Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184794 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Soleh
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S9967
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Soleh
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S9140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, David Maruhum
"Permasalahan yang dibahas dalam penetitian ini dibatasi pada pola-pola kemungkinan terjadinya restitusi pada PPN atas barang ekspor yang fiktif serta terjadinya hal tersebut sebagai akibat pola hubungan kerja antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang kurang baik. Teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan tesis ini mencakup sistem pembayaran pajak. Self Assessment System merupakan suatu sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung membayar, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang tertuang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Teori lain yang digunakan adalah teori koordinasi. Koordinasi merupakan istilah yang dapat diartikan sebagai proses untuk memastikan bahwa aktititas individu maupun kelompok yang saling berkaitan berjalan sedemikian rupa sehingga mereka saling melengkapi satu sama lain dan memberikan sumbangan yang maksimal pada pencapaian tujuan keseluruhan organisasi. Dalam menjalankan tugasnya, fungsi koordinasi dalam organisasi perlu mendapatkan dukungan yang optimal dari bagian-bagian di dalam organisasi. Bentuk-bentuk koordinasi dalam organisasi antara Iain koordinasi berantai, koordinasi timbal balik dan koordinasi dalam memanfaatkansumber daya (Hill, C.W.L. dan John, G.R. 1995 : 115); Penelitian ini mengganakan metode deskriptif. Dengan metode ini penulis membuat deskripsi gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang dianalisis dalam kaitannya dengan pola hubungan kerja Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam hal pemberian restitusi PPN. Dengan metode ini juga penulis mencari fakta dengan mengadakan observasi Iapangan sebagai upaya memperoleh data yang mengakibatkan terjadinya restitusi PPN atas barang ekspor fiktif. Faktur Pajak fiktif adalah faktur pajak yang dibuat tanpa adanya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Hal ini berarti bahwa seluruh kegiatan transaksi sebenarnya tidak terjadi, baik nama/jenis barang/jasa yang menjadi obyek transaksi jumlah nilai dan harga yang ada di faktur pajak serta PPN yang dipungut semuanya fiktif. Pola penerbitan Faktur Pajak tiktif dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. PKP, merupakan Pengusaha Kena Pajak yang identitasnya fiktif (NPWP, Nomor Pengukuhan PKP, dan Kode Seri Faktur), 2. PKP yang identitasnya (NPWP, Nomor Pengukuhan PKP dan Kode Seri Faktur, dikeluarkan secara resmi oleh Kantor Pelayanan Pajak, tetapi identitas ini hanya bersifat sementara saja yang sewaktu-waktu dapat pindah lokasi dengan cepat. Hal ini dilakukan dengan cara: a) Tidak memasukkan Surat Pemberitahuan Masa; b. Memasukkan Surat Pemberitahuan Masa, tetapi tidak ada transaksi; c. Memasukkan Surat Pemberitahuan Masa, ada transaksi tetapi Pajak Keluaran sama dengan Pajak Masukan; d. Memasukkan Surat Pemberitahuan Masa, menyetor pajak dengan jumlah kecil. Untuk melaksanakan pemrosesan dan pemeriksaan pajak dalam rangka pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai atas barang ekspor sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak pada bagian/seksi PPN baik di daerah (KPP) maupun di wilayah (Kanwil DJP) dan kantor pusat telah memiliki tingkat pendidikan formal dan non formal seperti pelatihan yang baik sehingga memiliki tingkat kemampuan, teknik dan kinerja juga baik. Pada pelaksanaan sistem dan prosedur kadang tidak terstruktur atau tidak berurutan, bahkan masih ada ditemukan kekurang-telitian. Sistem dan prosedur restitusi PPN atas barang ekspor mensyaratakan dokurnen yang dikeluarkan oleh instansi Iain seperti PEB dan persetujuan ekspor dari kepabeanan Bea dan Cukai, tanda penerimaan barang yang di ekspor atau Bill of Lading /Airway Bill dari jasa pelayaran. Karena instansi tersebut berjalan sendiri-sendiri maka kondisi ini sering dimanfaatkan oleh eksportir nakal untuk meiakukan praktek restitusi pajak PPN dengan ekspor fiktif. Disamping kurangnya koordinasi, cek dan ricek yang jelas dan prosedur restitusi pajak PPN atas barang ekspor, juga rentannya petugas terhadap godaan untuk berbuat curang dengan imbalan uang dari eksportir nakal.
