Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176652 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni`matulloh
"Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terutama berbahan bakar batu bara merupakan kontributor penghasil emisi CO2 tertinggi diantara bahan bakar lainnya, hal ini berdampak pada terjadinya pemanasan global. Chlorella Vulgaris dapat digunakan sebagai pereduksi emisi gas buang PLTU terutama CO2 yang merupakan sumber karbon dalam fotosintesisnya sehingga mampu mereduksi tingginya emisi CO2 yang dihasilkan PLTU. Dengan menggunakan Photobioreactor bervolume 18L dalam sistem kultivasi semikontinu pada kondisi operasi 29°C tekanan 1 atm dan laju alir total 10ml/menit, dapat mereduksi CO2 hingga 90% dengan nilai CTR (Carbon Transfer Rate) rata-rata sebesar 50.25 g/L.jam dan qCO2 rata-rata 76.42g/g.sel.jam. Dengan kenaikan biomassa hingga 127.4% dari optical density (OD600) awal.

Coal-fired thermalv Power Plant is mainly coal-fired is the highest contributor of CO2 emitters among other fuels, it has an impact on global warming. Chlorella Vulgaris can be used as the reducing power plant emissions, especially CO2 which is a source of carbon in fotosintesis so as to reduce the high CO2 emissions generated power plant. By using the 18L volume Photobioreactor semikontinu cultivation system on the operating conditions of 29°C and a pressure of 1 atm 10ml/menit total flow rate, can reduce CO2 by 90% to the value of CTR (Carbon Transfer Rate) by an average of 50.25 g / L.jam and qCO2 76.42g/g.sel.jam average. With the increase in biomass of up to 127.4% of the initial optical density (OD600)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42633
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Mathilda
"Skripsi ini membahas tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha di Indonesia dalam pembangunan PLTU Batang di propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan tujuan untuk meneliti dan mengidentifikasi proses pembangunan PLTU Batang. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah perlu untuk melakukan survei terkait dengan hal pembebasan tanah untuk pembangunan proyek infrastruktur, dan juga survei akan kemungkinan menggunakan tenaga pembangkit tenaga listrik selain menggunakan batu bara untuk keselamatan lingkungan.

This thesis discusses on Government Cooperation with Business Entities in
Indonesia in the construction of the PLTU Batang in Central Java. This study is a
normative juridical research with the aim to investigate and identify the PLTU
Batang?s construction process. Results suggest that the government needs to
conduct a survey related to land acquisition for the construction of infrastructure
projects , and also surveying the possibilities of using energy power plants in
addition to use of coal for environmental safety.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isworo Pujotomo
"Batubara kualitas rendah merupakan bahan bakar fosil yang cadangannya cukup besar dan tersebar di seluruh dunia. Sekitar 60 % batubara Indonesia masuk dalam kategori ini.
Dibandingkan bahan bakar fosil lain, batubara berdampak negatip terhadap lingkungan terutama dari segi buangan cerobongnya. Buangan cerobong PLTU batubara yang dapat mengganggu ekosistem dan kesehatan manusia antara lain SO2 (dioksida sulpur), abu, NOx (oksida nitrogen) dan CO2 (dioksida karbon).
Dengan teknologi pencucian batubara aliran pusar bubur kental magnetit, kadar abu dan sulpur batubara lignit masing - masing berkurang 51,21% dan 24,14% serta nilal kalor meningkat 25,54 %. Biaya pembangkitan listrik PLTU mulut tambang 200 MW dengan bahan bakar lignit cuci Rp.410,41 / kWjam dan dengan batubara lignit Rp. 353,59 / kWjam. Perbedaan biaya pembangkitan sebesar kurang lebih Rp 57,- / kWjam merupakan biaya cuci batubara lignit dan dapat dianggap sebagai biaya pengurangan polusi abu, sulpur dan biaya peningkatan nilal kalor batubara lignit.
