Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sopiani Rahmawati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5946
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 42 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 42(2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Katharina
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
352 RIR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ulta Levenia
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelembagaan partai politik dalam kerangka otonomi khusus sebagai sarana resolusi konflik separatisme. Otonomi khusus merupakan pembagian kekuasaan yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah negara induk kepada wilayah konflik separatisme. Dalam otonomi khusus terdapat kebijakan khusus atau hanya diperuntukkan bagi wilayah yang bersengketa. Salah satunya yaitu kebijakan partai politik lokal. Aceh dan Mindanao memiliki persamaan dan perbedaan dalam konteks konflik separatisme dan resolusi konflik. Persamaan utama yaitu terdapat kelompok pemberontak yang menginginkan kemerdekaan di kedua wilayah, perbedaan utama yaitu resolusi konflik yang gagal di Mindanao sedangkan berhasil di Aceh dengan indikator berhentinya konflik separatisme.
Argumen utama penulis dalam penelitian ini adalah partai politik lokal sebagai sarana resolusi konflik yang menjadi faktor berakhirnya konflik separatisme di Aceh antara GAM dan GoI namun tidak berhenti di Mindanao antara MNLF/MILF dan GRP. Kegagalan di Mindanao ini berdasarkan indikator masih berlanjutnya konflik setelah perjanjian perdamaian Tripoli pada tahun 1976 antara MNLF dan GRP. Berlanjutnya konflik tersebut menyebabkan munculnya kelompok pemberontak lain seperti MILF, BIFF, dan Abu Sayyaf Group. Permasalahan ini kemudian membawa penulis kepada argumen kedua yaitu dengan terdapat sentralisasi kelompok pemberontak, maka memudahkan proses perdamaian konflik separatisme. Selanjutnya penulis juga menemukan bahwa konflik separatisme tidak mencapai resolusi, jika kesepakatan otonomi khusus tidak mengatur partai politik lokal, karena kekuasaan yang diserahkan terpusat pada pemimpin kelompok pemberontak. Penulis melakukan analisis menggunakan teori yang dikembangkan oleh De Zeeuw (2009), yang menjelaskan empat aktor atau lembaga yang berperan dalam pelembagaan partai politik lokal, yaitu; aktor internasional, kelompok separatis atau pemberontak elit politik dan elit domestik. Penelitian ini bersifat kualitatif eksplanatif dengan komparasi menggunakan metode process tracing untuk membangun kesimpulan penelitian.

This study aims to analyze the impact of institutionalizing political parties within the framework of special autonomy as a medium of conflict separatism resolution. Special autonomy is the division of power that is surrendered by the central government or the parent state government to the territory of separatist conflict. In special autonomy there is a special policy or policy that only intended for the disputing region. One of them is the policy of local political parties. Aceh and Mindanao have similarities and differences in the context of separatist conflict and conflict resolution. The main equation is that there are rebel groups fighting for independence in the two regions, the main difference is the resolution conflict in Mindanao unsuccessful while succeed in Aceh with the cessation of the separatist conflict indicator.
The main argument in this study is, local political parties as a medium of conflict resolution is a factor in the successful on ended the separatist conflict in Aceh between GAM and GoI but does not cease the conflict in Mindanao between MNLF / MILF and GRP. This failure in Mindanao is based on the indicator that the conflict continues after the Tripoli peace agreement in 1976 between MNLF and GRP. The continuation of the conflict led to the emergence of other rebel groups such as the MILF, BIFF, and the Abu Sayyaf Group. This problem then brings the writer to the second argument, namely by centralizing the rebel group, thus ease the peace process of separatist conflict. Furthermore, the authors also found that separatist conflicts did not reach a resolution, if the special autonomy agreement did not regulate local political parties, because the power handed over was centered on the leaders of the rebel group. The author conducts an analysis using a theory developed by De Zeeuw (2009), which describes four actors or institutions that play a role in institutionalizing local political parties, namely; international actors, separatist groups or rebels of political elites and domestic elites. This research is qualitative explanatory by comparison using process tracing method to construct research conclusions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacobus Perviddya Solossa
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006
352 JAC o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Winardito
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua diberikan Otonomi Khusus, yakni bentuk otonomi yang hanya diberikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Dalam bidang keuangan, kekhususan ini diwujudkan dengan pemberian Dana Otonomi Khusus yang berupa Dana Penerimaan Khusus dan Dana Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas Alam yang prosentasenya lebih besar dibandingkan Daerah lain di Indonesia, disamping juga Dana Perimbangan lainnya.
Dengan Dana Otonomi Khusus yang besar jumlahnya, sementara kualitas sumber daya manusia yang mengelola Dana Otonomi Khusus tersebut relatif rendah, diragukan efektivitasnya untuk mencapai tujuan pemberian Otonomi Khusus, yakni meningkatkan pendidikan dan kesehatan (gizi) masyarakat asli Papua.
