Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120526 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gadis Arivia Effendi
Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan, 2009
305.4 GAD y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anjani Sekarsari Percaya
"Women worldwide have come a long way in combatting systematic and patriarchal barriers in employment. More and more women are taking on jobs and female labor force participation has reached historical highs in recent years. Mobility studies have pointed out the differences in men and women rsquo s commuting patterns to work as a consequence of gender inequality on employment. This research found that there is a difference in men and womens commute in Indonesia through descriptive and inferential analysis using a modified Multinomial Logit model, using national data from the National Labor Survey SAKERNAS 2017. Moreover, other socio demographic and employment pattern factors were found to influence commuting time. This study concludes that there is a difference in men and womens mobility behavior related to their employment and raises the topic of mobility data limitations in Indonesia.

Perempuan dari seluruh dunia telah berjuang jauh dalam membasmi halangan halangan bersifat sistematis dan patriarkal dalam bekerja. Semakin banyak wanita bekerja dan partisipasi perempuan dalam dunia pekerjaan telah mencapai rekor tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Studi studi lampau mengenai mobilitas telah menunjukkan perbedaan antara pola mobilitas ulang alik antara laki laki dan perempuan sebagai konsekensi dari ketidaksetaraan antar gender pada dunia pekerjaan. Riset ini menemukan adanya perbedaan antara pola mobilitas ulang alik antara laki laki dan perempuan diIndonesia melalui analisa deskriptif dan inferensial menggunakan Model Multinomial Logit termodifikasi, menggunakan data nasional dari Survei Angkatan Kerja Nasional SAKERNAS 2017. Selain dari itu, faktor faktor sosio demografi dan pola pekerjaanlainnya telah ditemukan berpengaruh terhadap durasi waktu ulang alik. Studi ini menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara perilaku mobilitas laki laki dan perempuan yang melibatkan pekerjaan mereka dan memulai pembicaraan mengenai keterbatasan data mobilitas di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaffira Diraprana Gayatri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi politik tubuh dalam tokoh-tokoh perempuan utama dalam novel Pillars of Salt dan My Name is Salma karya Fadia Faqir, serta menyimpulkan apakah ilustrasi perjuangan para tokoh tersebut dalam melawan manifestasi politik tubuh yang opresif mendobrak atau justru menguatkan representasi Barat mengenai perempuan Muslim. Menggunakan metodologi kualitatif-deskriptif dengan pendekatan close reading sebagai metode analisis, penelitian ini berangkat dari stereotipe perempuan Muslim dari sudut pandang Barat yang cenderung negatif dan asumsi bahwa novel-novel penulis perempuan Arab umumnya bertujuan untuk mendobrak stereotipe tersebut.
Penemuan penelitian ini adalah: pertama, tokoh-tokoh protagonis dalam kedua novel menjadi obyek dari berbagai bentuk politik tubuh yang dikenakan para tokoh laki-laki Timur maupun Barat, dan kedua, meskipun kedua teks tersebut terlihat menguatkan representasi Barat bahwa perempuan Muslim mengalami opresi, namun sesungguhnya mendobrak anggapan Barat bahwa perempuan Muslim cenderung pasif dan patuh. Penelitian ini menyimpulkan bahwa patriarki dan kolonialisme merupakan dua sistem yang membatasi resistensi dan menguatkan marjinalisasi perempuan, dan media operasi kedua sistem tersebut adalah tubuh.

This research aims to analyse the construction of body politics in the female protagonists in Pillars of Salt and My Name is Salma by Fadia Faqir, and to draw a conclusion on whether the illustration of the female characters‘ struggles against the oppressive manifestation of body politics succeed to challenge, or conversely to strengthen, western representation of Muslim women. Using a qualitative methodology with a close reading approach as a method of analysis, this research builds on the western stereotype of Muslim women that tends to be negative and the assumption that Anglophone Arab female writers commonly intends to challenge such stereotype.
