Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169325 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andhika Yuriantoro
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S5161
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adjie Darmosakti
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan mekanisme pengangkatan anak di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Dengan semakin meningkatnya praktek pengangkatan anak di Indonesia, maka dirasakan perlunya ada perbandingan dengan negara lain seperti singapura dan Malaysia agar menjadi bahan komparasi agar terciptanya pengaturan pengangkatan anak di Indonesia yang baik dan melindungi anak itu sendiri. Secara yuridis, regulasi yang mengatur mengenai pengangkatan anak di Indonesia terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial No. 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak sedangkan Singapura mengaturnya didalam Adoption of Children Act dan Malaysia memiliki dua macam pengaturan yaitu Adoption Act dan Registration of Adoption Act. Dengan berbedanya pengaturan pengangkatan anak diantara ketiga negara, maka Dapat dilihat perbedaan dan persamaan dalam ketiga negara tersebut yang mana dapat di analisis secara rinci dan menyeluruh. Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif yang mana menggunakan peraturan-peraturan terkait dengan topik pembahasan.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap topik yang diangkat dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan seperti hukum yang berlaku, syarat usia calon orang tua angkat, syarat agama calon orang tua angkat dan calon anak angkat, hubungan dengan orang tua biologis, pengawasan pengangkatan anak, dan ada pula persamaan yang bisa dilihat seperti tujuan dilakukannya adopsi, batas usia anak yang akan diadopsi, pemeriksaan terhadap calon orang tua angkat, perlunya penetapan dari Pengadilan yang berwenang terhadap adopsi, adanya penempatan sebelum pengangkatan anak disetujui. Terhadap hal tersebut maka penulis menyarankan bahwa memerlukan suatu pengaturan yang lebih komprehensif untuk mengatur lebih lanjut dan membuat mekanisme dari pengangkatan anak lebih baik lag demi kepentingan dan perlindungan terhadap pengangkatan anak di Indonesia.

This thesis discusses the arrangement and mechanism of adoption in Indonesia, Malaysia, and Singapore. With the increasing adoption of children in Indonesia, there is a need for comparisons with other countries such as Singapore and Malaysia to be a comparative tool in order to create good adoption arrangements for children in Indonesia and to protect the children themselves. Juridically, the regulations governing the adoption of children in Indonesia are contained in Government Regulation no. 54 of 2007 on the Implementation of the Appointment of Children and the Regulation of the Minister of Social Affairs No. 110 of 2009 on Requirements for Adoption of the Child while Singapore regulates it in the Adoption of Children Act and Malaysia has two kinds of arrangements the Adoption Act and the Registration of Adoption Act. With different arrangements for adoption of children between the three countries, it can be seen the differences and similarities in the three countries which can be analyzed in detail and thoroughly. The research used in the writing of this thesis is the normative juridical method which uses the rules related to the topic of discussion.
From the research conducted on the topic raised it can be concluded that there are similarities and differences such as applicable law, age requirements of prospective adoptive parents, religious requirements of prospective adoptive parents and adoptive children, relationships with biological parents, supervision of adoption, and there as well as identifiable similarities such as the purpose of adoption, the age limit of the adopted child, the examination of the prospective adoptive parent, the necessity of determination of the competent Court of adoption, the placement before the adoption of the child is approved. To that end, the authors suggest that it requires a more comprehensive arrangement to further regulate and make the mechanism of adoption better for the benefit and protection of adoption in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Karina Subroto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan konsep pembatalan putusan arbitrase internasional di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Penelitian ini juga menganalisis praktek yang dilakukan oleh lembaga peradilan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia melalui putusan Pengadilan setempat. Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan walaupun Malaysia dan Singapura merupakan negara yang mengadopsi UNCITRAL Model Law namum terdapat perbedaan dalam hal pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional di kedua negara tersebut. Perbedaan pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional juga akan terlihat kontras jika konsep pembatalan dikedua negara tersebut dibandingkan dengan Indonesia.
Praktek di lembaga peradilan sudah tepat dalam menerapkan peraturan arbitrase di negara setempat. Hal tersebut tercermin dalam putusan Court of Appeal Malaysia antara TLL HLL melawan Laos, High Court Singapore JVL melawan Agritrade, dan putusan MA PT.Indiratex melawan Everseason.

