Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207189 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Themy Kendra Putra
"ABSTRAK
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer telah meningkatkan suhu permukaan bumi sehingga terjadi pemanasan global yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut dan terjadinya perubahan iklim yang berdampak merugikan terhadap manusia dan lingkungan.
Pada hakekatnya keberadaan GRK di atmosfer tidak selalu merugikan. Dalam UNEP (1992), ditegaskan bahwa peranan konsentrasi GRK yang stabil di atmosfer mempunyai arti sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan di bumi. Konsentrasi karbon dioksida dan metan yang berlebihan dapat meningkatkan panas bumi dan perubahan iklim yang drastis dan berbahaya bagi kehidupan.
Tahun 1988, WMO dan UNEP membentuk suatu panel untuk mengkaji perubahan iklim global, yaitu International Panel an Climate Change (IPCC). Berdasarkan penelitian IPCC dan World Climate Program (WCP) tahun 1990, disimpulkan bahwa akan terjadi peningkatan temperatur bumi sekitar 2 - 5 °C dalam waktu satu abad mendatang pada tingkat laju emisi GRK sekarang.
Jumlah ernisi metan global dari berbagai sumber, dalam Bolin et al. (1986), menurut Sheppard et al. adalah 1210 Tg Khalil & Rasmussen, 553 T& Blake 500-1160 Tg; Critter', 400 Tg dan menurut Seiler adalah 300-550 Tg. Sedangkan jumlah emisi metan global yang bersumber dari tempat pembuangan akhir sampah (TPA), menurut Bingemer & Crutzeu (1987), adalah 30-70 Tg metan per tahun yang berarti 7% dari seluruh emisi metan global atau kira-kira 14% dari emisi metan akibat kegiatan manusia (anthropogenic emissions). Jumlah emisi metan dari TPA ini, berbeda dengan hasil seminar IPCC tahun 1990, yang berkisar antara 25-40 Tg per tahun. Emisi berasal dari berbagai negara dan wilayah, seperti Kanada 1 Tg per tahun, Jepang 0.17 Tg, Oseania 1.25 Tg, Amerika Serikat 8-18 Tg, Rusia dan Eropa Timur 5-8 Tg, dan negara negara berkembang 4-7 Tg per tahun. World Resources dalam Suharsono et al. (1996), menyatakan bahwa Indonesia mengemisikan metan sebesar 480 Tg per tahun. Sedangkan Jakarta menghasilkan 76.61 Tg metan pada tahun 1991.
Untuk mengetahui besar emisi dan memprediksi kecendenmgan emisi metan di TPA, dilakukan penelitian dengan metode penelitian Ex Post Facto di TPA Bantar Gebang. Estimasi emisi metan dilakukan dengan metode IPCC yang dikombinasikan dengan metode statistic. Tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui karakteristik sampah di TPA Bantar Gebang, (2) mengestimasi emisi metan dan memprediksi kecenderungan emisi metan, (3) mengetahui faktor yang mempengaruhi pembentukan metan dan (4) mengusulkan alternative mitigasi untuk mengantisipasi peningkatan laju emisi metan di TPA Bantar Gebang.
Guna mencapai tujuan penelitian tersebut, diperlukan berbagai asumsi bahwa (1) jumlah produksi sampah per orang per hari relatif tetap, (2) komposisi dan kepadatan sampah yang dibuang ke TPA Bantar Gebang relatif tetap, (3) metan dilepaskan (released) sepanjang tahun sejak sampah dibuang ke TPA Bantar Gebang, (4) kondisi iklim relatif tetap, dan (5) nilai kesalahan (default value) dan rasio konversi (coversion ratio) biogas terhadap metan dalam metode IPCC dapat diterima sejauh tidak terdapat nilai kesalahan dan rasio konversi yang lebih spesifik.
Daftar Pustaka : 44 (1971-1996)

ABSTRACT
Estimation and Trend Prediction of Methane Emission in Sanitary Landfill (a Case Study at Bantar Gebang Sanitary Landfill)In the ascendant of the concentration of the greenhouse gases at the atmosphere has raised the earth surface temperature impacted global warming which caused sea level raise and climate change which have negative impact to human being and environment.