The findings of this research are: first, the female protagonists in the novels of Pillars of Salt and My Name Is Salma underwent several forms of body politics that were imposed by both eastern and western men, and second, although these texts seem to strengthen western representations of Muslim women as oppressed, but it actually challenge the western portrayals of Muslim women as passive and obedient. This research concludes that it is both patriarchy and colonialism that overturn their resistance and strengthen female marginalisation, and that both systems take place first and foremost through the body.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S53874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Aminda Dhianti
"ABSTRACT
Tulisan ini membahas tentang representasi perempuan berbahaya atau femme fatale sebagai bentuk kekerasan simbolik terhadap perempuan. Femme fatale menjadi sosok arketipe yang umum dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari legenda, literatur, seni lukis hingga industri perfilman.Melalui metode analisis wacana, peneliti berusaha menjelaskan penggambaran femme fatale dalam ketiga film Indonesia, yaitu Kala, Pintu Terlarang dan Rumah Dara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggambaran merugikan akan perempuan sebagai femme fatale yang disubordinasi, dinaturalisasi dan dilanggengkan dalam industri kultural dapat menjadi bentuk kekerasan simbolik terhadap perempuan. Dominasi maskulin dan misrecognition menjadi elemen kunci dalam melahirkan kekerasan simbolik terhadap perempuan.

ABSTRACT
This article discusses the representation of dangerous women or femme fatales in films as a form of symbolic violence against women. Femme fatale has been a familiar and recurring archetype in society, across from myth, literature, painting and film industry. Through discourse analysis method, this research reveals the representation of femme fatales within 3 Indonesian films, ldquo Kala rdquo , ldquo Pintu Terlarang rdquo and ldquo Rumah Dara rdquo . The result of this thesis shows that the subordinated, naturalized and recurring harmful representation of femme fatale in cultural industry is a form of symbolic violence against women. Both masculine domination and misrecognition are key elements to produce symbolic violence against women."
2017
S69993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Arivia Effendi
"This study examines the role of women prawn farmers in Dipasena. East Rawaiitu District, Tulang Bawang, Lampung and what it means for human deveiopment in lndonesia. Several focus group discussions and indepth interviews with women prawn farmers and fishermen community were conducted to collect data and understand comprehensively the issues that women prawn farmers face in a patriarchal culture where they are not acknowledged as women workers. This paper uses a feminist perspective on women and work and Martha Nussbaums capability categories. This paper concludes that womens roles and contribution in fishery and in national development is not recognized and not accommodated in national and local policies. Womens role in fishery industry is considered nonexistent in this society and therefore restrict their potential and meaningful existence and respect on equal human dignity."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2017
305 JP 22:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widjajanti M. Santoso
Menteng, Jakarta: LIPI, 2016
305.42 WID p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Genta Maulana Mansyur
"Meminjam kerangka analisis feminis, kajian Lingkungan Global dalam khazanah ilmu Hubungan Internasional muncul karena relung akademis yang belum membahas aspek lingkungan pada konstelasi politik global. Akan tetapi, seiring perkembangannya, kajian lingkungan global masih menggunakan pendekatan tradisional dengan hanya menitikberatkan peran aktor elit atau struktural dalam pembahasannya, yakni: sistem pasar internasional, negara, dan institusi lingkungan global. Skripsi ini akan melihat bagaimana pemikiran Feminis dalam HI menganalisis suatu potret alternatif pada peran agensi perempuan sebagai aktor dalam isu lingkungan global. Pendekatan pluralis dalam lingkungan global digunakan dalam menganalisis peran agensi perempuan karena memiliki dimensi yang luas dan bersifat inklusif terhadap peran perempuan sebagai agensi lingkungan berkaitan erat dengan pembangunan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data sekunder melalui studi litertur dan analisis sumber sekunder lainnya seperti dokumen konvensi internasional, hasil wawancara, dan berita. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa agensi-agensi perempuan sebagai aktivis lingkungan di berbagai level memengaruhi tatanan lingkungan global dengan adanya pengarusutamaan gender dan inklusi dimensi gender yang mengakui dan mendorong partisipasi peran perempuan. Skripsi ini mengisi relung akademis pendekatan pluralis pada kajian lingkungan global dalam ilmu HI dengan membahas peran aktor non-struktural yaitu agensi perempuan, juga menyediakan representasi alternatif perempuan dalam isu lingkungan sebagai aktor aktif bukan sebatas sebagai korban.