Peningkatan biaya pembangkitan ini dapat dihindari dengan langsung menggunakan batubara lignit sebagai bahan bakar PLTU mulut tambang tanpa dicuci.

Low quality coal is a fossil fuel, largely deposited and spread in the world. Approximately 60 percent of Indonesian's coal deposits belong to this category.
Compared to other fossil fuels, coal has a negative environmental impact especially from chimney emissions. Chimney emissions of coal-fired power plant, disturbing ecosystems and human health are such as S02 (sulphur dioxide), ash, NO, (nitrogen oxide) and CO2 (carbon dioxide).
Using dense medium cyclone technology, ash and sulphur of lignite coal decreased 51,21% and 24,14% calorific value increased 25,54 %. Generating cost of a 200 MW mine-mouth washed lignite coal fired power plant is Rp. 410,41 / kWh and that of a 200 MW mine-mouth lignite coal fired power plant is Rp. 353,59 /kWh. The generation cost difference of about Rp. 57,- / kWh, is the cost of washing lignite coal and can be assumed ash and sulphur reduction cost and calorific value increasing cost.
Increased generation cost can be avoided by directly using lignite coal as mine-mouth fired power plant fuel without washing.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T5740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryanti Widya Savitri
"Batubara merupakan salah satu bahan baku utama untuk pembangkit listrik di Indonesia. Sampai saat ini, proses pembakaran batubara pada pembangkitan tenaga listrik di Indonesia masih dilakukan di atas permukaan bumi. Polutan yang juga dihasilkan dalam pemanfaatan batubara secara konvensional ini menimbulkan isu lingkungan. Teknologi gasifikasi batubara bawah tanah merupakan salah satu pendekatan untuk produksi energi yang bersih. Tesis ini melakukan studi pemanfaatan gasifikasi batubara bawah tanah sebagai alternatif pembangkitan energi listrik di Indonesia. Pembahasan dalam tesis meliputi perhitungan cadangan batubara di Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan oleh pembangkit listrik berbasis teknologi gasifikasi batubara bawah tanah. Diperoleh bahwa dari sumberdaya hipotetik batubara jenis lignit dan subbituminus pada kedalaman 250-500 m di Indonesia, berpotensi untuk dimanfaatkan melalui proses gasifikasi batubara bawah tanah sebesar 636.966.213.000 ton sumberdaya batubara. Volume gas sebesar 67.483 tscf berpotensi akan dihasilkan di Indonesia dari pemanfaatan teknologi UCG, dan apabila dimanfaatkan untuk pembangkitan energi listrik dapat berpotensi menghasilkan total kapasitas daya pembangkit listrik sebesar 255,8 GW. Dan dalam studi ini, teknologi UCG yang cocok untuk Indonesia adalah dengan konfigurasi CRIP.
Coal is one of the main feedstock for generating power in Indonesia. To date, combustion process at coal fired power plants in Indonesia are still located at the surface of Earth. Pollutants yielded during this conventional method are associated with a number of environmental issues. Underground coal gasification UCG , the combustion of coal while it is still in situ, is one approach to energy production that could, potentially, provide a solution. This paper gives an account of interdisciplinary studies on the potential assessment and utilization of UCG for power generation. This theses paper investigate Indonesia rsquo s potential coal resources for electrical power generation through UCG. From low rank coal lignite and subbituminous resources at depth 250 500 m, potentially 636,966,213,000 tonnes of Indonesia coal resources can be utilized for UCG, which gas volumes of 67,483 tscf can be obtained, and if utilize for power generation can result in 255.8 GW total power capacity. In the current study, Controlled Retracting Injection Point CRIP is the type of UCG technology that will be suitable for Indonesia."