Sifat penelitian yang dilakukan dalam pembuatan tesis ini adalah deskriptif analitis dengan menerapkan metode studi kepustakaan dan wawancara tidak berstruktur dengan pejabat di lingkungan Direktorat Fasilitasi Dana Perimbangan Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Departemen Dalam Negeri.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa alasan utama diberikannya Otonomi Khusus pemberian Dana Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua faktor politis, yakni untuk mereduksi keinginan sebagian masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam 3 tahun pemberlakuannya, Dana Otonomi Khusus juga ternyata tidak efektif karena bagian terbesar Dana Otonomi Khusus tidak digunakan untuk pendidikan dan kesehatan (perbaikan gizi masyarakat) namun dibagikan secara hampir merata ke semua sektor pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi Papua.
Pemberian Dana Otonomi Khusus Papua ini ternyata bertentangan dengan dasar pemberian Dana Perimbangan. Dana Otonomi Khusus ternyata tidak memberikan keseimbangan fiskal, baik vertikal maupun horizontal, bahkan sebaliknya menambah kesenjangan fiskal, mengingat sebagian besar kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Papua termasuk kategori sedang dan tinggi (hanya 2 yang berkapasitas fiskal rendah). Selain itu, ternyata terdapat peraturan pelaksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang saling berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan persepsi.
Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa dana otonomi khusus dapat diberikan dalam kerangka dana perimbangan, yakni Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain dimungkinkan sesuai undang-undang, hal tersebut dapat lebih menjamin efektivitas penggunaan Dana Otonomi Khusus. Selain itu juga perlu diperjelas aturan mengenai pengelolaan Dana Otonomi Khusus sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaannya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T17162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"West new Guinea (Irian Barat) adalah wilayah jajahan terakhir pemerintahan kolonial Belanda yang dikembalikan kepada Indonesia melalui resolusi 2604 Perserikatan Bangsa-Bangsa, setelah melalui perundingan panjangdan konfrontasi militer, (Trikora) di bawah tekanan Amerika Serikat dan Inggris...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"In the Unitary State Republic of Indonesia?s system of law that is hierarchical, Pancasila is the basic philosophy of Unitary State Republic of Indonesia as the source of law and regulation formulation and placed as fundamental norm, the source of positive law. After the amendment of the 1945 constitution, it appears distinct autonomy phenomenon based on Article 18B the 1945 Constitution. Political situation in the formulation of Law Number 21 of 2001 regarding Distinct autonomy for Papua Province was pragmatic where the understanding of distinct autonomy was not based on deliberation among options of value or norm that in line with the notation ideology, but it was only a tool to solve immediate state problem. "
330 ASCSM 30 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Terbit Nur Fatahillah
"Sebagai instrumen desentralisasi asimetris, dana otonomi khusus memiliki peran penting dalam mencapai tujuan pembangunan sebagaimana amanat UU Nomor21 tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua. Namun, penggunaannya dinilai belum optimal akibat masih maraknya belanja yang tidaksesuai dengan ketentuan undang-undang yang berimbas pada tidak meratanya tingkat pembangunan daerah-daerah di tanah Papua. Padahal tingkat pembangunan ini diduga memiliki pengaruh terhadap peningkatan kapasitas pajak daerah sebagai cerminan sumber pendanaan belanja daerah yang mandiri dan berkelanjutan. Studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh dana otonomi khusus terhadap kapasitas pajak pada 40 dari 42 kabupaten dan kota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam rentang tahun 2010 hingga tahun 2019. Dengan menggunakan asumsi balanced paneldan metode two-stage least square(2SLS) yang menduga adanya endogenitaspada variabel capaian pembangunan yang juga menjadi salah satu taxable capacity daerah, hasil estimasi menunjukkan bahwa tidak adanya masalah simultanitas yang mengindikasikan tidak terbuktinya hubungan tidak langsung dana otonomi khusus terhadap kapasitas pajak daerah. Terlepas dari hal tersebut, dana otonomi khusus memiliki insentif terhadap peningkatan pendapatan per kapita daerah. Namun, peningkatan pendapatan per kapita ini tidak dapat mempengaruhi kapasitas pajak daerahnya secara signifikan. Adapun beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari penelitian ini diantaranya adalah proses penyesuaian alokasi belanja Pemda sesuai dengan ketentuan konstitusi yang berlaku, optimalisasi sektor produktif masyarakat, serta pengetatan dan pengevaluasian kembali mulai dari proses perencanaan hingga pengawasan dan pertanggung jawaban pembangunan pada segi pendapatan, pengeluaran, administrasi, maupun kelembagaannya."
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2021
336 ITR 6:4 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>