,24), kondisi kesehatan (P= 0,016 dan OR~,46), kelengkapan pemeriksaan (PN 0,0001 dan OR=12,54), frekuensi pemeriksaan (P= 0,0001 dan QR=5,759), jenis penolong persalinan (P= 0,0001 dan OR=12,05), jenis persalinan (P= 0,0001 dan OR= 4,88), lama persalinan (P= 0,0001 dan OR=33,75), komplikasi persalinan (P= 0,0001 dan OR= 10,506), berat badan bayi (P= 0,0001 dan OR 200,35).
Berdasarkan model akhir dari penelitian ini, didapatkan bahwa faktor yang berhubungan erat dengan kematian perinatal adalah berat badan bayi, umur ibu, paritas, kelengkapan pemeriksaan, dan komplikasi persalinan. Untuk menghindari dan menurunkan angka kematian perinatal, disarankan untuk melakukan penyuluhan kepada ibu hamil melalui Dasa Wisma, kelompok pengajian dan organisasi masyarakat, tentang peningkatkan upaya pendeteksian dini terhadap ibu hamil yang berisiko tinggi, penundaan kehamilan untuk ibu yang berumur <20 tahun, dan menghentikan kehamilan untuk ibu yang memiliki anak lebih dari tiga atau berusia > 35 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi terpilih. Untuk kasus BBLR dapat dilakukan penyebarluasan informasi kesehatan dengan pengenalan metode kanguru, baik di rumah maupun di fasilitas kesehatan.

Prenatal mortality rate (PMR) is one of the health status indicator. In Indonesia prenatal mortality rate is still bight, estimated around 45 per 1000 life births. Hite the PMR in Bengkulu city is 177 of 7.207 live birth. This study is aimed to determine factors that influence of prenatal mortality in Bengkulu City. Observation was conducted for one year from 1st January 1999 to 31st December 1999.
This study used case control design with comparison 1 case and I control. The sample size is 131 cases and 131 control. Control was taken random is without matching. Cases are infants who die during prenatal period, whereas controls are infant who born and live within period 1st January 1999 to 31st December 1999 in Bengkulu City.
This study showed that 11 of 12 variables were significant with p < 0,05. They are age (p = 0,000I and OR = 13,54), parity (p = 0,0001 and OR=3,95), education (p = 0,002 and OR = 2,24), health status (p = 0,016 and OR = 0,46), complete examination (p = 0,0001 and OR = 12.54), frequency visit (p = 0,0001 and OR = 5,759), type of birth (p = 0,0001 and OR = 12,05), type of delivery (p = 0,0001 and OR = 4,88), delivery duration (p = 0,0001 and OR = 33,75), delivery complication (p = 0,0001 and OR = 1 0,506), birth weight (p = 0,0001 and OR = 200,35).
According to this study, there are some factors have close relation with prenatal mortality. They are birth weight, mother's age, parity, complete examination, and delivery complication. To prevent prenatal mortality, health provider should give health education for pregnant women trough organization like Dasa Wisma and Pengajian or the other organization. Second, increase early detection for high pregnant woman. Third, delaying pregnancy for young mother with age < 20 years and stopping pregnancy for old mother with age > 35 years by using contraception. To reduce Low Birth Weight by cases, health information about introduction of kangaroo method at home or health facility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T3921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nieke Resmiati Saleh
"Angka kematian perinatal merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Angka kematian perinatal Indonesia saat ini masih tinggi yaitu 45 per seribu kelahiran hidup. Diharapkan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia terutama rumah sakit tipe C sebagai pusat rujukan di wilayah kerjanya dapat membantu menurunkan angka kematian perinatal yang masih tinggi tersebut.
RSU Majalaya sebagai rumah sakit tipe C di Kabupaten DT II Bandung mempunyai angka kematian perinatal yang cukup tinggi yaitu 96,10 % (tahun 1994) menurut Informasi Kesehatan Propinsi Jawa Barat sedangkan menurut catatan medik dan register persalinan di RSU Majalaya sendiri sebesar 151,52% (1993); 146,51% (1994), dan 177,93% (1995) sebelum bayi berat <1000 gram dan bayi umur 4 28 minggu dihilangkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian perinatal di RSU Majalaya, serta untuk mengetahui faktor ekstemal (paritas, usia, kondisi kesehatan ibu, berat badan bayi lahir, rujukan medik eksternal serta status ekonomi ibu) dan faktor internal rumah sakit (kualitas penolong persalinan, lamanya pertolongan persalinan, waktu dan cara persalinan).
Metoda penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan desain kasus kontrol Sampel yang diambil sebesar 129 ibu bersalin dengan kematian perinatal dan kontrol sebesar 258 ibu bersalin dengan bayi hidup. Data diambil dari bulan Juli 1994 sampai bulan Juni 1996 secara retrospekti£ Analisa data dengan menggunakan program Epi Info versi 6.0 unmatch analysis deskriptif dan Odds Ratio untuk analisis bivariat.
Hasil penelitian menemukan bahwa dari 10 variabel ,5 variabel bermalma dengan P c p;OSyaitu berat badan bayi lahir (OR 4.62), kelas perawatan (OR 3,35), rujukan eksternal (OR 0.61), faktor resiko ibu (OR 4,15), dan lama pertolongan persalinan (OR 7,99). Peran RSU Majalaya sebagai Community Hospital belum menunjukkan hasil yang bermakna dalam menurunkan angka kematian perinata1. Demikian pula peran manajemen RSU Majalaya dalam pengelolaan perinatologi masih belum menunjukkan peran yang berarti karena masih tingginya angka kematian perinatal.
Disarankan untuk RSU Majalaya untuk meningkatkan manajemen perinatologi terutama dalam segi pendayagunaan tenaga spesialis dan kualitas penolong persalinan terutama persalinan di luar jam kerja dan penataan catatan medik dan register persalinan untuk meningkatkan sistem informasi manajemen rumah sakit. Bagi Dinas kesehatan dan instansi terkait disarankan untuk meningkatkan program penunjang bagi keberhasilan menurunkan angka kematian perinatal khususnya di RSU Majalaya serta mengupayakan perbaikan sarana dan prasarana yang terkait.

