Ditemukan 121460 dokumen yang sesuai dengan query
Endang Suryana Priyatna
"Tesis ini membahas kontestasi pemaknaan atas FPI dalam hubungannya dengan wacana radikalisme Islam dan konstruksi identitas Islam di ruang maya. Dengan melakukan analisis pada argumentasi-argumentasi tekstual dan visual situs FPI (fpi.or.id), pemberitaan aksi FPI dan komentar pengunjung di tiga situs berita online: vivanews.com, tempo.co, dan detik.com, tesis ini menggali konstruksi identitas dan kompleksitas wacana yang berkembang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana radikalisme Islam dan keberadaan FPI di ruang publik Indonesia adalah wacana yang kompleks. Kompleksitas ini tidak bisa dilepaskan dari kontestasi pemaknaan antara identitas bangsa dengan identitas Islam. Kompleksitas ini berlangsung dalam ranah offline maupun ruang Maya.
This thesis analyses the contestation of signifying practices surrounding FPI in its relation to the discourse of Islamic radicalism and the construction of Islamic identity. Analysing the textual and visual argumentations on fpi.or.id, the articles and comments on three online media: vivanews.com, tempo.co, and detik.com, this thesis explores identity construction and discourse complexity. The result shows that the discourse of Islamic radicalism and the existence of FPI in Indonesian public space are complex. The complexity is related to the contestation between national identity and Islamic identity. This complexity occurs both in offline and online context."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T30724
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Andre Satrya Utama
"Nasionalisme dapat tumbuh melalui beragam cara dan media, salah satunya melalui media olahraga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara rinci bahwa identitas nasional dan identitas kelompok dapat terbentuk melalui aspek olahraga, khususnya olahraga sepakbola. Unit analisis dalam penelitian ini adalah para pemerhati sepakbola di tingkat nasional dan komunitas Bobotoh serta Viking sebagai pendukung setia Persib Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan observasi dan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data utama.
Hasil penelitian memperlihatkan tiga hal, pertama bahwa sepakbola di tingkat lokal dapat menumbuhkan perasaan in-group yang didasari kearifan lokal seperti bahasa, ritual dan simbol-simbol yang didukung pembentukannya oleh media sosial. Kedua kehadiran tim nasional sepakbola Indonesia di sisi lain dapat membentuk komunitas imajiner serta identitas nasional dengan persepsi akan sejarah, simbol, ritual, bahasa, serta media massa dan ketiga, nasionalisme yang terbentuk cenderung bersifat banal sebagai platform utama yang menyambungkan rasa kekerabatan dan nasionalisme.
Nationalism is a concept that can be developed through any media. This study aims to explain in detail that national identity and group identity can be formed through aspects of sport, such as football. This study uses a qualitative approach with observation and in depth interviews as the main data retrieval technique with the fans of Persib Bandung Viking and Indonesia men's national football team as the unit of analysis. The results of this study show that football at the local level can establish in group feelings based on local wisdom such as language, rituals and symbols that supported by using social media as the basic. The presence of Indonesia's national football team on the other hand can form an imagined community and national identity with perceptions of history, symbols, rituals, languages, and mass media and other things that tend to be banal as the main platform that connects the sense of kinship And nationalism."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Amartya Gyani Andiraputri
"Definisi 'pengungsi' dalam istilah hukum telah menciptakan pemahaman yang sama mengenai situasi "perlindungan" yang didefinisikan dengan tidak memiliki kewarganegaraan, suatu keadaan yang dapat dibenarkan dengan memberikan perlindungan individu dan hak-hak sipil yang ditawarkan oleh kewarganegaraan dalam negara, apapun negaranya. Kasus unik pengungsi Palestina di Yordania, yang sebagian mayoritas memiliki kewarganegaraan Yordania, menantang definisi itu. Identifikasi Pengungsi Palestina di Yordania yang memiliki kewarganegaraan Yordania dengan statusnya sebagai pengungsi dan hak mereka atas status yang dimungkinkan oleh UNRWA mengusulkan pemahaman tentang situasi perpindahan yang ditandai dengan perpindahan, situasi yang hanya bisa dibenarkan dengan pengembalian. Dalam penelitian ini, Identitas pengungsi Palestina sebagai bangsa dianalisis dalam konteks sentralitas
perpindahan bagi suatu negara di pengasingan dan apa syarat perpindahan bernegosiasi dengan tempat tinggal jangka panjang mereka di Yordania. Hasilnya adalah kategorisasi antara pengungsi Palestina yang berpegang teguh pada identitas mereka sebagai pengungsi Palestina, di mana kewarganegaraan Yordania hanya dilihat sebagai alat untuk menopang hidupnya di pengasingan dan pengungsi Palestina yang
sudah menganggap dirinya bagian dari bangsa Yordania dengan identitas hibrida sebagai Palestina-Yordania. Situasi ini dimungkinkan oleh bentrokan identitas masa lalu sebagai orang Palestina dengan realitas kehidupan di masa sekarang sebagai pemukim, kemudian menjadi warga negara, di Yordania sejak 1949.