Basically, the existing of greenhouse gasses at the atmosphere does not always have negative impact. In UNEP (1992), it was stressed that the function of greenhouse gasses concentration if they were stable at the atmosphere had a very important meaning for the continue of living on the earth. Carbon dioxide and methane concentration could raise global warming as well as drastic climate change that dangerous for living.
In 1988, WMO and UNEP created the panel to analyze the global climate change, namely International Panel on Climate Change (IPCC). Based on the research done by IPCC and WCP (World Climate Program) in 1990, it was concluded that there would be raised of earth temperature about 2-5 °C in next coming century at the current level of greenhouse gasses emissions.
Number of global methane emissions from some resources in Bolin et al (1986), mentioned that according to Sheppard et al. was 1210 Tg, Khalil & Rasmussen was 553 Tg, Blake was 500-1160 Tg, Crutzen was 400 Tg and according to Seiler was 300-500 Tg. Whereas, according to Bingemer & Crutzen (1987), the number afglobal methane emission from sanitary landfill was 30-70 Tg per year which meant 7% of all global methane emission or approximately 14% out of methane emission caused by anthropogenic emission. The total number of methane emission had been estimated by Bingemer & Crutzen (1987) was different from the result of IPCC seminar in 1990 which stated that global emission of methane from sanitary landfill was 25-40 Tg per year which produced by many countries or regions such as: Canada 1 Tg per year, Japan 0.17 Tg, Oceania 1.25 Tg, USA 8-18 Tg, Russia & East Europe 5-8 Tg, and developing countries 4-7 Tg per year. According to World Resources in Suharsono et al. (1996), Indonesia had emitted 480 Gg methane per year while Jakarta bred 76.61 Gg per year.
To estimate how much the emission was and to predict the trend of methane emission at Banter Gebang sanitary landfill, the estimation of methane emission has gotten by using )PCC method which combined with statistic method. The objectives of this study are (1) to perceive the characteristic of municipal solid waste at Banter Gebang sanitary landfill, (2) to estimate the methane emission and to predict the tendency of methane emission, (3) to find out the factors which influence the methane emission , and (4) to propose the mitigation options in order to anticipate methane emission growth.
To achieve those research objectives, some assumptions are needed such as (1) amount of daily individual solid waste production is relatively constant, (2) composition and density of solid waste disposed to Banter Gebang sanitary landfill is relatively constant, (3) methane released since the solid waste has been being disposed to Banter Gebang sanitary landfill, (4) climate condition is relatively constant, and (5) default value as well as conversion ratio of biogas to methane in IPCC method can be accepted as long as no default value and conversion ratio which are more specific.
Bibliography: 44 (1971-1996)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Haslinda
"ABSTRAK
Sampah merupakan barang-barang sisa, barang yang sudah rusak atau barang yang tidak dipakai dan harus dibuang. Dalam jumlah yang besar, sampah memerlukan perhatian dalam penanganannya, dan hal ini pada umumnya muncul pada wilayah perkotaan atau wilayah industri. Berdasarkan Laporan Pengelolaan Kebersihan pada tahun 1995, volume sampah di DKI Jakarta mencapai 7.360 ton/hari.
Komposisi sampah terdiri dari 73,90% sampah organik dan 26,10% sampah anorganik. Dari 26,14% sampah anorganik terdapat sampah kulit sebesar 1,75%, plastik 7,86%, logam 2,04% dan batu baterai 0,29%.
Sampah ini dibuang secara sanitary landfill di TPA Bantar Gebang Bekasi.
