Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2026 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yayah K. Husaini
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996
664.62 YAY m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lazuardi Gayu Ilhami, author
"Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi balita di Indonesia. Sebanyak 37,2 balita pada tahun 2013 memiliki tinggi badan yang kurang. Terdapat banyak faktor yang membuat balita memiliki tinggi badan yang kurang, di antaranya adalah praktik pemberian makanan pendamping ASI MP-ASI yang belum dilakukan dengan baik dan benar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu terkait MP-ASI dengan tinggi badan balita. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional. Subyek penelitian dipilih sebanyak 100 orang dari warga Kampung Melayu, Jakarta Timur dengan teknik consecutive sampling. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai MP-ASI dan alat ukur tinggi badan balita.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat 35,0 balita stunting dan 25,0 ibu yang memiliki pengetahuan mengenai MP-ASI yang kurang. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu mengenai MP-ASI dengan tinggi badan balita p=0,021 dengan nilai prevalence ratio sebesar 2 IK95 1,21 sampai 3,31 . Pengetahuan ibu yang adekuat mengenai MP-ASI berimplikasi pada praktik pemberian MP-ASI yang baik dan benar yang menyebabkan perbaikan gizi balita dan berujung pada penurunan risiko terjadinya stunting.

Stunting is still one of the nutritional problems among toddlers in Indonesia. Up to 37.2 toddlers in 2013 were stunted. There are many factors that lead infants having shorter body length, one of these is the practice of weaning among the mothers that is not appropriate.
This research is aimed to analyze the association between the knowledge of the complementary food and its feeding practice among the mothers and the toddler rsquo s body length. This is an analytic observational study that uses cross sectional design. There are 100 respondents who are chosen from the Kampung Melayu civilians in Jakarta using the consecutive method of sampling. Data are collected by using a questionnaire and a simple stature meter.
The result is that there are 35.0 stunted toddlers and 25.0 of the mothers are having an inadequate knowledge about complementary food and its feeding practice. There is a significant association between mother rsquo s knowledge of complementary food and toddler rsquo s body length p 0.021 with the value of prevalence ratio is 2 CI95 1.21 up to 3.31 . Adequte knowledge of complementary food and its feeding practice will leads to the better nutritional status of the toddlers and eventually decrease the risk of stunting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Temy Ramadan
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Program PMT-P untuk Balita pada dua Puskesmas kecamatan di Jakarta Utara tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk mengetahui masukan SDM, anggaran, sarana dan prasarana, bahan makanan tambahan , proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, dan keluaran balita sasaran yang menerima makanan tambahan, hari makan anak serta metode kuantitatif potong lintang untuk mengetahui proses pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dan keluaran balita sasaran yang menerima makanan tambahan, hari makan anak program pada kedua Puskesmas. Data penelitian didapatkan dengan metode wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, wawancara terstruktur, dan observasi. Informan penelitian ini adalah masing-masing 1 orang TPG, 1 orang kepala Puskesmas, dan 8 orang kader pada kedua Puskesmas. Serta responden penelitian masing-masing 10 orang ibu dari sasaran program pada kedua Puskesmas. Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pademangan dan Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok. Hasil dari penelitian di Puskesmas Kecamatan Pademangan menunjukkan TPG yang diisi oleh tenaga kesehatan lain, belum tersedia gudang penyimpanan yang baik, makanan tambahan dengan kuantitas berlebih dan kualitas kurang baik, perbedaan istilah sasaran program, perbedaan indikator, penolakan dari sasaran, hari makan anak yang tidak dipantau, dan kenaikan berat badan yang tidak terlalu bermakna. Sedangkan penelitian di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok menunjukkan anggaran yang dirasa kurang cukup, kuantitas makanan tambahan yang berlebih, perbedaan istilah sasaran, perbedaan indikator, kenaikan berat badan yang tidak terlalu bermakna, penolakan dari sasaran, dan jumlah hari makan anak yang tidak dipantau.

