Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153738 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusharyaningsih Candrawinata Boediono
"ABSTRAK
Penelitian Mengenai Migran Tetap dalam skripsi ini dikaitkan dengan penyesuaian terhadap pekerjaan, khususnya di sektor industri. Mengingat migran yang diteliti pada umumnya berasal dari daerah rural, yang berorientasi pada sektor pertanian maka diduga para migran akan mengalami kesuli±an dalam penyesuaian terhadap pekerjaan. Akan tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa migran tetap yang mempunyai latar belakang kehidupan di sektor pertanian tidak mengalami kesulitan dalam penyesuaian. Penyebab kemudahan penyesuaian diri adalah kondisi internal yang berlaku di masing-masing pabrik pakaian jadi. Aturan kerja yang relatif tidak ketat, ternyata memudahkan responden melakukan penyesuaian. Bentuk penyesuaian yang dominan terhadap keempat objek penyesuaian adalah bentuk acceptance, dimana responden dapat menerima sepenuhnya norma yang berlaku baik dalam hubungannya dengan aturan kerja, ternan seruangan, pengawas dan peralatan kerja dan melakukan kegiatan sesuai dengan norma. Bentuk penyesuaian lainnya bagi sebagian responden mengalami ketidaksesuaian adalah convergent information, divergent innovation dan retreatism. Dalam ketiga bentuk penyesuaian tersebut responden dapat melakukan perubahan norma yang tidak merugikan perusahaan convergent innovation, merubah norma hanya untuk kepentingan responden divergent innovation dan tidak melakukan perubahan apa-apa, diam saja atau bersikap pasrah. Pengaruh tiga variabel independen terhadap keempat objek penyesuaian -aturan kerja, teman seruangan, pengawas dan peralatan kerja atau mesin ternyata tidak sama besarnya, di mana berdasarkan pengukuran kekuatan hubungan bahwa hubungan-hubungan yang secara statistik terlihat muncul relatif lemah. Variabel Lama menetap di Jakarta terlihat pengaruhnya pada kesesuaian terhadap Teman Seruangan, Pengawas dan Peraiatan Kerja, keseluruhanhya berlaku di pabrik pakaian jadi Tebet, dengan arah hubungan positif. Sedang variabel Kompleksitas Tugas terlihat berpengaruh pada kesesuaian terhadap Aturan Kerja di Tebet, terhadap Teman Seruangan, Pengawas dan Peralatan Kerja di pabrik pakaian jadi Cengkareng, dengan arah hubungan negatif, kecuali kesesuaian terhadap Peralatan Kerja atau Kesin. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi pabrik yang berbeda, yaitu di pabrik pakaian jadi Tebet .dan pabrik pakaian jadi Cengkareng. Kedua pabrik tersebut berbeda dalam jumlah output-nya. Dasar pemilihan kedua pabrik ini terletak pada kemudahan menjumpai responden serti adanya izin yang diberikan pihak perusahaan untuk mengedarkan kuesioner pada para pekerjanya. Disadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini belum dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian mengenai migran tetap yang bekerja di sektor industri. Hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada pabrik pakaian jadi yang mungkin tidak mewakili industri pakaian jadi yahg ada di Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanihuruk, Muba
"Migrasi orang-orang Nias ke Medan secara masif baru terjadi sejak tahun 80-an ke depan. Realitas ini sejalan dengan peningkatan penduduk perkotaan secara nasional di Indonesia, yakni 5,1 persen. Penduduk negara berkembang hampir 42 persen tinggal di perkotaan. Melonjaknya jumlah penduduk di kota seiring dengan perkembangan struktur dan ruang kota yang menerima imbas kapitalisme global lewat salah satunya penanaman modal asing. Sejalan dengan pertumbuhan kota-kota besar itu pula, termasuk Medan, dampak ikutannya adalah arus masuk migran yang masif. Migran baru ini