2017
T48916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtar Azis
"Dari total kapasitas pembangkit tenaga listrik nasional, hingga tahun 2000 baru 23,3 % yang menggunakan batubara sebagai energi primernya, padahal batubara sebagai sumber days alam, merupakan saiah satu cadangan energi non fosil dan tersebar di beberapa kepulauan di Indonesia dengan total cadangan sebesar 38,9 milyar ton. Sementara pembangkit listrik lainnya sebagian besar bahan bakarnya berasal dari minyak dan gas, yang semakin hari cadangannya semakin berkurang. Kondisi ini akan menempatkan batubara sebagai bahan bakar alternatif dan strategis untuk pembangkit tenaga listrik.
Diperkirakan pada mesa mendatang kebutuhan energi listrik akan meningkat dua kali lipat atau Iebih, sebagai dampak pertumbuhan ekonomi/industri serta penduduk. Alen karena itu diperlukan kesiapan pembangkit-pembangkit tenaga listrik untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Dengan pemodelan perancangan sistem dinamis dapat dilakukan optimasi penggunaan batubara pada sektor tenaga listrik secara terintegrasi. Pemodelan yang dilakukan memperhitungkan aspek dinamis dan kompleksitas sistem baik secara kualitatif maupun kuantitatif, Karekteristik dari setiap aspek-aspek dinamis disusun dan disaring dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip teori umpan balik. Kemudian dengan bantuan simulasi komputer dilakukan analisis berdasarkan asumsi-asumsi yang telah dibangun.
Hasil dari pemodelan perancangan tersebut berupa data-data kebutuhan batubara untuk sektor tenaga listrik dalam kaitannya dengan kebutuhan energi listrik dari tahun 2000 sampai dengan 2020."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T15010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraji
"Teknik pembakaran pada boiler dengan menggunakan tiny oil burner adalah teknologi baru yang dapat menghemat bahan bakar minyak dan ramah lingkungan. Aplikasi dari tiny oil burner pada boiler PC dapat mengurangi konsumsi minyak HSD, memastikan kestabilan pembakaran pada kondisi beban rendah dan mencegah kehilangan energi panas pada ruang bakar. Teknologi tiny oil burner tersebut digunakan pada sub-critical Pulverized Coal (PC) boiler di PLTU Labuan 300 MW.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja dan karakteristik pembakaran dari tiny oil burner pada kondisi start up di boiler PLTU Labuan 300 MW. Dari analisa data operasi dapat diketahui kinerja hasil dari performance test dan karkateristik pembakaran berupa theoritical combustion air, air-fuel ratio, excess air, energy transfer dan coal ignition process.

On the boiler combustion technique, tiny oil burner technology is new. Tiny oil burner is a technology that can save fuel and environmentally friendly technologies. Application of the tiny oil burners in a PC boiler can reduce the consumption of HSD oil, ensuring stable combustion at low load conditions and prevents loss of heat energy in the combustion chamber. The research of combustion tiny-oil burner system was conducted at Labuan CFSPP 2X300 MW.