Di sekitar TPA sampah Bantar Gebang, banyak terdapat pemukiman penduduk, baik penduduk setempat maupun pendatang yang menggunakan air sumur gali mereka untuk keperluan air bersih dan air minum. Dengan demikian maka dimungkinkan terjadi pencemaran bahan polutan dari lindi TPA pada air sumur gali mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lokasi pembuangan sampah Kota Jakarta dan Bekasi dengan sistem Sanitary Landfill di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang terhadap kualitas air tanah, serta mempelajari pola kecenderungannya melalui pendekatan kualitas air tanah. Di samping itu untuk mengetahui kemungkinan penyebaran berbagai jenis pencemar yang membahayakan kesehatan manusia, serta pengaruhnya terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Pengamatan dilakukan terhadap air sumur gali penduduk di tiga desa yaitu Desa Ciketing Udik, Sumur Batu dan Cikiwul dengan 4 level jarak yaitu pada jarak lebih kurang 200 m, 400 m, 600 m dan 800 m dari pinggir TPA. Untuk mengetahui pengaruh TPA terhadap masyarakat di sekitarnya dilakukan, wawancara terencana terhadap 104 responden dari tiga desa dan pengelola TPA sampah Bantar Gebang, sedangkan untuk mengetahui kualitas air dibandingkan dengan Baku Mutu Air Bersih yaitu Permenkes RI Nomor 4161MENKES/PER/IX/1990 dan Kep-51/MENLHI/110/1995 untuk air limbah.
Dari hasil peneiitian yang dilakukan tentang hubungan tempat pembuangan akhir sampah secara sanitary landfill dengan kualitas air tanah dan kesehatan masyarakat (studi kasus di TPA sanitary landfill Bantar Gebang, Bekasi) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kualitas air limbah (lindi) TPA sampah sanitary landfill Bantar Gebang berdasarkan hasil analisis sifat fisik, kimia dan bakteriologi termasuk kategori buruk jika dibandingkan dengan baku mutu air limbah KEP/511MENLH/1995.
2. Berdasarkan analisis sifat fisika air, diketahui bahwa parameter warna kekeruhan dan zat padat terlarut belum melampaui baku mutu pada semua jarak pengamatan di semua desa. Untuk sifat kimia parameter yang melampaui baku mutu air bersih seperti ditetapkan dalam PERMENKES RI No.416/MENKES/PEFU/XI 1990 adalah pH, besi (Fe), Cd, Cr, Mn, Pb dan zat organik (KMnO4) untuk jarak 200 m dari TPA sampah, sedangkan untuk jarak 400 m dan 800 m parameter kimia yang melampaui baku mutu adalah zat organik pada Desa Sumur Batu dan Cikiwul. Kandungan bakteriologi disemua lokasi penelitian termasuk kategori buruk. Kualitas air sumur penduduk berdasarkan sistem STGRET termasuk buruk sebanyak 33 persen dan 67 persen termasuk sedang.
3. Hasil analisis regresi dan uji t memperlihatkan bahwa kualitas air tanah dilokasi penelitian dipengaruhi oleh jarak dari pusat TPA sampah sanitary landfill, yaitu semakin jauh jarak dari pusat TPA sampah semakin baik kualitas air.
4. Dari segi lingkungan dan kesehatan masyarakat, dengan adanya TPA sampah ini kondisi hunian semakin buruk, karena banyak lalat dan sampah yang beterbangan, demikian juga penyakit yang timbul seperti gatal-gatal, dan diare. Namun demikian masyarakat makin lama makin terbiasa dengan kondisi tersebut.

ABSTRACT
The Correlation Between Sanitary Landfill With Ground Water Quality And Community's Health (A Case Study at TPA Bantar Gebang, Bekasi)As the biggest city in Indonesia, DKI Jakarta faces serious problem regarding its waste treatment. The large number of its population and the very busy trade and industry have produced waste which could not be treated within Jakarta area.
According to "Laporan Pengelolaan Kebersihan" in 1995 the amount of waste to 7,350 ton/day. This waste is composed of 73.90% organic waste and 26.10% inorganic waste. This inorganic waste consists of 1.75% leather, 7.85% plastic, 2.04% metal and 0.29 battery. This waste is disposed in Bantar Gebang, Bekasi, using the sanitary landfill method.