ABSTRACT
The focus of this study is to evaluate Supplementary Feeding Program for Baby Under 5 Years Old PMT P untuk Balita at two health centres in North Jakarta Region in 2017. This study used descriptive qualitative to describe input resources, budget, facilities, food commodities , process planning, implementation, monitoring and evaluation, and output targeted baby received supplementary food, child consumption days also cross sectional quantitative method to describe process implementation, monitoring and evaluation and output targeted baby received supplementary food, child consumption days of PMT P untuk Balita at both health centres. The data gathered with in depth interview, focus group discussion, structured interview, and observation. The informants were one nutritionist, one head of health centre, and eight health cadres kader for each health centre. The respondents were ten mothers from targets of PMT P untuk Balita for each health centre. This study conducted at Pademangan District Health Centre and Tanjung Priok District Health Centre. The results showed PMT P untuk Balita at Pademangan District Health Centre had a nutritionist position occupied by another health worker, proper storage is not available, abundant quantity and poor quality of food commodities, different terminologies for the program rsquo s targets, different program rsquo s indicators, rejections from the beneficiaries, not monitored number of child consumption days, and not visible weight gain. Meanwhile the result showed PMT P untuk Balita at Tanjung Priok District Health Centre had an inadequate budget, abundant quality of food commodities, different terminologies for the program rsquo s targets, different program rsquo s indicators, not visible weight gain, rejections from the beneficiaries, and number of consumption days is not monitored."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rastra Rantos
"ABSTRAK
Regurgitasi merupakan suatu kejadian keluarnya isi lambung ke arah farings dan mulut tanpat adanya usaha paksa dari bayi. Keadaan ini sering ditemukan pada tahun pertama kehidupan dan umumnya disebabkanm oleh refluks gastroesofagus (RGE) akibat imaturitas mekanisme anti-refluks pada sfinger esofagus bagian bawah (SEB). Data di negara maju melaporkan sekitar 50% bayi sehat berumur 0-3 bulan mengalami regurgitasi paling sedikit 1 kali setiap harina dan meningkat 70% pada usia 6 bulan, hingga menurun secara bertahap hingga 10% pada umur 12 bulan dan 5% pada umur 12-18 bulan.
Tata laksana yang adekuat sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya masalah klinis akibat regurgitasi yang berlanjut, antara lain esofagitis, striktur esofagus, mainutrisi, atau problem respiratorik. Langkah pertama tatla laksana regurgitasi adalah parental reassurance dan dilanjutkan dengan pemberian thickening milk sebagai susu anti regurgitasi, sedangkan terapi posisi seiain seringkoli membuat bayi tidak nyaman,hanya diberikan pada kasus tertentu mengingat meningkatnya kejadian sudden infant death syndrome (SIDS)."
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendapatkan efek thickening pada susu. Di negara maju telah tersedia thickening milk komersil dan terbukti dapat menurunkan fiekuensi regurgitasi. Locust bean gum merupakan salah satu bahan yang dikandung dalam thickening milk komersil dan mempunyai fek thickening. Locust &can gum tidak dipecah oleh enzim amilase kelenjar liar dan asam lambung sehingga tetap dapat mempertahankan efek thickeningnya.
Jenis susu tersebut masih terbatas pada negara berkembang dan harganyapun relatif mahal. Dengan mempertimbangkan efek positif dari thickening milk, maka telah dilakukan modifikasi thickening milk dengan cara menambahkan 1 sendok takar (5 g) tepung beras ke dalam 100 cc larutan susu. Dari beberapa laporan, cara ini juga memperlihatkan hasil yang positif dalam menurunkan frekuensi regurgitasi, meskipun tidak sebesar thickening milk kontersil. Beberapa kendala ditemukan pada thickening milk modifikasi, antara lain pemberian susu memerlukan lobang dot lebih besar, densitas kalori lebih tinggi sehingga komposisi nutrisi yang dikandungnya tidak sesuai dengan komposisi nutrisi yang dianjurkan. Beberapa bayi dilaporkan mengalami konstipasi. Walaupun demikian, thickening milk modifikasi masih merupakan terapi alternatif pada regurgitasi terutama di negara berkembang, karena selain memperlihatkan efek positif, cara ini jauh lebih murah.
