Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104773 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Suharto, 1944-
"ABSTRAK
Memasuki masa orde baru yang juga merupakan awal pelaksanaan Pelita I, pemerintah Indonesia berada dalam kendali militer (ABRI) dengan menjalankan peranan dan fungsi sosial politiknya di samping melaksanakan fungsi pertahanan keamanan, dua fungsi yang dimiliki ABRI ini lazim disebut dengan Dwi Fungsi ABRI. Fungsi sosial politik ABRI dilaksanakan dengan cara menempatkan personilnya untuk menduduki jabatan di lembaga - lembaga non pertahanan keamanan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, tugas ini disebut dengan kekaryaan.

Sampai dengan Pelita V ini, ABRI masih tetap dominan dalam jabatan-jabatan strategi di pemerintahan. Demikian juga halnya dengan Pemerintah Daerah Kotamadya Tingkat II Semarang. Keberadaan ABRI sebagai pimpinan di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang pada Pelita V, mampu mewujudkan keberhasilan pembangunan yang cukup memuaskan. Keberhasilan pembangunan tersebut meliputi pembangunan bidang kesehatan, perumahan rakyat, pendidikan dan pembangunan gizi masyarakat.

Keberhasilan yang sudah dicapai ini, merupakan salah satu bukti bahwa kepemimpinan ABRI melalui pelaksanaan kekaryaan mampu memimpin organisasi, mampu memberikan motivasi kepada masyarakat, mampu mewujudkan aparat yang bersih dan bertanggung jawab, serta mampu melaksanakan komunikasi sosial yang pada akhirnya mampu mempengaruhi peningkatan kesejahteraan sosial di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang.

Dalam penelitian ini masalah kekaryaan ABRI menjadi sorotan umum. Dan yang dimaksud dengan pelaksanaan kekaryaan ABRI dalam penelitian ini dibatasi dengan kepemimpinan Walikotamadya Semarang Soetrisno Soeharto, sedangkan keberhasilan pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan kesejahteraan sosial, meliputi pembangunan bidang kesehatan, pembangunan bidang perumahan rakyat, pembangunan bidang pendidikan dan pembangunan gizi masyarakat.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Pertama, dilakukan studi literatur terhadap teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian ini, yang meliputi : teori pembangunan politik, teori pembangunan nasional, teori pembangunan kesejahteraan sosial, dan didukung oleh petunjuk pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI. Kedua : melakukan analisis data dari hasil temuan di lapangan, baik data tertulis maupun data yang berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan yang telah ditentukan sebelumnya. Langkah ketiga : adalah merumuskan kesimpulan hasil penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kekaryaan ABRI berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang.

"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruwaida Ibrahim
"Meskipun pelaksanaan pembangunan di Propinsi Daerah lastimewa Aceh hingga saat ini masih sangat didominasi oleh berbagai proyek yang berasal dari Program Inpres Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, yakni merupakan bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat II sebagai salah satu sumber pendapatan Daerah, guna meningkatkan kemampuan Daerah untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan lingkup kewenangannya, dalam rangka memantapkan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan tersebut belum sepenuhnya terselenggara secara efektif.
Berkaitan dengan hal di atas penelitian ini bertujuan menganalisis proses perencanaan pembangunan yang mencakup lima dimensi, yakni : penyusunan rencana, penyusunan program rencana, pelaksanaan rencana, pengawasan atas pelaksanaan rencana, dan dimensi evaluasi, Berta dampaknya terhadap efektivitas pelaksanaan Inpres Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II di Propinsi Daerah lstimewa Aceh, yang mencakup tiga indikator yakni : pemerataan persebaran lokasi lstimewa Aceh, yang mencakup tiga indikator yakni : pemerataan persebaran lokasi proyek, jenis proyek yang dibangun sesuai skala prioritas dan kebutuhan, dan penyelesaian proyek tepat waktu serta penggunaan sumber daya/dana dapat dikontrol.
Penelitian dilakukan atas dasar metode desktiptif analitis, sedangkan data dihimpun adalah hasil pengamatan langsung terhadap beberapa proyek inpres, penyebaran kuesioner kepada 71 responden, serta melakukan studi kepustakaan dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis menurut koefisien korelasi dari Rank Spearman (rs), dan karena ukuran n > 30, maka langkah pengujian hipotesis dilakukan dengan pendekatan Kendal.
Kesimpulan hasil analisis menunjukkan bahwa proses perencanaan pembangunan memiliki hubungan yang sangat positif terhadap pencapaian efektivitas pelaksanaan Inpres Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Puteh
"Pendahuluan
Latar Belakang
Di dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa bangsa Indonesia terbagi menjadi daerah-daerah propinsi, dan daerah-daerah propinsi terbagi lagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil yang masing-masing bersifat otonom. Implikasi dari ketentuan tersebut dikeluarkannya Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Kemudian untuk tingkat yang lebih rendah diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 yang mengatur Pokok-Pokok Pemerintahan Desa.
