Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102750 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1980
S6136
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aidah
"Pembinaan anak yang melakukan pelanggaran hukum dapat dilakukan dalam lembaga maupun di luar lembaga, pembinaan di dalam lembaga merupakan suatu sistem pembinaan dimana seoarang dipisahkan dari lingkungan maupun keluarganya. Pembinaan yang dilakukan di dalam lembaga diberikan kepada anak yang sudah terbukti bersalah dan tidak dapat dikenakan tindakan yang lebih ringan karena anak telah diberi hukuman pidana. Penulis tertarik dalam masalah ini, karena ingin mengetahui bagaimana hubungan antara peserta didik di dalam lembaga dengan para pembinanya dalam proses pembinaan anak yang telah melakukan pelanggaran hukum.
Penelitian ini membahas hubungan/interaksi antara pembina dengan peserat didik dalam proses pembinaan lebih dalam lagi melihat bagaimana tingkat keberhasilan dari proses pembinaan yang dilakukan dalam lembaga.
Dalam menganalisa, kerangka berfikir yang digunakan dengan menghubungkan variabel independen (VI) dan variabel dependen (VD) yaitu Program Lembaga Pemasyarakatan, Sumber Oaya Manusia, sarana Lembaga Pemasyarakatan dan kararteristik anak didik Sebagai variabel yang mempengaruhi (VI). Dan Variabel yang dipengaruhi (VD) adalah proses pembinaan dan hasil pembinaan.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis. Selain mendeskripsikan data-data, juga menganalisanya. Pendekatan yang dipakai adalah kuantitatif dengan sampelnya berjumlah 60 peserta didik, yang diambil dari 269 peserta didik yang diambil secara acak untuk mempermudah pengambilan data, teknik yang digunakan adalah wawancara berstruktur pada masing-amsing responden. Juga dilakukan wawancara dengan para pembina yang berjumlah 11 orang, ditambah dengan studi pustaka dan dokumen untuk melengkapi informasi dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini adalah ada kekakuan dari program yang diberikan dan hubungan yang formil antara peserta didik dengan pembina. Peserta didik juga tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan terutama mereka yang masa hukumnya kurang dari 3 tahun. Mereka juga mengalarni hambatan dalam berkomunikasi, dengan keluarga maupun pembina yanga ada di lembaga.
Hasil analisa data, pencurian merupakan jenis kejahatan yang terbesar dilakukan oleh anak. Dan proses pembinaan di lembaga belum dapat dikatakan berahsil atau tidak berhasil dikarenakan tidak ada ukuran tentang keberhasilan suatu proses pembinaan di LP Anak Pria Tangerang."
2001
T353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Iswardani Adianto
"Pelangaran hukum dan penyimpangan perilaku oleh anak-anak/remaja, atau disebut juga 'delinkuensi' telah menjadi perhatian para ahli dibidang ilmu-ilmu sosial. Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk memahami masalah delinkuensi ini antara lain melalui penelitian-penelitian ilmiah. Salah satu topik yang menarik dan bermanfaat untuk diteliti adalah faktor-faktor penyebab delinkuensi. Menarik karena banyaknya teori yang membahas masalah ini; dan bermanfaat karena hasilnya selalu dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan program pembinaan bagi anak delinkuen.
Menurut Teori Kontrol, faktor yang berpengaruh terhadap delinkuensi bisa berupa kontrol personal, seperti konsep diri yang tinggi; bisa berupa kontrol sosial, seperti ikatan sosial yang kuat dengan lingkungan. Pendekatan psiko sosial lain mengatakan bahwa penyebab delinkuensi bisa bersifat internal, seperti inteligensi, kepribadian, tipe/bentuk tubuh, dsb; dan bisa bersifat eksternal, seperti keadaan keluarga, pengaruh teman, pengaruh TV/media massa, dsb.
Pada penelitian ini hanya ingin dipelajari pengaruh beberapa faktor yang secara teoritis dikatakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap delikuensi, yaitu inteligensi, konsep diri, kemampuan hubungan sosial, ikatan sosial dan kondisi keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilakukan terhadap 50 anak delinkuen di Lembaga Pemasyarakatan Anak (Pria) Negara Tangerang (LPAN).