biasanya memasuki sektor informal di samping sektor formal yang sering dianggap sebagai katup penyelamat bagi migran pendatang. Fenomena yang sama juga terjadi di Medan. Gelombang masif migran Nias mulai memasuki sektor informal yang ada di Medan. Kehadiran etnis Nias ini diduga mengalami kesulitan adaptasi dengan penduduk setempat. Indikasi ini terekam jelas dari konflik etnis Nias dengan etnis Karo di Kaban Jahe pada akhir 1995. Indikasi yang lebih mikro terlihat dalam polarisasi pangkalan-pangkalan beca yang terjadi di sekitar kampus USU. Dalam perkembangan kota dimaksud, bagaimana migran tersebut beradaptasi; secara sosial (neighbourhood integration), dan budaya (peran asosiasi budaya lokal di kota). Namun paruh tahun 1997, krisis moneter (`Asian Flu') seolah telah menciptakan anomali dalam perkembangan kota-kota di Indonesia. Krisis moneter tersebut telah menimbulkan kilas balik yang ditandai antara lain penanaman modal asing yang kian minim bahkan diduga terjadi pelarian modal ke luar negeri - dan perkembangan kota yang stagnan. Dalam konteks ini, strategi adaptasi ekonomi para migran selama krisis akhirnya juga ditelusuri, yang sebelumnya tidak dijadikan variabel dalam studi ini.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan menggambarkan realitas sosial. Tidak mencari atau menjelaskan antarvariabel, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Sedangkan populasi penelitian adalah migran yang bekerja di sektor informal. Karena kerangka sampel (sample frame) tidak ada, maka penarikan sampel dilakukan secara nonrandom. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan dua Cara. Pertama, teknik bola salju (snow ball) di permukiman para migran. Kedua, teknik kebetulan (accidental) di pangkalan-pangkalan beca di sekitar kampus USU. Jumlah sampel dalam penelitian ini 90 orang. Penetapan jumlah sampel ini dilakukan karena terjadinya kejenuhan data (pengulangan jawaban-jawaban). Selanjutnya, untuk mengumpul data disebarkan kuesioner setengah terbuka yang pengisiannya dituntun langsung asisten pengumpul data di lapangan. Wawancara mendalam dilakukan dengan lima orang migran yang kasusnya dianggap ?menarik'. Pemilihan responden ini didasarkan atas kuessioner yang telah dianalisa-Hasil wawancara mendalam ini dimuat dalam biografi singkat (lihat apendiks). Terakhir, analisis data dilakukan dengan membuat persentase lewat tabel-tabel tunggal sederhana sehingga terlihat besaran persentase yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan, integrasi ketetanggaan migran Nias ini dengan etnis lain di sekitar permukiman mereka tidak harmonis. Indikasi ini antara lain terungkap bahwa 23,3 persen responden tidak pernah berinteraksi dengan tetangga yang bukan orang Nias. lndikasi lain misalnya juga terlihat dari pengakuan migran yang menyatakan bahwa 44 persen di antara mereka tidak pernah menghadiri acara atau pesta yang dilakukan tetangga yang bukan orang Nias. Bahkan 41,1 persen mengaku tidak memiliki teman dekat yang bukan orang Nias. ini mengekspresikan bahwa stradkasi etnis terjadi antara mingran Nias sebagai pendatang dengan penduduk setempat. Dalam konteks ini, migran Nias dipandang sebagai etnis subordinate dan host ethnic dianggap superordinate. Kondisi ini pada gilirannya sering melahirkan prejudice (perkembangan akumulatif dari etnosentrisme) yang memendam konflik Eaten. Indikasi ini jelas terlihat dengan terjadinya polarisasi pangkalan-pangkalan beca yang dikuasai etnis Nias di satu sisi dan etnis Karin dan Jawa di sisi lainnya. Konflik laten ini dengan mudah bisa berubah menjadi konflik terbuka lewat pemicu sepele yang bemuatan ethnic group resources, yakni melalui mobilisasi dan solidaritas dengan menggunakan