Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136874 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azwir Nazar
"ABSTRAK
Tesis ini menelaah penerapan strategi pemasaran politik dan sebab-sebab
kekalahan Partai SIRA. Pemilu 2009 merupakan pemilu pertama pasca damai di
Aceh dengan keikutsertaan 6 (enam) partai lokal sebagai kontestan. Lahirnya
partai lokal tidak terlepas dari hasil perundingan damai antara Pemerintah RI dan
GAM, 15 Agustus 2005 di Helnsiki, Findlandia.
Partai SIRA lahir dari gerakan sosial SIRA (Sentral Informasi
Referendum Aceh) yang mentransformasikan diri menjadi partai politik.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Mengingat Partai Lokal di Indonesia hanya ada di Aceh dan menjadi instrumen
politik resmi para pihak untuk menyuarakan aspirasi melalui jalur politik.
Strategi-strategi pemasaran sudah diterapkan SIRA dalam pemenangan
pemilu. Dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat yang telah berubah dan
kemajuan tehnologi informasi dan komunikasi. Tapi hal itu berlangsung alamiah
dan masih belum cukup.
Sebagai Partai Politik Lokal, SIRA tidak mampu membangun
posisioning, ideologi, dan diferensiasi dengan partai lain untuk menunjukkan
identitasnya. SIRA menerapkan model Market Oriented Party (MOP) ala Less
Marshment (2001) sebagai karakter partai, dimana untuk menang dalam pemilu,
harus merancang produk-produk politik yang sesuai kebutuhan (needs), keinginan
(wants), dan tuntutan (demands) pemilih.
Sukses stori SIRA sebagai gerakan sosial tidak diikuti saat menjadi
partai. Kegagalan Partai SIRA juga dipengaruhi oleh fakta khusus sebagai daerah
post konflik. Perdamaian Aceh dianggap berhasil dan berkontribusi positif
terhadap perkembangan demokrasi, tapi Aceh masih menjadi pasar yang
terdistorsi (defective democracy). Penerapan strategi pemasaran politik pada
masyarakat post conflict yang pilihan kekerasan dan teror masih kebiasaan
tidaklah efektif. Karena domain kekerasan menjadi lebih dominan dan
mempengaruhi psikologi dalam menentukan preferensi pilihan politik.

ABSTRACT
This study aimed to analyze the strategic implementation of political
marketing and the cause of failure of SIRA (the central information for Aceh
referendum) as a local political party in Aceh in the legislative election in 2009.
The 2009 election was the first election in the era of peace in Aceh which was
participated by 6 local parties. The establishment of those parties was supported
by the peace talks between the government of Indonesia and the free Aceh
Movement on 15th August 2005 in Helsinki, Finland.
The party of SIRA was transformed from the social movement. The
study was conducted by using a qualitative method through a study case approach.
The study case would be interesting since the emerging of local parties only
occurred in Aceh province. Later those parties are functioned as a legal instrument
to vote the people aspiration.
The SIRA had implemented several marketing strategies to win the
election by taking into account the society condition and the changes in
information and technology. However, the process run as natural and was not
sufficient to win the election.
As a local political party, SIRA cannot perform its own identity,
ideology, and therefore it cannot differentiate with other parties. The SIRA had
used the Market Oriented Party (MOP) from Less Marshment (2001) as the party
carácter which was believed to win the election. The party should design political
products based on needs, wants and demands of the people.
It can be said that the successfullness of SIRA as social movement
was not followed by the same condition in the era of political party. The defeat of
SIRA was influenced by the facts post conflict. The peace in Aceh is success and
contributes positively to the developmnet of democracy. However, Aceh also
developes as a defective market for democracy. There were violance and pressure
that forced the people to vote a certain party. Thus, the implementation of political
marketing was not effective in such condition."