The definition of 'refugee' in legal terms has created a common understanding of the situation of "protection" defined by statelessness, a situation that can be justified by providing individual protection and civil rights offered by citizenship in a country, regardless of the country. The unique case of Palestinian refugees in Jordan, the majority of whom hold Jordanian citizenship, challenges that definition. Identification of Palestinian Refugees in Jordan who hold Jordanian citizenship with refugee status and their right to that status enabled by UNRWA proposes an understanding of displacement situations characterized by displacement, situations that can only be justified by return. In this study, the identity of Palestinian refugees as a nation is analyzed in the context of centrality migration for a country in exile and what terms of migration are negotiated with their long-term residence in Jordan. The result is a categorization between Palestinian refugees who cling to their identity as Palestinian refugees, where Jordanian citizenship is only seen as a means to sustain life in exile and Palestinian refugees who already considers himself part of the Jordanian nation with a hybrid identity as Palestinian-Jordan. This situation is made possible by the clash of past identities as Palestinians with the realities of life today as settlers, then citizens, in Jordan since 1949."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Gunawan
"Tesis ini membahas tentang ekshibisi sebagai bagian dari fungsi museum. Kajian yang digunakan adalah Museum Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta 12, Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang diawali dengan gambaran mengenai Museum Nasional Indonesia saat ini. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan penentuan tema dan narasi yangnsesuai dengan visi dan misi Museum Nasional Indonesia. Penentuan temabdilakukan berdasarkan konsep identitas. Selanjutnya, berdasarkan tema yangnditentukan, dibuat sebuah teknik presentasi dan desain alur pameran. Dalam ekshibisi tersebut terdapat pesan yang akan disampaikan, yaitu Bhinneka Tunggal Ika: Kebhinnekaan pada gedung A dan Ketunggalikaan pada gedung B. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan ekshibisi yang lebih efektif dalam menyampaikan identitas nasional.
