Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189234 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Veronica Mardiyati
"Beberapa hal mendorong pemerintah Indonesia meratifikasi hak anak dan membuat undang-undang perlindungan anak merupakan perhatian pemerintah untuk memperhatikan anak sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan di masa mendatang. Pelanggaran banyak terjadi terhadap hak anak, perhatian pemerintah sangat diperlukan dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia terhadap hak pendidikan anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang. Perwujudan pemenuhan hak pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang dibutuhkan untuk menunjang pemberdayaan sumber daya manusia di masa mendatang sebagai pilar pembangunan dan kehidupan. Substansi yang dijabarkan meliputi definisi anak dalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional sangat beragam diantaranya menurut Konvensi Hak Anak, setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali diatur lain yang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak diatur bahwa Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Penetapan usia anak bila dirilis dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku berusia di bawah 18 tahun. Pembahasan dengan substansi kelembagaan dan penerapan Hak Asasi Manusia di lingkupnya keterpengaruhan tingkat sumber daya manusia aparatnya atas konsisten terhadap tugas pokok dan fungsi dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas. Pokok bahasan yang dianalisis penerapan hak anak pada pemenuhan hak pendidikan dan sarana prasarana pendukung serta keterkaitan dalam membangun jejaring kerja di antara pihak terkait yang dapat merespon terhadap pemenuhan hak pendidikan untuk anak didik pemasyarakatan anak pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang.
Pengertian sistem pemasyarakatan dalam instrumen nasional tentang reaksi negara terhadap anak yang telah divonis melanggar hukum oleh pengadilan. Instrumen internasional tentang perlakuan terhadap tahanan dan narapidana dalam peraturanperaturan standar minimum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diberlakukan terhadap narapidana. Resolusi 663 C (XXIV)/1957 dan resolusi 2076/1977 meskipun dalam sistem perundang-undangan tentang penghukuman dalam sistem peradilan Indonesia tidak diatur secara memantau perihal perlakuan minimal yang diberikan oleh negara. Sistem pemasyarakatan maupun perolehan standar minimum bagi perlakuan terhadap narapidana menganut filosofi penghukuman yang diwarnai pendekatan rehabilitasi, yaitu pendekatan yang diberikan bahwa anak didik sebagai pesakitan dan karenanya harus disembuhkan untuk pembahasan hidup sebagai manusia normal pada umumnya.
Pemenuhan hak pendidikan memberikan kebebasan penuh kepada individu untuk berkembang, dengan diarahkan melalui pengajaran sesuai kurikulum, sebagai acuan pendidikan dasar. Dengan pendidikan untuk mengaktualisasi diri atau belajar untuk memberikan wawasan dan semua individu berhak untuk mengembangkan diri dan tidak terbatasi oleh apa dan siapapun.
Mengambil istilah tujuan pendidikan merupakan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila tujuan mengoperasionalkan manusia Indonesia seutuhnya dari wujud sila-sila Pancasila dalam arti peserta didik secara detail dengan ditanamkan melalui proses pembelajaran.
Dalam penerapan hak pendidikan untuk anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang yang direspon pemenuhannya terhadap peserta anak didik laki-laki dan anak didik wanita minimal pendidikan dasar. Untuk mencapai tujuan pemenuhan hak pendidikan tersebut melalui metode pembelajaran dan teknik pendidikan/keguruan yang sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Penyampaian materi yang dipeiajari membutuhkan teknik tertentu yang dipengaruhi beberapa faktor termasuk fasilitas pendidikan mencakup iklim dari lingkungan belajar, alat dan media belajar, organisasi materi/bahan ajar serta cara membimbing anak didik. Semuanya itu membutuhkan variasi sesuai materi yang dipelajari dan arah pendidikan pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang.