2012
T30646
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Farhan Arfandy
"Sebagai organisasi politik, tidak dapat dihindari akan adanya perselisihan internal dalam tubuh partai politik dimana partai politik dalam penyelesaian sengketa internal anggotanya memiliki lembaga penyelesaian internal yaitu Mahkamah Partai. Mahkamah Partai merupakan suatu organ di dalam partai politik yang harus dibuat oleh tiap partai politik menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Meskipun definisi Mahkamah Partai tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Undang-Undang, namun Undang-Undang tersebut memberikan wewenang kepada Mahkamah Partai untuk menyelesaikan permasalahan dalam tubuh partai politik itu sendiri. Penyelesaiannya terdapat dalam Pasal 32 ayat (1) yang mengarah pada ketetapan yang diatur dalam AD/ART partai politik terkait. Tujuan dari dibentuknya Mahkamah Partai itu sendiri agar penyelesaian sengketa perselisihan internal partai menjadi efektif bagi tiap anggota partai yang sedang bersengketa. Tetapi, putusan yang di hasilkan oleh Mahkamah Partai belum mampu secara efektif membantu partai politik untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Independensi merupakan suatu permasalahan yang jadi sangat penting dalam menjamin efektivitas dari mahkamah partai. Mahkamah Partai seharusnya menjamin independensinya dalam menyelesaikan perselisihan internal partai politik dan tidak diintervensi oleh pihak lain, agar mahkamah partai menjadi lembaga yang efektif dalam menyelesaikan perselisihan internal partai politik dan juga pihak yang bersengketa di mahkamah partai politik juga dapat mencari keadilan didalam mahkamah partai politik. Peneliti berinisiatif menyusun penelitian ini dengan maksud untuk menjawab pertanyaan hukum mengenai bagaimana kekuatan hukum mengikat putusan mahkamah partai politik terhadap upaya hukum yang dilakukan apabila terjadi sengketa internal partai politik dan bagaimana independensi mahkamah partai politik terhadap penyelesaian sengketa internal partai politik. Selanjutnya dalam dimensi normatif tersebut peneliti akan bentukan dalam konteks hukum yang terjadi di lapangan terutama dalam praktek penyelesaian perselisihan internal partai politik di Indonesia untuk dapat dinilai apakah proses hukum perselisihan internal tersebut telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam undang-undang dan melihat independensitas mahkamah partai dalam menyelesaikan perselisihan internal partai politik.

As a political organization, internal disputes within a political party are inevitable. Political parties establish internal dispute resolution bodies known as Party Courts to address conflicts among their members. The Party Court is an organ within a political party mandated by the Law Number 2 of 2011 concerning Political Parties. While the law does not explicitly define the Party Court, it grants authority to the Party Court to resolve issues within the party, as specified in Article 32 paragraph (1), which refers to provisions in the party's constitution and bylaws. The purpose of establishing the Party Court is to ensure effective resolution of internal party disputes for the members involved. However, the decisions rendered by the Party Court have not effectively aided political parties in resolving disputes. Independence is a crucial issue in guaranteeing the effectiveness of the Party Court. The Party Court should ensure its independence in resolving internal political party disputes and should not be influenced by external parties. This independence is crucial for the Party Court to be an effective institution in resolving internal party conflicts, allowing the disputing parties to seek justice within the Party Court. The researcher undertakes this study to address legal questions concerning the legal binding force of Party Court decisions and the legal remedies available in cases of internal political party disputes. The research also investigates the independence of the Party Court in resolving internal political party disputes. In the normative dimension, the researcher will analyze the legal context of dispute resolution practices within the field, particularly in the resolution of internal political party disputes in Indonesia. The aim is to assess whether the legal process for internal disputes aligns with the procedures outlined in the law and to evaluate the independence of the Party Court in resolving internal political party conflicts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamila Catheleya Emor
"Saat ini strategi komunikasi pemasaran politik telah berkembang luas. Salah satunya adalah dengan pendekatan political marketing. Penelitian ini ingin melihat bagaimana strategi komunikasi pemasaran politik Partai Aceh. Partai Aceh merupakan Partai Lokal konsekuensi dari hasil kesepakatan MoU Helsinki antara Pemerintah RI dengan GAM. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif untuk mendapat gambaran jelas strategi partai Aceh dalam memenangkan Pemilu pasca MoU berturut-turut. Informan penelitian adalah aktor politik di Aceh yang terlibat aktif pada pemilu 2014.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Partai Aceh masih menggunakan cara-cara komunikasi pemasaran tradisional. Untuk menjadi partai modern maka Partai Aceh harus mempebahrui dan beradaptasi dengan kondisi situasi masyarakat saat ini.

Nowadays marketing communication strategy on politics has variably developed. One of them is using political marketing and branding perspective. This research aims to find out how Aceh Party planning on their marketing communication strategy in Aceh. This research was conducted on qualitative descriptive method with the informant whom actively participated in 2014 election.