The matters being discussed in this research is limited to the possible pattern of how the fictive VAT restitution on exported goods happens related to problems in the cooperation between the General Directorate of Taxation and the General Directorate of Custom and Excise. The theory taken as the reference for this thesis includes the tax payment system theories. Self Assessment System is a system which lays confidence on the tax payers to count, to pay, and report their own tax according to the applicable taxation law. Other theory being used is coordination theory. Coordination is the proper term that may be translated as the process of assuring that related individual and group activities run concurrently so that they supplement each other and give an optimal contribution to the achievement of organizational objectives. In carrying out its tasks, coordination function in an organization must have an optimal support from each entity in it. The forms of coordination within an organization such as: chain coordination, mutual coordination, and coordination in using resources (Hill, C.W.L. and John, GR., 1995:115). The research uses descriptive method. By which the writer made description, systematical illustration, using factual and accurate facts, characteristics and relationship between the analyzed phenomenon and the cooperation pattern of both General Directorates in VAT restitution application. By using this method the writer also conducted some observation to look for some facts and data of the causes of this phenomenon. A fake Tax invoice is one that is made without any submission of Taxable Goods or Services. It means that the whole transaction has never happened; all names/types of goods/services as the object of the transaction as well as prices/values written on the invoice are artificial. The modus of the issue of this fictive invoice can be identihed as follows: 1. PKP, the Taxable Businessman uses a fake identification such as (NPWP, the Tax Payer Verification Number and Invoice Serial Number), 2. The PKP is a real one, issued by the Office of Tax Service, but it is only valid for a short period and can be transferred quickly to other places at anytime by: a) Not including the Period Notiiication Letter; b. including the Period Notification Letter, but without any transaction; c. including the Letter of Notification, with a transaction but the value of the Output Tax is equal to the Input Tax; d. including the Letter of Notification, paying only a small amount of tax. To carry out the tax processing and examination in order to apply the VAT restitution on exported goods, human resources available in the General Directorate of Taxation especially in the VAT unit in the District Office (KPP) or Territorial Office (Kanwil DJP) already possess the required formal and informal education such as adequate trainings so that they have a good capability, techniques and also performance. During the performing their duties, whenever there is a problem in doing the tasks, the resolution to the problem still has not been made in a tactful, responsive and thorough manner. As an example, they still can not come up with an answer at the time of clarification. Furthermore, in the execution of systems and procedures sometimes done in an unsystematic and unorganized ways, even there are still evidences of carelessness. The system and procedure of VAT restitution on exported goods requires document issued by others instances such as the PEB and export approval from the Custom and Excise service, Bill of Lading/Airway Bill from the airways services. Besides the lack of coordinat a thorough check and re-check and a flawless procedure of implementation is obviously needed, also the tendency of the official getting seduced to corrupt or take a bribe from the naughty exporters. The fictive export VAT restitution is a form of organized crime where the crime cannot be conducted without the involvement of officers from custom, tax service, airwayslshipping companies and the bank. This kind of crime is classified into some modus which are: VAT mark-up on raw materials for export; documents counterfeiting; mark-up or fake the content and/or volume of exported goods; and also the goods is not being transported to the destination country but come back to the exporter's warehouse."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zamroni
"Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pajak. Kontribusi ini juga selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan naiknya target penerimaan pajak secara keseluruhan. Mengingat pentingnya kontribusi PPN/PPnBM terhadap keseluruhan penerimaan negara, maka perlu dikaji perkembangan PPN/PPnBM.
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul : "Kinerja Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) Periode Tahun 1984 sampai dengan tahun 2003".
