Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S7534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mikael Samin
"ABSTRAK
Migrasi merupakan aliran sumberdaya manusia dari suatu lingkungan hidup (ekosistem) ke lingkungan hidup (ekosistem) lainnya dalam suatu wilayah negara. Migrasi juga merefleksikan keseimbangan aliran sumberdaya manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya (Firman, 1994). Migrasi umumnya selalu cenderung dari wilayah atau kawasan (ekosistem) yang lingkungan hidupnya masih minus ke wilayah atau kawasan (ekosistem) yang lingkungan hidupnya lebih mantap keadaan sosial-ekonominya. Jadi, migrasi merupakan tanggapan atau reaksi migran atas ketidakmantapan (ketimpangan) lingkungan sosialekonominya di daerah asal, atau lingkungan hidup daerah asal tidak berfungsi secara balk bagi kehidupan para migran. Sementara itu ada anggapan para migran bahwa terdapat kemantapan ekosistem di luar daerahnya yang akan menjadi daerah tujuan migrasinya itu.
Pola migrasi di Indonesia kelihatannya masih bersifat Jawa sentris, artinya sebagian besar migran dari seluruh wilayah di Indonesia menuju ke Jawa dan sebagian besar migran dari Jawa menuju ke wilayah-wilayah di Jawa juga, terutama terpusat ke kota-kota besar (kota metropolitan).
Pemusatan arus migrasi ke kawasan (ekosistem) kota metropolitan ini menunjukkan suatu pengutuban (polarisasi), yang menyebabkan kepadatan penduduk Pulau Jawa, terutama di kawasan kota metropolitannya lebih tinggi daripada daerah-daerah lainnya. Hal ini lebih nampak lagi di wilayah Kota Metropolitan Jakarta, kepadatan penduduknya pada tahun 1993 mencapai 11.183 jiwa/km2 dengan pertumbuhan penduduknya pada periode 1980-1990 sebesar 2,41 persen dan pada tahun 1990-1993 sebesar 2,12 persen per tahun, yang merupakan wilayah propinsi dan kawasan kota metropolitan terpadat dan terbesar pertumbuhan penduduknya di Indonesia. Kepadatan dan pertumbuhan penduduk Kota Metropolitan Jakarta yang tinggi ini sebagai suatu akibat dari penduduk yang pindah ke kota tersebut lebih banyak yang mampu menetap daripada pindah kembali ke daerah asal atau ke daerah lain.
Kemampuan menetap migran ke suatu lingkungan tempat tinggal menimbulkan terkonsentrasinya sumberdaya manusia paaa satu ruang kehidupan, yang sudah tentu pada gilirannya agihan penduduk tidak merata dan seimbang di setiap wilayah dan kawasan, pemanfaatan sumber daya lingkungan hidup juga tidak merata dan perhatian terhadap pembangunan wilayah pun tidak merata dan seimbang.
Terkonsentrasinya sumber daya manusia di kota-kota besar (kota metropolitan) sering diikuti dengan meningkatnya gejala perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti tekanan terhadap lahan perkotaan, meningkatnya produksi limbah, rusaknya air tanah, masalah sanitasi atau kesehatan masyarakat, timbulnya pemukiman liar dan kumuh, dan sebagainya. Di samping itu, meningkatnya angkatan kerja yang belum dapat terserap dalam kesempatan kerja yang produktif, timbulnya kesenjangan taraf hidup antar kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan sosial psikologis lainnya, baik dialami masyarakat kota umumnya maupun yang dialami oleh masyarakat migran sendiri.
