Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ratih Silmi Utami
"Penelitian ini diangkat karena fenomena yang seringkali dihadapi KKKS atas kegiatan industri hulu minyak dan gas bumi dalam pengembalian PPN. Pemerintah memberikan kepastian kepada KKKS bahwa biaya yang dikeluarkan
akan dikembalikan kepada KKKS melalui cost recovery, dalam hal ini termasuk beban pajak. Namun ternyata, dalam pengembalian tersebut tidak selalu berjalan lancar, terdapat kendala yang menyebabkan PPN tidak dapat dikembalikan dan berpengaruh pula terhadap cashflow KKKS. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kendala dalam proses reimbursement PPN, untuk menganalisis alternatif yang dipilih KKKS jika reimbursement PPN ditolak, serta untuk menganalisis implikasinya terhadap cashflow KKKS. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Pendekatan kualitatif deskriptif, dengan berdasarkan hasil wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah mengacu pada hasil verifikasi SKK Migas, komponen benefit in kind dan entertainment, serta faktor kesalahan administratif menyebabkan ditolaknya pengembalian PPN, serta masalah keterlambatan pengembalian yang menyebabkan terganggunya cashflow KKKS. Atas PPN yang tidak dapat dikembalikan tersebut KKKS mempunyai alternatif untuk memasukannya kedalam komponen cost recovery, dengan implikasi pengembalian PPN yang tidak 100% karena beban PPN ditanggung bersama antara pemerintah dan KKKS.

This research was initiated because of a phenomenon that is often faced by Contractor Production Sharing over the upstream industries of oil and gas in the VAT reimbursement. Government assure to Contractor Production Sharing that the costs incurred will be refunded to Contractor Production Sharing by cost recovery, in this case including the tax burden. But in fact, in the reimbursement does not always running smoothly, there are obstacles that cause the VAT is not refundable and also affect the Contractor Production Sharing cash flow. The study aims to analyze the constraints in VAT reimbursement process, to analyze the selected alternative for Contractor Production Sharing if VAT reimbursement was rejected, and to analyze the cash flow implications for Contractor Production Sharing. The approach used in this research is descriptive qualitative approach, based on in-depth interviews. The results of this study are referring to the results of the SKK Migas verification, benefits in kind component and entertainment, and administrative error led to the rejection of VAT refunds, delays and problems that can affect to Contractor Production Sharing cash flow. For VAT which is not refundable, Contractor Production Sharing has alternative to put it into the components of cost recovery, with implications for the VAT refund is not 100 % because of the VAT burden is shared between the government and the Contractor Production Sharing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imansyah Dana
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10431
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stanislaus Atalim
"Sukses ekonomi Indonesia yang berkesinambungan menuju akhir abad ini, antara lain karena promosi industri tertentu yang memberikan nilai tambah yang tinggi. Strategi ini tentu memerlukan alokasi sumberdaya secara efisien, termasuk sumberdaya energi.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang diberi wewenang dalam pengelolaan dan pengusahaan terpadu minyak, gas, dan panas bumi, Pertamina selain memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan, juga berfungsi sebagai "agent of development".
Sebagai sumber devisa dan sumber energi, peranan minyak, gas, dan panas bumi telah terbukti selama PJPT I, walaupun ekspor nonmigas juga menunjukkan peningkatan. Peranan ini tetap diharapkan pada PJPT II.
Minyak, gas dan panas bumi merupakan sumberdaya alam yang sangat strategis, pengelolaannya berdasarkan ketentuan Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 ayat 2 dan 3. Dalam rangka pelaksanaannya telah diundangkan Undangundang No. 44/Prp. tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Pelaksanaan selanjutnya dituangkan dalam Undang - undang No. 8/1971 tentang Pendirian Pertamina, dengan tujuan perusahaan adalah membangun dan melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan negara serta menciptakan Ketahanan Nasional.
Dalam kondisi nyata, antara Pertamina dan perusahaan swasta sebagai partner kerja, hubungan kerjasama dituangkan dalam kontrak, satu diantaranya adalah kontrak bantuan teknik, yang bertujuan meningkatkan produksi dari sumur-sumur tua dengan teknologi canggih.
Rumusan kontrak bantuan teknik yang telah disiapkan oleh Pertamina sangat menguntungkan pihak Indonesia. Karena selain ketentuan arbitrase, maka hukum yang dipilih dan forum Pengadilan yang dipilih adalah Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Novianty
"Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, fungsi regulator Pertamina diserahkan kepada BP Migas dan status Pertamina diubah menjadi PT (Persero). Hal ini menyebabkan kedudukan PT Pertamina (Persero) sejajar dengan kontraktor migas lainnya. PT Pertamina (Persero) kemudian membentuk PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) yang kemudian mengadakan kontrak kerjasama dengan BP Migas. Kontrak ini disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina. Berdasarkan uraian tersebut, kemudian timbul pertanyaan mengenai kewenangan para pihak dalam kontrak, mengapa kontrak disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina dan bukan kontrak production sharing saja, apa perbedaan dan persamaan kontrak dengan kontrak production sharing pada umumnya dan bagaimana analisa berbagai kemudahan yang diberikan kepada PT Pertamina EP dalam peraturan perundangan tentang migas dan kontrak.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau buku sebagai bahan penelitian. Kewenangan BP Migas pada dasarnya bersumber dari amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang kemudian ditegaskan dan dijabarkan lagi dalam UU No. 22 Tahun 2001. Kewenangan PT Pertamina EP juga bersumber dari UU No. 22 Tahun 2001 yang mengubah status Pertamina dan PP No. 35 Tahun 2004 yang mengamanatkan pembentukan anak perusahaan untuk setiap wilayah kerja PT Pertamina (Persero). Kontrak antara BP Migas dan PT Pertamina EP ini sebenarnya adalah kontrak production sharing karena ketentuannya sama dengan kontrak production sharing pada umumnya kecuali ketentuan mengenai wilayah kerja kontrak yang luas bekas Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) Pertamina, besaran pembagian hasil yang sama dengan ketentuan yang berlaku pada WKP Pertamina, jangka waktu kontrak yang tidak ditemukan pengaturan masa eksplorasi dan eksploitasi, larangan pengalihan keseluruhan hak dan interest kepada pihak bukan afiliasi dan penyisihan wilayah kerja yang termasuk kecil yaitu minimum 10% pada atau sebelum akhir tahun kontrak kesepuluh. Berdasarkan peraturan perundang-undangan migas dan kontrak tersebut, PT Pertamina EP diberikan beberapa kemudahan yang mengindikasikan bahwa hanya perannya sebagai regulator yang dicabut, sedangkan sebagai player tetap sama seperti dulu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Ramdan Zubir
"Industri perminyakan merupakan suatu bisnis yang penuh risiko teknik, operasional, politik maupun ekonomi- Risiko ekonomi biasanya terutama disebabkan oleh perkembangan harga minyak dan kebijakan negara yang bersangkutan dalam menentukan keuntungan yang wajar (reasonable return) bagi perusahaan minyak Kontraktor Production Sharing (KPS) melalui kebijakan fiskal maupun non fiskal.