The focus of the theses is about exhibition as a part of museum?s function. National Museum of Indonesia which located on Jalan Medan Merdeka Barat 12, Jakarta is the case study for this research. The study uses qualitative research which descriptive design started with description of recent condition of the museum. Base on the condition, it?s needed to determine a more direct theme and narration correspond to the museum?s vision and mission. The theme is determined using identity concept. Furthermore, the theme implemented to a presentation technique and storyline exhibition?s design. The exhibition has a message, Bhinneka Tunggal Ika (Diversity and Unity); Diversity in old building and Unity in new building. Those matters are intent on creating effective exhibition to communicated national identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29272
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Inten Dewi Anggraeni
"
ABSTRAKTesis ini membahas representasi identitas nasional Swedia yang terdapat di dalam media promosi IKEA dan mengunkap keterkaitan antara identitas nasional Swedia yang direpresentasikan oleh IKEA dengan diplomasi publik yang dilakukan oleh IKEA sebagai aktor non-negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain induktif. Hasil penelitian menemukan bahwa IKEA dan Swedia juga memiliki hubungan timbal balik yang menguntungkan dalam melakukan proses representasi identitas nasional ini. Selain itu, terjadi proses negosiasi dan adaptasi yang dilakukan oleh IKEA dalam merepresentasikan identitas nasional Swedia di negara yang berbeda-beda agar IKEA dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat. Di sisi lain, IKEA juga melakukan proses diplomasi publik dan dapat dianggap sebagai aktor diplomasi publik non-negara. IKEA menemui masalah kontroversial yang memiliki dampak negatif terhadap citranya dihadapan publik selama menjalankan kegiatan komunikasi. Namun demikian, dengan menggunakan identitas nasional Swedia sebagai salah satu alat diplomasinya, IKEA mampu mempertahankan reputasi dan citranya sehingga memiliki legitimasi dalam menjalankan perannya sebagai aktor diplomasi publik non-negara.
ABSTRACTThis thesis discusses the representation of Swedish national identity in the promotional media published by IKEA and the link between the Swedish national identity represented by IKEA and the public diplomacy action conducted by IKEA as a non state actor. This study is a qualitative research with inductive design. The analysis found that IKEA and Sweden have a favorable and reciprocal relationship in the process of representation of Swedish national identity done by IKEA. In addition, there is a process of negotiation and adaptation by IKEA in representing Swedish national identity in different countries so that IKEA can be more easily accepted by the locals. On the other hand, IKEA also conduct public diplomacy actions and can be considered a non state public diplomacy actor. IKEA faced many controversial issues that have a negative impact on its image while conductingthese activities. Nevertheless, using Swedish national identity as one of its diplomatic tools, IKEA is able to maintain its reputation and image and maintain its legitimacy and influence in carrying out its role as a non state public diplomacy actor."
2018
T49282
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mohammad Rio Armandaru
"Revolusi komunis pada tahun 1975 di Laos memaksa sekitar 400.000 warga Laos pada pengungsian. Mereka tersebar di negara-negara barat dan negara-negara tetangga di Asia tenggara tak terkecuali di Indonesia. Gelombang pengungsian ini turut melibatkan generasi lanjutan untuk memulai kembali kehidupan di negara tujuan pengungsian. Ketercabutan generasi lanjutan warga pengungsi asal Laos pada negara asalnya (Laos) menjadi suatu isu dalam penentuan jati diri atau identitas ketika kembali ke tanah air. Melalui serangkaian pengalaman nostalgia saat ada pada pengungsian di Indonesia, para generasi lanjutan dari warga ex-migran Laos memaknai mereka sebagai Indonesia. Namun, ketika kembali ke tanah air (Laos) pemaknaan jati diri atau identitas mereka harus dinegosiasikan kembali. Melalui kajian Cultural Studies dengan etnografi, penelitian ini akan mengkaji bagaimana identitas dari generasi lanjutan warga ex-migran Laos dimaknai melalui serangkaian pengalaman mobilisasi yang mereka lakukan. Penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana jati diri atau identitas dimaknai sebagai suatu struktur perasaan dan pembentukan multiple identity pada generasi lanjutan ex-migran Laos dengan mengkaitkan pengalaman mobilisasi mereka.