This research aimed to identify the difference of the concept of international arbitral award annulment in Malaysia, Singapore, and Indonesia. This research also analyze the practice of the national courts in Malaysia, Singapore, and Indonesia through the court judgment. Author use juridical normative research method with literature studies.
The research shows although Singapore and Malaysia are the Model Law Countries, they still have differences on the regulation of international arbitral award annulment. The differences contrastingly will be shown if we compare those regulations with Indonesia regulation in the international arbitral award annulment.
The practice of the courts have been appropriate in applying the rules of arbitration of the country concerned. It was proved on the Malaysia Court of Appeal award between TLL HLL vs. Laos Government, Singapore High Court award JVL vs. Agritrade, and Indonesia Supreme Court PT. Indiratex vs. Everseason.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudistira Aria Satyakusuma
"Transfer pricing merupakan praktik yang lazim digunakan oleh multinational enterprises dalam kegiatan usahanya. Transfer pricing yang dilakukan oleh multinational enterprises memungkinkan terjadinya pengenaan pajak berganda. Untuk mendapatkan kepastian dalam metode transfer pricing yang dilakukannya maka advance pricing agreement dapat digunakan.
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai penerapan advance pricing agreement di Indonesia dan faktor-faktor yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam penerapan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis data kualitatif. Data kualitatif didapatkan melalui studi literatur dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini adalah penerapan advance pricing agreement di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan bila dibandingkan dengan Singapura, faktor-faktor penghambat penerapan advance pricing agreement di Indonesia dan saran agar Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas pajak di Indonesia memperbaiki peraturan pelaksana advance pricing agreement dan mengatasi faktor-faktor penghambat penerapan advance pricing agreement di Indonesia.

Transfer pricing is a common practices used by multinational enterprises in their business activities. Transfer pricing used by multinational enterprises leads to possibility of double taxation. To get a certainty on their transfer pricing method, multinational enterprises can use advance pricing agreement.
This study aims to provide an overview of advance pricing agreement application in Indonesia and obstacles faced by Directorate General of Tax in its application. The method use was a qualitative study with qualitative data analysis. Qualitative data was obtained through study of literature and in-depth interviews.
The result of this study is advance pricing agreement application in Indonesia still have many inadequacy compared with Singapore, obstacle on advance pricing agreement application in Indonesia and suggestion so Directorate General of Tax as Indonesian tax authority can make improvement on advance pricing agreement regulation and how to overcome obstacles on advance pricing agreement implementation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Harris
"Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 maka pasar barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara akan terintegrasi menjadi satu membentuk suatu pasar regional yang menghilangkan hambatan arus barang dan jasa secara administrasi dan hukum. Akan tetapi hingga berlakunya MEA belum ada suatu instrumen ataupun otoritas yang mengatur dan menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini membahas mengenai perbandingan otoritas pengawas persaingan usaha di Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk mengetahui langkah apa yang harus ditempuh dalam menghadapi MEA.
Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dari otoritas pengawas persaingan usaha di ketiga negara karena masing-masing negara saling melengkapi dalam bidang Hukum Persaingan Usaha. Dalam menghadapi MEA negara-negara di ASEAN perlu melakukan harmonisasi Hukum Persaingan Usaha serta membentuk suatu otoritas yang bertugas menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN.

By the enactment of the ASEAN Economic Community (AEC) in the end of 2015, the market for goods and services in the Southeast Asia region will be integrated together to form a regional market that eliminates barriers to the flow of goods and services in administration or law. But until the entactment of the MEA there is no instrument or authority to regulate and enforce the Competition Law in the ASEAN region.
This thesis using normative juridical research method, which is explanatory descriptive. This thesis analyizes the comparison of competition law supervisory authorities in Indonesia, Singapore, and Malaysia to determine what steps should be taken in facing the MEA.
The results from this study is that there is no significant difference from the regulatory authorities of competition in the three countries because each country complement each other in the field of Competition Law. In facing MEA, ASEAN countries need to harmonize Competition Law and establish an authority that is in charge of enforcing the Competition Law in the ASEAN region.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmakarina Ekoputri Desabrina
"Sistem pembiayaan kesehatan memainkan peran kunci dalam kesuksesan jaminan kesehatan nasional, terutama dalam memastikan akses yang merata ke layanan kesehatan. Indonesia, Thailand, Singapura, dan Malaysia memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengelola fungsi pembiayaan kesehatan untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC). Penelitian ini membandingkan fungsi pembiayaan kesehatan di keempat negara tersebut melalui metode literature review dengan menggunakan data dari artikel jurnal akademik dan laporan resmi dari kementerian kesehatan masing-masing negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia mengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan dengan dana dari kontribusi peserta dan alokasi pemerintah. Thailand memiliki tiga skema utama: UCS (Universal Coverage Scheme), CSMBS (Civil Servant Medical Benefit Scheme), dan SSS (Social Security Scheme), yang didanai oleh kombinasi anggaran pemerintah dan kontribusi tripartit. Singapura menggunakan sistem 3M (Medisave, Medishield Life, dan Medifund) yang menggabungkan tabungan wajib dan subsidi pemerintah. Malaysia menerapkan sistem dua pilar, yaitu layanan kesehatan publik yang didanai pajak dan layanan kesehatan swasta yang didanai oleh berbagai sumber termasuk jaminan sosial dan asuransi kesehatan swasta.