Perinatal mortality rate (PMR) is one of the health status indicators. PMR in Indonesia is still high, estimated around 45 per 1000 life births. It is expected that hospitals in Indonesia. Especially type C hospital, which functioning as a top referral in its catchments area, would help in reducing the perinatal mortality rate.
According to the Health Information of West Java. Majalaya public hospital as a type C hospital at Bandung regency has a high Perinatal Mortality Rate, i.e. about 96,10 % (1994). However according to the hospital medical record the rate were about 151,52 % (1993), 146, 51 % (1994), and 177, 93 % (1995). These rates were based on exclusion of those with weight less than 1000 grams and age less than 28 weeks.
The research explored factors related to PMR in Majalaya public hospital. The spesific objective is to describe the external factors (parity, age of the mother, mother health conditions, weight of the baby born, external medical refferal and the economic status) and internal factors (quality of the personnel assisting the delivery, length, time and method of delivery).
This research utilized a case -control study design. Numbers of cases taken were 129 delivery with perinatal mortality, and the control were 258 delivery with life births. The data were taken during July 1994 until June 1996 retrospectively. The analysis was done by using Epi Info versi 6,0 program, unmatched analysis descriptive program and Odds ratio to bivariate analysis.
The analysis revealed that 5 of the 10 variables have a significant relationship with in PMR with p<0.05. Of the 5 variables, 4 belongs to the external factors they are : weight of the baby born (OR 4,62), economic status (OR 3,35), external medical referral (OR 0,61), mother health condition (OR 4,15) The remaining one variable is belong to the internal factor i.e. length of delivery (OR 7,99). These findings suggest that for the hospital to play an effective role to reduce PMR, it has to adopt the concept of "Community Hospital". It was observed that this role has not been planned and implemented systematically as indicated by the high PMR.
It is suggested for the hospital, to increase its perinatology management including increasing the efficiency of specialist and the quality of personnel when serve delivery during off office time. It is also suggested for the hospital to improve its medical record and management information system. To health department of regency Bandung and another institution it is suggested to increase their support on program to decrease PMR, especially at Majalaya Public Hospital. This can be done for example by improving the hospital facilities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhanifah Hamdah
"Difteri merupakan penyakit re-emerging yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria dan menyebabkan kematian. Kematian akibat difteri ini di dunia memiliki CFR 5 – 10% dan di Indonesia CFR difteri sebesar 2% sehingga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian akibat difteri di Indonesia Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan data surveilans laporan rutin kasus difteri di Indonesia tahun 2018. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan unit analisis individu yang menderita difteri di Indonesia tahun 2018. Pada penelitian ini didapatkan 817 kasus dengan 2,8% penderita meninggal dan tempat tinggal responden paling banyak di Jawa Barat, yaitu 211 penderita. Faktor jenis kelamin, status imunisasi primer difteri, dan status pemberian Anti Difteri Serum (ADS) tidak berhubungan secara statistik dengan kematian akibat difteri. Faktor yang berhubungan secara statistik dengan kematian akibat difteri, yaitu umur < 15 tahun (OR = 7,863; 95% CI = 1,831 – 33,77) dan diagnosis penderita difteri konfirmasi laboratorium (OR = 2,774; 95% CI = 1,000 – 7,693).

Diphtheria is a re-emerging disease caused by the Corynebacterium diphtheria bacteria and causes death. The death from diphtheria in the world has CFR of 5-10% while in Indonesia has CFR is 2% that make it becomes one of public health concerns. This study aims to determine the factors associated with diphtheria deaths in Indonesia in 2018 using surveillance data on routine reports of diphtheria cases in Indonesia in 2018. The study design used was cross-sectional with a unit of analysis of individuals suffering from diphtheria in Indonesia in 2018. In this study there were 817 cases with 2.8% of patients dying and mostly of them living in West Java province (211 patients). Sex factors, primary diphtheria immunization status, and Serum Anti Diphtheria (ADS) status were not statistically related to diphtheria deaths. Factors statistically associated with diphtheria deaths were age <15 years (OR = 7.863; 95% CI = 1,831 - 33,77) and diagnosis of diphtheria patients from laboratory confirmation (OR = 2,774; 95% CI = 1,000 - 7,693)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>