Dengan analisa statistik regresi berganda, didapatkan hasil faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap delinkuensi pada kelompok ini adalah kemampuan hubungan sosial dan kondisi keluarga. Hasil lain yang diperoleh adalah dari gambaran umum inteligensi didapatkan 38 % dari subyek tergolong Borderline Mental Retardation, 34 % tergolong Average, 26 % Mentally Defective dan hanya 2 % yang tergolong Superior.
Gambaran konsep diri menunjukkan bahwa 88 % subyek memiliki konsep diri yang rendah, yaitu pada percentile 19 menurut norma populasi normal. Gambaran kemampuan hubungan sosial adalah sebanyak 80 % subyek memiliki kemampuan hubungan sosial yang tinggi; dan dari gambaran ikatan sosial subyek didapatkan sebanyak 86 % memiliki ikatan sosial yang tinggi. Gambaran kondisi keluarga menunjukkan 90 % mempunyai keluarga yang beresiko tinggi terhadap delinkuensi."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1979
S5980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"One of the problem in Education program espicially in senior technical high shool is disability entering on job vocation. Dual system Education Program (PSG) is constructed to disolve it problem. This research aim to evaluate implementation through this program...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S22277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`ainun
"Anak adalah generasi penerus, dan juga sekaligus merupakan salah satu aset penting yang ikut menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Menyadari akan hal tersebut, negara berusaha untuk memberikan jaminan agar setiap anak Indonesia dapat tumbuh kembang secara wajar dan optimal dalam lingkungan masyarakat luas serta mendapatkan hak-haknya. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal (2) yang menyebutkan bahwa:
Penyelenggaran perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:
a. non diskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan penghidupan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam kenyataannya, tidak semua anak dapat menikmati masa kecilnya dengan normal dan dalam lingkungan masyarakat luas. Di antaranya adalah anak-anak yang harus menjalani kehidupannya di dalam lingkungan penjara, atau yang secara resmi disebut Lembaga Pemasyarakatan. Untuk selanjutnya anak-anak ini disebut sebagai Anak Didik Pemasyarakatan yang terbagi dalam tiga kategori yaitu (Sujatno, 2004):
1. Anak Pidana, adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
2. Anak Negara, adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
3. Anak Sipil, adalah anak yang atas permintaan orang tua dan walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
Dari uraian di atas diketahui bahwa batasan umur seorang warga binaan anak adalah mencapai usia hingga 18 tahun, meskipun kenyataannya di Lapas Anak dapat dijumpai anak didik yang berusia hingga 21-24 tahun. Dalam psikologi perkembangan, usia ini dapat digolongkan ke dalam tahap remaja atau masa adolesen (Hurlock, 1996).
Visi dari Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri seperti yang tercantum dalam rencana strategis Ditjen Pemasyarakatan adalah memulihkan kesatuan hubuagan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sebagai individu, anggota masyarakat dan mahluk Tuhan YME. Sedangkan rumusan misinya adalah melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembiinbingan para WBP serta pengelolaan benda sitaan negara dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Untuk mewujudkan misi tersebut, dalam kenyataannya bukanlah hal yang mudah. Dalam buku 40 tahun Pemasyarakatan (Ditjen PAS, 2004) menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tetap dianggap oleh sebagian besar masyarakat adalah penjara. Para narapidana seperti di pengasingan dalam tembok penjara yang tinggi dan seram, serta kegiatan pembinaan dan pemberian pekerjaan dalam Lapas ternyata tidak memberi manfaat bagi para narapidana setelah mereka babas kelak. Hal-hal tersebut di atas hanyalah sebagian temuan kecil yang merupakan masalah-masalah dalam pembinaan narapidana.
