Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aan Andrianih
"Meningkatnya kekerasan yang berlatar agama dan kepercayaan, baik antar umat beragama maupun intern umat beragama sampai saat ini dinilai sangat meresahkan, dan menghawatirkan, yang jika tidak ditanggulangi, dihawatirkan akan menimbulkan perpecahan di kalangan anggota keluarga dan masyarakat, bahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terkait erat dengan kerukunan beragama ialah mengenai peraturan perundang-undangan yang selama ini ada yaitu UU No 1 Pnps 1965.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana asas-asas hukum, sinkronisasi vertikal/ horisontal, dan sistemik hukum diterapkan.
Dari hasil penelitian penulis mendapakan bahwa saat ini Pengaturan Kerukunan Beragama dalam peraturan perundang-undangan di indonesia pada dasarnya telah cukup komprehensif baik dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 sampai pada tataran Peraturan Daerah. Begitupula dengan Udang-Undang No.1/PNPS/ 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama meskipun merupakan produk Orde Lama, yang kemudian pada masa Orde baru dikukuhkan menjadi UU No.5 Tahun 1969 Tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden Dan Peraturan Presiden Sebagai Undang Undang. Masih efektif dan masih sangat diperlukan hingga saat ini agar tidak terjadi kekosongan hukum dalam memayungi keberagaman agama yang ada di indonesia. Namun disisi lain seiring dengan berkembangnya zaman maka undang-undang penodaan agama ini perlu direvisi agar dapat mengakomodir materi muatan yang selama ini sering menjadi penyebab kerusuhan antar warga masyarakat seperti pembangunan tempat ibadah, ataupun penyiaran.
The increasing violence of religious background and beliefs, both internal, sectarian or religious community until recently considered to be very disturbing, and worrying, which if not addressed, it is feared will lead to divisions among the members of the family and society, even the life of nation and state. Closely related to religious harmony is the legislation that has been there PNPS namely Law No. 1 of 1965.
The research was conducted by using the analytical descriptive method with normative juridical approach. Normative juridical approach is used to determine the extent to which the principles of law, the synchronization vertical / horizontal, and systemic applicable law.
From the results of the study authors that are assigned the current setting of Religious Harmony in legislation in Indonesia has been quite comprehensive basically good of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 to the level of regional regulation. Neither the Act No.1/PNPS Shrimp / 1965 on the Prevention of Abuse and / or blasphemy although it is a product of the Old Order, which was then in the new Order under Law No.5 of 1969 Determination of Various Statements About President And the Rule of Law As the President defined as the Act. Still effective and still very necessary today to avoid a legal vacuum in which there is an overarching religious diversity in Indonesia. But on the other hand along with the development time of the desecration of religious laws need to be revised in order to accommodate for this substance is often the cause of unrest among the citizens of the community such as the construction of places of worship, or broadcasting.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30074
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ryand
"Kebebasan beragama/berkeyakinan pada dasarnya merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights). Dalam hukum Indonesia pemenuhan hak atas kebebasan beragama tiap warga negara secara langsung dijamin oleh konstitusi. Meskipun telah mendapat jaminan langsung dari konstitusi, pada prakteknya pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih kerap terjadi. Keberadaan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ditengarai sebagai salah satu faktor yang mendorong terjadinya berbagai pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Secara substasnsi, Undang-Undang tersebut memberikan pengakuan tehadap enam agama sebagai agama resmi. Tulisan ini dibuat dengan pendekatan normatif yang dimaksudkan untuk menelaah keseuaian norma dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan doktrin serta prinsip-prinsip HAM tekait kebebasan beragama. Selain itu, studi empiris dengan juga dilakukan untuk memperlihatkan dampak riil dari pengaturan dalam Undang-Undang tersebut. Dengan pendekatan demikian, dapat dilihat bahwa Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 memuat ketentuan pengaturan yang secara substansial bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM terkait kebebasan beragama. Selain itu, ditemukan bahwa dalam prakteknya ketentuan dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 serta peraturan atau kebijakan turunannya memicu berbagai tindakan diskriminatif dan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama terutama bagi para pemeluk agama/kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.