The efforts of Government of Indonesia to ratify the rights of child and draft law of children protection as an intention of government focus on child as human resource in the future. Violations often occur against the rights of child, government's concern has to be needed in human rights fulfillment of against rights to education for child on Boys Correctional Service and Girls Correctional Service at Tangerang. It is 'very important to require in order empowering of human resources in the future as a basis of development and life. The substance that analyzed includes child definition in the national and international constitutions such as Convention on Rights of Child stated that child means every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier. On law number 4 year 1979 of Children Welfare regulated that child are someone's not reached age 21 years old and not married yei. Determination of child age could be based on legislation less than 18 years old. Analyzing with institutional substance and implementation of human rights circumstances of influencing of the level of human rights officer upon their consistency to main duty, function and responsibility in implementation of duties. The main study that analyzed is implementation the rights of child to fulfill the right to education and additional facilities that connecting network between other related institution in order to response of fulfillment the right to education for the juvenile in Boys Correctional Service and Girls Correctional Service in Tangerang.
Correctional systems in Indonesia not regulate of minimum treatment for prisoner which given by the state, but incline to punishment philosophy which using rehabilitation approach. These approach gives to the juvenile as medical.
treatment/therapy for who had ill until they can live normally. In the international instrument also regulated minimum standard legislation of United Nations on resolution number 663 C (XXIV)/1957 and resolution number 2076/1977 of the treatment to the prisoner.
In implementation of right to education for juvenile in the correctional service in Tangerang still minimum, boys and girls only could access basic education. In order to fulfill their rights through by teaching methods and learning technique based on psychology development.
Delivering material that learned need special technique that affected several factors includes education facility, media tool, teaching material and teaching methods. All of them require variation based on material that leaned and education direction to the juvenile correctional service in Tangerang.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aman Riyadi
"Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai anak sering mengakibatkan adanya kesalahpahaman. Hal tersebut diakibatkan karena kurang efektifnya penyebarluasan pengetahuan mengenai anak. Keterbatasan tersebut berawal dari tidak adanya kepedulian masyarakat terhadap pentingnya perlindungan terhadap anak sehingga masyarakat di Indonesia pada kenyataannya sering mengesampingkan permasalahan-permasaiahan yang timbul terhadap anak. Telah diketahui bersama bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-Hak Anak. Hal tersebut membawa konsekuensi bahwa Indonesia harus melindungi kepentingan dan hak anak sebagai manusia.
Hak untuk memperoleh pendidikan ini tidak ada pembedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Selain itu setiap anak berhak memperoleh pendidikan tidak tcrkecuali bagi anak yang mengalami masalah dengan hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Adapun pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan harus diberikan pendidikan yang mengarah kepada pendidikan keterampilan hidup. Hal itu untuk dijadikan bekal hidup bagi anak-anak apabila mereka telah kembali kepada masyarakat.
Pengelolaan pendidikan merupakan hal yang penting guna berhasil mencapai tujuan pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan. Pengendalian pola belajar merupakan hal yang positif dan sekaligus merupakan tindakan preventif. Oleh karena itu sekalipun Anak Didik Pemasyarakatan berada di dalam Lapas, mereka tidak boleh dipisahkan dari pendidikan. Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Dengan memperhatikan berbagai sumber dan kendala dalam proses pendidikan, diperlukan suatu pengaturan agar pendidikan untuk peserta didik dapat berguna dan dapat mencapai tujuan. Pengaturan tersebut dilakukan dengan membuat suatu manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan usaha untuk melakukan pengelolaan sistem pendidikan yang terdiri dari tahap-tahap yang harus dipenuhi, yaitu diawali dengan perencanaan, diikuti pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pcmantauan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya.
Namun pada kenyataannya, manajemen pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena masih banyak hambatan-hambatan yang dihadapi proses pendidikan dalam rangka pembinaan.

People are often misunderstanding about children problems due to the limitation of the knowledge and awareness against them. These may caused by the ineffectiveness of dissemination of the children regime. The lack may come from the community it selves who do not really care about the importance of children protection, it is reflected in Indonesian society real life who always neglect the children issues. As it had been known that Indonesian had ratified the Convention on the Rights of the Child; constituted with the Presidential Decree number 36 11990 about the ratification of the protection of the child right and concern as human being.
The right to have an education can not be discriminated between female and male concern. It is particularly for them who have a problem with the law, as stipulated in article 60 paragraph (2) of the Child Court Law number 31 1997. For the treatment of child prisoner must be emphasized to the vocational education, in order to help them in having a live skill and may be used as a foothold in life after their released.