The description will give valuable feedback for Aceh Party in creating communication strategy. The results shows Aceh Party using traditional ways on building its strategy, Aceh Party sucesfully won and dominates the legislative member in Aceh Parliament though."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Farhan Hamid
Jakarta: Kemitraan, 2008
324.2 AHM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endra Wijaya
"Dalam sistem kepartaian sebagaimana yang diatur dalam IJndang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, telah terdapat 268 (dua ratus enam puluh delapan) partai politik, dan 24 (dua puluh empat) di antaranya telah berhasil ikut serta dalam pemilihan umum tahun 2004. Banyaknya partai politik yang telah berdiri, di sisi lain ternyata masih menimbulkan rasa tidak puas bagi sebagian masyarakat di daerah-daerah. Sebagian masyarakat di daerah masih menganggap aspirasi mereka belum bisa diperjuangkan oleh partai politik yang ada sekarang, dan partai-partai politik itu juga masih terlalu menyibukkan did dengan isu-isu "perebutan kursi kekuasaan di pusat" saja. Akibatnya, timbul kekecewaan pada diri masyarakat daerah terhadap partai politik. Kekecewaan masyarakat daerah itu pada perkembangan selanjutnya dapat mendorong timbulnya upaya untuk mendirikan partai politik lokal.
Penelitian ini difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan partai politik lokaI, yaitu mengenai faktor-faktor yang mendorong timbulnya partai politik lokal di Indonesia, dan kedudukan partai politik lokal dalam hukum positif di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian hukum normatif. Dalam hukum positif di Indonesia, setidaknya terdapat beberapa produk hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menganalisis keberadaan partai politik lokal, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh.
Dari penelitian ini terungkap beberapa hal yang menjadi faktor pendorong timbuinya partai politik lokal, antara lain, adalah berkaitan dengan masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia masyarakat daerah, baik hak ekonomi maupun politik, serta ketidakmampuan partai politik nasional dalam memperjuangkan kebutuhan masyarakat daerah. Terhadap isu partai politik lokal, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 masih belum mengatumya secara jelas, sedangkan untuk di Aceh, keberadaan partai politik lokal sudah mempunyai dasar hukum yang lebih rinci, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chusnul Mar`iyah
Depok: UI-Press, 2013
321.8 CHU b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sukarya Wiguna
"Kemenangan Partai Demokrat meraih 20,85 persen suara dalam Pemilu Legislatif 2009, banyak ditopang iklan politik yang ditayangkan secam massive di media televisi. Kendati begitu iklan politik Partai Demokmt tak luput dari krisis erika.
Krisis etika dimaksud adalah buying acces to voters, lcbih mengedepankan citra daripada isu, penyederhanaan logika politik, dan penyembunyian informasi yang sebenarnya. Kzisis etika yang muncul dalam iklan politik Partai Demolcrat dipastikan akan berakibat pada teijadinya penyimpangan proses demokratisasi, memunculkan deviasi dalam distribusi infonnasi politik, dan pendidikan politik, serta membangkitkan sinisme publik.
Kata kunci : Krisis etika iklan politik, sinismc publik, buying acces to voters."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33888
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dardir Abdullah
"Keberadaan partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu terobosan yang signifikan dalam upaya memperkuat partisipasi masyarakat dalam berpolitik dan berdemokrasi. Partai politik lokal bisa menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kebuntuan politik yang dialami masyarakat, pembangunan dan penguatan potensi politik di tingkat lokal. Oleh karena itu "Keberadaan Partai Politik Lokal Dalam Meraih Dukungan Masyarakat di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)" diharapkan dapat menjadi pintu solusi ketika negara dirasakan belum atau tidak mampu memberikan rasa keadilan secara merata, artinya pembangunan belum berhasil menyentuh keseluruh wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tanggapan dan sambutan masyarakat terhadap keberadaan partai politik lokal di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta komitmennya dalam rangka membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Partai politik lokal adalah sebuah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan citacita yang sama untuk memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum secara damai, sejahtera, adil dan makmur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Partai politik lokal merupakan harapan baru rakyat Aceh, dan merupakan salah satu alternatif pilihan politik masyarakat dalam menyalurkan segala aspirasinya. Masyarakat Aceh saat ini bebas memilih dan menentukan pemimpinnya. Walaupun umurnya masih masih tergolong baru, Dukungan masyarakat Aceh terhadap keberadaan partai politik lokal sangat besar. Kehadiran partai politik lokal di Aceh sebagai salah satu kekuatan baru dalam rangka memperkokoh dan meningkatkan rasa Nasionalisme, memperkuat integrasi dan Ketahanan Nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang datang dari dalam dan luar, secara langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan bangsa mencapai tujuan nasional.