Pemenjaraan bagi setiap orang berarti juga dipisahkannya individu tersebut dari lingkungan masyarakat disertai dengan segala pembatasan-pembatasan dalam setiap segi kehidupan. Seperti yang dikemukakan oleh Cooke, Baldwin & Howison (1990) bahwa terdapat berbagai permasalahan yang timbul serta berbagai pengarulmya bagi seseorang sebagai akibat dari pemenjaraan, seperti loss of control, loss of family, lack of stimulation, lack of communication, dan loss of models."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S8389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wahyu Ernaningsih
"Akhir-akhir ini angka kejahatan cenderung menunjukan kenaikan yang cukup tinggi di seluruh wiiayah Indonesia. Jika tahun 1988 jumlah seluruh kejahatan sebesar 198.803, tahun 1989 tercatat sebanyak 215.659, maka tahun 1990 angka kejahatan berjumlah 262.665 Ini berarti terjadi kenaikan angka kejahatan yang cukup tinggi, dari 8,47 % pada periode 1988-1989, melonjak menjadi 22 % pada tahun 1989-1990 (MABES POLRI DISPULAHTA, 1990).
Umumnya pelaku kejahatan di atas adalah pria. Berbagai laporan mendukung kenyataan tersebut Statistik kriminal di Inggris tahun 1987 misalnya, menunjukkan bahwa dari 3.825.000 kasus kejahatan, 86,9 % pelakunya pria (Abbot dan Wallace, 1990 : 154). Hal yang sama juga terjadi di Amerika. Dikatakan oleh Lundberg didalam Crime and Criminology (Reid, 1982 : 60) serta Sourcebook of Criminal Justice Statistics 1991 bahwa secara umum angka kejahatan yang dilakukan oleh pria Iebih tinggi daripada kejahatan yang dilakukan wanita. Meskipun demikian tidak berarti bahwa jumlah kejahatan yang dilakukan oleh wanita tidak ada, hanya relatif Iebih rendah dari pria. Bahkan secara kuantitas, jumlah kejahatan yang dilakukan oleh wanita meningkat pesat.
Di Amerika dalam kurun waktu tahun 1967-1973 jumlah kejahatan yang dilakukan wanita meningkat sebesar 64,3 %, sementara dalam periode yang sama jumlah kejahatan yang dilakukan pria hanya naik 14,8 %. Di Indonesiapun, data yang ada di MABES POLRI tahun 1990, menunjukkan situasi yang sama, dari sejumlah 2.631 kasus kejahatan yang dilakukan wanita pada tahun 1988, angkanya naik menjadi sejumlah 5.289 di tahun 1989 (naik duakali lipat) dan dalam tahun 1990 naik menjadi 5.767 kasus kejahatan (9 %).
Berdasarkan tulisan-tuiisan terdahulu, wanita pada masa-masa yang laiu jarang atau sedikit yang melakukan kejahatan, apalagi melakukan pembunuhan. Hal ini tampaknya berhubungan juga dengan adanya stereotype di dalam masyarakat yang menggambarkan wanita antara lain mempunyai ciri-ciri lemah lembut, penuh kasih sayang, penurut dan lain sebagainya (Radar, 1989, 50; Miller, 1991, 4) yakni citra baku wanita didalam masyarakat (yang memang disosialisasikan oleh masyarakat secara terus menerus) sehingga menciptakan "image" bahwa wanita tidak mungkin melakukan kekerasan ataupun membunuh. Namun pada saat ini seperti yang tercatat dalam statistik MABES POLRI tersebut di atas, kejahatan yang dilakukan wanita cenderung meningkat dan beragam jenisnya.
Dilihat dari sudut kualitas, pola kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan wanita cenderung bergeser dari pola "sex-specific offences" seperti: abortus illegal, shoplifting (pengutilan), infanticide (pembunuhan bayi) dan prostitusi (dalam KUHP Indonesia prostitusi bukanlah kejahatan) ke kejahatan yang umum dilakukan oleh pria, seperti perampokan bersenjata, lintah darat, bisnis ilega! narkotika, sampai pada pembunuhan dalam keluarga dan bahkan menjadi anggota salah satu organisasi kejahatan (Morris, 1987:65; Kusumah, 1982:35; Abbot,1990:153)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>