The education management is an important thing to succeed the purpose of the treatment of child prisoners. The learn pattern control is a positive and a preventive action as well. Hence, despite of the child prisoners placed in the institution, they shall not be separated from education. Education is a complex activity; contain with several components which have a strong linkage each other. Considering that many resources and obstacles in education process, it needs an arrangement so that they can use it and achieve the goal. This may form in a better management of education. Education management is an effort to carry out an education system which is contain with some steps fulfilled. It begins with planning, organizing, directing, actuating, controlling, and evaluating on proper school concern.
However, in reality the education management for the child prisoner in Child Correction Institution in Kutoarjo seems to go unwell. It because many obstacles in educational process for the treatment concern.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujo Harinto
"ABSTRAK
Sistem Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lagi sekedar mengandung aspek penjeraan semata, tetapi juga merupakan suatu upaya untuk mewujudkan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan, yaitu pulihnya kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam sistem ini, narapidana tidak lagi dipandang sebagai obyek dan pribadi yang inheren dengan tindak pidana yang dilakukan, tetapi dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, itikad baik dan potensi positif yang dapat digali dan dikembangkan dalarn rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Khusus terhadap narapidana anak yang dikenal dengan istilah Anak Didik Pemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dilakukan usaha yang lebih mengarah pada upaya memberikan bekal keterampilan hidup (life skill) sehingga diharapkan mereka dapat berperan aktif dalam pembangunan.
Penulis mencoba mengajukan program intervensi dalam bentuk pelatihan Keterampilan Hidup (Life Skill) bagi Anak Didik sehingga diharapkan mereka dapat kembali berintegrasi dengan masyarakatnya secara sehat dengan bekal keterampilan yang dimiliki.
Diakhir pelatihan, anak didik diharapkan dapat mengenali kelemahan dan kekuatan atau potensi yang ada pads dirinya, sehingga is dapat mempersiapkan diri guna menyusun rencana pengembangan din dan strategi dalam usaha mewujudkan cita-citanya."
2007
T17661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunaryo
"Anak didik pemasyarakatan adalah juga sebagai anggota masyarakat yang mempunyai hak-hak yang harus dihormati oleh siapapun. Sebagai insan yang belum dapat berdiri sendiri, perlu diadakan usaha kesejahteraan anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosial. Perbedaan yang mendasar antara anak didik pemasyarakatan dengan masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan hanyalah hilangnya kemerdekaan sehingga meskipun berstatus sebagai anak didik pemasyarakatan (anak pidana, anak negara dan anak sipil), hak privatnya harus tetap dipenuhi. Mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan hak bagi anak didik pemasyarakatan yang sekarang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Hidup bersama sekitar 267 orang menjadi rentan terhadap penyakit. Penyakit yang banyak diderita adalah radang usus dan penyakit diare. Adapun obat yang diberikan adalah diaforml, cantrymoxazol, and metronidazole. Pelayanan kesehatan yang dijalankan melalui klinik sebenarnya diberikan untuk memberikan pelayanan bagi anak didik pemasyarakatan yang bersifat promotif, kuratif, preventif dan rehabilitatif. Keempat jenis pelayanan kesehatan dalam lembaga pemasyarakatan tersebut belum semuanya dilakukan secara teratur karena belum adanya rencana kegiatan atau program kerja bagi petugas medis. Pelayanan kesehatan yang saat ini dijalankan masih tertuju pada aspek kuratif saja. Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang belum memiliki fasilitas laboratorium klinik, sehingga diagnosis penyakit hanya ditentukan secara klinis. Anggaran yang tersedia untuk pelayanan kesehatan bagi anak didik pemasyarakatan selama satu tahun sebanyak Rp 2.400.000. Nilai tersebut masih jauh dari harapan agar anak didik mendapatkan pelayanan secara Iayak dan mendapatkan obat-obatan yang baik. Kerja sama yang telah dilakukan masih harus diteruskan dengan pihak-pihak lain adar lembaga pemasyarakatan anak pria Tangerang dapat memperoleh bantuan obat-obatan secara berkesinambungan.Perlengkapan bagi anak didik pemasyarakatan yaitu pakaian untuk sehari-hari dan peralatan untuk mandi masih memprihatinkan. Untuk itu perlu mendapatkan perhatian yang serius dikarenakan anak didik pemasyarakatan hanya mendapat (disk) jatah pakaian biru yang diberikan sekali pada saat masuk lembaga pemasyarakatan dan untuk peralatan mandi selama ini belum diberikan.