Berdasarkan ketentuan tersebut, desa merupakan bagian yang integral dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T 5609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Wesly
"Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan) Program lnpres Bantuan Pembangunan Desa di Desa Tambun, Desa Jejakajaya dan Desa Sriamur Kecamatan Tambun, Kabupaten Dati II Bekasi serta faktor-faktor apa sebenarnya yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program dimaksud.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dimana penulis mencoba mendeskripsikan fenomena untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa di Kabupaten Dati II Bekasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program lnpres Bantuan Pembangunan Desa di Kecamatan Tambun Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi, dapat dikemukakan sebagai berikut :
Bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan menunjukkan korelasi yang cukup kuat dari faktor-faktor yang disebutkan dalam kerangka pemikiran sebelumnya yaitu nyata pada tingkat prosentase 75%, hal ini terutama terlihat pada alasan-alasan masyarakat desa yang rasional yaitu kebutuhan akan lapangan kerja, ruang gerak berpartisipasi dalam pembangunan, perbaikan tempat pemukiman, peningkatan usaha ekonomi masyarakat desa.
Sementara tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan pengguliran Dana Inpres Bantuan Pembangunan Masyarakat Desa secara faktual responden yang memberikan jawaban "Aktif berpartisipasi dan "Kadang-kadang" berpartisipasi nyata pada tingkat prosentase 67,5%, sedangkan responden yang menjawab "Jarang Sekali" adalah 32,5%. Dengan demikian hal yang dapat diidentifikasikan dari pengaruh partisipasi masyarakat tersebut adalah kebutuhan akan lapangan kerja, faktor kesadaran masyarakat cukup tinggi, keserasian lingkungan hidup dan pemukiman, peluang berpartisipasi dalam pembangunan.
Adapun partisipasi masyarakat dalam proses pemeliharaan proyek-proyek dari Dana Inpres secara faktual menunjukkan ?Sering" berpartisipasi dan "Kadangkadang" berpartisipasi berada pada prosentase 65% yang berarti berkorelasi positif dengan faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, namun yang paling menonjol adalah kebutuhan lapangan kerja, kesadaran cukup tinggi dan lain-lain."
2000
T5472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Asrori
"ABSTRAK
Masalah pengembangan suatu daerah sebetulnya merupakan suatu masalah yang tidak bisa dipisahkan dengan Masalah Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Banyak para ahli yang memperdebatkan teori-teori atau pendekatan-pendekatan yang lebih cocok untuk mengembangkan suatu daerah, tetapi nampaknya perdebatan tersebut masih akan berlangsung terus, karena diantara mereka memang sulit untuk menemukan suatu teori atau suatu pendekatan yang manjur yang bisa digunakan di setiap daerah yang mempunyai potensi yang sangat heterogen. Walaupun demikian, diantara perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ahli, diantara mereka sebetulnya mempunyai konsensus bahwa pembangunan daerah haruslah merupakan bagian dari pembangunan secara keseluruhan.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dirasakan di Indonesia, karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan suatu proses untuk meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh penjuru tanah air.
Di dalam Trilogi Pembangunan juga disebutkan bahwa unsur atau logi pertama dari Trilogi Pembangunan ialah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh tanah air. Untuk mewujudkan adanya pemerataan pembangunan di seluruh tanah air, maka Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mencantumkan perlunya pembangunan daerah berdampingan dengan pembangunan sektoral, dalam suatu kerangka pembangunan nasional, sesuai dengan konsep wawasan nusantara.
Karena Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari berbagai daerah dengan tingkat perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang masing-masing berbeda. Maka hal ini menuntut penanganan yang berbeda pula bagi masing-masing daerah.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dinyatakan oleh Benyamin Fisher, dengan mana ia mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah mencapai suatu tahap pembangunan nasional yang menuntut dipentingkannya kebijaksanaan pembangunan daerah atau regional.
Di dalam Repelita IV, kebijaksanaan pembangunan daerah antara lain akan diarahkan pada keserasian antara pembangunan regional dengan pembangunan sektoral serta peningkatan pendapatan daerah.
Untuk mencapai keserasian antara pembangunan sektoral dengan pembangunan regional, diperlukan adanya perencanaan regional di daerah tersebut. Perencanaan regional juga menjadi penting karena dalam proses pembangunan daerah, biasanya daerah tersebut dihadapkan dengan masalah keterbatasan berbagai sumber yang dibutuhkan untuk pembangunan, tetapi di lain pihak daerah tersebut harus mampu menghasilkan suatu output yang maksimal, sehingga untuk mencapai semuanya ini diperlukan adanya suatu perencanaan regional.
Selain diperlukan adanya perencanaan regional yang tepat, daerah dalam membangun atau mengembangkan dirinya juga memerlukan adanya sumber dana dari daerah tersebut dalam jumlah yang mencukupi, sehingga kombinasi dari perencanaan regional dan peningkatan keuangan daerah akan merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk mengembangkan suatu daerah.
"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Yusuf
"Koordinasi Pengadaan Tanah untuk Perusahaan Pembangunan Perumahan sangat penting diwujudkan efektifitasnya, oleh karena bila koodinasi itu tidak efektif, maka dapat mengakibatkan adanya keresahan sosial bahkan konflik yang berkepanjangan serta menghambat laju pembangunan di Propinsi Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan pada Keppres 55 Tahun 1993 bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum, diusahakan dengan cara seimbang dan ditempuh dengan cara musyawarah langsung dengan para pemegang hak atas tanah.