Religious freedom is one of the right that can not be reduced under any circumstances (non-derogable rights). Under Indonesian law, the fulfilment of religious freedom rights of every citizen are guaranteed by the constitution. Despite enjoying direct guarantee from the constitution, in practice, violations of religious freedom still occur frequently. The existence of the Act No. 1/PNPS/1965 on the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy is considered as one of the factors that led to religious freedom violations in Indonesia. Substantially, this Act provides recognition to six religions as official religion. This paper is written in a normative approach to look over the suitability of the norms in the Act No. 1/PNPS/1965 on the the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy by the doctrine of human rights and the principles of religious freedom. Moreover, empirical studies are also conducted to show the real impact of regulation in the Act. Thus, it can be seen that the regulation on Act No. 1/PNPS/1965 contains provisions that are substantially opposed to the human rights principles related to freedom of religion. Furthermore, it was found that in practice the provision on the Act No. 1/PNPS/1965 and its derivative regulations and policies caused various discriminative actions and violations to the right of religious freedom, especially for the disciples of the religion/beliefs who are not recognized by the state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryand
"Kebebasan beragama/berkeyakinan pada dasarnya merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights). Dalam hukum Indonesia pemenuhan hak atas kebebasan beragama tiap warga negara secara langsung dijamin oleh konstitusi. Meskipun telah mendapat jaminan langsung dari konstitusi, pada prakteknya pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih kerap terjadi. Keberadaan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ditengarai sebagai salah satu faktor yang mendorong terjadinya berbagai pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Secara substasnsi, Undang-Undang tersebut memberikan pengakuan tehadap enam agama sebagai agama resmi. Tulisan ini dibuat dengan pendekatan normatif yang dimaksudkan untuk menelaah keseuaian norma dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan doktrin serta prinsip-prinsip HAM tekait kebebasan beragama. Selain itu, studi empiris dengan juga dilakukan untuk memperlihatkan dampak riil dari pengaturan dalam Undang-Undang tersebut. Dengan pendekatan demikian, dapat dilihat bahwa Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 memuat ketentuan pengaturan yang secara substansial bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM terkait kebebasan beragama. Selain itu, ditemukan bahwa dalam prakteknya ketentuan dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 serta peraturan atau kebijakan turunannya memicu berbagai tindakan diskriminatif dan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama terutama bagi para pemeluk agama/kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.

Religious freedom is one of the right that can not be reduced under any circumstances (non-derogable rights). Under Indonesian law, the fulfilment of religious freedom rights of every citizen are guaranteed by the constitution. Despite enjoying direct guarantee from the constitution, in practice, violations of religious freedom still occur frequently. The existence of the Act No. 1/PNPS/1965 on the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy is considered as one of the factors that led to religious freedom violations in Indonesia. Substantially, this Act provides recognition to six religions as official religion. This paper is written in a normative approach to look over the suitability of the norms in the Act No. 1/PNPS/1965 on the the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy by the doctrine of human rights and the principles of religious freedom. Moreover, empirical studies are also conducted to show the real impact of regulation in the Act. Thus, it can be seen that the regulation on Act No. 1/PNPS/1965 contains provisions that are substantially opposed to the human rights principles related to freedom of religion. Furthermore, it was found that in practice the provision on the Act No. 1/PNPS/1965 and its derivative regulations and policies caused various discriminative actions and violations to the right of religious freedom, especially for the disciples of the religion/beliefs who are not recognized by the state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56749
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ayudiatri
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap pencegahan perkawinan di bawah umur serta untuk mengetahui latar belakang dari kaidah dispensasi kawin dalam mengadili pemberian izin dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok. Penelitian ini menggunakan yuridis empiris dan yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan hasil data dari jumlah pengajuan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok dan 2 (dua) contoh penetapan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok. Dari penelitian ini, Penulis mendapatkan hasil bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak sepenuhnya berjalan efektif dalam mencegah perkawinan di bawah umur di Indonesia. 