The protege of prison is also as a society member who has rights which have to be respected by o matter who. As individual who not yet earned self-supporting, required being performed the effort prosperity of child so that they can grow and expand fairly weather physically, spiritually and socially. The basic difference among protege of prison with society outside the prison is only loss of independence. Nevertheless, even though they legally are being protege of prison (crime child, state child, and civil child), their privates' rights have to be fulfilled. Getting health service is a basic right for protege of prison who now stay in Child Man Prison of Tangerang. Coexist with around 257 people with diseases. The diseases that suffered by many prisoners are chaffing intestines and diarrhea. As for medicine that given are diaform, cantrymoxazol, and meironidazole. Clinic as representation of health service in Child Man Prison of Tangerang is run to give service for protege of prison promotively, curatively, preventively and rehabilitative. Those service was not yet done regularly altogether because there is no work plan for medical officer and service of health. In this time, health service can only run concentrated to just curative aspect. Since The Child Man Prison of Tangerang does not have laboratory facility, hence diagnosed diseases only determined clinically. Available budget to serve health for protege of prison during one year counted Rp 2.400.000. Those values still far from expectation in order to protege of prison can get service and medicines properly. The cooperation that has been conducted still has to be continued and improved with other parties so that the Child Man Prison of Tangerang can obtain medicine aid continuously. The daily clothes and bath equipments supply for protege of prison are still concern. Serious attention is needed for that require because of they only get blue clothes of disk and bath equipment once at the time they entering prison."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Haru Tamtomo
"Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang tayak dan sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Hal ini juga berlaku bagi anak yang berkonflik dengan hukum dan sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak. Pendidikan selain merupakan hak juga merupakan kebutuhan bagi anak sebagai bekal kehidupannya kelak di masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal bagi anak didik pemasyarakatan di Lapas Anak, khususnya di Lapas Anak Pria Tangerang, masih kurang sesuai dengan kebutuhan anak untuk bekal kehidupannya di masa depan. Hal ini mengingat penyelenggaraan pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Secara internal, faktor-faktor yang mempengaruhi berkaitan dengan kondisi anak didik yang berbeda, yaitu : latar belakang kehidupan, latar belakang perbuatan, lamanya pidana, jenis pelanggaran hukum, serta keterbatasan sumber daya dari pihak Lapas untuk dapat mengakomodasikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Sedang secara ekstemal, faktor yang mempengaruhi adalah masih adanya stigma negatifmasyarakat terhadap anak didik pemasyarakatan.
Untuk mengkaji model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik, make kerangka berfikir mengacu pada Teori Konstruktivisme oleh Bodnar (Didang Setiawan, 2004) yang mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses sosial yang aktif. Lingkungan pembelajaran perlu di kondisikan agar memiliki situasi yang mampu membuat murid dapat menciptakan pengetahuannya melalui aktivitasnya sendiri, baik fisik maupun mental. Mengacu teori tersebut penulis mengumpulkan data dengan pendekatan kualitatif dengan jumiah responden 24 prang, terdiri dari : tokoh pendidikan dan pemerhati anak, Pejabat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Pejabat Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Kepala-kepala Lapas Anak, Tenaga pengajar/guru, dan anak didik pemasyarakatan.
Dari hasil anaiisis data, penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal bagi anak didik pemasyarakatan di Lapas Anak saat ini masih dirasakan masih kurang optimal memenuhi kebutuhan anak didik, oleh karena itu diperlukan bentuk pendidikan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter anak didik berupa pendidikan khusus.

Every people have the right to receive good education and learning based on their needs. This is also applied for children who are in conflict with law and/or are currently in Juvenile Correctional Center (Lembaga Pemasyarakatan Anak). Education is not only a right for children but is also a need for their future Iife.