The purpose of this research was to determine the performance and combustion characteristics of tiny oil burners based on operational data of tiny-oil. With this research are expected to know the performance of tiny oil system and combustion characteristic such as theoritical air combustion, air-fuel ratio, excess air, energy transfer and coal ignition process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Pujianto
"Proyek pembangunan PLTU-B 35.000 MW oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2015 ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional dan meningkatkan perekonomian negara. Namun, mega proyek tersebut menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah yang besar. Hal ini tidaklah selaras dengan komitmen iklim Indonesia dalam Perjanjian Paris. Selain itu, penggunaan batu bara melalui proyek tersebut juga memberikan dampak negatif yang dapat merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat. Melihat keadaan ini, beberapa NGO lingkungan di Indonesia yaitu Greenpeace Indonesia, 350.org Indonesia, WALHI, dan JATAM berjejaring satu sama lain dan membentuk Koalisi NGO Break Free From Coal. Koalisi ini dibentuk dengan tujuan untuk melepaskan Indonesia dari ketergantungan penggunaan batu bara dan menekan pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah yang sesuai dengan komitmen iklim Indonesia dalam Perjanjian Paris. Untuk mencapai tujuan itu, Koalisi NGO Break Free From Coal melancarkan aksi dan kampanye dari tahun 2016 hingga 2018. Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah bagaimana peran Koalisi NGO Break Free From Coal dalam perlawanan terhadap proyek pembangunan PLTU-B 35.000 MW. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis merujuk pada teori Transnational Advocacy Network dan Boomerang Pattern milik Keck dan Sikkink (1998). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Koalisi NGO Break Free From Coal telah berhasil menerapkan empat strategi advokasi (Information Politics, Symbolic Politics, Leverage Politics, dan Accountability Politics) dengan baik namun hasil yang didapatkan belum efektif karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketergantungan pemerintah Indonesia terhadap batu bara yang masih sangat tinggi, banyaknya musuh yang dihadapi, dan struktur pergerakan koalisi yang belum spesifik. Meskipun begitu, Koalisi NGO Break Free From Coal telah berhasil dalam menghambat proyek pembangunan PLTU-B 35.000 MW, mengeskalasi gerakan dan menghimpun kekuatan, serta meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap isu perubahan iklim terkait dampak buruk batu bara.

The 35,000 MW Coal-Fired Power Plant construction project by the Indonesian government in 2015 is aimed at meeting national electricity needs and improving the countrys economy. However, this mega project produces large amounts of greenhouse gases.This is not in line with Indonesias climate commitment in the Paris Agreement. In addition, the use of coal through the project also gives negative impacts that can damage the environment and threaten peoples lives. Seeing this situation, several environmental NGOs in Indonesia, namely Greenpeace Indonesia, 350.org Indonesia, WALHI, and JATAM networked with each other and formed Break Free From Coal Coalition. This coalition was formed with the aim of releasing Indonesia from dependence on coal use and to pressure the Indonesian government to take steps in accordance with Indonesias climate commitment in the Paris Agreement. To achieve this goal, Break Free From Coal Coalition launched actions and campaigns from 2016 to 2018. The research question in this research is how the role of Break Free From Coal Coalition in fighting againts 35,000 MW Coal-Fired Power Plant construction project. To answer this question, the author refers to Keck and Sikkinks (1998) Transnational Advocacy Network theory and Boomerang Pattern. The method used in this research is qualitative method with case study approach. The results of this study indicate that Break Free From Coal Coalition has successfully implemented four advocacy strategies (Information Politics, Symbolic Politics, Leverage Politics, and Accountability Politics) but the results but the results obtained were not effective due to several influencing factors, namely high dependence of the Indonesian government on coal use, a number of enemies faced, and the unspecific structure of the coalitions movement. Even so, the NGO Coalition Break Free From Coal has succeeded in inhibiting the 35,000 MW PLTU-B construction project, escalating the movement and gathering strength, and increasing public awareness and concern for the issue of climate change related to the bad effects of coal. However, Break Free From Coal Coalition has succeeded in inhibiting the 35,000 MW 35,000 MW Coal-Fired Power Plant construction project, gathering strength and escalating the movement, and increasing public awareness and concern for climate change issue related to negative effects of coal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Pratiwi
"Pajak Karbon menjadi pungutan pajak baru di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kehadiran pungutan pajak baru ini banyak memberikan kekhawatiran dikalangan masyarakat maupun pelaku usaha. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan, menganalisis, dan membandingkan kebijakan pajak karbon. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dari berbagai narasumber. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pajak karbon yang akan diterapkan di Indonesia pada pertengahan tahun 2022 dan terbatas pada sektor PLTU Batubara sudah membawa nilai-nilai keadilan, keterjangkauan, dan dilakukan secara bertahap. Namun, kebijakan ini masih memiliki kelemahan dan kendala, seperti belum ditetapkannya regulasi-regulasi turunan yang mengatur penerapan dan pemungutan pajak karbon secara lengkap dan tegas, terutama dalam skema cap-trade-tax. Sehingga direkomendasikan agar paralel menyiapkan kebijakan yang lengkap dan berkesinambungan, maka Pemerintah Indonesia bisa memundurkan timeline Kebijakan Pajak karbon hingga kondisi perekonomian stabil dan kembali melakukan pilot project cap-and-trade.