etnisitas. Temuan adaptasi budaya menunjukkan bahwa 43,3 persen responden mengaku tidak mengetahui keberadaan asosiasi budaya lokal di tempat tinggal mereka. Selebihnya, 45,6 mengakui keberadaan asosiasi dimaksud, dan 11,1 persen mengaku tidak tahu. Migran yang tidak mengetahui keberadaan asosiasi lokal umumnya adalah migran muda (belum berkeluarga) yang relatif baru (1-2 tahun) tinggal di Medan dan mengikuti orang gereja kharismatik (fundamentalis). Sedangkan migran yang tertibat dalam asosiasi lokal biasanya adalah migran yang sudah berkeluarga dan telah lama menetap di Medan serta mengikuti aliran gereja tradisional. Temuan menarik studi ini adalah bahwa migran Nias tidak terlalu mengenal asosiasi perkumpulan marga - seperti migran Batak umumnya. Menurut pengakuan mereka, ikatan marga tidaklah begitu berperan dalam kehidupan sosial mereka. Justru yang lebih mengikat adalah prinsip fabanuasa (teman sekampung). Terakhir, strategi adaptasi ekonomi para responder dalam suasana krisis adalah melibatkan istri (81.6 %) dan anak bekerja (bagi migran yang telah berkeluarga) untuk menambah pendapatan keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan pokok, 55,3 persen responden mengurangi menu makanan di rumah dan belanja di pasar murah (31,6 %). Bahkan 23,3 % responden mengaku mengurangi jatah makan (3 x sehari)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Wahyu Widodo
"Di Indonesia diperkirakan menjelang talmn 2000 belum dapat terhindar dari permasalahan penduduk berikut aspek-aspek yang terkait didalamnya dan sekaligus berfungsi sebagai pilar untuk mencapai kestabilan politik maupun ekonomi. Jika permasalahan ini ditempatkan dalam suatu kerangka pembangunan dari negara yang sedang berkembang ternyata masih banyak kegiatan ekonomi yang tergantiung pada keadaan penduduk seperti halnya masalah kemiskinan, rendahnya tingkat upah pekerja, penyerapan tenaga kerja di sektor .formal dan yang lebih penting semakin rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam arti luas.
Kenyataan menunjukkan bahwa mobilitas penduduk terkonsentrasi di. kota besar terutama di DKI Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan yang sarat dengan fasilitas umum serta fasilitas sosial sehingga menjadikan Jakarta sebagai pusat industri, pusat perdagangan dan juga merupakan pusat kebudayaan. Kondisi yang demikian akan membawa dampak berkembangnya sektor informal yang semakin luas diberbagai lingkup kegiatan ekonomi yang merupakan daya tarik bagi penduduk di kota kecil untuk melakukan migrasi yang secara bertahap semakin meningkat jumlahnya.
Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi pengirim terbesar kedua setelah propinsi Jawa Tengah, sedangkan DKI Jakarta masih merupakan wilayah yang relatif mempunyai prosentase migran netto tertinggi di Indonesia Menitik beratkan mengenai keadaan di kedua wilayah tersebut dipandang cukup menarik untuk ditelaah secara mendalam mengenai determinant sosial ekonomi peluang migran asal Jawa Timur untuk memperoleh pekerjaaan pada sektor formal-informal di DKI Jakarta dan untuk selanjutnya dari hasil kajian tersebut akan dapat menjelaskan pekerjaan migran secara jelas berikut latar belakang sosial ekonominya.
Secara umum dapat diungkapkan bahwa dalam kurun waktu 25 tahun sejak 1960 jumlah penduduk DKI Jakarta mengalami peningkatan 2,6 kali lipat. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk relatif sangat cepat yang disebabkan karena faktor daya tarik yang sangat kuat di DKI Jakarta seperti, pusat pemerintahan, perkembangan perekonomian yang cukup pesat dan peluang dalam menciptakan kesempatan kerja yang cukup besar dan kesemuanya tersebut merupakan faktor yang sangat potensial terjadinya migrasi masuk.