The current implementation of formal and non formal education for children in Juvenile Center has not met the need for their future life. There are internal and external factors that influence the quality of education in the Center. The internal factors include the condition of children such as their life background, behaviour background, the length of their sentence, type of the cases, and the limitation of the Center's resources to implement the teaching learning activities that meet to children' needs. The external factor mainly is the negative stigmatisation to the convicted children from the community.
The Constructivism theory by Bodner (Didang Setiawan, 2004) was applied to study the education model that perfectly meet the children need. The theory believes that learning is an active social process and the learning environment should be conditioned to support the situation to encourage children to improve their knowledge through exploring their activities, both physically and mentally. The study use qualitative research to collect the data from 24 respondents include education specialist and children right expert, the Directors from Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, the Director of Directorate of Special Education, several Head of Juvenile Correctional Center, Educator/teachers and children in the Juvenile Correctional Center.
The analysis data show that the implementation of formal and non formal education at Juvenile Correctional Center are still unable to meet the children's need. Therefore, it is important to have an alternative education, called Special education, which meet the children' need and character in the JuveniIse Correctional Center.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2007
T20759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmina
"Penelitian ini berjudul "PEMBINAAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN KASUS NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK PRIA TANGERANG". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis, bahwa pembinaan yang diberikan bagi Anak Didik Kasus Narkoba sudah selayaknya harus dibedakan dengan Anak Didik kasus pidana umum lainnya.
Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang dengan metode penelitian kualitatif. Beranjak dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang mengemuka adalah : (1) Mengapa metode Therapeutic Community tidak dilaksanakan dalam pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan kasus narkoba di Lapas Anak Pria Tangerang; (2) Metode Iain apa saja yang dilaksanakan sebagai pengganti metode Therapeutic Community dalam pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan kasus narkoba di Lapas Anak Pria Tangerang. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian tersebut, metoda pengolahan data yang dilakukan mengarah pada metode deskriptif eksplanatory.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama menjalani pidananya Anak Didik Pemasyarakatan Kasus Narkoba tidak mendapatkan pembinaan yang selayaknya harus diberikan pada narapidana penyalahguna narkoba sebagai terapi untuk memutuskan ketergantungannya terhadap narkoba. Sebagai alternatif pengganti maka program psikososial diberikan sebagai treatment bagi Anak Didik kasus narkoba.
Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi Lapas Anak maka perlu adanya peningkatan dan penyediaan saranalprasarana serta peningkatan management sumber daya manusia petugas Lapas Anak dengan mengikut sertakan dalam pelatihannpelatihan yang dapat mendukung kinerja petugas di lapangan.

The title of this research is "THE BUILDING OF JUVENILE WITH DRUGS CASE IN TANGERANG-MALE JUVENILE CORRECTIONAL INSTITUTION". The background in choosing the title is based on the empiric and theoretic research, in which the building for the juvenile with drugs case has been something, must be differentiated with the juvenile with non drugs case.
The location of this research is in Tangerang-Male Juvenile Correctional Institution. The method of the research is qualitative research. Base on the background above, the propose problem in this research are (1) Why Therapeutic Community method is not implemented in building the juvenile with drugs case in Tangerang-male juvenile correctional institution; (2) What methods are implemented instead of Therapeutic Community. In figuring out the answers of the research, the writer uses explanatory descriptive method in processing the data.
The result of this research shows that during the sentence runs, the juveniles with drugs case do not get the adequate building as what the prisoner with drugs case should get, where it is as kind of therapy to stop the addiction of drugs. The alternative program is used for juvenile treatment for instead is psychosocial program.
