Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 215287 Document(s) match with the query
cover
cover
Indri Savitri
"Maslach memandang burnout sebagai sindrom psikologis yang meliputi tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment (Maslach, 1982; 1993). Dimensi kelelahan emosional mencerminkan terkurasnya sumber-sumber diri sehingga individu tidak mampu memberikan pelayanan dengan baik. Kemudian dimensi depersonalisasi ditandai oleh kecenderungan individu bersikap negatif dan sinis terhadap penerima pelayanan. Sedangkan dimensi low personal accomplishment mengacu pada penilaian negatif terhadap kinerja diri.
Fenomena burnout umumnya dialami oleh profesional yang bekerja di bidang pelayanan sosial. Maslach (1993) serta Pines dan Aronson (1993) berpendapat bahwa para profesional di sektor pelayanan sosial selalu dituntut untuk memberikan pelayanan dengan baik. Hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan yang bersifat asimetris menyebabkan pemberi pelayanan dituntut secara kontinyu memperhatikan kesejahteraan penerima pelayanan. Padahal selama proses pemberian pelayanan mereka menghadapi situasi yang kompleks sehingga rentan terhadap emosi negatif. Situasi yang kompleks tersebut misalnya penerima pelayanan yang tidak kooperatif, beban kerja, konflik dengan rekan kerja, sampai masalah birokrasi. Dengan berjalannya waktu energi pemberi pelayanan akan terkuras sehingga berkembanglah fenomena burnout.
Dalam memahami proses burnout memang tidak terlepas dari teori stres umum (Chemiss, 1980). Ia menjelaskan Iebih lanjut, burnout diawali oleh adanya persepsi individu terhadap tuntutan pekerjaan yang berlebihan (stres). Kemudian individu berupaya mengatasi ketidaknyamanan akibat stres (coping). Ketika upaya mengatasi pemwasalahan selalu menemui kegagalan, individu menjadi tidak berdaya. Ketidakberdayaan tersebut menyebabkan individu menggunakan mekanisme pertahanan intrapsikis seperti menjaga jarak dari klien serta memperlakukan mereka secara sinis. Simtom-simtom tersebut mencerminkan individu mengalami burnout.
Peneliti tertarik untuk melihat burnout pada guru SLB tuna ganda, yaitu individu yang mengajar siswa yang memiliki Iebih dari satu kelainan. Dawson dkk., (dalam Stieler, 1994) mengatakan bahwa guru SLB tuna ganda rentan terhadap timbulnya frustrasi karena menghadapi karakteristik siswa yang tidak responsif, labil secara emosi, dan daya tangkap siswa sangat terbatas. Kondisi ini menuntut perhatian dan pelayanan guru terus menerus secara individual. Selain itu tugas-tugas guru SLB tuna ganda pun beragam, selain melayani siswa secara individual, mereka juga memodifikasi perilaku siswa, menjalin kerjasama dengan orangtua dan profesional lain, serta menyelesaikan tugas-tugas tambahan lain. Dengan beragamnya tuntutan yang dihadapi guru SLB tuna ganda maka dengan berjalannya waktu, rnereka rentan terhadap burnout. Dengan demikian permasalahan yang ingin diteliti adalah bagaimanakah gambaran burnout yang dialami guru SLB tuna ganda pada dimensi kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment? Faktor-faktor apa sajakah yang merupakan sumber burnout?, serta bagaimanakah proses berkembangnya burnout yang dialami oleh guru SLB tuna ganda?
Melalui wawancara mendalam diperoleh hasil sebagai berikut gambaran dimensi kelelahan emosionai ditandai dengan perasaan frustrasi, lelah secara psikologis, jenuh, dan tidak berdaya yang bersifat kronis. Kemudian gambaran dimensi depersonalisasi yang tercermin dari informan adalah kehilangan idealisme terhadap siswa, sikap apatis untuk menerapkan metode Iain, malas mengajar, serta perilaku mudah membentak siswa. Adapun dimensi low personal accomplishment yang dialami informan meliputi perasaan gagal sebagai guru, meragukan kompetensi diri, merasa tidak berharga, tidak ada keinginan untuk mengembangkan potensi diri di pekerjaan, tidak memiliki target (kecuali demi meraih kepangkatan), serta perasaan putus asa terhadap pekerjaannya.