Berdasarkan kenyataan di lapangan terdapat indikasi bahwa kemampuan menetap masyarakat migran asal Manggarai ke Kota Metropolitan Jakarta, khususnya yang menetap di Jakarta Timur tergolong cukup tinggi. Tingginya kemampuan menetap masyarakat migran ini erat kaitannya dengan lingkungan sosial-ekonomi migran, baik sewaktu di daerah asal maupun setelah menetap di kota metropolitan. Atas dasar hal tersebut maka disusun hipotesis kerja, yakni kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh kesempatan kerja sewaktu di daerah asal, kesesuaian (kepuasan) dengan lapangan kerja di lingkungan daerah asal, status sosial-ekonomi sewaktu di daerah asal, pola konsumsi sewaktu di daerah asal, nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di daerah asal, nilai pemilikan lahan usaha di daerah asal, kesempatan kerja setelah menetap di kota metropolitan, kesesuaian (kepuasan) dengan lapangan kerja di lingkungan kota metropolitan dan sekitarnya, status sosial-ekonomi setelah menetap di kota metropolitan, pola konsumsi setelah menetap di kota metropolitan, nilai kemakmuran (ekonomis) yang diharapkan migran di kawasan kota metropolitan dan sekitarnya, peranan infrastruktur penunjang mata pencaharian terhadap kegiatan ekonomi migran di wilayah kota metropolitan.
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur sebagai bagian dari Wilayah Kota Metropolitan Jakarta dengan populasi sebanyak 294 migran asal Suku Manggarai yang memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan. Dari populasi tersebut terpilih sampel sebanyak 62 orang migran atau 21,09 persen yang berdomisili di Kelurahan Palmeriam Kecamatan Matraman. Sampel ini merupakan sampel wilayah yang ditentukan secara purpossive (purpossive area sampling) untuk menentukan lokasi sasaran penelitian dan sekaligus menentukan jumlah migran sebagai responden.
Untuk memperoleh data, maka digunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara secara mendalam. Sedangkan untuk menganalisis data digunakan analisis deskripsi atau interpretasi dan pemahaman dengan hantuan tabeltabel. Selain itu juga dianalisi.s dengan uji statistik Korelasi Rank Spearman dengan memperhatikan faktor koreksi T terhadap ranking berangka sama dan untuk menguji signifikansinya menggunakan rumus "distribusi student's t".
Dari hasil analisis data ditemukan bahwa :
1. Masyarakat migran asal Manggarai ternyata mempunyai niat untuk bertahan hidup (menetap selamanya) pada lingkungan hidup (ekosistem) Kota Metropolitan Jakarta dari pada pindah lagi ke daerah asal atau ke daerah lain. Hanya 3,23 persen dari responden yang berniat untuk pindah kembali dan 22,58 persen yang masih ragu-raga. Hal ini diperkuat pula dengan lama menetap mereka di Kota Metropolitan Jakarta yang tergolong cukup lama (5 tahun ke atas) yakni sebanyak 59,68 persen dan adaptasi sosial-ekonomi yang cukup tinggi dan tinggi yakni sebanyak 62,90 persen dari responden.
2. Nilai budaya Manggarai dalam kegiatan sosial--ekanomi seperti gotong-royong dalam rangka pengumpulan dana, kegiatan arisan, hidup damai dengan sesama warga masyarakat di lingkungan sekitar, gensi (gengsi) atau ritak (main), rantang rugi (takut rugi) dan rantang rabo (takut dimarahi) serta saling membantu dalam mencari pekerjaan merupakan nilai-nilai yang memperkuat strategi adaptasi sosial-ekonomi para migran (ata long).
3. Berdasarkan tolok ukur yang telah ditetapkan, maka kemampuan menetap migran asal Manggarai di lingkungan Kota Metropolitan Jakarta, khususnya di Wilayah Jakarta Timur, dapat dikategorikan cukup tinggi. Hanya 32,26 persen dari responden yang termasuk kategori rendah.
4. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat kesempatankerja migran sewaktu di daerah asal
5. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh ketidaksesuaian atau ketidakpuasan migran dengan lapangan kerja di lingkungan daerah asal (thit < ttah(a0,05;6o)).
6. Tingginya kemampuan menetap migran ke kotametropolitan dipengaruhi oleh sangat rendahnya status sosial-ekonomi migran sewaktu di daerah asal (thit { ttab(ao,05;60))
7. Kendatipun pola konsumsi (tingkat konsumsi dan tingkat kebutuhan hidup) migran sewaktu di daerah asal rendah atau kurang baik, tetapi tidak mempengaruhi tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan (thit > ttab(a0,05;60)
8. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh sangat rendahnya nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di daerah asalnya (thit {tab(a0,05;60))
9. Walaupun rendahnya atau kurang baiknya nilai pembukaan lahan usaha migran di daerah asalnya., tetapi tidak mempengaruhi tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan (thit > ttah(a0,05;60)).
10. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya kesempatan kerja migran setelah menetap di kota metropolitan (thit > ttab(a0,05;60))
11. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh adanya kesesuaian atau kepuasan migran dengan lapangan kerja migran di lingkungan kota metropolitan (thit >ttab(0,Q5;6O)).
12. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya status sosial-ekonomi migran setelah menetap di wilayah kota metropolitan (thit } ttab(a0,05;60)).
13. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya atau baiknya pola konsumsi migran setelah menetap di kota metropolitan (thit > ttab(G0,05;60))
14. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di kota metropolitan (thit > ttab(ao,o5;6o)).
15. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh besarnya peranan infrastruktur penunjang mata pencaharian yang terdapat di kawasan kota metropolitan terhadap kegiatan ekonomi migran (thit } ttab(a0,05;60)).

ABSTRACT
Migration is a flow of human resource from one ecosystem to another ecosystem in an area of a country. Migration also reflects the balanced flow of human re-source from one area to another (Firman, 1974). Generally, migration usually tends to move from regions or areas (ecosystem) with a living environment that is minus to regions or areas (ecosystem) with social-economic environment that are better/stable. Thus, migration is a response or reaction of migration on the social-economic environment's imbalance of the original region, or biological environment of the original region that is not able to function properly for migrants to live. Meanwhile. Migrants assume that there is ecosystem stability outside of their region that will be the target of their migration.
The migration patterns in Indonesia is still centrally/ located in Java, which means that most of the migrant from all regions in Indonesia migrate to Java and most migrants from Java also migrate to certain regions around Java, particularly big cities (metropolitan cities).
The concentration of migration flow in metropolitan areas (ecosystem) implies a polarization, which causes population density in Java, particularly in the metropolitan area, which is found to be more dense than other regions. This is, especially more dominant in Metropolitan Jakarta the population density of which reaches 11.183 people/km2, with its population growth in 1980--1990 around 2.41 percent and 1990--1993 was 2.12 percent a year. This makes Jakarta as the most dense province and metropolitan area, with the highest population growth in Indonesia.
This high growth and density of population is the result of the fact that most migrants who move to this city have the ability to find a place and reside in the city than move back to their original or other areas.
The ability of migrants to reside in certain neighborhood causes human resource concentration in certain living spaces, and of course, the distribution of population is not equal or balanced in each region or area. Thus, the use of living natural resource will not be equal, as well as the attention to development will not be equal or there is imbalance.
The concentration of human resource in big cities (metropolitan cities) is usually followed by a phenomenon of biological destruction and contamination, such as the increase of household' waste production, damage of ground water, illegal settlement or slum areas, etc. Besides, the increase of laborers that cannot be absorbed by productive work opportunities, disparity of standard of living among societal groups and other social-psychological pressures, both have been experienced by both the rural society and migrant society a like.
Based on the reality in the field, there are indications that the residing ability of Manggarainese migrant society in Metropolitan Jakarta, particularly in East Jakarta is found to be high. The high ability of this migrant society has close correlation with the social-economic environment of the migrants, both when being in their original region and after residing in the metropolitan city. Based on that case, it is hypothesized that the ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by work opportunities in their original region (when they were still in their original area), their satisfaction on work opportunities in their original region, their social-economic status in their original region, consumption patterns when they were in their original region, the values of prosperity (economical values) they expected in their original region, the values of work field in their original region, work opportunities they have after residing in metropolitan city, their satisfaction on work opportunities around the metropolitan city, social-economic status after residing in metropolitan city, pattern of consumption after residing in metropolitan city, the values of prosperity expected by the migrants from metropolitan city, the role of supportive infrastructure like the means of making a living toward economic activities in metropolitan city.
This research was carried out in the Region of East Jakarta Municipality as a part of the Metropolitan City of Jakarta, with some 294 Manggrainese migrants who satisfied determined requirements. From those population, the selected samples were 62 migrants or 21.09 percent of the total population who reside in Kelurahan Palmeriam Kecamatan Matraman. This purposive area sampling is aimed at deter-mining the target location for research and the number of migrants as the respondents.