Community live around this leachate use ground water for drinking and other need of clean water. It is very possible that their ground water is polluted by the waste which is treated nead their homes.
This research is conducted to explore the correlation between sanitary landfill and well water quality, and influence the health of the community living near it. We try to find any trend related to the quality of well water, such as the spreading of any disease, and socio-economic condition.
In this research, well water in three villages (Ciketing Udik, Sumur Batu and Cikiwul) are observed. This distance of each village is consecutively ± 200 m, ± 400 m, ± 800 m from the landfill. It's water quality is compared to the standard described in PERMENKES No.416/MENKES/1X11990 for clean water and Kep-511MENLH1111011995 for waste water. interviewed to 104 respondents from those three villages and asked the influence of the leachate to the community. We also interview the people, who in charge that manages the landfill.
The results of this research a summarized as follow :
1. The quality of leachate from sanitary landfill does not fulfill the standard described in KEP/511MENLH/10/1995.
2. The quality of physical ground water especially well water from all distance from landfill are fulfill the standard as described in PERMENKES RI No.416/MENKES/PER/IX/1990, but for chemical there are some indicator does not fulfill the standard, like pH, Fe, Cd, Cr, Mn, Pb and organic matter (KMnO4) for the distance 200 m from the landfill, but for 400 m and 800 m from landfill all indicator are fulfill the standard except for organic matter in Desa Batu and Desa Cikiwul. The bacteriological in well water in this study are bad for all distance and village. The category of well water in this study by STORET system of 33% is bad, and 67% is fair.
3. The regression analysis result shows that the quality of ground water especially for well water is affected by the distance from the landfill; farther location from the landfill, the better quality of water is.
4. From the environmental aesthetics and the people healthy present of view the existence of the landfill have made the house and surrounding become worse. There are many fly and waste in every places and also diseases like diarrhea and morbilli. But by the time the people become familiar with the condition.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dianing Wijayanti
"Di Kecamatan Bantar Gebang, penyakit diare menempati urutan 4 dari 10 besar penyakit di wilah tersebut. Sebagian besar penyakit diare ditemukan di Kelurahan Sumur Batu yang berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Diduga disana banyak terdapat kasus diare akibat tercemarnya makanan/minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat. Penelitian ini bertujuan untuk mengtahui hubungan tingkat kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita. penelitian ini menggunakan desai cross-sectional, dilakukan pada 110 sampel. Data dikumpulkan melalui pengukuran kepadatan lalat, wawancara, dan obseravasi. Analisa data dengan metode distribusi frekuensi dan chi-square. Prevalensi kejadian diare pada balita dengan pengukuran kepadatan lalat yang tinggi ditemukan adalah 53,7%. Faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah perilaku ibu mencuci tangan dengan OR=3,1 (95% CI: 1,415-7,004), perilaku menutup makanan dengan OR=3,6 (95% CI: 1,182-11,165), dan sumber air minum dengan OR=2,6 (95% CI: 1,102-6,323). Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk memasang kawat kasa pada jendela dan tempat-tempat terbuka dan meningkatkan kebersihan lingkungan rumah masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang. Bagi Puskesmas Bantar Gebang I disarankan dapat meningkatkan penyuluhan pada masyarakat tentang penyakit diare dan pentingnya aspek perilaku kesehatan, terutama mencuci tangan dan menutup makanan."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
I Made Ngurah Surya Adi Witama
"Prevalensi parasit usus menjadi masalah di dunia khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Tingginya angka infeksi terutama terjadi pada anak-anak diakibatkan kurangnya pola hidup bersih dan sehat serta kurangnya pengetahuan akan infeksi parasit usus. Pemukiman kumuh, seperti pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, dan kegiatan sehari-hari yang dilakukan juga menjadi faktor tingginya angka infeksi parasit usus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka infeksi parasit usus dan hubungannya antara jenis kelamin dan kelompok umur pada anak-anak di TPA Bantar Gebang. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada bulan Mei 2012 dengan menggunakan subjek penelitian sebanyak 139 anak. Pengolahan data penelitian menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji chi-square, Fischer's exact, dan Kolmogorov-Smirnov.