Utilizing feminist frame of analysis, Global Environment studies in International Relations emerged from the absence of environmental aspect on the discussion of global political phenomenon and dynamics. However, along the academic development, global environment studies still adopts traditional International Relations analysis through the highlight over the roles of mostly elite global actors, such as: the global market system, states, or global environmental institutions. This study will discuss how feminist in IRs analyzes an alternative portrait on the role of womens agency within the global environmet issues. Plural approach in global environment studies through Women, Environment, and Development theory (WED) is applied in analyzing the roles of women as environment agency which is heavily linked towards sustainable development.
This study uses qualitative research method through literature study and collects sources from secondary data, such as: international convention documents, literatures, interview script and news. The study finds that womens experiences as environment agency within several level of analyses affects the global environmental order with the incorporation of of gender mainstreaming approach and gender dimension inclusion which highlight the role of women on global initiatives and institutions. This study fills in the academic gap of plural approach on global environment studies by discussing the role of women agency as non-structural actor, as well as providing alternative representation of women in the issue of global environment issues as active actors not only victims.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umaimah Wahid
"Marjinalisasi terhadap kaum perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. bahkan jika memahami konteks sejarah keberadaan manusia dari sudut pandang agama, maka hakekatnya marjinalisasi terhadap perempuan sudah terjadi ketika manusia pertama ada dimuka bumi. Perkembangan sejarah kemudian mencatat bahwa marjinalisasi itu tidak semakin berkurang melainkan justru meningkat dan mengakar dalam bentuk budaya dan nilai-nilai estetika yang diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh sebagan besar manusia, bahkan terkadang termasuk perempuan itu sendiri. SItuasi ini lalu melahirkan sistem budaya patriarkhis yang sangat merugikan kaum perempuan. Sistem budaya patriarkhis ini semakin kuat berakar dan seakan memiliki legalitas kebenaran ketika Negara, sebagai struktur dominan dalam masyarakat, ikut memelihara dan melakukan pembiaran terhadap nilai-nilai yang terjadi dan merugikan kaum perempuan.
Pentingnya mempengaruhi keijakan negara agar kebih berpihak kepada kaum perempuan sudah banyak dipahami oleh kaum perempuan itu sendiri. Akan tetapi Negara sendiri seringkali membutuhkan pressure guna melahirkan kebijakan-kebijakan tertentu. Dan pressure terhadap Negara hanya dapat dilakukan oleh kaum perempuan jika mereka memiliki posisi tawar (Bargaining position) yang seimbang atau lebih kuat dengan negara.
Dalam konsep Gramscy, keseimbangan posisi tawar antara gerakan peempuan, yang lalu direpresentasikan sebagai masyarakat sipil, dengan negara, yang lalu disebut sebagai masyarakat politik, akan melahirkan pertarungan ide antara keduanya. Hegemoni negara bisa saja kalah dan pertarungan ide dapat dimenangkan oleh kaum perempuan sehingga akan muncul nilai-nilai baru yang lebih berpihak kepada kaum perempuan. Pada fase ini Gramscy menyebutnya sebagai gerakan 'counter hegemoni' dimana kaum perempuan mampu tampil dan melahirkan hegemoni baru setelah memenangkan pertarungan ide melawan hegemoni lama.
Dalam upaya melakukan counter hegemoni, kaum perempuan, sebagaimana disebutkan diatas, harus memiliki posisi tawa (bargaining position) yang tinggi. Posisi tawar yang tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak instrumen pendukung yang salah satunya adalah Media. Kebutuhan akan dukungan media industri menjadi pilihan yang tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan Media Industri memiliki gaung yang lebih luas dan cenderung lebih dapat diterima oleh publik dibanding media komunitas. Disamping itu media industri juga mampu menempatkan dirinya sebagai instrumen yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh hubungan saling ketergantungan yang kuat anatara media industri dengan masyarakat itu sendiri.