Kondisi migran asal Jawa Timur di DKI Jakarta dilihat dari segi pendidikan tampak sangat bervariasi antara migran yang berpedidikan rendah dengan migran yang berpendidikan tinggi. Bagi migran yang berpendidikan rendah didorong oleh kemauan untuk mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidup yang layak, sedangkan bagi migran yang berpendidikan tinggi mempunyai motivasi untuk meningkatkan keadaan sosial ekonominya yang lebih tinggi dibandingkan ditempat asal.
Pola migran dilihat dari status kawin, bagi migran asal Jawa Timur menunjukkan pola yang cukup berimbang antara yang kawin dan belum kawin. Namun demikian untuk migran yang berstatus belum kawin dapat dikatakan relatif cukup besar hampir mendekati 50 % hal ini menunjukkan bahwa motivasi utama dari migran asal Jawa Timur untuk melakukan migrasi adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Jika dilihat dari jenis kelamin maka untuk migran perempuan relatif lebih banyak dibandingkan dengan migran laki-laki meskipun perbedaan tersebut dipandang kurang berarti. Kenyataan ini diduga bahwa migran perempuan merupakan pekerja informal untuk kelompok menengah kebawah dengan suatu motivasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pola migran asal Jawa Timur berdasarkan karakteristik sosio demografi tidak secara keseluruhan mengikuti pola migran secara umum di DKI Jakarta, sehingga banyak bertentangan dengan beberapa pendapat maupun temuan secara umum, disebutkan bahwa ciri dari migran mayoritas adalah : berusia muda, tingkat pendidikan relatif tinggi status belum kawin dan jenis kelamin adalah laki-laki.
Hasil analisa menunjukkan bahwa migran berasal dari Jawa Timur pada kelompok umur muda dan pada umumnya justru bekerja di sektor formal yang berstatus belum kawin dan tingkat pendidikan terkonsentrasi pada tamat SD kebawah. Pada kelompok umur tua hampir keseluruhan bekerja pada sektor informal baik migran yang berpendidikan rendah maupun migran yang berpendidikan tinggi SLTA keatas .Karakteristik yang sangat berbeda jika dikaitkan dengan status kawin maka bagi migran pada kelompok umur ini yang bekerja pada sektor formal pada umumnya berstatus sudah kawin dan yang bekerja pada sektor informal berstatus belum kawin.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model regresi berganda dilakukan dengan 2 model ialah model -1 dan model -1A. Hasil analisa menunjukkan bahwa untuk model I -A tidak dapat digunakan mengingat tidak satupun variabel yang dimasukkan mempunyai nilai yang significant, sehingga model -1 merupakan model yang terpilih. Dari model terpilih terlihat variabel yang significant adalah UI kelompok umur 10-19 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0589 ) dan variabel selanjutnya yang terlihat signifikan adalah U2 kelompok umur 20-29 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0070 ) dan variabel selanjutnya adalah PD I kelompok pendidikan tamat SD kebawah dengan menggunakan nilai a yang sama maka ( Pr < Chi = 0,0043 ), sehingga variabel yang dibahas dalam analisa ini adalah variabel yang signifikan.
Migran asal Jawa Timur berdasarkan analisa yang tertuang dalam model -1 dapat diungkapkan bahwa untuk kelompok umur 10-19 tahun yang sudah kawin dan tingkat pendidikannya semakin tinggi, kecil peluangnya untuk bekerja disektor' informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Sebaliknya bagi migran pada kelompok umur tersebut dengan status belum kawin dan semakin tinggi tingkat pendidikannya mempunyai peluang yang cukup besar untuk masuk ke sektor formal dibandingkan dengan migran yang berstatus kawin.
Pada kelompok umur 20- 29 tahun yang berstatus kawin semakin tinggi pendidikannya akan semakin kecil peluangnya untuk bekerja disektor informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Untuk migran yang berasal Dari Jawa Timur pada kelompok umur ini terlihat peluangnya yang cukup besar adalah masuk ke sektor formal jika migran tersebut berstatus belum kawin.