This thesis discourse the Effectiveness of The Law Number 16 Year 2019 Regarding to Amendment on The Law Number 1 Year 1974 on Marriage in the Prevention of Underage Marriage and to examine the background of the rules of marriage dispensation in adjudicating the granting of a marriage dispensation permit in the Depok Religious Court. This study uses empirical juridical and normative juridical with qualitative approaches. The results conferred from the number of marriage dispensation submissions in the Depok Religious Court and examples of Court Decision regarding to marriage dispensations permits in Depok Religious Court serve as the basis of this study. The result from this study shows the implementation of Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 Year 1974 concerning marriage is not effectively prevents the underage marriages in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Sardy
Bandung: Alumni, 1983
291.1 MAR a I
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wea, Klaudius Adriyanto Ligo
"Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan Undang-undang perkawinan nasional yang berlaku bagi semua golongan, suku bangsa dan agama, tetapi pada kenyataannya telah terjadi diskriminasi pada penganut agama Khonghucu yang tidak dapat dicatatkan perkawinannya karena dikatakan oleh Kantor Catatan Sipil Surabaya, Khonghucu bukan merupakan agama yang diakui oleh negara.
Permasalahan yang dianalisis dalam penulisan ini antara lain adalah apakah khonghucu merupakan agama yang diakui di Indonesia dan kedudukan khonghucu dalam pencatatan perkawinan. Dengan adanya penjelasan pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang menyatakan bahwa Khonghucu adalah salah satu agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia, maka apabila ada perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Khonghucu, seterusnya perkawinan tersebut harus diakui pula keabsahannya oleh hukum Negara dengan dicatat menurut peraturan yang berlaku.
Tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif dan metode deskritip analistis serta data yang digunakan adalah data sekunder. Khonghucu seharusnya dapat disebut agama dengan melihat kepada berbagai perspektif yaitu, perspektif teologik dan perspektif yuridis. Agar pemerintah lebih memperhatikan permasalahan-permasalahan yang akan timbul dalam pelaksanaan perkawinan di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Dian Pratiwi
"Khonghucu sejak lama telah menjadi bagian dari kehidupan keimanan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia memeluknya. Dalam perkembangannya, Khonghucu mengalami berbagai hambatan. Di masa Orde Baru, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang membatasi perkembangan kebudayaan, kepercayaan dan agama yang dianut golonqan etnis Tionghoa serta berusaha mensosialisas ikan bahwa hanya ada lima agama (Islam, Katolik, Kristen, Budha dan Hindu) yang dianut dan diakui sehingga Khonghucu hanya dianggap sebagai kepercayaan, bukan agama. Pengakuan suatu agama erat kaitannya dengan hukum perkawinan yang berlaku. Dalam hal ini timbul masalah mengenai dasar keabsahan perkawinan agama Khonghucu dan bagaimana prakteknya di Kantor Catatan Sipil. Untuk menjawab masalah tersebut, skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan lapangan, dimana data yang diperoleh berasal dari bahan-bahan pustaka dan hasil wawancara. Status Khonghucu sebagai agama yang diakui sebenarnya telah jelas tercantum dalam UU No.1/PNPS/1965 yang menyatakan Khonghucu adalah salah satu agama yang dianut oleh penduduk Indonesia. Pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974 menyebutkan bahwa perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, dan pada ayat (2) tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, bila perkawinan oleh pasangan beragama Khonghucu telah di lakukan sesuai ketentuan dan tata cara yang ditetapkan dalam agama Khonghucu serta telah dianggap sah, maka perkawinan tersebut harus pula diakui keabsahannya oleh negara dan dapat dicatat sesuai peraturan yang berlaku. Tetapi dalam prakteknya di Kantor Catatan Sipil, perkawinan agama Khonghucu di tolak untuk dicatat dengan alasan agama Khonghucu tidak diakui dan dibina oleh Departemen Agama. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan jaminan kemerdekaan beragama dari negara bagi tiap-tiap penduduk."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandjar Laksmana Bonaprapta
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S21913
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>