The communist revolution in 1975 in Laos forced about 400,000 Lao citizens into exile. They are scattered in western countries and neighboring countries in Southeast Asia, including Indonesia. This wave of refugees also involves the next generation to restart life in the refugee destination country. The uprooting of the next generation of refugees from Laos back to their home country (Laos) has become an issue in determining their identity when returning to their homeland. Through a series of nostalgic experiences when they were in exile in Indonesia, the next generation of ex-migrants from Laos interpreted them as Indonesians. However, when they return to their homeland (Laos), the meaning of their identity or identity must be renegotiated. Through the study of Cultural Studies with ethnography, this research will examine how the identity of the next generation of ex-migrant Lao citizens is interpreted through a series of mobilization experiences that they carry out. This study will provide an overview of how identity is interpreted as a structure of feeling and the formation of multiple identities in the next generation of Lao ex-migrants by relating their mobilization experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muthia Zahri Mardhiyah
"Artikel ini membahas tentang identitas nasional pada Masjid Syuhada, yang terletak di Kotabaru, Yogyakarta. Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1952, dengan latar berdirinya sebagai monumen kemerdekaan Republik Indonesia. Permasalahan dari penelitian ini adalah apakah Masjid Syuhada benar-benar dapat merepresentasikan identitas nasional, dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan bentuk bangunan dari Masjid Syuhada serta menjelaskan representasi identitas nasional yang terdapat didalamnya. Dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Sharer and Ashmore, terdiri dari; formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi dan publikasi. Berdasarkan latar sejarah, ide dan konsep para pendiri, serta konteks dengan lingkungan sekitar, Masjid Syuhada memiliki identitas utama sebagai masjid yang merepresentasikan nilai-nilai kemerdekaan dan persatuan Indonesia. Disamping itu, Masjid Syuhada juga melekat dengan nilai keislaman dan ketradisionalnya sebagai bangunan masjid, dan dapat mampu beradaptasi dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.
This article discusses the national identity of the Syuhada Mosque located in Kotabaru, Yogyakarta. This mosque was completed in 1952, with the backdrop of its establishment as a monument to the independence of the Republic of Indonesia. The problem of this research is whether the Syuhada Mosque can really represent national identity, with the aim of the study to describe the shape of the building of the Syuhada Mosque and explain the representation of national identity contained therein. By using the method proposed by Sharer and Ashmore, consisting of; formulation, implementation, data collection, data processing, analysis, interpretation and publication. Based on the historical background, the ideas and concepts of the founders, as well as the context with the surrounding environment, the Syuhada Mosque has its main identity as a mosque that represents the values of Indonesian independence and unity. Besides that, the Syuhada Mosque is also attached to its Islamic and traditional values as a mosque building, and is able to adapt to the surrounding buildings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Izdihar Safira Noorhanifah
"Popularitas hallyu yang terus meningkat seiring dengan laju globalisasi yang cepat telah membawa nama Korea Selatan semakin terkenal di kancah internasional. Melihat keantusiasan yang diberikan oleh dunia internasional terhadap hallyu, Korea Selatan menggunakan kesempatan tersebut untuk mengenalkan budaya tradisionalnya kepada dunia melalui sebuah proyek global bernama Han Style. Sebagai salah satu aspek dari proyek budaya global Han Style, Hanbok rupanya mengalami modernisasi dari segi rupa, warna, dan motif yang sengaja disesuaikan dengan perubahan zaman dan tren dalam industri fesyen. Penelitian ini menelaah dua fungsi atau peran Hanbok sebagai bagian dari strategi diplomasi budaya Korea Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif dan pendekatan kualitatif berupa studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hanbok dipopulerkan oleh pemerintah sebagai alat atau sarana bagi Korea Selatan untuk mendapatkan pengakuan atas eksistensinya sebagai suatu bangsa dalam lingkup internasional. Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan dalam mencapai tujuan tersebut antara lain adalah mengenakan Hanbok dalam kunjungan diplomatik, mengadakan pertukaran budaya dan pameran dengan tema Hanbok, serta mendukung perancang Hanbok dalam berkreasi dan berinovasi.
