Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141319 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Supangkat, Tatang
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirnawathy Surakhmad
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Handini
"As an ethnic group that lives in the interior part of the Jambi Province, Suku Anak Dalam is inseparable with tropical rainforest. The rainforest is their most essential environment. Therefore, changes in the rainforest have a significant impact on the people's lifestyle Among the lifestyles that represents their dependence to nature is their pattern of subsistence, which is foraging, a combination of hunting and gathering activities that they do in nomadic fashion tracking the food sources provided by nature. That is the reason that the Suku Anak Dalam is also known as foragers, meaning people who roams in search of food.
The topic of this thesis is the foraging lifestyle, which has become very difficult to maintain due to environmental changes. The quantity and quality of the rainforest are declining as the result of the opening of plantations, transmigration areas, illegal logging, road construction, etc. The impact is immediately felt: the food sources of the Suku Anak Dalam are drastically decreasing.
The research method used in this thesis is participant observation, which is implemented in the field by conducting a descriptive technique with the inductive type of reasoning. The optimal foraging analysis by Winterhalder (1981) and Schoener (1971), which emphasizes on four aspects that should go in concert to acquire optimal results, were applied directly to the foraging of the Suku Anak Dalam. The four aspects are the food extent, foraging space foraging period, and group size.
The application of optimal foraging analysis among the Anak Dalam foragers reveals that wild boar and deer are their favorite menu because those kinds of animals are easy to find, have plenty of meat, and delicious. On the other hand, a tuber plant called bazaar (Diascrorea sp.) is also a favorite. Analysis shows that foraging lifestyle mainly depends not on animal hunting but on plant gathering activities. Protein is the supplement of carbohydrate, and the food sources can be found around the habitation camps. The foraging space is in proportion with the condition of the surrounding rainforest: the more infertile/barren a foraging area, the scarcer the food sources; as a consequence, the wider is the roaming area and the higher is the foraging intensity. In the case of the Anak Dalam foragers, the foraging space covers 2 - 6 hour walk or within a radius of 2 - 29 km from their habitation camp.
The Suku Anak Dalam people generally practice foraging for 20 - 30 hours per week, or + 6 hours per day. During the foraging period, 30 % are allocated for hunting and 70 % are for gathering activities. The ideal size for a group of foragers is 20 - 25 people, which includes at least 3 - 4 adult males as hunters. Gathering activities, on the other hand, can be done by any number of people, be it an individual, a small group, or a large group. If a foraging group becomes too large, some of its members will leave the group and form a new group.
Environmental changes have made each Anak Dalam foraging group to employ its own adaptation strategy. As a result, based on their subsistence, there are three types of Anak Dalam groups: foragers, semi-foragers, and crop growing groups. Aside from environmental changes, there are also internal and external factors that changed the lifestyle of the Anak Dalam people. Among the internal factors is their desire to move into what they thought to be a better lifestyle, while one of the external factors is government policy. This thesis will focus on the- causal relationship between environmental changes and foraging activities among the people of Suku Anak Dalam. Various aspects of their daily life will also be described in this thesis, which will include their nomadic tradition, social organization, life cycles, genealogical system, religion system, political and governmental system, and technological system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Permana
"Sebelum masuk dan berkembangnya agama Buddha, masyarakat Jepang telah mempunyai suatu sistem kepercayaan tradisional. Sistem kepercayaan ini, secara konseptual belum tertata dengan baik, Bahkan keberadaannya sebagai agama asli orang Jepang pun tidak disadari oleh masyarakat Jepang sendiri. Hal ini disebabkan karena kepercayaan ini dianggap sebagai bagian dari tradisi kehidupan sehari-hari, terutama sebagai kanshu (kebiasaan) atau shuzoku (adat istiadat). Sistem kepercayaan ini kemudian dinamakan sebagai ko-shinto (Shinto kuno). Ko-shinto bukan merupakan prinsip moral atau doktrin-doktrin yang bersifat filosofis, melainkan sistem pemujaan kepada alam yang berkaitan dengan sumber kehidupan utama masyarakat Jepang waktu itu, yaitu pertanian. (Ishida Ichiro, 1963: 18)
Oleh karena itu, berkembanglah pemikiran pemikiran yang beranggapan bahwa: (1) benda-benda dan tumbuh-tumbuhan mempunyai jiwa; (2) alam semesta merupakan kumpulan kekuatan ghaib (supernatural), baik benda - benda yang terdapat di alam (misalnya, matahari, bulan, gunung, sungai, dan Sebagainya) maupun benda-benda buatan manusia (seperti, pedang, tombak, dan sebagainya) serta kekuatan mantera-mantera yang berasal dan orang-orang tertentu, yang dipercaya memiliki kekuatan ghaib (seperti itako dan gomiso, sebutan bagi dukun di dalam tradisi Jepang); dan (3) arwah atau roh prang yang telah meninggal bersemayam di gunung-gunung, di pantai, dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T16835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mazaya Rizy Safira
