Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216491 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Armin
"Tarik menarik antara desentralisasi dan sentralisasi di berbagai negara termasuk Indonesia, selalu menjadi perbincangan yang menarik. Sulit ditentukan titik keseimbangan yang tepat antara sentrabsasi di satu pihak dan otonomi daerah di pihak lain. Demikian juga mengenai otonomi dan kontrol, Pemerintah Pusat sulit menentukan titik keseimbangan yang tepat antara otonomi dan kontrol. Berbagai undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah yang diterapkan juga tidak berhasil menentukan keseimbangan yang dapat menyenangkan semua pihak.
Pemerintah Pusat mengalami dilema antara otonomi dan kontrol, karena di satu pihak Pemerintah Pusat mempunyai political will (kemauan politik) untuk memperbesar otonomi daerah, tetapi di pihak lain Pemerintah Pusat me1akukan kontrol yang sangat ketat .terhadap penyelenggaraan otonomi daerah.
Otonomi daerah dapat diukur dari adanya kebebasan bergerak bagi pemerintah daerah untuk membuat dan melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhan daerah. Untuk itu Pemerintah Daerah memerlukan Pendapatan Asli Daerah yang tinggi, sehingga dapat mandiri dan mengurangi ketergantungannya. terhadap Pemerintah Pusat. Sebab Pendapatan Asli Daerah yang tinggi sangat menunjang pelaksanaan otonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi selalu mengalami peningkatan, selama lima tahun terakhir (1991/1992 s.d. 1995/1996) rata-rata peningkatannya sebesar 32,89%, dan kontribusinya terhadap APBD rata-rata 37,61%.
Dalam penelitian ini dikaji dua masalah pokok yakni: pertama, sejauh mana kontrol Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi dalam pengelolaan keuangan daerah. Kedua, apakah dampak kontrol terhadap kebebasan Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi dalam membuat dan melaksanakan kebijakan di bidang keuangan daerah. Teori yang digunakan untuk mendasari permasalahan ada dua yakni: Pertama, teori kontrol, kedua teori otonomi daerah. Instrumen penelitian adalah wawancara mendalam (indepth interview).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi sangat ketat. Akibatnya Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi kurang bebas membuat dan melaksanakan kebijakan yang dibutuhkan daerahnya. Setiap bantuan keuangan Pemerintah Pusat terhadap daerah diikuti oleh petunjuk, pengarahan dan pengendalian sehirigga Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi kurang bebas dalam menyusun, mengalokasikan dan melaksanakan anggaran sesuai dengan kebutuhan daerah. Anggaran yang agak bebas disusun, dialokasikan dan dilaksanakan adalah anggaran yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endjay Sendjaya
"Dengan ditetapkannya 26 Daerah Tingkat II Percontohan Otonomi Daerah di 26 Daerah Tingkat I, merupakan langkah terobosan dari Pemerintah dalam upaya mempercepat terwujudnya Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II. Untuk mengetahui jalannya pelaksanaan kebijaksanaan tersebut setelah 2 tahun berjalan. Tesis ini mencoba melakukan kajian evaluatif di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sebagai salah satu Daerah Tingkat II Percontohan di Jawa Barat.
Dari penelitian yang penulis lakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa pejabat yang sangat terkait dengan Percontohan Otonomi Daerah baik dari jajaran Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat maupun Pemerintah Daerah Tingkat II Bandung dan sumber lainnya, diketahui selain konsekuensi yang membawa perubahan pada kelembagaan, personil, perlengkapan maupun pembiayaan bagi Daerah Tingkat II Percontohan juga permasalahan - permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan koordinatif antar lembaga, kemampuan personil, sarana dan prasarana serta kemampuan dana daerah.
Dari permasalahan - permasalahan tersebut dilakukan analisis sehingga dapat diketahui faktor - faktor yang menjadi penghambat maupun pendorong terhadap jalannya pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran - saran untuk dijadikan bahan bagi yang berkepentingan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur B. Kertabudi
"Penelitian dilakukan dengan tujuan, di satu pihak untuk mengetahui upaya pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, di lain pihak untuk menelaah tingkat efektivitas organisasi Dinas dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Penelitian ini menerapkan metode deskriptif analisis yang dimaksudkan agar secara jelas dan faktual dapat menggambarkan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung pada saat penelitian dilaksanakan, serta berdasarkan data yang berhasil dihimpun, kemudian dianalisis untuk memperoleh kesimpulan.