A Questionnaire was used to obtain the data, and detailed interview was carried out as well. While for data analysis, descriptive analysis was used. Whereas interpretation and comprehension are presented through tables. Data analysis was also done by using Rank Spearmen Statistical Correlation testing by seeing correlation factor T on similar number of rank, and " distribution of student's "t" formula is used to test its significance.
Through the analysis, it is found that:
1. Manggarainese migrant society have purpose to reside in the biological environment (ecosystem) of Metropolitan Jakarta, rather than moving back to their original region. Only 3.23 percent of the respondents are eager to move back, and 22.58 percent of respondents are still in doubt. This is also. stressed by the fact of length of living or residing in Metropolitan Jakarta (above 5 years) the percentage of which is 59.68 percent, social-economic adaptation is also high enough; this makes 62.90 percent of respondents.
2. Cultural values in social-economic activities, such as cooperation in collection of funds, arisan and living harmoniously with tribes around their neighborhood, as well as creating mutual help in finding jobs opportunities. These are the values that help to strengthen their strategy in social-economic adaptation.
3. Based on the determined measurement, the ability of Manggrainese migrants to reside in the neighborhood of Metropolitan Jakarta, particularly in East Jakarta,is categorized as fairly high. Only 32.26 percent of all respondents are categorized to be low.
4. The high ability of migrants to reside in Jakarta is influenced by the low work opportunities available in their original region (th<<< tab (Q 0.025;60).
5. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by dissatisfaction or incompatibily of migrants' on available work opportunities in their original region (th,, < tab (.0.05;60)).
6. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by their very low social-economic status in their respective original region (thit < tsab (a 0.050)).
7. Although the consumption pattern (rate of consumption and rate of living necessity) of migrants in their original region is low or worse, but it does not influence the high ability to reside in the metropolitan city(thit < tsab (a 0.05:50))
8. The high ability of migrants to reside in metropolitan city is influenced by their very low prosperity values (economic) of the region expected by the migrants in their original region (this < tsab)
9. The low values of field possession in their original region, such does not influence the high ability to reside in metropolitan city(thit 7 tthb (x0.05;50))
10. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced bythe high work opportunities after the migrants settled in the metropolitan city `thit> stab (a O.05;6d)
11. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the suitability and satisfaction of migrants in the work opportunities availablein the metropolitan city (this > stab (a 0.05;0))
12. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by migrants social-economic status after residing in the metropolitan city(thit> CI; (a 0,05;50)
13. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the better consumption pattern after residing in the metropolitan city(t it > tsah (a 0.05;60))
14. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the high prosperity values (economic) in the area expected by migrants in themetropolitan city (this > tsab (a 0.050))
15. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the high supportive infrastructure of the metropolitan city for economic activities of the migrants (thit > tteb (a 0.50;60)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirda Wizarti
"Ringkasan
Ci Liwung mengalir dari hulu di gunung Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta. Sejak zaman dahulu (kerajaan Pajajaran) Ci Liwung sudah dimanfaatkan penduduk. baik untuk sarana transportasi, irigasi maupun untuk mengurangi banjir. Pada zaman Belanda Banjir Kanal dibuat membelah Ci Liwung di Manggarai, kemudian mengalir ke Barat dan bermuara di Muara Karang.
Sekarang ini Banjir Kanal Ci Liwung merupakan sungai yang berfungsi sebagai saluran pengendali banjir, selain sebagai sumber bahan baku air minum bagi penduduk DKI Jakarta. Jakarta yang sepertiga bagiannya merupakan wilayah endapan mendapat kiriman banjir melalui Ci Liwung dari wilayah kikisan di atasnya. Perlakuan manusia pada Ci Liwung berupa perubahan koefisien aliran maupun perubahan fisik alur sungai dapat mempengaruhi aliran permukaan sungai. Selain masalah banjir Ci Liwung juga mengalami pencemaran. Pencemaran karena limbah industri dan pencemaran karena limbah rumah tangga. Mengingat fungsi dan keberadaan Ci Liwung, adanya pemanfaatan tanah kosong atau bantaran Ci Liwung sebagai lahan tani (kebun sayur) oleh penduduk, melatar belakangi dilakukannya penelitian ini.