Penggunaan kedua jenis thickening milk (komersil dan modifikasi) belurn pernah dilaporkan di Indonesia, sedangkan prevalens- regurgitasi pada bayi Indonesia cukup tinggi, oleh karena itu, cukup beralasan melakukan penelitian mengenai efektivitas thickening milk pada bayi Indonesia yang mengalami regurgitasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T58751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chita Yumina Karissima
"Dua tahun pertama kehidupan adalah adalah periode kritis yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan gizi selama periode ini dapat menyebabkan perkembangan kognitif yang terhambat, pencapaian pendidikan yang rendah, dan menurunkan produktivitas ekonomi. WHO merekomendasikan bayi diberikan MPASI kaya zat besi untuk menutupi kesenjangan kenaikkan kebutuhan zat besi. Banyak faktor yang telah diyakini mempengaruhi pemberian MPASI, namun masih sangat sedikit penelitian yang mengeksploarasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian MPASI ASI kaya zat besi dan faktor determinannya yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi pada bayi usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan ialah cross-sectional dengan besar sampel sebanyak 2400 ibu yang memiliki bayi berusia 6-23 bulan di Indonesia. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (random sampling) untuk memilih sampel yang diperlukan. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 25. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 73,7% bayi berusia 6–23 bulan menerima MPASI kaya zat besi. Tingkat pendidikan ibu [OR = 1,38; 95% CI: 1,035-1,831], akses media digital [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922], usia anak [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], tingkat kesejahteraan keluarga [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], dan postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117- 1,679] berpengaruh signifikan terhadap pemberian MPASI kaya zat besi. Tingkat kesejahteraan keluarga merupakan prediktor terkuat dalam memberikan MPASI kaya zat besi. Kementerian Kesehatan terus mengoptimalkan program intervensi gizi, khususnya pemberian MPASI kaya zat besi. Kementerian Pertanian disarankan menggalakkan program Rumah Pangan Lestari untuk menjamin ketersediaan makanan kaya zat besi. Fasilitas pelayanan kesehatan disarankan memberikan pelayanan edukasi gizi dan membuat media informasi digital terkait praktik pemberian makan bayi dan anak yang mudah diakses, dipahami, dan menarik untuk dibaca oleh ibu. Ibu sebagai pengasuh utama bayi disarankan untuk meningkatkan pemahaman tentang MPASI kaya zat besi melalui media digital ataupun berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

The first two years of life are critical periods that determine the growth and development of the child. Malnutrition during this period can lead to impairment of cognitive development, lower educational attainment, and decreased economic productivity. WHO recommends infants should be given iron-rich complementary foods to cover the gap in iron demand. Many factors have been believed to influence the practice of complementary feeding, but there are still very few studies that explore factors related to the practice of iron-rich complementary foods. The purpose of this study is to know the proportion of iron-rich complementary foods and its determinant factors related to the practice of iron-rich complementary foods in infants aged 6-23 months in Indonesia in 2017. The research design used is cross-sectional with a sample size of 2400 mothers who have infants aged 6-23 months in Indonesia. Sampling techniques are done with random sampling to select the necessary samples. Data analysis is performed using SPSS version 25. Based on the results of the study, as many as 73.7% of infants aged 6-23 months received iron-rich complementary foods. Maternal education [OR = 1,38;95% CI: 1,035-1,831], digital media access [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922] child age [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], family welfare rate [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], and postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117-1,679] significantly affect the administration of iron-rich complementary foods. The level of family welfare is the strongest predictor in providing iron-rich complementary foods. The Ministry of Health continues to optimize nutrition intervention programs, especially the provision of iron-rich complementary foods. The Ministry of Agriculture suggests promoting the Sustainable Food House program to ensure the availability of iron-rich foods. Health care facilities are recommended to provide nutrition education services and create digital information media related to infant and child feeding practices that are easily accessible, understood, and interesting to read by mothers. Mothers as the baby's primary caregivers are advised to improve their understanding of iron-rich complementary foods through digital media or consult with a health professional."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Tri Waluyanti
"Kejadian malnutrisi pada balita menjadi perhatian besar karena menyangkut investasi sumber daya manusia. Indonesia menghadapi triple burden status gizi balita yang menjadi beban negara. Berbagai
upaya dilakukan untuk menurunkan prevalensi kurang gizi balita. Growth faltering sebagai indikator
awal risiko terjadinya stunting menjadi titik awal intervensi intensif dilakukan untuk mencegah stunting. Upaya mengatasi growth faltering dilakukan melalui intervensi spesifik terutama pemberian makan bayi dan anak pada baduta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas brief intervention terhadap praktik pemberian makan responsif pada bayi growth faltering usia 6-23 bulan. Desain penelitian ini adalah pre-experimental study dengan sampel 33 responden di kelompok kontrol (mendapatkan intervensi konseling pemberian makan bayi dan anak/PMBA dan kelompok intervensi (mendapatkan intervensi konseling PMBA dan brief intervention). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan intervensi cenderung meningkatkan skor total pemberian makan responsif dan skor active feeding, meskipun tidak ditemukan signifikansi (pValue > 0,05); sedangkan pad kelompok kontrol selisih skor menunjukkan penurunan. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna antara kelompok yang mendapat intervensi konseling PMBA dengan kelompok yang mendapatkan intervensi PMBA dan brief intervention “Mentari”. Rekomendasi pelayanan menunjukkan bahwa konseling PMBA tetap dapat menjadi intervensi mengubah praktik pemberian makan.