The health financing system plays a crucial role in the success of national health insurance programs, particularly in ensuring equitable access to healthcare services. Indonesia, Thailand, Singapore, and Malaysia each employ distinct approaches in managing health financing functions to achieve Universal Health Coverage (UHC). This study compares the health financing functions in these four countries through a literature review method, using data from academic journal articles and official reports from the respective ministries of health. The findings reveal that Indonesia manages its National Health Insurance (JKN) through BPJS Kesehatan, funded by participant contributions and government allocations. Thailand operates three main schemes: UCS (Universal Coverage Scheme), CSMBS (Civil Servant Medical Benefit Scheme), and SSS (Social Security Scheme), funded by a mix of government budgets and tripartite contributions. Singapore employs the 3M system (Medisave, Medishield Life, and Medifund), which combines mandatory savings with government subsidies. Malaysia utilizes a dual-pillar system, comprising publicly funded healthcare services supported by taxes and private healthcare services funded by various sources, including social insurance and private health insurance."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Harris
"Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 maka pasar barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara akan terintegrasi menjadi satu membentuk suatu pasar regional yang menghilangkan hambatan arus barang dan jasa secara administrasi dan hukum. Akan tetapi hingga berlakunya MEA belum ada suatu instrumen ataupun otoritas yang mengatur dan menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini membahas mengenai perbandingan otoritas pengawas persaingan usaha di Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk mengetahui langkah apa yang harus ditempuh dalam menghadapi MEA. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dari otoritas pengawas persaingan usaha di ketiga negara karena masing-masing negara saling melengkapi dalam bidang Hukum Persaingan Usaha. Dalam menghadapi MEA negara-negara di ASEAN perlu melakukan harmonisasi Hukum Persaingan Usaha serta membentuk suatu otoritas yang bertugas menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN.

By the enactment of the ASEAN Economic Community (AEC) in the end of 2015, the market for goods and services in the Southeast Asia region will be integrated together to form a regional market that eliminates barriers to the flow of goods and services in administration or law. But until the entactment of the MEA there is no instrument or authority to regulate and enforce the Competition Law in the ASEAN region. This thesis using normative juridical research method, which is explanatory descriptive. This thesis analyizes the comparison of competition law supervisory authorities in Indonesia, Singapore, and Malaysia to determine what steps should be taken in facing the MEA. The results from this study is that there is no significant difference from the regulatory authorities of competition in the three countries because each country complement each other in the field of Competition Law. In facing MEA, ASEAN countries need to harmonize Competition Law and establish an authority that is in charge of enforcing the Competition Law in the ASEAN region.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nurmillati
"Tesis ini membahas kebijakan insentif pajak penghasilan atas biaya penelitian dan pengembangan yang dikaitkan dengan pentingnya peranan teknologi dalam perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kebijakan pemberian insentif yang terkait dengan biaya penelitian dan pengembangan di beberapa negara dan menjelaskan kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam meningkatkan kegiatan R&D di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa insentif pajak yang digunakan oleh beberapa negara yang menjadi objek penelitian adalah super deduction dan tax credit. Setiap negara juga memiliki tarif insentif R&D, ketentuan carry forward, dan yurisdiksi kegiatan R&D yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan negara tersebut. Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tidak disebutkan tentang biaya dan kegiatan apa saja yang termasuk dalam cakupan kegiatan R&D untuk menjadi pengurang penghasilan bruto.

