Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27630 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S7633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ribut Basuki
Depok: Rajawali Press, 2020
790 RIB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Melina Febrianti
"Penelitian ini membahas visualisasi tokoh Purasara, Rara Amis, dan Semar dalam cerita dan pertunjukan wayang. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana hubungan cerita dan visual Purasara dalam naskah Melayu klasik, wayang kulit Jawa, dan wayang kulit Betawi. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kaitan antara Hikayat Purasara di Betawi dengan pertunjukan wayang di Jawa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka untuk penelusuran sumber dan penelitian lapangan untuk observasi dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan sastra bandingan untuk mengkaji keterkaitan antara cerita dan visual Purasara dari tiga korpus, yaitu Hikayat Purasara, lakon “Purasara” gaya Yogyakarta, dan koleksi wayang kulit Betawi milik sanggar Marga Juwita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerita dan ilustrasi tokoh wayang baik dalam Hikayat Purasara maupun wayang kulit Betawi dipengaruhi oleh wayang kulit Jawa. Selain itu, melalui visual yang terdapat dalam tiga korpus tersebut ditemukan adanya pola bentuk penggambaran anatomi yang serupa di antara tokoh-tokoh tersebut. Akan tetapi, terdapat kekhasan pada visual tokoh wayang Betawi yang terlihat pada segi pewarnaan yang lebih terang, penggambaran atau tatahan dengan garis lebih tegas dan tebal, dan penyesuaian dengan prinsip agama masyarakat Betawi.

This study discusses the visualization of the characters Purasara, Rara Amis, and Semar in wayang stories and performances. It raises the question of how the story and visuals of Purasara are related in classical Malay scripts, Javanese wayang, and Betawi wayang. In this regard, this study aims to describe the relationship between Hikayat Purasara in Betawi culture and Javanese wayang performances. This study was conducted using qualitative methods with literature study for source tracing, while field research was used in the form of observations and interviews. The data obtained was analyzed by comparing literature in order to examine the relationship between the story and visualization of Purasara from three corpuses, namely Hikayat Purasara, the “Purasara” play performed in the Yogyakarta style, and a collection of Betawi shadow puppets belonging to the studio Marga Juwita. The results showed that the stories and illustrations of wayang characters in both the Hikayat Purasara and in Betawi shadow puppets were influenced by Javanese wayang. Furthermore, through the visuals contained in the three corpuses, it was found that there were similar patterns of anatomical depiction among the characters. However, there is a peculiarity in Betawi wayang visuals, which can be seen in terms of its lighter coloring, the firmer and thicker lines used in depictions or inlays, and adjustments made to adhere to the religious principles of the Betawi people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Yvonne Triyoga Hoesodoningsih
"Fokus penelitian ini pada kontinuitas dan perubahan seni pertunjukan Topeng Betawi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kesenian orang Betawi diteliti melalui studi pustaka dan penelitian di lapangan. Konsep yang mempengaruhi cara memandang dalam penelitian ini adalah konsep yang dikemukakan oleh Shils yaitu tradisi mengalami perubahan.
Hasil penelitan menunjukan bahwa terdapat kontinuitas existensi orang Betawi sebagai penyelenggara pertunjukan dan pelaku pertunjukan dalam ritual Gantungan Kaul, Ngukub, Naptu, dan Ketupat Lepas. Hasil penelitian juga menunjukan adanya perubahan pada orang Betawi sebagai pelaku pertunjukan, perubahan penyelengara pertunjukan dan perubahan struktur pertunjukan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
Semarang: Dahara Prize, 1997
791.53 SUN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Surakarta: Etnika, 2004
791.53 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"Seni gerak dalam pertunjukan wayang sering disebut dengan sabetan. Dalam seni gerak wayang dikandung aturan-aturan, norma-norma atau wewaton yang merupakan konvensi yang dianut dan diacu oleh para seniman dalang ketika menggerakkan wayang-wayangnya. Salah satu konvensi seni gerak dalam pertunjukan wayang yakni udanagara. Udanegara yakni tatacara bertutur kata, bersikap, dan bertingkahlaku seorang tokoh dalam pertunjukan wayang, yang di dalamnya dikandung etika dan estetika.
Yang dimaksud gerak wayang meliputi, antara lain: menyembah, berjalan, berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak wayang tersebut berprinsip pada status sosial, tua-muda (usia), klasifikasi, dan wanda tokoh-tokoh wayang. Dalam seni gerak wayang memperhatikan pula prinsip wiraga (benar dan tepatnya action dalam gerak), wirasa (benar dan tepatnya penghayatan dalam gerak), dan wirama (benar dan tepatnya irama dalam gerak). Langkah kerja penelitian ini dilakukan secara bertahap, yakni: pengumpulan data (menyaksikan pergelaran wayang langsung, baik di televisi, live, wawancara kepada para dalang: studi kepustakaan; pengolahan data; dan laporan penelitian.