Marjinalisasi terhadap kaum perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. bahkan jika memahami konteks sejarah keberadaan manusia dari sudut pandang agama, maka hakekatnya marjinalisasi terhadap perempuan sudah terjadi ketika manusia pertama ada dimuka bumi. Perkembangan sejarah kemudian mencatat bahwa marjinalisasi itu tidak semakin berkurang melainkan justru meningkat dan mengakar dalam bentuk budaya dan nilai-nilai estetika yang diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh sebagan besar manusia, bahkan terkadang termasuk perempuan itu sendiri. SItuasi ini lalu melahirkan sistem budaya patriarkhis yang sangat merugikan kaum perempuan. Sistem budaya patriarkhis ini semakin kuat berakar dan seakan memiliki legalitas kebenaran ketika Negara, sebagai struktur dominan dalam masyarakat, ikut memelihara dan melakukan pembiaran terhadap nilai-nilai yang terjadi dan merugikan kaum perempuan.
Pentingnya mempengaruhi keijakan negara agar kebih berpihak kepada kaum perempuan sudah banyak dipahami oleh kaum perempuan itu sendiri. Akan tetapi Negara sendiri seringkali membutuhkan pressure guna melahirkan kebijakan-kebijakan tertentu. Dan pressure terhadap Negara hanya dapat dilakukan oleh kaum perempuan jika mereka memiliki posisi tawar (Bargaining position) yang seimbang atau lebih kuat dengan negara.
Dalam konsep Gramscy, keseimbangan posisi tawar antara gerakan peempuan, yang lalu direpresentasikan sebagai masyarakat sipil, dengan negara, yang lalu disebut sebagai masyarakat politik, akan melahirkan pertarungan ide antara keduanya. Hegemoni negara bisa saja kalah dan pertarungan ide dapat dimenangkan oleh kaum perempuan sehingga akan muncul nilai-nilai baru yang lebih berpihak kepada kaum perempuan. Pada fase ini Gramscy menyebutnya sebagai gerakan 'counter hegemoni' dimana kaum perempuan mampu tampil dan melahirkan hegemoni baru setelah memenangkan pertarungan ide melawan hegemoni lama.
Dalam upaya melakukan counter hegemoni, kaum perempuan, sebagaimana disebutkan diatas, harus memiliki posisi tawa (bargaining position) yang tinggi. Posisi tawar yang tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak instrumen pendukung yang salah satunya adalah Media. Kebutuhan akan dukungan media industri menjadi pilihan yang tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan Media Industri memiliki gaung yang lebih luas dan cenderung lebih dapat diterima oleh publik dibanding media komunitas. Disamping itu media industri juga mampu menempatkan dirinya sebagai instrumen yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh hubungan saling ketergantungan yang kuat anatara media industri dengan masyarakat itu sendiri.
Yang menjadi masalah adalah ketika Media Industri, sebagai elemen penting untuk mengenalkan posisi tawar kaum perempuan terhadap negara,justru berperan sebagai pendukung budaya patrlarkhis yang berlaku ditengah masyarakat. Situasi menjadi semakin tidak menguntungkan bagi gerakan kaum perempuan ketika negara, yang juga memiliki kepentingan dengan media industri, memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan perselingkugan social (social conspiration) dengan media industri. Social conspiration antara negara dengan media Industri sangat mungkin terjadi terutama jika para pemilik media Industri itu adalah bagian dari masyarakat politik atau memiliki kepentingan dengan masyarakat politik yang berkuasa.
