Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19603 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sibarani, Maria Fransisca
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S8156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Bektiningdyah
"Krisis ekonomi Asia 1997 merupakan momentum penting dalam sejarah pembangunan ekonomi Korea Selatan. Tidak hanya membawa kemunduran bagi perekonomian nasional, fenomena tersebut juga diikuti dengan perubahan orientasi kebijakan ekonomi dari bisnis besar atau chaebol menuju Foreign Direct Investment (FDI). Sebelum krisis, FDI merupakan hal yang dikontrol ketat oleh pemerintah. Perekonomian Korea Selatan sebelum krisis identik dengan nasionalisme ekonomi. Perubahan ini juga dianggap signfikan karena menjadi perwujudan proses liberalisasi ekonomi Korea Selatan. Oleh karena itu, kehadiran FDI dalam skema ekonomi Korea Selatan menghadirkan dinamika yang sama sekali baru. Masuknya FDI menjadi penanda bagi dimulainya dinamika baru dalam hubungan negara dan bisnis serta liberalisasi ekonomi Korea Selatan. Hal tersebut menunjukkan signifikansi topik ini dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional. Untuk itu, penulis melakukan tinjauan kepustakaan terhadap FDI Korea Selatan pasca krisis ekonomi Asia 1997. Penulis memetakan literatur dengan terlebih dahulu membagi waktu setelah krisis dalam dua periode. Periode pertama merujuk pada masa-masa awal krisis dimana FDI digunakan sebagai instrumen penanggulangan krisis. Periode kedua merujuk pada masa setelah tercapainya stabilisasi ekonomi ketika FDI menjadi bagian dari kebijakan ekonomi Korea Selatan. Pada masing-masing periode, penulis membahas aspek kebijakan, implementasi kebijakan, dan dampak yang ditimbulkan. Melalui tinjauan kepustakaan ini, penulis menemukan bahwa (1) pemberlakukan reformasi kebijakan FDI menghasilkan pergeseran power dari chaebol kepada pemerintah; (2) penguatan FDI sebagai komponen kebijakan ekonomi Korea Selatan menandai liberalisasi ekonomi Korea Selatan; (3) terjadi perubahan signifikansi FDI seiring dengan berakhirnya krisis. Kesenjangan literatur yang penulis temukan berkaitan dengan peran IMF dalam penyebaran liberalisasi ekonomi Korea Selatan, interaksi antar aktor, dan peran FDI dalam keterhubungan ekonomi antar negara. 

The 1997 Asian economic crisis holds a significance in South Korea’s economic development history. Not only did it bring a setback to the economy, but the crisis also brought upon a change in South Korea’s economic policy orientation from the business conglomerates or chaebols to Foreign Direct Investment (FDI). Prior to the crisis, FDI had been put under the strict control of the government. South Korea’s economy has been known for its economic nationalism. Hence, the involvement of FDI in South Korea’s economy brought upon new dynamics. It portrayed the start of new dynamics in the state-business relations and embodies the liberalization process of South Korea’s economy. Overall, the effects created by the reform on FDI related policies shows the significance of this topic in international relations studies. To understand the topic better the author conducted a literature review on South Korea’s FDI post the 1997 Asian economic crisis. First, the author divides the time after the crisis into two periods. The first period refers to the early time of the crisis in which FDI was utilized as a countermeasure to the crisis. The second period refers to the time when economic stabilization post crisis had been achieved, in which FDI became an integral part of South Korea’s economic policy. The author then discusses the policy, the policy implementation, and the impact. Through the process of literature review, the author finds that (1) the implementation of FDI related policy reform has resulted in the shift of power from chaebols to the state; (2) the integration of FDI as a part of South Korea’s economic policy signified the liberalization process of South Korea economy; (3) a change of FDI significance to the economy occurred as the economy stabilized post crisis. The literature gap that the author finds is related to the role of the IMF as an international institution in spreading the ideas of liberal economy to South Korea, the interactions between actors, and the role of FDI in economic linkages between countries. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Rivanka
"Dalam jangka waktu yang terhitung cepat, Korea Selatan mampu membangkitkan kembali perekonomiannya pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997, termasuk dalam sektor perdagangan. Korea Selatan melakukan perubahan dari kebijakan developmentalist yang telah diterapkannya sejak 1960-an menjadi kebijakan neoliberalisme dalam perdagangan. Hal tersebut dilaksanakan melalui implementasi kebijakan perdagangan bebas, secara khusus, proliferasi FTA secara bilateral maupun regional. Penulisan tinjauan literatur ini bertujuan untuk memahami faktor mana yang menonjol dalam proses penyusunan kebijakan perdagangan Korea Selatan pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997. Berdasarkan metode taksonomi, penulisan tinjauan literatur ini terbagi dalam empat tema besar, yakni kepemimpinan politik sebagai aktor signifikan dalam penyusunan kebijakan perdagangan, ide dalam penyusunan kebijakan perdagangan, faktor ekonomi internasional dalam penyusunan kebijakan perdagangan, dan faktor keamanan dan strategis dalam penyusunan kebijakan perdagangan perdagangan Korea Selatan pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997. Dari keempat tema tersebut, muncul dua belas isu dominan, yakni signifikansi aktor eksekutif, signifikansi National Assembly, perdebatan antara ide developmentalism dan neoliberal, ide konfusianisme, ide proteksionisme, faktor sistemik, perspektif Korea Selatan terhadap mega-FTA, keuntungan ekonomi KORUS FTA, dinamika politik regional, trade-security nexus dengan AS, dan strategi hedging Korea Selatan. Dari keseluruhan tinjauan literatur ini, penulis menemukan beberapa kesenjangan literatur yang dapat digunakan untuk riset selanjutnya, diantaranya adalah pembahasan kepemimpinan politik yang sangat menonjol, basis kekuatan aktor eksekutif dalam proses penyusunan kebijakan perdagangan, minimnya pembahasan mengenai chaebol sebagai salah satu aktor yang berperan dalam penyusunan kebijakan perdagangan, respons kelompok veto terhadap kebijakan perdagangan pemerintah Korea Selatan, dasar ide neoliberalisme dalam kebijakan perdagangan, dan pembahasan rekan FTA Korea Selatan yang kurang beragam dan hanya terpusat pada FTA Korea-Chili dan KORUS FTA.