Namun masalah yang dihadapi oleh para developer di Daerah Tingkat II Kabupaten Tangerang Jawa Barat ternyata dari 27.263,8463 Ha tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan perumahan, realisasinya yang dicapai hanya 59,32% dari luas tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurang efektifnya koordinasi panitia pengadaan tanah.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang akan diuji adalah besarnya nilai ganti rugi pemegang hak atas tanah, motivasi penjual, kesadaran hukum penjual, ganti rugi oleh developer, motivasi developer, kesadaran hukum developer, kesatuan tindakan personal panitia, penetapan nilai ganti rugi oleh pemerintah, keteraturan tugas-tugas personalia, motivasi personal panitia, pengawasan dan komunikasi, berpengaruh terhadap efektivitas koordinasi panitia pengadaan tanah.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan 77 sampel responden di lapangan dan temuan dianalisis dengan model regresi linier berganda melalui pendekatan "management science and ranking statistical weighting".
Dari temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa besarnya ganti rugi, motivasi dan kesadaran hukum pemegang hak atas tanah, ganti rugi, motivasi dan kesadaran hukum developer, kesatuan tindakan, penetapan ganti rugi panitia, motivasi panitia, pengawasan dan komunikasi, berpengaruh nyata terhadap efektivitas koordinasi pengadaan tanah di Kabupaten Tangerang, ternyata dapat diterima setelah diuji secara statistik.
(2) Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap efektivitas koordinasi panitia pengadaan tanah di Kabupaten Tangerang adalah peningkatan nilai ganti rugi oleh developer yang didukung oleh kesadaran hukum yang dimiliki oleh para pemegang hak atas tanah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Erliani Budi Lestari
"Pola Pembinaan Karir Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah variabel bebas yang mempunyai indikator yakni : a. Informasi Kepegawaian, b. Perencanaan Sumberdaya Manusia, dan c. Pengembangan Organisasi, dapat mempengaruhi variabel terikat yaitu Pelaksanaan Desentralisasi dengan indikator yakni : a. Ada kewenangan daerah otonom, b. Setiap kewenangan yang diserahkan didukung dana yang cukup, c. Didukung sumberdaya manusia yang jelas unit kerja/organisasi, jelas struktur organisasi dan jelas tugas dan tanggung jawab.
Pendekatan yang digunakan untuk mendeskripsikan kedua variabel adalah metode deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa, Pola Pembinaan Karir PNS di Kantor Pemerintah Kabupaten Dati II Bekasi, belum ditetapkan secara jelas dan transparan, hanya terbatas yang mengetahuinya yaitu PNS yang secara fungsional dekat dengan pimpinan atau pengambil keputusan atau terbatas ada di Bagian Kepegawaian Setwilda Kabupaten Bekasi. Responden yang terdiri dari tiga Asisten Sekwilda, sembilan belas Kepala Dinas Otonom dan empat belas Kepala Bagian, atau sebanyak 36 responden (100%). Sebanyak 22 responden atau 61% diantaranya "Sangat Setuju" dan sebanyak 12 responden atau 33% diantaranya "Setuju" dilakukan PengeloIaan Pembinaan Karir PNS di Kabupaten Bekasi secara jelas dan transparan.
Adapun penyebab belum ditetapkan secara jelas dan transparan Pola Pembinaan Karir PNS dimaksud, karena penyusunannya belum didasarkan pada Informasi Kepegawaian, Perencanaan Sumberdaya Manusia yang mantap dan belum dituangkan dalam suatu bagan prosedur kerja yang menunjukkan tahap awal sampai tahap akhir karir. Untuk itu disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Aspek Informasi Kepegawaian perlu dilakukan : a. Seleksi data yang sesuai kebutuhan, b. Pencatatan data secara teratur dan terpelihara, c. Dilakukan pengolahan data dengan sistem komputer, agar menjadi sebuah network dalam satu Sistem Informasi Manajemen (SIM).
2. Aspek Perencanaan Sumberdaya Manusia, unit pengelola kepegawaian harus berupaya untuk : a. Menyusun informasi kepegawaian melalui sistem komputer, b. Secara terus menerus menganalisis organisasi akan sumberdaya manusia yang selalu berubah dan mengembangkan kebijakan kepegawaian yang sesuai dengan jangka waktu panjang organisasi.
3. Aspek Pengembangan Organisasi, yaitu : a. Dalam penetapan bagan prosedur pembinaan karir PNS, urutan tahap demi tahap harus jelas dan transparan, b. Bagan prosedur kerja tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga memiliki stabilitas yaitu mengandung unsur tetap dan fleksibilitas yang disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi.
4. Desentralisasi, disarankan adalah : program di bidang sumberdaya manusia yang saat ini sudah dibuat, kiranya dapat ditinjau kembali, disamping lebih dominan kepentingan Pemerintah Tingkat atasnya, juga kurang didasarkan pada analisis kebutuhan pegawai terutama untuk kecamatan-kecamatan dan dinas-dinas otonom yang ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>