Bagi migran yang mempunyai pendidikan tamat SD kebawah semakin tua umurnya dan berstatus sudah kawin mempunyai peluang yang cukup besar untuk memasuki sektor informal, jika migran pada kelompok ini berstatus belum kawin dengan tingkat pendidikan yang relatif sama maka peluangnya untuk masuk kesektor informal relatif kecil, sehingga ada kecenderungan untuk masuk ke sektor formal."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ediyana Wulan Kusuma
"ABSTRAK
Bekerjanya migran sirkuler di kota ternyata membawa konsekuensi ekonomi dan sosial. Konsekuensi ekonomi dapat dilihat melalui kenyataan bahwa penghasilan migran sirkuler di kota dapat digunakan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya di desa asal. Sedangkan salah satu konsekuensi sosialnya adalah, adanya perubahan orientasi nilai pada migran dalam menggunakan uangnya. Uang tidak lagi semata-mata sebagai alat tukar dalam hubungan ekonomi tetapi juga dapat dipergunakan sebagai suatu alat tukar non-ekonomi. Hal ini didasari oleh pengalaman-pengalaman dari migran sirkuler selama bekerja di kota. Misalnya saja, di kota uang dapat dipergunakan migran sirkuler untuk melindungi dirinya dari razia yang dilakukan oleh pihak Kamtib untuk mendapatkan kartu musiman dan untuk menggantikan gilirannya dalam tugas siskamling. Orientasi nilai penggunaan uang dalam hubungan sosial juga dibawa oleh migran sirkuler kedesa asalnya. Uang dipergunakan oleh migran sirkuler untuk menggantikan ketidak hadirannya dalam berbagai kegiatan di desa asal. Hasil penelitian ini diperoleh dari sebuah desa yang bernama Karyasari, sebuah desa di kecamatan Leuwiliang, kabupaten Bogor bagian barat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.P. Doulers
"Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang pada akhir Pelita V merupakan propinsi yang banyak dituju oleh para migran, hal ini disebabkan pembangunan di propinsi NTB relatif pesat dibanding propinsi lainnya di kawasan Timur Indonesia, terutama pembangunan di bidang Pariwisata dan Pembangunan fisik.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa membengkaknya pekerjaan di sektor informal yang terjadi di kota-kota besar disebabkan terbatasnya daya serap pekerjaan di sektor formal (sektor modern) terhadap angkatan kerja. Meningkatnya jumlah angkatan kerja di perkotaan, diantaranya disebabkan oleh arus migrasi dari daerah pedesaan dan karena mereka tidak dapat tertampung di sektor formal. Sehingga alternatif yang paling tepat adalah menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dengan Cara memasuki pekerjaan di sektor informal.
Tesis ini mencoba menganalisis apakah resiko atau kemungkinan memasuki pekerjaan di sektor informal ditentukan oleh status migrannya atau lebih dipengaruhi oleh variabel demografisnya, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, jenis kelamin dan kelompok umur, dengan menggunakan data Sensus Penduduk 1990. Responden yang digunakan dibatasi pada mereka yang berusia 10 tahun ke atas yang bekerja disektor formal maupun informal. Kriteria migran yang digunakan adalah migran berdasarkan propinsi tempat lahir (life time migrant).
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan resiko atau kemungkinan migran atau non migran dalam memasuki kegiatan di sektor formal atau informal adalah model regresi logistik berganda. Variabel yang diperhatikan adalah status migran, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, tempat tinggal dan status perkawinan. Selain variabel utama tersebut di atas juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi baik interaksi dua faktor maupun interaksi tiga faktor.
Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status migran dengan sektor pekerjaan informal. Kemudian setelah memperhatikan tingkat pendidikan terhadap sektor pekerjaannya didapatkan hubungan yang negatif, artinya semakin rendah tingkat pendidikan migran atau non migran maka kemungkinannya memasuki pekerjaan di sektor informal semakin besar.