This thesis discusses policy of income tax incentive of research and development in relation to the importance of the role of technolocy in the economy. This research aims to analyze the tax incentive policy for expenditure on research and development (R&D) activities in Indonesia, Singapore, Malaysia, India, Australia, and China and analyzes constraints faced by the government to improve R&D activities in Indonesia. This research uses qualitative approach.
The results show that tax incentives are used by some of the countries which are the object of research are super deduction and tax credit. Each country also has R&D tax incentive rates, the carry forward provision, and the jurisdiction of the R&D activities that varies according to the country?s police. In Law Number 36 of 2008 does not stated the definition of the activities and what costs are included in the scope of R&D activities to be deduction from gross income.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Hapsari
"Rezim fiskal merupakan salah satu faktor terpenting yang harus dipertimbangakan dalam melakukan keputusan investasi dalam industri minyak dan gas bumi. Besaran nilai royalti, cost recovery, bagi hasil untuk kontraktor, domestic market obligation, investment credit, First Tranche Petroleum, dan tarif pajak memiliki efek yang cukup signifikan dalam keputusan investasi.
Fokus dalam penelitian ini adalah membandingkan rezim fiskal PSC di Indonesia dan PSC di Malaysia. Untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan dari tiap rezim fiskal, maka digunakan data yang sama untuk menganalisa keekonomian dari rezim fiskal yang berbeda.
Informasi dalam penelitian ini berguna bagi pemerintah terutama ketika pemerintah ingin membandingkan tingkat efektifitas dari rezim fiskal yang ada, terutama dengan rezim fiskal Malaysia. Hal yang paling penting adalah untuk bahan pertimbangan dalam mengatasi situasi saat ini, dimana cost recovery semakin meningkat namun produksi minyak dalam negeri semakin menurun.
Kesimpulan dari karya akhir ini, Pemerintah sebaiknya mengontrol cost recovery yang ada baik melalui kebijakan pemerintah maupun dengan mengubah kebijakan dalam rezim fiskal menjadi lebih progresif dan fleksibel.

Fiscal Regimes is one of the most important factors to be considered for investment decisions in oil and gas industry. Royalty rate, cost recovery, contractor share, domestic market obligation, investment credit, first tranche petroleum and tax rate have a significant effect on the investment decisions.
The focus of this study to compares the fiscal regimes PSC in Indonesia, and PSC in Malaysia. In order to analyze the advantages and disadvantages of each fiscal regime, the economic analysis of the same fields with the applications of those different fiscal regimes.
The information of this paper is useful for the governments when they want to assess their fiscal regime competitiveness compared to other fiscal regime especially Malaysia. The most important is to handle the current situations in Indonesia which are the cost recoveries are increasing but the productions and oil price are getting decrease.
Conclusion Indonesia should control the cost recovery either by government's policy or by their fiscal regime.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44727
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Kegiatan equity-based crowdfunding yang menawarkan saham kepada investornya dengan beban keterbukaan informasi dan biaya kepatuhan rendah memudahkan Perseroan baru untuk menggalangkan dana cukup besar dalam waktu yang relatif singkat. Diantara negara yang telah mengatur equity-crowdfunding adalah Selandia Baru dan Malaysia, yang menempatkan kegiatan ini pada rezim pasar modal mereka. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dengan mengacu pada Peraturan Bapepam. IX.A.5, equity-based crowdfunding dapat dijalankan di Indonesia selama nilai penawaran dibawah Rp 1 miliar. Meskipun demikian, saat ini masih terdapat hambatan hukum yang cukup besar dalam rangka memfasilitasi kehadiran para pihak maupun berkaitan dengan teknis pelaksanaan kegiatan equity-based crowdfunding.;Equity-based crowdfunding allows start-up companies to raise sizeable amounts of capital on a short amount of time through the offering of shares to the public with lower disclosure and compliance costs. Among the countries that have implemented equity crowdfunding regulations are New Zealand and Malaysia. In Indonesia, it can be concluded that under Bapepam Regulation Number IX.A.5, it is possible to conduct equity-crowdfunding, as long as the amount issued is lower than Rp 1 billion. However, there are still major hindrances surrounding the legal framework for equity crowdfunding, most notably regarding the facilitation of the parties and other technical issues., Equity-based crowdfunding allows start-up companies to raise sizeable amounts of capital on a short amount of time through the offering of shares to the public with lower disclosure and compliance costs. Among the countries that have implemented equity crowdfunding regulations are New Zealand and Malaysia. In Indonesia, it can be concluded that under Bapepam Regulation Number IX.A.5, it is possible to conduct equity-crowdfunding, as long as the amount issued is lower than Rp 1 billion. However, there are still major hindrances surrounding the legal framework for equity crowdfunding, most notably regarding the facilitation of the parties and other technical issues.]"
Universitas Indonesia, 2016
S61438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>