Carbon Tax is a new tax collection in Indonesia which is regulated in the Law of the Harmonization of Tax Regulations (UU HPP). The presence of this new tax levy has caused a lot of concern among the public and business actors. This study was conducted to explain, analyze, and compare carbon tax policies. The approach method used in this research is a qualitative method with data collection techniques through in-depth interviews from various sources. The results of this study indicate that the carbon tax policy that will be implemented in Indonesia in mid-2022 and is limited to the coal-fired power plant sector has brought the values ​​of justice, affordability, and is carried out in stages. However, this policy still has weaknesses and obstacles, such as the absence of derivative regulations that regulate the implementation and collection of carbon taxes completely and firmly, especially in the cap-trade-tax scheme. Therefore, it is recommended that in parallel to prepare a complete and sustainable policy, the Government of Indonesia can postpone the carbon tax policy timeline until the economic conditions are stable and resume a cap-and-trade pilot project."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. David Pandu Herdiansyah
"Dengan adanya green house gas yang meningkat akibat adanya jumlah emisi carbon yang semakin banyak, menyebabkan temperature di bumi semakin meningkat, yang mana hal tersebut bisa mengakibatkan perubahan iklim yang memicu terjadinya bencana alam. PLTU yang mempunyai koefisien emisi paling tinggi dibanding pembangkit lainnya dan juga merupakan penopang baseload dan mempunyai presentase hingga 51% dalam bauran energi di Indonesia. Dalam menurunkan/mengurangi emisi karbon bisa dilakukan dengan mengganti PLTU dengan teknologi pembangkit lainnya yang memiliki emisi lebih rendah. Selain di tinjau dari sisi penurunan emisi CO2 ketika PLTU digantikan dengan teknologi pembangkit lainnya, juga akan di bandingkan masing – masing LCOE (Levelized Cost of Electricity) dan production cost electricity/tahun, sehingga bisa diketahui komposisi yang optimal untuk jenis teknologi yang dibandingkan. Teknologi pembangkit lainnya yang akan di bandingkan adalah Hydropower, Geothermal, Simple cycle gas turbine, Combine cycle gas turbine, Gas Engine, PV+Battery dan Carbon Capture and Storage (CCS). Berdasarkan data dan hasil optimasi pada studi ini, maka skema yang paling optimal adalah skema 2, dikarenakan mempunyai total biaya pokok pembangkitan paling rendah sebesar USD 15.26 billion dan memenuhi target penurunan emisi CO2 dari semula ketika semua PLTU sebesar 221.95 juta ton CO2 menjadi 21.86 juta ton, sehingga penurunan CO2 sebesar 200.09 juta ton, adapun komposisi pembangkitnya adalah Hydropower (54MWx36 unit), Geothermal (50MWx16unit), Gas Engine (162 MWx 6unit), PLTU+CCS (169 MWx 187 unit).Dengan komposisi bervariasi ini memungkin untuk mendapatkan kehandalan system yang lebih, karena berasal dari berbagai sumber energi.