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana penduduk menggunakan bantaran sungai sebagai lahan untuk bertani ? dan (2) Apakah pemanfaatan bantaran sungai untuk keperluan pertanian menguntungkan atau merugikan ?
Berdasarkan masalah penelitian, diajukan hipotesis sebagai berikut:
Penggunaan bantaran sebagai lahan untuk bertani lebih meni.mbulkan dampak negatif daripada dampak positif terhadap lingkungan' Penelitian dilakukan di bantaran Ci Liwung pada wilayah endapan, di Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan Jakarta.
Data diperoleh melalui metode wawancara, yang dilakukan pada penduduk pemakai bantaran sebagai lahan usaha tarsi (petani) dan penduduk di sekitar bantaran (± 100 m) dari pinggir sungai. Data lain yang berupa hasil penelitian terdahulu. Pengambilan sampel untuk unit observasi petani dilakukan secara sensus dan penelitian untuk masyarakat sekitar bantaran dilakukan secara penarikan acak sederhana dengan melakukan estimasi proporsi penduduk yang telah tinggal 5 tahun atau lebih_ Data diolah secara deskriptif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bantaran sebagai lahan usaha oleh petani mengakibatkan perubahan fisik alur sungai dan membahayakan badan tanggul. Sehingga dengan adanya perubahan fisik alur sungai, aliran air dari hulu akan naik, hal ini karena kapasitas pengaliran alur sungai lebih kecil dari debit pengaliran air, maka terjadi banjir dan merubuhkan tanggul. Keadaan ini diperburuk lagi oleh perubahan koefisien aliran akibat meningkatnya penggundulan hutan dan perubahan koefisien aliran akibat meningkatnya penggundulan hutan dan perubahan tata guna lahan di hulu.
Penggundulan tanah kosong di bantaran oleh petani lebih banyak menimbulkan dampak negatif daripada dampak positif. Dampak positif berupa memberi.pemandangan yang baik dan lebih hijau serta memberi sayuran segar. Sedangkan dampak negatifnya yaitu menimbulkan kerawanan sosial karena status penggunaan tanah yang liar; mencemarkan lingkungan perairan; adanya sayuran yang mengakumulasi logam berat akibat penggunaan air sungai yang tercemar; dan penggunaan bantaran yang merubah fisik alur sungai sehingga menyebabkan banjir; serta tidak banyak menguntungkan walau memberi nafkah subsisten.

The Use Of The Fallow Land Along The River (A Case Study of "Bantaran' Ci Liwung on the Sediment Area of Jakarta)Ci Liwung flows from the up-stream at the mount of Pangrango and empties into Jakarta Bay. Since long times ago (Imperium of Pajajaran), Ci Liwung has been used by the people either for transportation, irrigation or for decreasing the flood. During the Dutch collonial times, the canal has been made to divide Ci Liwung at Manggarai, then flows to the west and empties into Muara Karang. Nowadays, besides the canal of Ci Liwung functions as a channel to control the flood, it being used as drinking water resources for the people of DKI Jakarta. Jakarta, which one third of its area is sediment gets the flood through Ci Liwung from a scrapping area upper of it.
The changes of the flow coefficient and the physics of the river meandering will change the river's flow.
Beside the problem of the flood, Ci Liwung also faces the problem of pollution. The pollution is caused by solid wastes and effluents, domestic and industrial. Considering the function and the existence if Ci Liwung, the writer ditermined to conduct a research on the use of fallow land or 'bantaran' (riverbank)Ci Liwung as farming area (specially for vegetable cultivation).
The questions in this research are:
How do people use 'bantaran' as farming area ?
Is the use of 'bantaran' for agriculture profitable or unprofitable ?
Based on the problems of this research, the hypotesis proposed is as follows:
The use of 'bantaran' as area for farming will cause nega-Live effect rather than positive effect to environment. The research is done at the sediment area of the 'bantaran' Ci Liwung, in Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan Jakarta.
Data are obtained through the method of interviews. The interviews were carried out with the people who use 'bantaran' as farming land and with the people around 'bantaran' (± 100 m) from the edge of the river. Data are also obtained from secondary sources, the results of the previous researches. The sample farmers used as unit of observation are taken by census, While research on the people around the 'bantaran' is taken by simple random sampling, based on estimation proportion who have lived for 5 years or more. Data will processed with descriptive-analytic.