Bertitik tolak dari analisis sebagaimana dipaparkan di atas, diperoleh gambaran bahwa latar belakang pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, sifatnya sangat birokratis, atau didominasi atau terlalu berorientasi kepada dasar hukum baik yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, maupun beberapa dasar hukum yang diterbitkan. oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung.
Dengan kata lain pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, kurang memperhatikan kerangka kerja teoritik yang merupakan prinsip-prinsip pengembangan organisasi. Kenyataan tersebut menyebabkan hasil dari pengembangan organisasi tersebut belum sepenuhnya dapat menjawab atau mengatasi tantangan tugas yang semakin kompleks."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T3605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Machrup Elrick
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984
S25381
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armin
"Di penghujung abad ke dua puluh Indonesia di landa oleh gelombang reformasi yang menuntut perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang. Salah satu tuntutan yang bergulir adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah. Hal itu berimplikasi pada perubahan pola hubungan pusat daerah. Adanya perubahan dalam hubungan pusat daerah mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh.
Studi hubungan pusat dan daerah berfokus pada masalah kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat. Suasana kebebasan di satu sisi dan adanya kontrol pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah di sisi lain memicu konflik kepentingan antara tingkatan pemerintahan. Di samping itu konflik kepentingan di provinsi kalimantan timur juga disebabkan oleh perebutan sumber daya oleh semua tingkatan pemerintah, baik pemerinta pusat dengan pemerintah daerah provinsi maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ada 5 aspek. Pertama, tipe penelitian eksplanatif. Kedua, pendekatan penelitian yang digunakan adalah struktural. Ketiga, konteks penelitiannya transisi. Keempat, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi terbatas. Kelima, teknik analisisnya kualitatif.
Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini akan dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pemerintah daerah provinsi kalimantan timur memiliki kebebasan untuk berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan sesuai dengan batas-batas kewenangan yang diberikan kepadanya. Batas-batas kewenangan itu ditentukan oleh pemerintah pusat dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Kedua, ada dua upaya pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan menciptakan sumber pendapatan baru bagi daerahnya. Pertama, intensifikasi pendapatan asli daerahnya. Kedua, ekstensifikasi pendapatan asli daerahnya.
Ketiga, kontrol pemerintah pusat terhadap pelaksanaan otonomi daerah ada dua macam. Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan APBD dan peraturn daerah dan atau keputusan kepala daerah. Kedua pengendalian pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang selanjutnya dijadikan pedoman dan acuan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Keempat, konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur terjadi disebabkan oleh dua faktor. Pertama, ketidakadilan dalam bagi hasil minyak dan gas. Pasalnya provinsi papua dan NAD diberikan bagi hasil minyak dan gas sebanyak 70%, sedangkan provinsi kalimantan timur dan riau hanya diberikan sebanyak 15%. kedua, konflik dalam penentuan Dana Alokasi Umum, konflik itu berawal dari simulasi DAU yang dilakukan oleh departemen keuangan pertengahan tahun 2001. Simulasi itu merugikan daerah penghasil termasuk provinsi kalimantan timur. Oleh karena itu daerah penghasil bersatu membentuk Kaukus Pekan Baru dan Kaukus jakarta. Kedua kaukus itu menuntut kepada panitia anggaran DPR RI agar kebijakan formulasi DAU yang disimulasikan ditinjau kembali. Panitia anggaran DPR RI berpendapat bahwa mereka tidak terikat dengan simulasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan. atas dasar itu dalma Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR RI dengan Menteri Keuangan disimpulkan bahwa tidak ada Daerah yang menerima DAU lebih rendah dari 2001.
Kelima, konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kota samarinda bersumber dari pencabutan peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 tentang ketentuan pengusahaan pertambangan umum dalam wilayah kota samarinda. Pencabutan peraturan daerah itu didasarkan atas dua faktr. Pertama, peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 bertentangan dengan kontrak karya (KK) yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pengusaha batubara. Kedua, peraturan daerah tersebut bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.