Dalam membahas permasalahan akan dilakukan analisis peneriman PPN/PPnBM dengan menggunakan indikator-indikator kinerja penerimaan perpajakan antara lain : Tax ratio , Tax elasticity, penerimaan dalam angka nominal dan ril dan Index of Tax Effort serta dengan membandingkan dengan Negara-negara ASEAN.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja penerimaan Indonesia Pajak Pertambahan Nilai termasuk dalam kategori baik, ini terlihat bahwa dalam periode yang diperbandingkan (1994-2003) , tax ratio PPN terhadap PDB Indonesia tertinggi setelah Thailand. Index of Tax effort Indonesia bahkan berada di urutan paling tinggi Negara-negara yang diperbadingkan. Elastisitas penerimaan PPN terhadap PDB juga menunjukkan tingkat yang tinggi, bahkan pada tahun 2003 elastisitas penerimaan pajak menunjukkan tertinggi dalam periode yang di analisis (1984-2003), ini merupakan keberhasilan Reformasi perpajakan yang merupakan rangkaian dari tahap I pada tahun 1984 sampai dengan Reformasi perpajakan tahun 2000. Laju perkembangan nominal dan rill juga menunjukkan penerimaan yang terus meningkiat secara signifikan dari tahun ke tahun. Indikator-indikator kinerja tersebut telah cukup untuk menyimpulkan bahwa kinerja penerimaan Pajak Pertambahan Nilai masuk dalam kategori baik bahkan dari hasil perbandingan dengan Negara-negara ASEAN.
Di balik keberhasilan kinerja penerimaan PPN dan PPnBM Indonesia, sejumlah masalah masih sarat menghadang. Optimalisasi penerimaan pajak secara keseluruhan masih jauh di bawah Negara-negara yang yang tingkat pemajakannya sudah baik seperti Malaysia dan Singapura yang telah mencapai kisaran 18%-20%, bahkan tax ratio secara keseluruhan jenis pajak masih di bawah Thailand.
Dari kajian yang penulis lakukan dapat.disimpulkan bahwa pemerintah Indonesia harus mengkonsentrasikan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang Pajak Penghasilan untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Kebijakan perpajakan di bidang PPN yang terlalu ketat dapat berkibat tidak baik bagi dunia usaha yang pada gilirannya akan merugikan perekonomian secara keseluruhan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awang Samudra
"Skripsi ini membahas hubungan restitusi PPN atas ekspor terhadap cash flow perusahaan dan upaya perencanaan pajak untuk meminimalkan beban cash flow perusahaan dalam proses restitusi PPN tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian memperlihatkan Restitusi PPN yang dilakukan (PT YI) secara nominal dan waktu memiliki implikasi terhadap cash flow. Jika permohonan resitusi PPN berhasil dengan tingkat koreksi kecil, maka cash flow dapat berjalan dengan normal dan sebaliknya. Pada awalnya upaya perencanaan pajak yang dilakukan untuk meminimalkan beban cash flow perusahaan belum optimal, oleh karena itu dilakukan usaha perbaikan Perencanaan pajak baik internal maupun exkternal.

The focus of this study is the relation of VAT refund for exporting to the company cash flow and the tax planning attempt for the minimization of burden company cash flow in course of the VAT refund. This research is qualitative descriptive interpretive.
The result of this research show the VAT refund done nominally and time own which implicated to the cash flow. If the VAT refund application completed with minimum correction level, the cash flow can work normally and the other way around. In the beginning, tax planning attempt done by YI Corp. to minimize the burden of the cash flow company not yet optimal, therefore it done.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Annisa Sakdiah
"Skripsi ini membahas mengenai sengketa pajak atas penyerahan jasa warehousing penyimpanan komponen elektronik berupa IC yang membutuhkan treatment khusus dalam hal penyimpanannya. Jasa warehousing tersebut merupakan salah satu jasa dari aktivitas handling barang oleh freight forwarder PT. XYZ yang mana PT. XYZ menganggap bahwa atas jasa penyimpanan tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sehubungan jasa tersebut melekat pada barang bergerak untuk tujuan ekspor.
Pendekatan analisis dalam skripsi ini dilakukan dengan cara melihat pengenaan PPN berdasarkan peraturan Pajak Pertambahan Nilai secara umum dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, peraturan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor KITE , peraturan freight forwarding, dan peraturan lain yang berkaitan dengan jasa melekat pada barang untuk tujuan ekspor seperti PMK Nomor 70 Tahun 2010 sebagaimana terakhir diubah dengan PMK Nomor 30 tahun 2011. Terakhir, dengan cara melihat pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa ini ditinjau dari asas kepastian dan netralitas pajak.