Adapun sumber-sumber burnout yang diperoleh dari penelitian ini meliputi empat matra yaitu keterlibatan dengan siswa, lingkungan kerja, individu, dan keluarga. Matra keterlibatan dengan siswa tuna ganda yaitu perasaan jenuh. kesal, dan Ielah menghadapi perubahan pada siswa yang sangat Iambat karena karakteristik siswa tuna ganda yang keterbelakangan mental, daya tangkap terbatas, labil secara emosi, serta tidak mampu menolong diri. Kondisi tersebut selalu menuntut kesabaran dan kompetensi guru untuk mengulang-ulang pelajaran dalam jangka waktu yang Iama. Sedangkan matra lingkungan kerja sebagai sumber burnout meliputi beban kerja secara kuantitas dan kualitas, konflik dengan rekan, kontrol yang rendah terhadap pekerjaan, konflik peran, ambiguitas peran, jalur komunikasi dari atas tidak jelas, sikap orangtua tidak kooperatif, serta dukungan sosial yang tidak dirasakan dari rekan dan atasan. Adapun matra individu yang merupakan sumber burnout adalah harapan yang tidak realistis terhadap siswa, konsep diri yang tergolong rendah, sikap tertutup, penekanan keberhasilan pada hasil akhir, locus of control cenderung eksternal, kurang gigih dalam berusaha, dan penghayatan terhadap makna kerja untuk mencapai kemapanan secara materi. Sedangkan matra keluarga yaitu konflik peran pada wanita bekerja.
Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa burnout yang dialami informan berkembang karena strategi coping yang tidak adekuat dalam menghadapi permasalahan siswa dan permasalahan lain di tempat kerja. Informan menggunakan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional (emotion-regulating function), seperti penghindaran terhadap masalah, penyangkalan terhadap masalah, maupun upaya melupakan permasalahan. Penggunaan strategi coping tersebut disebabkan oieh kegagalan berulang kali dalam mengembangkan siswa. Ada sejumlah faktor internal dan eksternal yang turut mempengaruhi kegagalan dalam mengembangkan siswa. Faktor eksternal meliputi karakteristik psikologis siswa tuna ganda dan sikap orangtua yang tidak kooperatif. Sedangkan faktor internal yang turut andil menyebabkan kegagaian dalam mengembangkan siswa meliputi: harapan yang tidak realistis terhadap siswa, locus of control cenderung eksternal, ragu terhadap kompetensi diri dan kurang gigih dalam berusaha. Penggunaan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional memang adaptif untuk jangka pendek. Namun jika berlangsung lama, ternyata tidak efektif. Permasalahan yang dihadapi informan tetap muncul karena karakteristik siswa tuna ganda yang dihadapi informan merupakan stressor yang kronis. Dengan bertambahnya waktu energi informan terfokus untuk mengatasi pemasalahan yang tidak kunjung dapat diatasi sehingga semakin lama menguras sumber-sumber diri informan. Pada akhirnya informan mengalami humour, yaitu kelelahan emosional. Kemudian keIelahan emosional tersebut menyebabkan perkembangan depersonalisasi dan low personal accomplishment.
Penelitian ini juga mendapatkan informan yang tidak mengalami burnout. Proses yang dialami informan yang tidak mengalami burnout yaitu mereka menggunakan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masaIah. Hal ini tampak dari membuat program yang disesuaikan dengan kemampuan siswa, berkonsultasi dengan rekan, pakar, dan atasan mengenai masalah pekerjaan, selalu mencoba metode secara konsisten, membuat suasana belajar yang berbeda, serta mengisi hidup secara variatif. Penggunaan strategi coping tersebut dilakukan setelah informan dapat 'menerima keterbatasan siswa tuna ganda apa adanya'. Selanjutnya penggunaan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masalah menyebabkan informan meraih keberhasilan dalam mengembangkan siswa setahap demi setahap. Keberhasilan yang diraih secara bertahap tersebut mengembangkan sense of personal accomplishment.
Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga perlu dikembangkan untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan desain korelasional maupun penelitian longitudinal untuk memahami keterkaitan antara sumber burnout, burnout, dan dampak dari burnout di Indonesia. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pendekatan lain seperti pendekatan organisasional terhadap burnout. Sedangkan saran metodologis untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan triangulasi metodologis. Adapun saran praktis untuk informan yang mengalami burnout yaitu konseling karir untuk menetapkan harapan yang realistis serta menyadari kekuatan dan keterbatasan diri. Selain itu pemberian pelatihan seperti pelatihan keterampilan sosial dan pelatihan strategi coping yang adaptif, akan membantu informan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan mengatasi masalah. Pihak sekolah sebaiknya membentuk support group untuk mengembangkan dukungan sosial antara sesama guru maupun guru dengan orangtua siswa."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Puspitasari Sugiyanto
"Beban keluarga adalah respon yang muncul pada keluarga yang memiliki anak tuna grahita. Beban keluarga dipengaruhi oleh koping keluarga dan fungsi keluarga. Tujuan penelitian adalah mengetahui Hubungan Koping Keluarga Dan Fungsi Keluarga Dengan Beban Keluarga Pada Keluarga Yang Memiliki Anak Tuna Grahita Di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Kabupaten Demak.Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional,dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 77 orang.
Hasil bivariat menunjukkan adanya hubungan antara koping keluarga, fungsi keluarga, dan beban keluarga, dan pada analisis regresi berganda menghasilkan koping kelarga merupakan faktor yang paling mempengaruhi beban keluarga. Koping keluarga dapat meningkatkan fungsi keluarga, dan diharapkan saat fungsi keluarga baik maka beban keluarga akan berkurang. Perlu adanya tindakan untuk keluarga dalam mengurangi beban perawatan anak tunagrahita dengan peningkatan koping keluarga dan fungsi keluarga salah satunya melalui psikoedukasi keluarga.

Family burden was a respon in a family with cognitive retardation child. There were many factors affecting the level of family burden including family coping and family function. This study aimed to reveral the relation of family coping and family function towards family burden on family with cognitive retardation children especially at disabilities education foundation, Demak District. The design of the research was corelational descriptive with cross sectional approach. Sample 77 persons.
The result of the research concluded that there was the relation between family function, family coping, and family burden, and Multiple regression analysis showed that there was the significant relation between family coping and family burden. Family burden could be reduced through enhancement of coping ability and family function. It was necessary to empower the family in order to reduce caring burden of cognitive retardation children through enhancement of coping ability and family function with family psychoeducation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dian Ramawati
"Kemampuan perawatan diri anak tuna grahita, kemampuan perawatan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor
eksternal (karakteristik orangtua dan lingkungan) maupun faktor internal (karakteristik anak). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawatan diri anak tuna grahita. Rancangan penelitian cross
sectional dengan sampel adalah 65 orangtua anak tuna grahita di Sekolah Luar Biasa (SLB). Analisis data menggunakan uji
Chi-Square dan regresi logistik ganda menunjukkan kemampuan perawatan diri pada anak tuna grahita masih rendah.Terdapat
hubungan bermakna antara pendidikan orang tua, umur, dan kekuatan motorik pada anak tuna grahita dengan kemampuan
perawatan diri (p < 0,005). Faktor paling dominan yang mempunyai hubungan adalah faktor kekuatan motorik anak tuna
grahita dengan OR= 4,77.
"
FKIK Universitas Sudirman Purwokerto ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erti Ikhtiarini Dewi
"Masalah psikososial ansietas muncul sebagai reaksi dari stres akibat meningkatnya beban dalam merawat anak tunagrahita. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh terapi kelompok suportif terhadap perubahan beban dan tingkat ansietas keluarga dalam merawat anak tunagrahita di SLB Kabupaten Banyumas. Desain penelitian quasi experimental, pre-post test with control group. Tempat penelitian di SLB C Yakut dan SLB Kuncup Mas Banyumas. Sampel penelitian adalah seluruh keluarga anak tunagrahita yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan beban dan tingkat ansietas keluarga sebelum dan setelah mendapatkan terapi kelompok suportif. Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya dibentuk parent support group di SLB, beranggotakan keluarga yang memiliki anak tunagrahita.