Penelitian ini menyimpulkan: gerak wayang terdiri dari dua pengertian, ?luas? (totalitas gerak tokoh) dan ?sempit? (perang); gerak wayang dibatasi oleh konvensi (norma) yang disepakati para dalang (udanegara); prinsip gerak wayang mengacu pada status sosial, usia (tua-muda), klasifikasi, dan wanda tokoh wayang; gerak wayang dewasa ini telah banyak penggarapan, dinamis (tidak terlihat kendor). Perkembangan gerak wayang tersebut seiring dengan pola pikir masyarakat yang semakin maju, kritis, dan dinamis.

Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules, norms, guidance (orientation) is convention that is observed and referred to guidance the dalang artists when they move the puppets. One of the convention of movement in the puppet performance is udanagara. Udanegara, that contains ethics and aesthetic, is the rules of speaking, attitude, and action for actors in the puppet performance.
Puppet movement include among others paying homage, walking, running, dancing, flying and fighting. That puppet movement is based on social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet. Therefore, the movement art of the puppet adopts basic wiraga (true or false action in the puppet movement), wirasa (true or false feeling of puppet movement), and wirama (true or false rhythm in the puppet movement). Method in this research will be conducted step by step: collection data (to watch of puppet performance on television, live performance, dialogue with dalang artist), analysis of data, literary research, conclusion and reporting of the research.
This research concludes: puppet movement has of two meanings, large (totality of puppet movement) and narrow (fighting); puppet movement refers to the conventions (norms), oriented by dalang artists (udanegara); basic of puppet movement refers to social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet; now, puppet movement becomes more and more creative and dynamic. The development of puppet movement in line with the way of thinking of society that is more improved, critical, and dynamic."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Surakarta: Citra Etnika Surakarta, 2004
791.5 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertunjukan wayang purwa Jawa sebagai suatu karya seni yang amat tinggi nilai estetisnya, mengandung nilai-nilai sakral dan makna-makna khusus. Dengan tetap mempertahankan beberapa nilai dan makna yang terkandung di dalamnya, pergelaran wayang purwa berkembang fungsinya menjadi suatu pertunjukan yang lebih bersifat hiburan. Karena itu keberadaan tempat yang khusus bagi pertunjukan wayang kuht perlu dipikirkan. Tuhsan ini dimulai dengan menelusuri asai mula pertunjukan wayang kulit, makna simbolis yang terkandung di dalamnya dan pengaruhnya balk dalam rumah Jawa maupun terhadap kehidupan orang Jawa, dilanjutkan dengan mengumpulkan beberapa unsur yang perlu dipertahankan dan menganalisis kegiatan dalam pergelaran wayang purwa sebagai suatu bentuk pertunjukan. Dari analisis kegiatan tersebut, tubsan ini mencoba menyimpulkan unsar-unsur dan aspek-aspek keruangan yang selanjutnya digunakan untuk membuat suatu konsep tempat pertunjukan wayang kuht Jawa."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Hartini
"Gender Wayang merupakan salah satu jenis gamelan Bali golongan tua. Teknik permainan yang cukup sulit menyebabkan kurangnya minat generasi muda untuk mempelajarinya sehingga peminatnya hanya dari kalangan tua. Pada kenyataannya, sejak tahun 2005 Gender Wayang dijadikan salah satu materi dalam Pekan Seni Remaja (PSR) Kota Denpasar. PSR dijadikan sarana sebagai upaya pemerintah untuk menarik minat generasi muda dalam melestarikan Gender Wayang. Sejak diadakannya PSR Kota Denpasar terjadi fenomena menarik terhadap keberadaan Gender Wayang. Penelitian ini merumuskan tiga hal. Pertama, bagaimanakah bentuk pertunjukan Gender Wayang pada PSR Kota Denpasar? Kedua, apa sajakah kreativitas estetik dalam pertunjukan Gender Wayang pada PSR Kota Denpasar? Ketiga, apakah makna pertunjukan Gender Wayang pada PSR Kota Denpasar?. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pemahaman bentuk, estetika, dan makna pertunjukan Gender Wayang dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori bentuk, teori estetika, dan teori semiotika. Hasilnya ditemukan bahwa pertunjukan Gender Wayang pada PSR Kota Denpasar merupakan salah satu ajang kreatif dan upaya pelestarian serta pewarisan nilai-nilai budaya tradisional kepada para pelajar. Pertunjukan Gender Wayang memiliki bentuk-bentuk estetis, yaitu dari segi bentuk instrumen dan bentuk penyajiannya. Kreativitas estetik dapat dicermati melalui trik-trik atau aksen dalam memainkan gending Gender Wayang serta penataan gerak, gaya, dan ekspresi dalam penampilan penabuh pada PSR Kota Denpasar. Makna yang terkandung dalam pertunjukan Gender Wayang pada PSR Kota Denpasar meliputi makna kreativitas, makna pelestarian, makna pendidikan, makna kompetisi, dan makna aktualisasi diri."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3 : 1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>