Seeing the result of this research, especially about the condition of the juvenile correctional institution, it has to improve and supply infrastructures then also improve human resources management especially the staffs in charge by training to support their work.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Triana Hapsari
"Implikasi penjatuhan pidana menimbulkan permasalahan tersendiri bagi anak yaitu hidup tanpa kehadiran orang tua atau keluarga. Peristiwa ini sangat merugikan proses perturnbuhan kepxibadiannya. Disebutkan dalam UU bahwa para andikpas harus dijamin hak-haknya agar dia dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang mempunyai harkat dan martabat Serta mampu mengelola masa depannya. Salah satu hak yang harus dipenuhi oleh pihak LPA adalah hak atas lingkungan keluarga dan perawatan alternatif. Salah satu wujudnya adalah hak untuk mengeluhkan masalah yang dihadapi Melihat kondisi ini maka, Direktur Jenderal Pemasyarakatan melalui Surat Edarannya nomor KP.10.13/13/1 tanggal 10 Mei 1973 menetapkan peraturan bahwa para petugas pemasyarakatan di LPA berperan untuk menjadi wali sebagai pengganti orangtua dan kawan bagi andikpas dalam Lapas. Tujuan dari pembentukan sistem perwalian ini adalah diharapkan para andikpas memiliki tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Sehingga kerisauan dan tekanan yang dialami selama menjalani masa hukumannya dapat disalurkan dan ditemukan pemecahannya secara tepat.
Berdasarkan hasil observasi, diskusi, dan kuesioner maka penulis menyimpulkan bahwa sistem perwalian ini berjalan kurang optimal dikarenakan banyaknya hambatan yang dialami para wali tersebut, antara lain : kurangnya kesadaran dan pemahaman mengenai tugas dan fungsinya sebagai wali, kurangnya pengetahuan mengenai tahap-tahap perkembangan anak dan kurangnya keterampilan sebagai wali. Oleh karena itu penulis mencoba untuk membuat program pelatihan sebagain upaya untuk meningkatan kompetensi petugas wali melalui metode Parenting Skills Workshop Series (PSWS) di LPA Pria Tangerang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudaryati
"ABSTRAK
Anak sebagai penerus cita-cita bangsa, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mentalnya.. Dalam upaya pembinaan dan perlindungan terhadap anak, seringkali terjadi pelanggaran hukum dan anak terpaksa hams berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini dapat terjadi pada siapa saja tanpa mengenal status sosial dan ekonomi.
Penempatan seorang anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan menghadapkan anak pada sejumlah masalah. Anak tidak hanya sekedar kehilngan kemerdekaan tetapi juga rentan terhadap berbagai eksploitasi dan stigmatisasi. Untuk itu selama berada di dal am Lapas, anak perlu mendapatkan perawatan rohani dan jasmani secara terns menerus agar anak tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. lingkungan sebaiknya tetap terjaga agar anak merasa tentram dan aman sehingga terwujud suatu kondisi Lapas Anak yang "Ramah Anak"
Upaya-upaya pemenuhan perawatan rohani dan jasmani anak didik di Lapas Anak Wanita Tangerang dilakukan melalui berbagai program pembinaan yaitu program pembinaan kepribadian dan program pembinaan kemandirian. Namun di dalam pelaksanaannya banyak kendala yang dihadapi antara lain dalam bidang manajeman organisasi, keterbatan saran dan prasarana, Sumber Daya Manusia, peran serta masyarakat dan partisipasi anak.
Pelaksanaan pemenuhan hak perawatan rohani dan jasmani anak didik di Lapas anak Wanita belum maksimal, sehingga perlu peningkatan di berbagai bidang.

ABSTRACT
Child is the next generation for nation, that needs the building and protecting to guarantee the growth and development both physically and mentally. In building and protecting the child, it has been happened the law break frequently, so then it forces child stays in correction institution. It happens to anybody without considerating social or economic status.
Placing a child in correction institution makes some problems occur. Child not only losses of freedom but also closes to any exploitation and stigma. For this reason, during staying in the correctional institution, child needs mental and physic care continuosly for growing and developing well. It hopes that environtment can keep the child feels comfort and safe, so the juvenile correctional institution condition that "Friendly for children" could be created.
The effortsto fullfil the mental and physic care for juvenile in female juvenile correctional institution in Tangerang could be done by doing some building programs. They are character building program and independence building program. We face some obstacles in doing these, for example, problems in organization management, limited infrastructures, human resources problem, and the involvement of society and child participate.
The program implementation to fullfil the juvenile rights for mental and physic care in Tangerang-Female Juvenile Correctional Institution does not maximize yet, so that it needs some improvements in all aspects.
"
2007
T20805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>