This thesis discussed about tax dispute on warehousing service of an electronic component IC which needed a special treatment handling for its storage warehouse . Warehousing service is one of cargo handling activity that is provided by freight forwarding company to its client PT. ABC . PT. XYZ assumed that its warehousing service is not a subject to Value Added Tax because it is related to goods to be exported KITE .
This thesis analyis was based on Value Added Tax regulation, KITE regulations, freight forwarding regulations, and other regulations that are related to services that attached to goods to be exported such as PMK Nomor 70 Tahun 2010 . This thesis also analyzed through neutrality and certainty principle in taxation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ge Luiyanto Yamin
"ABSTRAK
Dari total penerimaan negara dari sektor pajak, yang memberikan kontribusi terbesar setelah pajak penghasilan, adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Kontribusi penerimaan PPN adalah sebesar 30% dari total penerimaan pajak non-migas. Dalam Undang-Undang PPN 1983 yang berlaku pada 1 Januari 1985 sampai sekarang yaitu dengan pemberlakuan Undang-Undang nomor 18 Tahun 2000, pemungutan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM) di Indonesia menggunakan sistem faktur. Dengan sistem ini, maka pada setiap transaksi yang menjadi objek PPN dan PPn BM, keabsahan pemungutan PPN dan PPn BM-nya ditandai dengan penerbitan faktur pajak. Tanpa adanya faktur pajak, maka penjual dapat dianggap belum melaksanakan tugasnya untuk memungut PPN dan di sisi lain pembeli dapat dianggap belum membayar PPN. Jadi sangat jelas betapa pentingnya arti selembar faktur pajak baik bagi penjual maupun pembeli. Untuk mendorong ekspor yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak, pemerintah memberikan banyak insentif, diantaranya kebijakan restitusi pajak yaitu bahwa atas ekspor barang tersebut dikenakan PPN (pajak keluaran) dengan tarif pajak sebesar 0% (nol persen). Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) paling lambat 12 bulan. Namun dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor dan memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak, maka terhadap wajib pajak yang melakukan ekspor diberikan insentif berupa kemudahan dan percepatan penyelesaian restitusi PPN menjadi paling lambat 2 bulan sejak saat diterimanya permohonan. Namun kemudahan dan percepatan penyelesaian restitusi PPN disalah gunakan oleh beberapa pengusaha dan fiskus. Bertitik tolak dari masalah ini, dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebab terjadinya faktur bermasalah. Penelitian berdasarkan analisis hasil wawancara dengan informan kunci dan beberapa informan lainnya yang terdiri dari pakar perpajakan dan pejabat dan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, terungkap 22 model modus operandi faktur pajak bermasalah. Dari model-model ini dapat diperlihatkan bahwa faktur pajak bermasalah bukan saja terjadi pada transaksi ekspor, namun juga terjadi pada penyerahan BKP dalam negeri, terutama pada transaksi-transaksi yang melibatkan pengusaha-pengusaha bukan pengusaha kena pajak. Ada 4 penyebab utama terjadinya faktur pajak bermasalah. Pertama, sistem PPN dimana dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran yang kompleks dan kemudahan untuk melakukan restitusi PPN terutama bagi pengusaha eksportir. Ke dua, administrasi pajak yang lemah sehingga pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak dilakukan tanpa seleksi yang memadai. Ke tiga, pemeriksaan adalah untuk meyakinkan bahwa wajib pajak patuh terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan dalam suatu sistem self-assessment, namun pemeriksaan ini tidak diawasi dengan ketat oleh atasan, karena Direktorat Jenderal pajak hanya menekankan pada target penerimaan. Terakhir, budaya masyarakat mendorong untuk melakukan penyimpangan. Bila seseorang tidak dapat melakukan kebohongan terhadap orang lain, orang tersebut merasa tidak puas. Ini yang merupakan penyebab terjadinya kolusi antara wajib pajak dengan fiskus yang digambarkan dengan peta corruption. Untuk mengantisipasi kasus-kasus faktur pajak bermasalah, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan dan surat edaran. Salah satunya adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-124/PJ/2006 tanggal 22 Agustus 2006 yang berisi tentang pelaksanaan analisis risiko dalam rangka pemeriksaan atas pengajuan restitusi PPN. Dengan analisis risiko, wajib pajak yang mengajukan restitusi PPN akan memperoleh kepastian hukum dan pengembalian restitusinya menjadi lebih cepat, yang berarti membantu cashflow wajib pajak. Sebagai perbandingan, di negara People?s Republic of China (PRC) sudah diterapkan PPN sejak awal tahun 1994. Dalam menghadapi faktur pajak bermasalah, pemerintah PRC telah menjalankan beberapa cara, antara lain dengan memperbaiki perangkat administrasi perpajakannya dalam bentuk pembangunan sistem monitoring perpajakan yang terkomputerisasi dan pengenaan hukuman yang lebih berat berupa hukuman mati.