Anxiety as a psychosocial problems was emerged as stimulated by burden of taking care of mentally retardated children. The purpose of this study was to analyze the effect of supportive group therapy toward the burden and family anxiety level in the care of children at SLB Kabupaten Banyumas. The research used quasi-experimental pre-post test with control group design. The research site took place at SLB C Yakut and SLB Kuncup Mas Banyumas. The sample research was the entire family of mentally retardated children who met the inclusion criteria. Results showed that there was a significant difference in family burden and anxiety levels before and after getting a supportive group therapy on the group. Recommendations of this study is the need to establish a parent support group in special schools, family members who have mental retardated children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Selly Iryawati
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pendidikan anak tuna grahita usia sekolah di SD Mutiara Bunda Bandung. Sekolah dasar ini merupakan sekolah umum yang menerapkan sistem pendidikan inklusif, suatu sistem pendidikan yang menerima anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-lama dengan siswa regular, termasuk di dalamnya anak tuna grahita.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan mengenai pendidikan yang diberikan SD Mutiara Bunda terhadap anak tuna grahita serta faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan sistem tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekataa kualitatif dan menggunakan jenis penelitian deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa pendidikan anak tuna grahita didasarkan pada baseline yang mereka bisa. Artinya di sekolah umum ini mereka ditangani sesuai dengan kemampuan yang ada; mereka tidak dipaksakan untuk mengikuti kurikulum standar yang ada di SD Mutiara Bunda, kurikulum yang bersifat fleksibel sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Untuk mengetahui baseline yang dimiliki oleh anak tuna grahita yang menjadi subyek penelitian ini, pihak sekolah dalam hal ini ahli ortopedagogi; sekolah dan ibuunya melakukan assessment dan observasi yang meliputi aspek akademis, sosial emosi dan motorik. Kegiatan ini dilaksanakan sebelum tahun ajaran baru berlangsung yang nantinya dijadikan panduan untuk Program Pengajaran Individual (PPI).
Sistem pendidikan inklusif di sekolah ini dapat berjalan lancar karena berbagai faktor seperti kerjasama yang baik antar tim pengajar, walaupun anak tuna grahita merupakan tanggung jawab dari ortopedagog kelas narnun guru kelas, guru bidang studi juga tetap Mengikutsertakan mereka main dan pembelajaran yang bersifat umum dengan tetap memperhatikan kemampuan mereka.
xiv, 154 halaman, 7 tabel, 6 lampiran
Daftar Pustaka: 22 buku, 2 Surat Kabar, 3 makalah, 7 hasil penelitian, 2 dokumen pemerintah, 2 dokumen sekolah, 3 website (1979-2003)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Ramawati
"Kemampuan perawatan diri adalah keterampilan mengurus atau menolong diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak tergantung pada orang lain. Pada anak tuna grahita, kemampuan perawatan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal (karakteristik orangtua dan lingkungan) maupun faktor internal (karakteristik anak). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawatan diri anak tuna grahita. Rancangan penelitian cross sectional dan sampel adalah 65 orangtua anak tuna grahita di Sekolah Luar Biasa (SLB). Analisis data menggunakan uji Chi-Square dan regresi logistik ganda.
Hasil menunjukkan kemampuan perawatan diri pada anak tuna grahita masih rendah.Terdapat hubungan bermakna antara pendidikan orang tua, umur, dan kekuatan motorik pada anak tuna grahita dengan kemampuan perawatan diri (p value < 0,005). Faktor paling dominan yang mempunyai hubungan adalah faktor kekuatan motorik anak tuna grahita dengan OR = 4,77.

Self-care is the ability to take care of self or self-help in daily life activities. For children with mental retardation, self-care can be influenced by various factors, external (parents and environment characteristics) as well as internal (children characteristics). This study aimed to explore determinant factors that related to self-care ability in mental retardation children. Study design was cross sectional with samples are 65 parents whose mental retardation children registered in special education school. Data analysis used Chi-Square and Logistic Regression.
Result of this study found that the self-care ability among retarded children is relatively low and there was significantly relationship between parents education, children's age and gross motor performance to self-care ability in mental retarded children (p value < 0,005). Gross motor performance of mental retarded children is the most dominant factor that contributed to self-care ability (OR = 4,77).
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>