The results of this research show that the activities of the people who use the 'bantaran' for farming change the physics of meandering and these activities are also harmfull for the body of the dike. Because of the changes of physics meandering, in rainy season the flow from up-stream increases and this causes flow meandering river capasity smaller than the debit, thus flow comes. This situation becomes worse due to the bareness of the vegetation which increase quickly. Also, changes in the uses of land in the up-stream part of Ci Liwung cause changes in the river flow coefficient. The use of 'bantaran' by the farmers cause more negative effects rather than positive effects. The positif effects are beautiful green landscape and fresh vegetables produces. On the other hand, the negative effects induce social problems in a form of illegal land occupation. It also causes river pollution, polluted vegetable due to accumulation of heavy metals from polluted water, changes in the physics of river meandering, and unprofitable albeit produces subsistence earnings.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sutji Rochani D., author
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh beberapa variabel sosial ekonomi dan demografi terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh wanita migran risen dan wanita non migran risen di DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam menganalisis bersumber pada Survai Prevalensi Indonesia 1987 untuk daerah DKI Jakarta.
Dasar yang digunakan untuk menganalisis, adalah kerangka pemikiran Ronald Freedman (1975) yang mengembangkan suatu model yang disebut The sosiological analysis of fertility levels. Freedman menggunakan dasar pemikiran Davis and Blake dalam ruang lingkup sosiologis yang lebih luas. Variabel independen terdiri dari variabel sosial ekonomi, antara lain adalah pendidikan isteri/responden, pendidikan suami, pekerjaan suami, status bekerja isteri, tempat tinggal isteri waktu berumur kurang dari 12 tahun, status migrasi isteri/responden dan variabel demografi lainnya adalah umur isteri, umur kawin pertama, serta lama kawin. Sedangkan yang digunakan sebagai variabel dependen adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup sampai saat survai.
Hasil analisis tesis ini adalah
1. Umur dan lama kawin mempunyai hubungan positif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
2. Umur kawin pertama mempunyai hubungan negatif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
3. Pendidikan isteri, wanita migran risen yang tamat SMA atau lebih mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita migran risen yang tamat SMP atau kurang. Sedangkan wanita non migran risen dengan pendidikan yang lebih rendah yaitu tamat SMP atau lebih cenderung mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan wanita non migran risen yang berpendidikan tamat SD atau kurang.
4. Pendidikan suami dari wanita migran tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan pendidikan suami wanita non migran cenderung mempunyai hubungan negatif terhadap paritasnya.
5. Wanita migran yang tidak pernah bekerja cenderung mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita migran status kerja lainnya. Dan wanita non migran yang bekerja terus (maksud bekerja terus adalah sebelum kawin sampai saat wawancara masih bekerja) mempunyai paritas lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita non migran status kerja lainnya.
6. Pekerjaan suami terlihat tidak mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap paritas yang dimiliki wanita migran maupun wanita non migran.
7. Tempat tinggal waktu kecil dari wanita migran cenderung tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan wanita non migran yang waktu kecil tinggal di kota besar mempunyai paritas lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita non migran yang waktu kecil tidak tinggal di kota besar.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andayani Setio Wuri
"ABSTRAK