The popularity of hallyu which keeps increasing along with the rapid pace of globalization has brought South Korea's name to be more well-known internationally. Seeing the enthusiasm given by the international community to hallyu, South Korea took that as an opportunity to introduce its traditional cultures to the world through a global project named Han Style. As one of the aspects of the global cultural project, Hanbok seems to be an undergoing modernization in terms of appearance, color, and motifs which are deliberately adapted to the changing eras and trends in the fashion industry. This study examines two functions or roles of Hanbok as a part of South Korea's cultural diplomacy strategy. This research was conducted using descriptive analysis methods and qualitative approaches in the form of literature studies. The results showed that Hanbok was popularized by the government as a tool or means for South Korea to gain recognition for its existence as a nation in the international sphere. Some of South Korea government’s efforts to achieve that goal include wearing Hanbok on diplomatic visits, holding cultural exchanges and exhibitions with Hanbok as the theme, and supporting designers with their creation and innovation of Hanbok."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Yunika Fauziyah
"Skripsi ini membahas tingkat pengungkapan identitas etika pada laporan tahunan perbankan syariah di Indonesia serta analisis kinerja keuangan berdasarkan Return On Asset (ROA), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dan Financing to Debt Ratio (FDR) selama periode 2010-2013. Kemudian pada penelitian juga dilakukan uji korelasi antara dimensi identitas etika dan ROA; dimensi identitas etika dan BOPO; dan dimensi identitas etika dan FDR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbankan syariah cenderung meningkatkan pengungkapan identitas etika Islam dan ditemukan hubungan antara pengungkapan informasi produk dan jasa dengan kinerja keuangan ROA dan BOPO, serta hubungan antara dimensi pengungkapan komitmen terhadap debitur dengan FDR.
This study aims to analyze the disclosure of Islamic Ethical Identity on the annual report of Islamic banking in Indonesia and the financial performance of Islamic banking based on Return On Asset (ROA), (BOPO) and Financing to Debt Ratio (FDR) during 2010-2013 period. This research is also conducted through correlation test (pearson product moment) between ethical identity index and ROA; ethical identity index and BOPO; ethical identity index and FDR. It is found that Islamic bank in Indonesia increase disclosure level regarding Islamic ethical identity and there is correlation between disclosure of product service and financial performance ROA and BOPO, then there is correlation between disclosure of commitment toward debitur and financial performance FDR."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S58506
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Rezkita Hartanti
"Sebuah identitas dapat terbentuk oleh aktivitas yang kita lakukan. Tak terkecuali dengan identitas sebuah tempat. Saat ini budaya wanita muslim untuk mengenakan pakaian muslim meningkat dibanding dengan beberapa tahun yang lalu. Hal ini menyebabkan para produsen atau perancang busana muslim menciptakan beragam pakaian untuk memfasilitasi mereka. Popularitas busana muslim saat ini juga ditandai dengan banyaknya toko-toko yang menjual pakaian muslim. Salah satunya adalah butik Moshaict. Artikel ini menganalisis butik Moshaict sebagai korpus terhadap permasalahan identitas dari wanita muslim. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan ruang dan tempat yang memiliki arti dan makna sendiri. Dalam hal ini, butik Moshaict digunakan sebagai ruang dan tempat yang menggambarkan sebuah image baru dari muslimah yang stylish, modern, dan religius. Hasil penelitian ini membuktikan adanya keterkaitan suatu tempat dengan identitas karena hasil bentuk kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat langsung dalam tempat itu. Dengan demikian, teori dari Giles dan Middleton dapat terbukti kebenarannya.
An identity can be developed by our activity, and it happened in one certain place. Nowadays, the culture of wearing Muslim clothing for Muslim women has increased compared with several years ago. This phenomenon leads Muslim fashion designers to create their Muslim clothing to fulfill the needs of Muslim women. Therefore, the growth of Muslim boutiques become a symbol of popularity of Muslim clothing. One of the Muslim boutiques in Jakarta is Moshaict boutique. This article focuses on how Moshaict boutique as a corpus related to Moslem womens’ identity issue. The purpose of this journal is to discover the relationship between one place and its meaning. For this reason, I chose Moshaict boutique as a place where we can find the new image of Moslem women, which is stylish, modern, yet religious. The result of this research shows the relationship between space and place and the identity behind that place because of the activities from people around that place. Thus, I got the evidence about what Giles and Middleton said in their space and place theory, that is every place must have a meaning."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library