The incidence of malnutrition in children under five is a big concern because it involves investing in human resources. Indonesia faces a triple burden on the nutritional status of children under five. Various efforts were made to reduce the prevalence of malnutrition. Growth faltering as an early indicator of the risk of stunting is the starting point for intensive interventions to prevent stunting. Efforts to overcome growth faltering are carried out through specific interventions, especially infant and young child feeding practices. This study aims to identify the effectiveness of the brief intervention on responsive feeding practices in growth-faltering infants aged 6-23 months. The design of this study was a pre-experimental study with a sample of 33 respondents in the control group (getting infant and young child feeding counselling interventions/IYCF and intervention groups (getting IYCF counselling interventions and brief intervention). The results of this study showed that the group that received the intervention tended to improve the total responsive feeding score and active feeding score, although no significance was found (pValue > 0.05); Meanwhile, in the control group, the difference in scores
showed a decrease. These results showed no significant difference between the group that received IYCF counselling intervention and the group that received IYCF intervention and brief intervention. Service recommendations suggest that IYCF counselling can still be an intervention to change feeding practices.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Assyifa
"ABSTRAK
Kurang gizi merupakan salah satu permasalahan pokok dunia yaitu sebagai penyebab 50 kematian pada balita. Pelaksanaan program pemberian makanan tambahan PMT oleh pemerintah sebagai penanggulangan kurang gizi. Penelitian ini betujuan untuk mengevaluasi manfaat program PMT pada balita dengan kurang gizi terhadap status gizi balita. Penelitian cross sectional melibatkan 100 balita kurang gizi yang telah mendapatkan PMT di Kabupaten Tegal yang dipilih menggunakan teknik cluster sampling. Status gizi akan diukur menurut BB/TB. Hasil dari penelitian yaitu status gizi balita setelah pemberian PMT; 41 normal, 39 gizi kurang dan 20 gizi buruk. Selain itu pemberian PMT yang sesuai ada 13 dan tidak sesuai 87 balita. Sedangkan lamanya balita diberikan PMT 78 balita diberikan lebih dari sama dengan 3 bulan. Berdasarkan hasil uji Chi-Square menunjukan ada hubungan antara PMT dengan status gizi nilai p 0,003 dan ada hubungan antara lamanya diberi PMT dengan status gizi nilai p 0,000.

ABSTRACT
Malnutrition is one of the main problems of the world, that is as the cause of 50 infants death. Implementation of supplementary feeding programs PMT by the government as malnutrition prevention. This study aims to evaluate the benefits of PMT programs in infants with malnutrition to nutritional status of children under five. The cross sectional study involved 100 malnourished toddlers who had obtained PMT in Tegal Regency, selected using cluster sampling technique. Nutritional status will be measured by BB TB. The result of the research is the nutritional status of under five children after giving PMT 41 normal, 39 less nutrition and 20 malnutrition. In addition, the provision of appropriate PMT is 13 and not 87 of children under five. While the length of toddlers given PMT 78 of infants given more than equal to 3 months. Based on Chi Square test results showed there is a relationship between PMT with nutritional status p value 0,003 and there is correlation between length of given PMT with nutrient status p value 0,000."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Sagung Indriani Oka
"Suatu intervensi edukasi bagi kader Posyandu di kotamadya Bekasi yang diberikan dua tahun lalu terbukti meningkatkan kemampuan komunikasi kader tentang Pemberian Makan Pendamping ASI yang aman. Karena itu sangat menarik untuk mengetahui pengetahuan dan praktek pengasuh pada pemberian makan bayi dan anak usia 0-23 bulan di daerah tersebut. i. Penelitian potong lintang telah dilakukan di dua kelurahan di kotamadya Bekasi. Data mengenai pengetahuan dan praktek pemberian makan bayi dan anak dikumpulkan dari 636 pengasuh dan anak usia 0-23 bulan. Penelitian ini menemukan di Bekasi terdapat 76.9% pengasuh yang memiliki pengetahuan yang benar dan 32% memiliki praktik pemberian makan bayi dan anak yang baik. Level pendidikan ayah, ibu dan pengasuh non-ibu, serta status pekerjaan ibu terbukti berhubungan dengan pengetahuan pengasuh yang benar. Faktor yang berpengaruh terhadap praktik pemberian makan bayi dan anak pada pengasuh adalah pengetahuan pengasuh dan usia anak. Informasi mengenai pemberian makan bayi dan anak sebaiknya diberikan secara teratur dan terus menerus serta tidak hanya membidik pengasuh tapi juga anggota keluarga lainnya. Pelatihan kepada kader Posyandu juga sebaiknya disesuaikan dengan rekomendasi WHO yang terbaru.