Harapan mendapat pekerjaan di sektor industri ringan di kota mendorong arus wanita dari desa mengalir ke kota Jakarta. Para migran itu pun harus melakukan adaptasi baik adaptasi terhadap pekerjaan maupun adaptasi sosialnya. Adaptasi itu salah satunya terhadap lingkungan melalui hubungan sosial. Skripsi ini ingin melihat bagaimana hubungan sosial yang dilakukan pekerja wanita migran untuk dapat beradaptasi dan bertahan hidup di kota. Hubungan sosial itu meliputi hubungan sosial dengan kerabat saudara hubungan sosial dengan teman sekerja, hubungan sosial dengan tetangga. Sebagai kasus adalah pekerja wanita migran di pabrik X. Skripsi ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan hubungan sosial yang dijalin pekerja wanita. Deskripsi hubungan sosial berdasarkan data kuantitatif yang ditambah dengan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan cara wawancara terstruktur dengan 30 orang responden. Sedangkan data kualitatif merupakan hasil wawancara dengan responden. Hasil penelitian memperlihatkan responden hubungan sosial dengan sekandung dan bukan sekandung di Jakarta penting dibanding hubungan sosial dengan empat orang bahwa bagi kerabat saudara menjadi lebih teman sekerja atau tetangga. Selain itu, jika responden mempunyai masalah pribadi, masalah keluarga, masalah keuangan, dan masalah kesehatan, maka responden lebih mengutamakan saudara khususnya saudara dalam satu rumah untuk mengatasi masalah tersebut. Sedangkan, bila responden mempunyai masalah dalam pekerjaan, maka responden lebih mengutamakan, teman sekerja untuk mengatasi masalah tersebut. Beberapa masalah yang dihadapi responden dan bagaimana responden menanggulanginya dalam tingkat membicarakan atau meminta bantuan dapat mencerminkan hubungan sosial yang dijalani responden. Responden menjalin hubungan sosial dengan kerabat, tetangga, dan teman sekerja terlihat dari frekuensi, cara dan tujuan hubungan sosial tersebut. Hubungan sosial dengan kerabat dianggap lebih penting dari hubungan sosial dengan tetangga sekerja. dan teman Di samping itu, mereka lebih sering saudara yang tinggal, serumah. menghubungi Responden telah mendefinisikan batas batas oleh karena itu mereka hubungan sosial, memilah masalah-masalah yang dihadapi dan memilih membicarakannya dengan relasi mereka. Ada kecenderungan bahwa jarak adalah faktor utama yang turut menentukan dengan siapa responden membicarakan masalahnya. Responden yang kerabat lebih sering membicarakan dengan kerabat di tempat lebih sering tinggal bersama tinggalnya, khususnya masalah pribadi dan masalah kesehatan, sedang responden yang tinggal sendiri atau bersama teman-teman cenderung membicarakan masalah pekerjaan dengan teman atau tetangga. Faktor jarak ini juga penting mengingat kehidupan mereka yang setiap hari rutin dengan kegiatan kerjanya dan kondisi ekonomi mereka yang relatif rendah. Hanya kalau ada tujuan tertentu mereka berhubungan dalam jarak yang lebih jauh."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusharyaningsih Candrawinata Boediono
"ABSTRAK
Penelitian Mengenai Migran Tetap dalam skripsi ini dikaitkan dengan penyesuaian terhadap pekerjaan, khususnya di sektor industri. Mengingat migran yang diteliti pada umumnya berasal dari daerah rural, yang berorientasi pada sektor pertanian maka diduga para migran akan mengalami kesuli±an dalam penyesuaian terhadap pekerjaan. Akan tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa migran tetap yang mempunyai latar belakang kehidupan di sektor pertanian tidak mengalami kesulitan dalam penyesuaian. Penyebab kemudahan penyesuaian diri adalah kondisi internal yang berlaku di masing-masing pabrik pakaian jadi. Aturan kerja yang relatif tidak ketat, ternyata memudahkan responden melakukan penyesuaian. Bentuk penyesuaian yang dominan terhadap keempat objek penyesuaian adalah bentuk acceptance, dimana responden dapat menerima sepenuhnya norma yang berlaku baik dalam hubungannya dengan aturan kerja, ternan seruangan, pengawas dan peralatan kerja dan melakukan kegiatan sesuai dengan norma. Bentuk penyesuaian lainnya bagi sebagian responden mengalami ketidaksesuaian adalah convergent information, divergent innovation dan retreatism. Dalam ketiga bentuk penyesuaian tersebut responden dapat melakukan perubahan norma yang tidak merugikan perusahaan convergent innovation, merubah norma hanya untuk kepentingan responden divergent innovation dan tidak melakukan perubahan apa-apa, diam saja atau bersikap pasrah. Pengaruh tiga variabel independen terhadap keempat objek penyesuaian -aturan kerja, teman seruangan, pengawas dan peralatan kerja atau mesin ternyata tidak sama besarnya, di mana berdasarkan pengukuran kekuatan hubungan bahwa hubungan-hubungan yang secara statistik terlihat muncul relatif lemah. Variabel Lama menetap di Jakarta terlihat pengaruhnya pada kesesuaian terhadap Teman Seruangan, Pengawas dan Peraiatan Kerja, keseluruhanhya berlaku di pabrik pakaian jadi Tebet, dengan arah hubungan positif. Sedang variabel Kompleksitas Tugas terlihat berpengaruh pada kesesuaian terhadap Aturan Kerja di Tebet, terhadap Teman Seruangan, Pengawas dan Peralatan Kerja di pabrik pakaian jadi Cengkareng, dengan arah hubungan negatif, kecuali kesesuaian terhadap Peralatan Kerja atau Kesin. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi pabrik yang berbeda, yaitu di pabrik pakaian jadi Tebet .dan pabrik pakaian jadi Cengkareng. Kedua pabrik tersebut berbeda dalam jumlah output-nya. Dasar pemilihan kedua pabrik ini terletak pada kemudahan menjumpai responden serti adanya izin yang diberikan pihak perusahaan untuk mengedarkan kuesioner pada para pekerjanya. Disadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini belum dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian mengenai migran tetap yang bekerja di sektor industri. Hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada pabrik pakaian jadi yang mungkin tidak mewakili industri pakaian jadi yahg ada di Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
S6864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Setiawan
"Pembangunan terpusat di daerah perkotaan telah menyebabkan arus migrasi desa kota karena dilakukannya modernisasi kota, telah banyak menciptakan aiternatif-alternatif kesempatan bagi setiap orang dengan tingkat keterampilan yang paling rendah sekalipun sementara itu pembangunan desa relatif terabaikan ini menyebabkan mencuatnya lapangan kerja di pedesaan dan kemiskinan masih terus berlangsung masalahnya menjadi semakin rumit dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk daerah tersebut, dan ini mendorong penduduk desa bermigrasi kekota sementara berlangsung migrasi penciptaan lapangan kerja di perkotaan tidak bisa langsung secepat proses pertumbuhan golongan ini studi yang dilakukan ini pada dasarnya adalah usaha mencari tahu tentang kehidupan migran sirkuler khusus nya kuli sirtu (=pasir batu) dalam rangka penggambaran masalah perkotaan Kegiatan studi ini dilakukan di lokasi jalan Daan Mogot khususnya antara jembatan Pesing sampai Cengkareng Drain juga di muka jalan Tol Tomang Jakarta Pengumpulan data dalam studi ini tidak saja didasarkan survai tetapi juga melalui wawancara mendalam terhadap beberapa kasus kuli sirtu Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar kuli sirtu berusia muda Rendahnya tingkat pendidikan para kuli sirtu setidaknya menunjukkan terbatasnya alternatif dalam memilih kesempatan kerja yang ada di Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marni H. Hashari
"ABSTRAK
Orang orang desa yang melakUKan migrasi ke Jakarta umumnya dengan tujuan ingin memperbaiki nasib, yaitu meningkatkan penghasilan. Latar belakang para migran tersebut umumnya perpendidikan rendah, tidak memiliKi ketrampilan, serta kurangnya pengetahuan. menvebabkan migran bekerja pada biaang pekerjaan yang berstatus rendah. Bidang pekerjaan di kota yang mungkin dilakukan oleh migran dari desa adalah sektor informal. Penghasilan dari sektor informal umumnya rendan. walaupun bagi para migran tetap lebih besar perbandingkan penghasilan ketika di desa. Biaya hidup ai kota umumnya relatif mahal. Skripsi ini hendak menjelaskan bagaimana migran dapat bertahan hidup di Jakarta cenaan oenghasiian yang rendah biaya hidup yang mahal, bahkan migran juga dapat mengirim uang kepada keluarga di aesa asal. Pada ini dilihat tiga hal yang mempengaruni mekanisme tetani skripsi bertahan hidup, yaitu pemanfaatan kenalan, frekuensi pindah kerja, dan perolehan pekerjaan. Hai hal tersebut diduga mempunyai pengaruh terhadap mekanisme bertahan hidup migran di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme bertahan hidup migran yang tinggi di perkotaan dipengaruhi oleh frekuensi pindah kerja yang renaan. Selain itu pemanfaatan kenalan secara senang, dan perolehan pekerjaan secara sedang juga mempengaruni mekanisme bertanan hidup migran di perkotaan."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>