Dalam mengembangkan industri migas secara optimal, Pemerintah ingin memberikan insentif-insentif yang menarik agar para investor kontraktor producing sharing tertarik menanamkan investasinya di Indonesia dalam bidang migas. Namun demikian Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak memiliki sikap yang dapat dikatakan kontradiktif. Pokok permasalahannya, pada satu sisi pemerintah menginginkan adanya peningkatan aktivitas di bidang industri minyak dan gas bumi dengan memberikan kemudahan-kemudahan kepada Kontraktor Production Sharing dalam bentuk insentif/pembagian keuntungan yang lebih menarik, agar penerimaan negara dan hasil minyak bertambah dan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi tumbuh terutama untuk Indonesia bagian timur, tetapi di lain pihak, saat ini pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak dan memperluas subjek dan objek pajak, dalam hal ini Kontraktor Producing Sharing menjadi suatu target dan berpotensi didalam penerimaan pajak. Dampak dari perluasan dan intensifikasi pajak ini secara langsung dapat menaikan biaya operasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi dan akhirnya akan berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi lainnya, seperti energi, penggerak mekanisme industri, teknologi, komunikasi, transportasi dan juga rumah tangga, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap investasi jangka panjang.
Dilatarbelakangi permasalahan tersebut, Penulis melakukan berbagai pengujian untuk mencari suatu solusi agar para Kontraktor Producing Sharing mendapatkan suatu kepastian hukum dalam melaksanakan aktivitasnya.
Pengujian dilakukan Penulis terutama dengan menggunakan metodologi observasi langsung dan studi pustaka. Dari pengujian yang dilakukan, Penulis menyimpulkan bahwa ada perbedaan persepsi antar badan Pemerintah dalam mengimplentasikan peraturan-peraturan yang terkait dengan perpajakan Kontraktor Producing Sharing. Agar tidak terjadi perbedaan persepsi, Penulis menyarankan agar Undang-undang migas direvisi dan disinkronisasi dengan undang-undang di bidang perpajakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Arip Prastyo Wibowo
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan mekanisme penggantian PPN pada kontraktor minyak dan gas bumi ditinjau dari asas revenue productivity dan asas equity/equality. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan jenis penelitiannya bersifat deskriptif. Hasil penelitian adalah dengan perubahan mekanisme penggantian PPN tersebut, penerimaan Pemerintah secara keseluruhan akan mengalami kenaikan sebesar lima belas persen dari jumlah pajak tidak langsung yang dibebankan dalam cost recovery. Dengan adanya peningkatan penerimaan negara maka asas revenue productivity telah terpenuhi. Bagi KKKS dengan adanya perubahan mekanisme tersebut KKKS ikut menanggung sebagian beban pajak tidak langsung yang dibebankan ke dalam cost recovery, KKKS tidak mendapatkan kembali penggantian PPN nya sebesar seratus persen sehingga asas equity/equality tidak terpenuhi. Dengan adanya perubahan mekanisme ini perilaku kontraktor sebagian besar tetap sama, namun terdapat sedikit perbedaan dalam hal administrasinya. Kontraktor kini tidak perlu lagi mempersiapkan dan menyerahkan Faktur Pajak setiap bulannya ke SKK Migas untuk proses penggantian PPN, tetapi KKKS hanya menyimpan Faktur Pajak tersebut untuk dipersiapkan pada pemeriksaan audit diakhir tahun.

ABSTRACT
This study aims to analyze the changes in VAT Reimbursement mechanism in oil and gas contractors in terms of revenue productivity principle and equity/equality principle. The method used was a quantitative study with descriptive analysis. The result of the research is with the change VAT Reimbursement mechanism, the overall Government revenues will increase by fifteen percent of total indirect tax charged on cost recovery. With the increase in Government revenues so the revenue productivity principle have been met. For the Contractors, with the change in the mechanism of Contractors to bear some of the burden of indirect tax that is charged to cost recovery, Contractors does not get back his VAT Reimbursement of one hundred percent, so the principle of equity/equality are not met. With the changes in this mechanism, the behavior of Contractors remains the same, but there is little difference in terms of administration. Contractors are now no longer need to prepare and submit a tax invoice each month to SKK Migas to its VAT Reimbursement process, Contractors only keep the tax invoice to be prepared at the end of the year audit examination."
2014
S53613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>