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai dimensi sosial humaniora dalam pemberdayaan digital dalam konteks masyarakat Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu secara kualitatif dengan wawancara serta observasi dan kuantitatif untuk uji faktor. Penelitian kualitatif dengan desain tematik dilakukan dengan wawancara dan observasi pada masyarakat di Desa Menowo, Magelang, Jawa Tengah yang terlibat dalam Kampung Blogger yang kemudian menghasilkan indikator mengenai sosial humaniora dalam penggunaan teknologi digital. Selanjutnya indikator dari dimensi sosial humaniora yang muncul dan indikator pemberdayaan digital diuji secara kuantitatif dengan survei pada sampel siswa kelas X dan XI SMAN 1 Magelang. Hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa perlunya melihat penggunaan teknologi digital berdasarkan konteks masyarakat agar ke depannya program yang diberikan dan dilakukan dapat sesuai dengan kebutuhan masing-masing masyarakat. Selain itu, pengujian faktor pemberdayaan digital dan sosial humaniora dalam konteks Indonesia dapat dijadikan masukan dalam pengukuran tingkat pemberdayaan digital masyarakat.

ABSTRACT
This thesis discussed the dimension of social humanism in digital empowerment in the context of Indonesian society. This research was conducted in two stages, qualitatively with interviews and observations and quantitative to test the factors. Qualitative research with thematic design was carried out by interviewing and observing the people in Menowo Village, Magelang, Central Java, who were involved in the Blogger Village which then produced indicators about the social humanism in using digital technology. Furthermore, indicators from the emerging social humanism dimensions and digital empowerment indicators were tested quantitatively with surveys on sample of 10th and 11th grader students of SMAN 1 Magelang. The results of this study suggest that it is important to look at the use of digital technology based on the community context so that in the future the programs provided and carried out can be in accordance with the needs of each community. In addition, testing of digital empowerment and social humanities factors in the Indonesian context can be used as input in measuring the level of digital empowerment of the community."
2019
T53363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina
"Masyarakat Cina mengenal pai-khe sebagai suatu kebiasaan dalam mengasuh anak. Pai-khe adalah iatilah bahasa Hokkian untuk menyebut tindakan memberikan anak kepada keluarga lain. Tindakan ini didasarkan pada kepercayaan tentang kekuatan supraalami yang dapat mempengaruhi kehidupan anak-anak. Seorang anak yang diberikan kepada keluarga lain tidak berarti bahwa hubungan dengan orang tua kan-dungnya telah diputuskan. la tetap tinggal bersama orang tua kandungnya dan menjalankan kewajiban sebagai anak sesuai tradiai yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat_nya, akan tetapi ia memiliki sejumlah kewajiban tertentu terhadap orang tua angkatnya sebagai konsekwensi dari tindakan pai-khe. Kebiasaan pai-khe yang didasarkan pada kepercayaan akan kekuatan supraalami merupakan tradisi warisan nenek moyang yang menjadi bagian yang integral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Cina di mana pun mereka berada, baik di negeri leluhurnya sendiri maupun di negeri perantauan. Kebiasaan pai-khe masyarakat Cina di Medan berakar dari kebiasaan serupa' di negeri Cina. Dalam pelaksanaannya, kebiasaan berbau religius ini senantiasa berkembang seba_gaimana religi Cina yang sangat fleksibel dan fungsional. Perkembangan ini dalam jangka waktu lama akan membentuk kebiasaan pai-khe yang khas, yang lazim dilakukan oleh masyarakat Cina di Medan. Penuliaan skripsi ini dimaksudkan untuk menggambarkan kebiasaan pai-khe dalam kehidupan masyarakat Cina di kota Medan, khususnya kecamatan Medan Area, dan untuk melihat seberapa jauh perbedaan kebiasaan pai-khe yang dilakukan masyarakat Cina di Medan dari akar tradisinya. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan kebenaran hipotesa saya bahwa pai-khe masih menjadi salah satu bagian dari tataca_ra mengasuh anak dalam kehidupan masyarakat Cina di keca_matan Medan Area, kotamadya Medan. Sebagaimana religi Cina yang bersifat fleksibel, kebiasaan yang berkaitan dengan Cara mengasuh anak dalam kehidupan masyarakat Cina di Medan ini memiliki beberapa perbedaan dari akar tradisinya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Carolina Marion
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai fenomena penggunaan yakushokumeishoo dan keigo sebagai bagian dari kerangka honorifics yang dilihat dengan konsep power distance dalam komunikasi di perusahaan Jepang. Keigo yang dimaksud adalah penuturan bahasa sopan, atau bahasa hormat, sedangkan honorifics adalah dalam arti luas, merupakan suatu sistem komunikasi bahasa yang bermakna sopan, hormat dan merendahkan diri. Penulis membatasi penelitian pada pembahasan mengenai fenomena penggunaan Yakushokumeishoo dan Keigo sebagai bagian dari kerangka honorifics yang dilihat dengan konsep power distance dalam komunikasi di perusahaan Jepang, oleh karyawan perusahaan Jepang di daerah Kansai, Jepang.