Perbedaan resiko atau kemungkinan dalam memasuki pekerjaan di sektor informal antara migran dan non migran menurut tingkat pendidikan terdapat perhedaan yang menyolok antara migran yang berpendidikan tidak tamat SD, tamat SD dibanding yang tidak sekolah dan SMTP ke atas.
Berdasarkan perbedaan variabel jenis kelamin migran laki-laki mempunyai resiko atau kemungkinan sehesar 0,7811 kali resiko wanita migran dalam memasuki pekerjaan di sektor informal. Dari hasil perhitungan, hubungan antara status migran dan sektor pekerjaan di sektor informal, setelah memperhatikan kelompok umur ternyata migran yang berumur 10-19 tahun mempunyai resiko atau kemungkinan lebih besar 7,2551 kali resiko migran atau non migran yang berumur 30 tahun ke atas untuk memasuki pekerjaan di sektor informal, Sedangkan pada migran atau non migran yang berumur 20-29 tahun, mempunyai resiko atau kemungkinan sebesar 0,9142 kali resiko migran atau non migran yang berumur 30 tahun ke atas dalam memasuki pekerjaan di sektor informal.
Apabila di perhatikan migran yang berstatus pernah kawin, ternyata mempunyai resiko atau kemungkinan sebesar 0,1278 kali dalam memasuki pekerjaan di sektor informal dibanding migran yang berstatus belum kawin. Dan kalau diperhatikan status tempat tinggal migran, maka terlihat migran yang bertempat tinggal di perkotaan mempunyai resiko atau kemungkinan sebesar 0,3055 kali dalam memasuki pekerjaan di sektor informal, dibanding migran yang bertempat tinggal di pedesaan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Firman Witoelar Kartaadipoetra
"Skripsi ini berusaha memusatkan perhatian pada pengaruh atau kontribusi infrastruktur pada sektor swasta, khususnya sektor manufaktur. Pertanyaan yang muncul terhadap kontribusi infrastruktur pada perkonomian adalah: pertama berapa besar kontribusi infrastruktur dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi , kedua bagaimana mekanisme dari kontribusi infrastruktur itu, dan ketiga apa yang mempengaruhi besarnya kontribusi itu. Dalam menganalisis kontribusi infrastruktur publik bagi sektor swasta, khususnya subsektor industri menengah dan besar, metode yang digunakan adalah dengan menggunakan fungsi biaya translog di mana infrastruktur dimasukkan sebagai faktor produksi yang dalam jangka pendek bersifat tetap (fixed), namun dalam jangka panjang menjadi faktor produksi variabel. Data yang digunakan dalam skripsi ini sebagian besar adalah data industri sedang dan besar Indonesia yang termasuk dalam klasifikasi ISIC 2-digit, kecuali ISIC 33 dalam kurun waktu 1981-1992. Pembatasan ini dilakukan selain tentunya karena keterbatasan penulis, juga karena keterbatasan data khususnya data investasi sektor industri. Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagi berikut: Pertama, kedua faktor kuasi-tetap, stok kapital dan stok infrastruktur, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fungsi biaya variabel sektor industri. Peningkatan pada tingkat ketersediaan kedua faktor tersebut bagi industri akan menurunkan biaya variabel. Kedua, stok kapital memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap fungsi biaya variabel sektor industri jika dibandingkan dengan stok infrastruktur. Ketiga, dalam jangka pendek tenaga kerja bersifat substisi dengan bahan baku. Keempat, dalam kurun waktu yang diamati, produksi menunjukkan kecenderungan pada labor saving, capital using dan infrastructure using. Dan kesimpulan di atas beberapa usulan kebijakannya adalah yang timbul adalah: pertama, menekan biaya pemakai (user cost) dan kapital maupun dari infrastruktur. Kedua, meningkatkan rate of return dan infrastruktur. Ketiga, menekan biaya pengadaan (provision cost). Keempat, mengusahakan adanya recovery cost. Kelima, peningkatan kuantitas dan kualitas peran swasta. Beberapa saran penelitian selanjutnya: pertama, beberapa data masih bisa diperbaiki untuk mendapatkan hasil yang lebih dalam. Kedua, merujuk pada penelitian menarik yang dilakukan oleh Felstentein dan Ha (1995) yang tampaknya dapat menjadi arah penelitian selanjutnya. Penelitian ini menarik karena melihat pengaruh masing-masing infrastruktur terhadap fungsi biaya sektoral. Ketiga, salah satu aspek yang menarik untuk diteliti adalah benarkah dalam jangka panjang perusahaan dapat memiliki kendali atas investasi publik? Bagaimana mekanismenya? Asumsi yang mendasari skripsi ini sebenarnya menarik untuk diteliti lebih lanjut terutama bagi mereka yang tertarik pada ilmu ekonomi publik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