Media Industri, sebagai sebuah lnstitusi yang memiliki Ideology kapital, memang bukan tidak mungkin dimanfaatkan oleh gerakan kaum perempuan untuk memperjuangkan ide ide nya, terutama jlka mengingat bahwa Ideology kapilalis sangat menekankan pada orientasi financial (profit oriented). Orientasi financial ltu sendiri sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak sebuah media Industri mampu meraih peminat dikalangan masyarakat. Masyarakat sendiri, meski dengan pola budaya patriarkhis yang mereka miliki, sangat memiliki kepentingan akan pengetahuan yang sebagian besar dapat mereka peroleh melalui media Industri.
Rasa keingintahuan masyarakat terhadap hal hal baru maupun situasi yang sedang berkembang ditengah mereka merupakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh gerakan kaum perempuan untuk ?memaksa' media Industri berperan sebagai sarana sosialisasi perjuangan mereka. Diperlukan upaya yang cerdas dan konsisten dari kaum perempuan untuk terus mengangkat lsu lsu perjuangan agar mampu bermain dalam ?arena pasar? yang laku jual agar dapat terus memaksa media Industri berperan sebagai sarana sosialisasi mereka sehingga pada akhimya dapat tercipta opini publik yang lebih mendukung Ide Ide yang mereka perjuangkan. Opini publik inilah yang lalu akan menjadi salah satu instrumen penting untuk menalkan posisi tawar mereka terhadap negara.
Perjuangan counter hegemoni kaum perempuan sangat sulit dilakukan jika perjuangan dilakukan secara parsial / terpecah. Sejarah Indonesia mencatat bahwa spirit individual Kartini maupun "fighting movement" seorang Dewi sartika ternyata tidak memiliki posisi tawar signifikan untuk mengubah nilai budaya yang ada bahkan pada tataran "melintas tembok" sekalipun. Pada konsep ini jelas bahwa ?ideologi pembebasan' ternyata tidak cukup ampuh untuk menambah daya gerakan melainkan sebuah kebersamaan visi dan misi dari seluruh elemen perjuangan yang akan mampu melahirkan energi besar kaum perempuan untuk mencapai tujuan. Dan energi besar itu adalah ?collective will' dari kaum perempuan Itu sendiri. Dari sini jelas bahwa menjadlkan "collectlve will" sebagal sebuah ideologi perjuangan merupakan sebuah keharusan agar ide ide perjuangan kaum perempuan Itu memiliki energi yang konstant dan Signifikan.
Disertasi ini menggunakan metode Analisis isi Kualitatif untuk menemukan tema-tema utama yang dikandung dalam teks Kompas dan Media Indonesia yang berhubungan dengan proses perjuangan kaum perempuan meraih kuota 30 persen di Parlemen.. Untuk memahami dan mengangkat realitas dlbalik realitas yang muncul, termasuk dalam menganalisis isi kedua Media tersebut, dl pakai paradigma kritikal dengan menggunakan teori Marxist Humanist Antonio Gramsci sepertl konsep hegemonl-counter hegemonl antara masyarakat sipll dan masyarakat politlk dengan menyimak peran media massa diantara keduanya.
Beberapa temuan yang dapat disimpulkan diantaranya :
1. Sistem budaya patriarki masih berlangsung di masyarakat dan didukung oleh negara bahkan oleh sebagian perempuan itu sendiri sehingga menciptakan realitas yang merugikan kaum perempuan.
2. Kaum Perempuan butuh Ideologl yang komunal untuk menjamin kontinultas perjuangan yang memang belum selesal, dan Ideology yang dltawarkan adalah "collective wiIl", sementara kesetaraan dan keadilan gender serta ?pembebasan' Iebih merupakan tujuan.
3. Butuh upaya cerdas dan kompromis dengan nilal nilal kapitalis Industri media untuk dapat meraih dukungan media massa bagi gerakan perjuangan kaum perempuan guna menaikan posisi tawar mereka terhadap Ideology dominan negara.
4. Perjuangan kaum perempuan belum selesai. Quota 30 % hanya merupakan affirmative action menuju situasi yang Ieblh ideal bagi kaum perempuan. Gerakan counter hegemoni kaum perempuan Indonesia baru berada pada fase awal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D812
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1978
305.4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1986
305.4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>