Hasil penelitian didapatkan sebanyak 72,7% anak mengalami infeksi parasit usus dengan infeksi tertinggi yaitu Blastoycstis hominis (52,5%). Infeksi lain berupa Giardia lamblia 30,9%, Trichuris trichiura 20,9%, Ascaris lumbricoides 4,3%, dan Entamoeba histolytica 1,4%. Hasil lain penelitian juga menunjukan hubungan yang tidak bermakna antar infeksi parasit usus dengan jenis kelamin (p>0,05) dan kelompok umur (p>0,05). Secara proporsi, didapatkan infeksi parasit usus lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dan kelompok umur 6-9 tahun. Perlu adanya intervensi berupa pencegahan seperti penyuluhan pada keluarga dan pada anak di sekolah untuk meningkatkan pengetahuan mereka akan infeksi parasit usus dan pola hidup bersih sehat untuk mengurangi angka infeksi penyakit ini.

The prevalence of intestinal parasites is one big problem in the world, especially in developing countries like Indonesia. The high numbers of infections mainly occur in children due to a lack of a clean and healthy lifestyle as well as a lack of knowledge of intestinal parasitic infections. Slums, such as the Garbage Final Disposal, Bantar Gebang, and daily activities are performed also be a factor in the high rate of intestinal parasitic infections. The purpose of this study was to determine the infection rate of intestinal parasites and the relationship between gender and age groups of children at Bantar Gebang. This study used a cross-sectional in May 2012 using 139 children as research subjects. Processing of research data using SPSS 17.0 program with chi-square test, Fischer's exact, and the Kolmogorov-Smirnov.
The result showed as much as 72.7% of children suffered intestinal parasitic infections with the highest infection Blastoycstis hominis (52.5%). Other infections such as Giardia lamblia 30.9%, Trichuris trichiura 20.9%, Ascaris lumbricoides 4,3%, and Entamoeba histolytica 1.4%. Other results of the study also show no significant relationship between intestinal parasitic infection by gender (p> 0.05) and age groups (p> 0.05). In proportion, obtained intestinal parasitic infections are more prevalent in the female gender and age group of 6-9 years. There needs to be prevention interventions such as counseling to families and children in schools to improve their knowledge of intestinal parasitic infections and a clean healthy lifestyle to reduce the infection rate of this disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herdanti Rahma Putri
"Infeksi parasit usus banyak dijumpai di negara berkembang dan erat kaitannya dengan kebersihan diri dan lingkungan. Faktor lingkungan yang diduga ikut berperan dalam transmisi parasit adalah keadaan lantai rumah. Penelitian dengan desain crosssectional ini bertujuan untuk mengetahui angka infeksi parasit usus dan hubungannya dengan keadaan lantai rumah pada anak-anak di TPA Bantar Gebang. Data diambil bulan Maret 2012 dengan subjek penelitian berjumlah 122, diolah menggunakan program SPSS versi 16.00, dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan angka infeksi parasit usus sebesar 73% dan berhubungan bermakna dengan infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang Bekasi (p=0,047), di mana lantai rumah yang terbuat dari tanah meningkatkan risiko penularan infeksi parasit usus.

Intestinal parasitic infections are found in many developing countries and is closely related to personal and environmental hygiene. One of the environmental factors suspected responsible for the intestinal parasite transmission is the house floor condition. This study with cross-sectional design was aimed to determine the infection rate of intestinal parasites and its relationship with the house floor condition in children in Bantar Gebang. Data was taken in March 2012 with 122 consecutive sampling, processed using SPSS version 16, and was analyzed by chi square test. The results showed intestinal parasitic infection rate by 73% and was significantly associated with intestinal parasitic infections (p = 0.047), in which floor made of soil increases the transmission risk of intestinal parasitic infections."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>