Dari kuisioner dan wawancara didapatkan hasil bahwa bentuk sapaan yang digunakan oleh karyawan terhadap atasan ketika berkomunikasi di dalam perusahaan adalah bentuk panggilan jabatan, nama keluarga+san. Dari hasil ini menunjukkan bahwa di Jepang sudah mulai terjadi perubahan terhadap penggunaan bentuk sapaan terhadap atasan, dari sebelumnya adalah panggilan jabatan, sekarang muncul panggilan biasa yaitu “-san”. Bentuk panggilan ini tidak berpengaruh terhadap jauh dekatnya jarak emosional dari bawahan terhadap atasan. Karyawan Jepang bisa menyampaikan pendapat dan ketidaksetujuan meskipun menggunakan panggilan jabatan. Sebaliknya ada pula responden yang menggunakan bentuk panggilan biasa yaitu nama keluarga+san namun mereka tidak bisa menyampaikan pendapat atau ketidaksetujuan terhadap atasan.

ABSTRACT
In this study, the authors will discuss about the phenomenon of the use of yakushokumeishoo and keigo, as part of the framework of honorifics that are seen with the concept of power distance in communications in the Japanese company. Keigo is a polite form in Japanese. And honorifics is in a broader sense, is a system of communication language which means polite, respectful and humble themselves. Authors restrict the discussion of research on the phenomenon of use of yakushokumeishoo and keigo as part of the framework of honorifics are seen with the concept of power distance in communication in Japanese companies, by employees of Japanese companies in the Kansai region, Japan. From questionnaires and interviews showed that the shape of address forms used by the employee to the superior when communicating in the office is address forms related with position, last name + san. This result shows that Japan have started a change to the use of address forms to the superior, from address forms related with position, now appear normal call is "-san". The shape of this address forms has no effect on emotional distance from subordinates to superiors. Japanese employees can express their opinions and disagreements despite using address forms which related with position. Instead there are also respondents who use form of the surname + san, but they could not express an opinion or disagreement to superiors."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Assa Rahmawati Kabul
"ABSTRAK
Dalam masyarakat Cina tradisional ada sekelompok orang terpelajar yang disebut shenshi. Mereka adalah para penyandang gelar yang diakui oleh negara, dan dari kelompok ini pulalah diangkat para pejabat negara. Jumlah mereka yang termasuk shenshi sangat sedikit, tapi pengaruh dan kekuasaannya sangat besar. Kelompok ini mendominir kehidupan kehidupan politik, sasial dan ekonomi masyarakat Cina tra_disional. Dengan adanya hak-hak istimewa serta hubungan yang dekat dengan pemerintah, kelompok ini amat leluasa mainkan peranannya dalam masyarakat.Studi mengenai shenshi penting untuk menganalisa ma_syarakat Cina tradisional. Selain itu, studi mengenai kelompok ini masih kurang mendapat perhatian di Indonesia, antara lain karena memang belum cukup tersedia bahan-bahan sumber bacaan yang diperlukan.Karena alasan-alasan tersebut di atas, saya mencoba untuk menggambarkan kelompok shenshi ini secara umum dan menuliskannya dalam skripsi ini. Tidak lain harapan saya agar tulisan singkat ini ada manfaatnya bagi pars peminat studi masyarakat Cina, khususnya masyarakat tradisional

"
1985
S12829
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>