The implementation of IYCF key actions and intervention in Indonesia was categorized in a poor situation. It is interesting to assess the knowledge and practices of caregivers on infant and young child feeding (IYCF) to children age 0-23 months in Bekasi municipality which couple years ago their posyandu cadres received education intervention and showed improvement on communication about safe complementary feeding competencies. A cross-sectional survey was conducted in in selected areas/villages of Bekasi. Information on IYCF knowledge and practices were collected from 636 children age 0-23 months and caregivers. It was found that 76.9% caregivers had good IYCF knowledge and 32% had appropriate practices. Fathers, mothers, Non-Maternal Caregivers? education level and also employment status were associated with good knowledge. Message delivery on the IYCF recommendation should be given regularly, frequently and targeted not only to caregivers but also other influencing family member. There is also a need to ensure the cadres receive comprehensive training of the latest WHO recommendation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meri Oktaria
"Penyebab kegagalan program ASI eksklusif adalah pemberian makanan prelakteal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, IMD, Penolong persalinan dan tempat persalinan terhadap pemberian makanan prelakteal. Metode penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Analisis bivariat menggunakan uji chi square, t test independent dan regresi logistic.
Hasil penelitian didapatkan proporsi pemberian makanan prelakteal sebesar 75,6%. Faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal adalah pengetahuan ibu (p = 0,012), penolong persalinan (p= 0,044) dan IMD (p < 0,001).
The causes of the failure of exclusive breastfeeding program is prelacteal feeding. Objective of this study was to determine the relationship of factors of maternal knowledge about exclusive breastfeeding, Immediate breastfeeding, place of delivery and birth attendants to prelacteal feeding. This research method using analytical design with cross sectional approach. Bivariate analysis using chi square test, independent t test and logistic regression.
The results obtained prelacteal feeding proportion is 75.6%. Factors related to prelacteal feeding are mother knowledge of breastfeeding (p=0,012), birth attendants (p=0,044) and Immediate breast feeding (p < 0,001).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrina Vanyadhita
"Latar belakang: Defisiensi folat dapat menyebabkan anemia yang dapat menyebabkan masalah pada pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya korelasi antara asupan folat dengan indikator status nutrisi pada bayi usia 6-8 bulan.
Metode: Rancangan penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian Ernawati et al. Lima puluh lima subjek penelitian adalah bayi usia 6-8 bulan yang direkrut dari beberapa posyandu di Kampung Melayu pada bulan November 2009 sampai Februari 2010 yang sesuai kriteria penelitian. Data yang diambil dari subjek adalah jenis kelamin, usia, panjang badan, berat badan dan asupan folat dari food-recall 24 jam.
Hasil: Hasil penelitian mendapatkan 98.2% dari subjek memiliki asupan folat yang kurang dari jumlah rekomendasi AKG 2004. Indikator status nutrisi dengan Z-score < -2 SD pada 55 subjek menemukan 9.1% kurus, 3.6% pendek dan 5.5% dalam keadaan wasted. Tidak terdapat korelasi signifikan antara asupan folat dengan indikator status nutrisi.
Diskusi: Meskipun tidak didapatkan hasil signifikan, hasil penelitian kami dapat memberikan manfaat dalam deteksi dini efek dari defisiensi mikronutrien dan kemungkinan perburukan dimasa mendatang.

Background: Folate deficiency can cause megaloblastic anemia, a condition that may lead to growth impairments. This study was aimed to assess the correlation between folate intake among infants aged 6–8 months and the relation to infants’ nutritional indicators.
Methods: This was a cross-sectional study using the secondary data from a larger study conducted by Ernawati et al. Fifty five subjects of the study were infants aged 6–8 months recruited from several selected community health center in Kampung Melayu during November 2009 to February 2010 who met the study criteria. Data collected among the infants included sex, age, length, weight, and intake of folate based on a 24–hour food recall.
Results: This study documented 98.2% of the subjects have intake lower than the amount recommended in AKG 2004. Nutritional status indicators with Z-score < -2 SD, showed amongst 55 subjects, 9.1% were underweight, 3.6% were stunted and 5.5% were wasted. No significant correlation between folate intake and nutritional status indicators.
Discussion: Despite the insignificant correlation, our findings might be beneficial in describing the early recognition of the effect of a micronutrient intake insuffiency and its potential adverse effect in later life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>