In short time, South Korea was able to revive its economy after the Asian Financial Crisis of 1997, including its trade sector. South Korea made a change from developmentalist policies which implemented since 1960s into neoliberalism. It is shown by the implementation of free trade policies, bilateral and regional FTAs in particular. This literature review aims to understand which factors stand out in the process of formulating South Korea`s trade policy after Asian Financial Crisis of 1997. Based on taxonomy method of literature review, this writing is divided into four major themes, namely political leadership as a main actor in the making of trade policy, ideas in the making of the trade policy, international economy factor in the making of trade policy, and strategic and security factors in the making of trade policy. From those four themes, there are twelve dominant issues, namely significance of executive actors, significance of the National Assembly, issue of democracy, debate between developmentalism and neoliberal ideas, the idea of confucianism, the idea of protectionism, systemic factors, South Korean perspective on mega-FTA, economic benefits of KORUS FTA, regional political dynamics, trade-security nexus with US, and South Korea`s hedging strategy. The writer has identify few literature gaps as the main findings of the literature and could be use for the next research: dominance of executive actors in trade policy decision-making process, basis of executive actor`s power in the trade policy, lack of discussion about chaebol as the main actor in the making of trade policy, veto players response to South Korea`s trade policy, basis of neoliberalism ideas in the trade policy, and lack of discussion about South Korea`s FTA partners other than Korea-Chile FTA and KORUS FTA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Badrul Jamal
"Tesis ini membahas mengenai terjadinya KTT antar Korea Juni 2000 dari sudut Korea Utara serta dampaknya terhadap proses dialog antar Korea dan stabilitas keamanan di Semenanjung Korea. Dalam kaitan ini penulis ingin melihat faktor apa yang mendasari Korea Utara sehingga mau mengadakan KTT tersebut di Pyongyang tahun 2000. Dialog reunifikasi telah lama dilakukan yang membahas proposal-proposal masing-masing. Namun karena dialog tersebut harus selalu mengakomodasi kepentingan negara~negara besar AS, Rus, Cina, dan Jepang, maka hasil yang diinginlcan selalu menemui kegagalan.
Kemajuan penting yang dicapai dalam dialog tersebut adalah penandatanganan Joint Communique tahun 1972 dan Basic Agreement tahun 1992 yang didalamnya :nemuat upaya-upaya penyelesaian konilik antar Korea dengan prinsip independen, cara-cara damai dan co-eksistensi bersama Apa yang telah dicapai tersebut akhirnya mentah lagi oleh politik provokasi Korea Utara melalui program pengembangan nuklir dan senjata pemusnah massalnya (WMD). Tahun 1994, dengan melalui engagement policy-nya presiden Clinton, isu nuklir Korea alchimya bisa diatasi. Dengan naiknya Presiden Kim Jong Il, kita melihat perkembangan positif dalam dialog antar Korea yang dicapai melalui kebijakan sunshine policy-nya, KTI' antar Korea yang pertama akhimya dapat dilaksanakan pada 13-15 Juni 2000 di Pyongyang.
Pembahasan permasalahan di atas dilakukan secara deskriptif analitis dengan menggunakan teori Morrison yang melihat kebijakan luar negeri suatu negara pada dasamya dilandasi oleh kepentingan ekonomi. Selanjutnya lima variabel yang mempengaruhi pembuatan politik luar negeri, dalam tesis hanya tiga variabel yaitu ideosinkretik, nasional, dan sistemik, digunakan untuk mengalisis kebijakan luar negeri Korea Utara. Ketiga variabel tersebut dipilih karena dapat menggambarkan situasi di Korea Utara dan semenanjung Korea.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kebijakan luar negeri Korea utara untuk mengadakan KTT dengan Korea Selatan adalah dipengaruhi oleh krisis ekonomi dan upaya-upaya Korea Utara menormalisasi hubungannya dengan AS supaya sanksi ekonorni dapat dicabut. Pencabutan sanksi ekonomi ini diharapkan mendatangkan bantuan ekcnomi dari negara-negara barat. Di samping itu, falctor Kim Jong Il sebagai pemimpiri tertinggi Korea Utara juga mempengaruhi keputusan Korea Utara untuk mengadakan KTT antar Korea tahun 2000. Menurunnya legitimasi Kim Jong Il menyebabkannya harus mengambii kebijakan yang lebih pragmatis, yaitu untuk mempertahankan kekuasaannya. KTT antar Korea juga berhasil memperkuat dialog reunifikasi dan stabilitas keamanan di Semenanjung Korea. Namun dialog antar Korea dan stabilitas keamanan di kawasan ini kembali terganggu dengan naiknya presiden Bush menggantikan Bill Clinton. Kebijakan AS terhadap Korea Utara berubah dari engagement menjadi hardline posture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vindah Ratna Sania
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S6036
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S5585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>