ABSTRACT
VAT is the second major source of fiscal revenue for the government, after revenue from income tax. The VAT revenue contribution accounts for 30% from the total non-oil and gas fiscal revenue. In 1983 VAT Law that put into effect on 1st January, 1985 which has been changed with VAT Law number 18 2000, VAT collection and sales tax on luxury goods in Indonesia use invoice tax system. By using the system, on every transaction which is object of VAT and sales tax on luxury goods, the collection validity is indicated by the issue of tax invoice. Without tax invoice, the seller can be assumed not doing his job to collect VAT and on the other side the buyer can be assumed not paying VAT. Then it is very clear how important the meaning of a piece of tax invoice for a seller and a buyer. To drive export which is carried out by taxable person, the government gives a lot of insentives, among others, tax refund policy i.e. on export of the goods is imposed output VAT with tax rate of 0%. The Law of General Stipulations and Administration of Taxation regulate the period of time for VAT refund application settlement at the latest of 12 months. However in related with the government policy to drive export and to give excellent services to the tax payers, then for the tax payers who carry out export will receive insentives in the forms of ease and simple and speeding up for VAT refund settlement at the latest of 2 months after receiving the VAT refund application. The ease and simple and speeding up of VAT refund has been abused by some business men and tax officers. From the above starting point, carried out the research to understand the causal factor of the case of tax invoices fraud.The research which is based on the analysis of interview results with the key informants and the other informants who are consisted of tax experts and tax officers and former tax officers of Directorate General of Tax, is uncovered of 22 models of modus of operation of tax invoice fraud. From the models, are shown that the fake tax invoices are not only happened in export transactions, but also in the transfer of the domestic taxable goods, especially in the transactions which involve non taxable persons. There are 4 main causes for the tax invoice fraud case. First, VAT system with complexity in credit mechanism between input tax and output tax and ease and simple to conduct VAT refund, especially for exportir business men. Second, tax administration is relatively poor, so that affirmation as a taxable person is conducted without proper procedural selection.. Third, auditing is a type of control to ascertain that the tax payer obeys to the tax law and regulations in a self-assessment system. However the auditing is not controlled tightly by the supervisor in tax office, because Directorate General of Tax emphasizes only on the revenue target. Fourth, the culture of society stimulates to do deviation from normal things. If a person can not do a falsehood to other persons, the person feels unsatisfied. It causes the collusion between tax payer and tax officer that is described in corruption map. To anticipate the cases of tax invoice fraud, the government has issued several regulations and circulation letters. Among others is Regulation of Director General of Tax number PER-124/PJ/2006 dated 22nd August 2006 which contains about carrying out risk analysis in related with auditing on VAT refund application. Using the risk analysis, tax payer who apply for the VAT refund will get a legal certainty and faster tax refund settlement. It means that it will help the cash flow of tax payer. As a comparative study, in People?s Republic of China (PRC) has been implemented VAT since the beginning of 1994. To enhance control against the tax invoice fraud, the Government of PRC has made concrete efforts to upgrade the tools of tax administration. Along with increasing tax audits and expanding penalty on tax frauds and evasion, great resources have been spent to build up a computerized taxation monitoring system. As a result, the calculation, deduction and refunds for VAT will be conducted on a more accurate and timely basis, while VAT frauds and tax evasions can be detected and penalized in a more effective manner."
2007
T22763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>