The increase in greenhouse gas due to the increasing number of carbon emissions causes the temperature on the earth to increase, which can lead to climate change that triggers natural disasters. PLTU has the highest emission coefficient compared to other plants, is also a baseload supporter, and has a percentage of up to 51% in the energy mix in Indonesia. Reducing/reducing carbon emissions can be done by replacing PLTU with other generating technologies with lower emissions. In addition to being reviewed in terms of reducing CO2 emissions when PLTU is replaced with other generating technologies, each LCOE (Levelized Cost of Electricity) and production cost of electricity/year will be compared so that the optimal composition can be determined for the type of technology being compared. Other electricity generating technologies that will be compared are Hydropower, Geothermal, Simple cycle gas turbine, Combine cycle gas turbine, Gas Engine, PV+Battery and Carbon Capture and Storage (CCS). Based on the data and optimization results in this study, the most optimal scheme is scheme 2, because it has the lowest total cost of generating the lowest amount of USD 15.26 billion and fulfils the CO2 emission reduction target from when all PLTUs amounted to 221.95 million tons of CO2 to 21.86 million tons, resulting in a CO2 reduction of 200.09 million tons, while the composition of the generators is Hydropower (54MWx36 units), Geothermal (50MWx16units), Gas Engines (162 MWx 6units), PLTU+CCS (169 MWx 187 units). More system, because it comes from various energy sources."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Diantika
"Perubahan iklim akibat peningkatan suhu bumi merupakan ancaman yang semakin serius bagi umat manusia dan planet bumi. Untuk mengatasi perubahan iklim dan dampak negatifnya, Indonesia sebagai salah satu peserta COP21 telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah dalam pasal 13 UU HPP sepakat untuk mengenakan pajak karbon mulai 1 April 2022 untuk sektor pembangkit listrik tenaga batubara dengan skema cap and tax. Namun, penerapan pajak karbon ditunda hingga tahun 2025. Aturan teknis pajak karbon dan mekanisme pasar karbon belum siap. Lebih lanjut, skema yang digunakan untuk pengenaan pajak karbon di pembangkit listrik tenaga batubara secara administratif rumit dan mahal. Di sisi lain, 66% produksi listrik di Indonesia masih berasal dari pembangkit listrik tenaga batubara. Pengenaan pajak karbon pada pembangkit listrik berbahan bakar batubara memiliki efek domino. Hasil penelitian sebelumnya menyarankan bahwa pajak karbon lebih baik dipungut di sumber hulu dimana metode pemungutan pajak secara administratif lebih mudah dan efisien. Selain itu, Pemerintah harus memperhatikan waktu yang tepat untuk menerapkan pajak karbon dengan melihat kesiapan industri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis desain pemungutan pajak karbon dan mengevaluasi kesiapan perusahaan pembangkit listrik tenaga batubara untuk menerapkan pajak karbon. Dengan menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara, hasil penelitian menunjukkan bahwa desain pajak karbon tidak dirancang dengan baik saat penyusunan aturan. Selain itu, waktu untuk menerapkan pajak karbon pada pembangkit listrik tenaga batubara kurang tepat. Hal tersebut mengakibatkan tertundanya penerapan pajak karbon.

Climate change due to increase in earth's temperature is a serious threat to mankind and the earth. To overcome climate change and its negative impacts, Indonesia as a COP21 participant has committed to reduce 29% of GHG emissions by its own efforts and 41% by international support in 2030. Following up on this, the government regulate in article 13 of the HPP Law to impose carbon tax starting in April 1, 2022 for the coal-fired power plant sector with a cap and tax scheme. However, the implementation of the carbon tax was postponed until 2025. The technical rule for carbon tax and carbon market mechanism are not ready yet. Furthermore, the scheme used for carbon taxation in coal-fired power plants is administratively complex and expensive. On the other hand, 66% of electricity in Indonesia is still produced by coal-fired power plants. Imposing a carbon tax on coal-fired power plants have a domino effect. The result of previous study suggests that carbon tax is better collected in upstream sources where the tax collection method is administratively easier and more efficient. In addition, the Government should pay attention to the right time to implement a carbon tax by looking at the readiness of the industry. This study aims to analyze the design of carbon tax collection and evaluate the readiness of coal-fired power plants’ company to implement carbon tax. By using documentation and interview techniques, the results of the research show that the carbon tax was not well designed while drafting the rules. In addition, the timing of implementing carbon tax on coal-fired power plants was inappropriate. These factors result in delaying in the implementation of the carbon tax."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>