Secara teoritis, studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa teori yang diginakan dan mengkonstruksi teori baru tentang nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat, menunjukkan relevansi dengan teori Otonimi Daerah menurut Abdul Muttalib dan Mohd Ali Khan. Teori yang dikemukakan oleh Mack dan Snyder dan Maswadi Rauf tentang konflik menunjukkan relevansinya. Di samping relevansi teoritis juga dikemukakan konstruksi teoritis mengenai tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, masyarakat tidak frustasi terhadap pemerintah-baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah-. Hal itu disebabkan oleh dua faktor. Pertama, masyarakat tidak mendapat tekanan dari pemerintah. Kedua, masyarakat masing-masing memiliki kesibukan sehingga kurang waktu untuk memikirkan masalah pemerintahan apalagi melakukan gerakan separatis. kedua, heterogenitas masyarakat kalimantan timur. Tingginya heterogenitas masyarakat sehingga tidak ada suku yang mayoritas. Ketiga, masyarakat dan elite beranggapan bahwa melakukan gerakan separatis kerugiannya lebih banyak dari pada manfaatnya. Kerugian bagi elite jika terjadi gerakan separatis atau semacamnya adalah mereka sendiri akan terlempar dari struktur kekuasaan. Sedangkan kerugian bagi masyarakat adalah kalau terjadi kekacauan maka iklim untuk berusaha juga akan terganggu. Oleh karena itu elite politik Kalimantan Timur memegang prinsip bahwa bekerjasama dengan pemerintah Pusat lebih banyak manfaatnya dari pada melawannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
D475
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
336.01 AHM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
336.01 AHM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wid Hidayat
"Bantuan keuangan pusat kepada pemerintah daerah mendominasi porsi penerimaan daerah, dan karena itu memainkan peranan penting dalam sistem hubungan keuangan pusat daerah. Pengalaman praktek di beberapa negara menunjukkan bahwa pemberian bantuan keuangan pusat dapat memperbesar diskresi dalam menentukan penggunaan dana bantuan pusat sehingga dapat meningkatkan kemampuan pembiayaan pemerintah daerah.
Penelitian ini dimaksudkan hendak mengklarifikasikan diskresi keuangan yang dimiliki pemerintah daerah tingkat II dalam menentukan penggunaan dana bantuan pusat dan hubungannya dengan upaya meningkatkan kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dalam pengeluaran. Untuk itu akan dikaji sampai sejauh mana bantuan keuangan pusat memberikan keleluasaan sehingga pemerintah daerah tingkat II dapat mengambil keputusan sendiri terhadap penggunaaan dana bantuan pusat untuk membiayai kepentingan masyarakat daerah setempat.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan studi kasus di tiga kabupaten daerah tingkat II, yaitu: Badung, Sidoarjo dan Kepulauan Riau.
Gambaran singkat hasil penelitian menunjukkan bawwa alokasi dana bantuan keuangan pusat lebih mengarah kepada upaya pencapaian sasaran-sasaran nasional yang sifatnya sektoral-departemental yang diterapkan secara kaku sehingga secara keseluruhan diskresi yang dimiliki pemerintah daerah tingkat II dalam menggunakan dana Inpres bantuan pusat relatif kecil. Namun, tampak perbedaan antara tiga daerah tingkat II yang diteliti. Di Kabupaten Daerah Tingkat II Sidoarjo dan di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung yang lebih mapan, pemerintah daerah memiliki tingkat diskresi yang lebih besar mengingat sumber pendapatan daerahnya sendiri relatif besar dibandingkan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Riau.
Untuk lebih memberikan keleluasan dan ruang gerak yang lebih besar kepada pemerintah daerah tingkat II maka pedoman dan petunjuk penggunaan dana harus lebih dilonggarkan sehingga pemerintah daerah dapat lebih fleksibel mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat setempat.
Sementara menunggu lahirnya peraturan perundangan hubungan keuangan pusat daerah yang baru, Bappenas, Departemen Keuangan, dan Departemen Dalam Negeri, perlu mengambil langkah kebijakan pemberian diskresi keuangan yang lebih besar terutama kepada daerah-daerah tingkat II yang dijadikan daerah percontohan dan daerah-daerah tingkat II lainnya yang pendapatan daerahnya sendiri di bawah 20 persen dari total penerimaan APBD."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>