S19026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Hidayat
"Dalam konteks Industri Migrasi, peran pekerja migran sering kali terabaikan dan terpinggirkan. Hal ini terlihat dari Tulisan-tulisan tentang Industri Migrasi yang mengangkat bahwa industri migrasi menempatkan pekerja migran pada posisi yang terpinggirkan. Meskipun setiap industri seharusnya memberikan dampak positif bagi semua elemen di dalamnya, Industri Migrasi justru memosisikan pekerja migran, yang seharusnya menjadi aktor utama, sebagai subjek yang terpinggirkan. Melalui tinjauan terhadap 32 literatur tentang industri migrasi, penulis menggunakan pisau analisis keaktoran untuk membongkar kemarginalan ini. 32 tulisan ini didapatkan dari pencarian Scopus dan juga penelusuran literatur lebih mendalam. Penulis menemukan bahwa kepentingan bisnis dari broker, keterbatasan opsi yang dimiliki pekerja migran dan juga keengganan dari negara menjadi faktor utama dari sulitnya situasi pekerja migran pada industri migrasi di Asia.

In the context of the Migration Industry, the role of migrant workers is often overlooked and marginalized. This is evident in writings on the Migration Industry that highlight how it places migrant workers in marginalized positions. While every industry should ideally have a positive impact on all its elements, the Migration Industry instead positions migrant workers, who should be key actors, as marginalized subjects. Through a review of 32 literature pieces on the migration industry, the author employs an actorhood analysis to uncover this marginalization. These 32 pieces were obtained through Scopus search and further literature exploration. The author finds that business interests of brokers, limited options for migrant workers, and the reluctance of governments are the primary factors contributing to the challenging situation of migrant workers in the migration industry in Asia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Anggraeni
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26264
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eben Sahlan
"Walaupun pertumbuhan penduduk di Indonesia secara relatif telah mengalami penurunan dari 2,32 persen pada periode 1971 - 1980, menjadi 1,97 persen pada periode 1980 - 1990, namun seraca absolut angka pertumbuhan itu masih cukup tinggi. Dan perkiraan terhadap pertumbuhan penduduk sampai akhir abad ini masih akan mengalami peningkatan. Kecenderungan ini terutama dipengaruhi oleh pertambahan alami yang masih tinggi. Sedangkan untuk daerah perkotaan di Indonesia, di samping pertambahan alami itu, juga ditambah dengan pertambahan karena terjadinya migrasi desa - kota atau urbanisasi (Soewartoyo : 1987).
Konsekuensi dari perkembangan jumlah penduduk adalah bertambahnya penduduk di setiap strata umur. Dengan begitu, jelas pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja dan angkatan kerjapun akan semakin meningkat. Tenaga kerja bertambah dari 104,4 juta pada tahun 1980 menjadi 135,8 juta pada tahun 1990, dan diperkirakan akan menjadi sekitar 170,6 juta dalam tahun 2000. Demikian juga angkatan kerja bertambah dari 53,3 juta pada tahun 1980 menjadi 77 juta pada tahun 1990, dan diperkirakan menjadi sekitar 100 juta pada tahun 2000. Dengan demikian jelas semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula penyediaan tanaga kerja (Simanjuntak, 1985 : 21)."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>