The existence of local political parties in Aceh is one of the significant breakthrough in efforts to strengthen public participation in politics and democracy. Local political parties could be one of the alternative solutions to problems experienced by the people of political deadlock, the development and strengthening of the political potential at the local level. Therefore, 'The existence of Local Political Parties In Achieving Community Support in the province Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)" is expected to be a door solution when the country felt not to or are unable to provide a sense of justice evenly, meaning that the development has not managed to touch throughout the region. This study aimed to describe the response and public response to the existence of a local political party in the province of Aceh, and its commitment in order to build and improve the welfare of the people in the province of Nanggroe Aceh Darussalam. The research method used in this study is qualitative.
From the results of this study concluded that local political party is a political organization formed by a group of Indonesian citizens who reside in Aceh will voluntarily on the basis of equality and the same ideals to strive for and realize the interests of its members, the community, the nation, and the state through general elections were peaceful, prosperous, just and prosperous in the frame of the Republic of Indonesia. Local political parties are the new hope of the people of Aceh, and is one of the alternative options in channeling all their political aspirations. The people of Aceh is now free to choose and determine their leaders. Although age is still relatively new, the people of Aceh to support the existence of a local political party is very large. The presence of local political parties in Aceh as one of the new powers in order to strengthen and increase the sense of nationalism, strengthen integration and National Security, in the face and overcome all threats, harassment, obstacles and challenges that come from inside and outside, directly or indirectly harm integrity, identity, survival of the nation and the state and the nation's struggle to achieve national goals.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putra Nugraha
"Fokus pembahasan tesis ini ialah kedudukan dan fungsi partai politik lokal di Indonesia pada kurun waktu 1955 sampai 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan menggunakan wawancara secara mendalam sebagai alat pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan partai politik lokal yang diakui sejak Indonesia merdeka dapat berfungsi dengan baik dengan merekatkan kesatuan NKRI. Sudah seharusnya partai politik lokal di masa yang akan datang dapat dilahirkan pada setiap wilayah Indonesia guna menguatkan kebebasan berserikat rakyat di tingkat lokal.

The focus of the discussion of this thesis is the position and function of local political parties in Indonesia during the period 1955 to 2011. The research method used is the method of normative studies using in-depth interviews as a data collection tool. The results showed that the position of a recognized local political party since Indonesia's independence can function well with strengthen the unity of Republic of Indonesia. It's supposed to local political parties in the future to be born in every area of Indonesia to strengthen people's freedom of association at the local level."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30254
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Perubahan peta kekuatan parpol tampaknya akan kembali pada pemilu 2009. Terlebih dalam kurun waktu 2006-2008 dalam politik di Aceh. Disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh membawa implikasi pada dua hal. Pertama, diperbolehkannya calon independen dalam ajang pilkada. Kedua, disahkannya keberadaan parpol lokal untuk bertarung di pemilu legislatif provinsi dan kabupaten/kota. Pilkada di sebagian besar wilayah Aceh pada 11 Desember 2006 telah mengubah basis wilayah parpol nasional. Kemenangan calon-calon independen yang didukung mantan aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di 6 kabupaten/kota (Aceh Utara, Pidie, Aceh Timur, Aceh Jaya, Kota Lhokseumawe dan Kota Sabang), Aceh Barat, Aceh Selatan, Bireuen, dan Pidie Jaya menyusul kemenangan calon independen serta di tingkat provinsi akan memberi dorongan yang sangat kuat bagi perubahan peta politik. Kekuatan calon independen yang berasal dari unsur GAM dan Sentral Informasi referendum Aceh (SIRA) juga dibuktikan lewat pemilihan gubernur. Situasi politik di Aceh memang berubah drastis setelah bencana tsunami. Selain gagasan calon independen diadopsi dalam UU Pemerintahan Aceh, gagasan pembentukan parpol lokal pun direalisasikan sebagai konsekuensi dari Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki. Kendati tidak dapat bertarung di level nasional, kekuatan partai lokal akan sangat diperhitungkan dalam pemilihan anggota DPRA dan DPRK. PA yang dibentuk mantan kombatan dan aktivis GAM, selain mempertahankan basis massa, juga memperluas jaringan yang sebelumnya dikuasai oleh partai-partai nasional. Perebutan suara pemilih, selain akan diwarnai persaingan antarsesama partai lokal dan partai nasional."
ALJUPOP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>