Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126636 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrian Prasetyo
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2010
S10500
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yuliati
"Ekspor ikan tuna mengalami peningkatan pada periode lima tahun terakhir, sehingga proses penanganan ikan perlu mendapat perhatian serius. Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian mengenai penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan tangkap Tuna (Thunnus spp.) di atas kapal dan tempat pendaratan ikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan tangkap tuna, menganalisis mutu tuna di atas kapal sampai tempat pendaratan ikan, dan menentukan alternatif pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan tangkap tuna di atas kapal dan tempat pendaratan ikan di PPN Palabuhanratu. Data diperoleh dari 19 kapal tonda dan dianalisis secara deskriptif dan dengan proses hierarki analisis (PHA).
Dari penelitian ini diketahui bahwa penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan tangkap tuna di atas kapal dan tempat pendaratan ikan sudah cukup baik. Hal ini diketahui dari kondisi kelayakan dasar kapal tonda yang sudah cukup dekat dari standar namun masih perlu penyempurnaan (4≤ Y < 8) dan kelayakan dasar pada tempat pendaratan ikan menunjukkan kondisi yang cukup layak dengan nilai C (cukup). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa ikan tuna hasil tangkapan menunjukkan mutu yang baik, dengan suhu rata-rata sebesar 1,52oC (dibawah 4,4oC) dan nilai organoleptik 8,67 (di atas 7). Process (AHP) from 19 Trolling Lines.

Based on this research, it is known that the application of quality assurance and safety of tuna fisheries on the boat and the landing sites has been good enough. It is known from the basic eligibility requirements of the trolling line have been fairly close to the standard but still need improvement (4 ≤ Y < 8) and the basic eligibility requirements of the landing sites indicate a fairly decent condition with a value of C (enough). The status of tuna caught indicated that good quality with average temperature of 1.52°C (4.4°C below) and the organoleptic value of 8.67 (above 7).
From the results of AHP, it is known that the priority to perform quality assurance and safety on tuna fisheries in the trolling line is availability of ice in the boat (20,1%), deck (15,7%), fish handling equipment in the boat (13,3%), availability of fuel (11%) and availability of fresh water in the boat (7,9%). The priority to perform quality assurance and safety on tuna fisheries in the port is fish handling equipment (32,4%), availability of ice (12,9%), floor (12,4), toilet (9,4%) and fishing port (8,1%).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T32752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Ombun Meilisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak Putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HUM/2013 yang menyetujui usulan KADIN (komposium kelapa sawit) bahwa barang hasil pertanian sebaiknya dikenakan PPN 10%. Namun Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), Forum Komunikasi Asosiasi Komoditas Primer, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Dewan Karet Indonesia dan Dewan Teh Indonesia mengusulkan pembatalan penerapan kebijakan PPN tersebut, dengan kata lain kembali kepada PP Nomor 31 Tahun 2007. Penelitian ini bermaksud mengkaji dampak keputusan penerapan PPN sesuai amanat Mahkamah Agung tersebut terhadap daya saing produk-produk ekspor pertanian.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi data time series dengan data dari Februari 2012 sampai dengan Februari 2018 untuk menguji kaitan antara elastisitas dan kinerja ekspor (competitiveness). Semakin elastis permintaan ekspor suatu komoditas, berarti komoditas tersebut semakin kompetitif dalam ekspor. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Senhadji dan Montenegro (1999) yang menyatakan bahwa semakin tinggi elastisitas permintaan terhadap harga, maka produk tersebut semakin kompetitif pada pasar dunia.
Hasil regresi dari penelitian ini menunjukkan bahwa PPN pada barang hasil pertanian memberikan implikasi ekspor biji kopi dan ekspor teh menjadi semakin elastis terhadap perubahan harga, yang artinya semakin kompetitif dalam ekspor. Namun sebaliknya. Ekspor CPO dan ekspor kakao menjadi semakin tidak elastis terhadap perubahan harga, artinya implikasi diterapkannya PPN mengakibatkan CPO dan kakao menjadi tidak kompetitif dan berpotensi merugikan ekspor CPO dan ekspor kakao.
Sewaktu CPO dan biji kakao terkena PPN, seharusnya Pajak Masukan fully deductable (direfund sepenuhnya). Tetapi dalam kenyataannya mungkin proses refund tidak berjalan dengan lancar sehingga biaya dari perpajakan tersebut justru terbebankan pada biaya produksi yang mengakibatkan harga ekspor tidak kompetitif dan menurunkan volume ekspornya. Intervensi Pemerintah, seperti Bea Keluar, mengakibatkan total pajak yang dibebankan menjadi lebih besar sehingga kurang menguntungkan untuk diekspor. Sebaliknya, pengenaan PPN pada biji kopi dan teh meningkatkan daya saing.

This study aims to examine the impact of Supreme Court Decision Number 70P/HUM/2013 which approved the KADIN (oil palm composium) proposal that agricultural products should be subjet to a 10% VAT. However, the Indonesian Cocoa Industry Association (AIKI), the Association of Indonesian Rubber Companies (GAPKINDO), the Primary Commodities Association Communication Forum, the Association of Indonesian Coffee Exporters (AEKI), the Indonesian Rubber Council and the Indonesian Tea Council which proposed canceling the application of the VAT policy in other words, return to Government Regulation Number 31/2007. This study intends to examine the impact of the decision on the application of VAT to the competitiveness of agricultural export products.
The study use time series data regression analysis with data from February 2012 to February 2018 to examine the relationship between elasticity and export performance (competitiveness). The more elastic the export demand for a commodity, the more competitive the commodity is in exports. This is consistent with the results of a study by Senhadji and Montenegro (1999) which states that the higher the elasticity of demand for prices, the more competitive the product is on the world market.
Regression results from this study indicate that VAT on agricultural products has implications for the export of coffee beans and tea exports become more elastic to price changes, which means increasingly competitive in exports. But the opposite. CPO export and cocoa export become increasingly inelastic to changes in prices, meaning that the implication of the application of VAT causes CPO and cocoa to be uncompetitive and potentially detrimental to CPO exports and cocoa exports.
When CPO and cocoa beans are subject to VAT, the Input Tax should be fully deductable. But in reality, the refund process might not run smoothly, so the cost of the taxation will be borne by production costs resulting in uncompetitive export prices and reducing the volume of exports. Government interventions, such as Export Levy, result in a greater total tax charged so that it is less profitable to be exported. Conversely, the imposition of VAT on coffee beans and tea increases competitiveness.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumangger, Lewi Evander Christ
"Batubara adalah komoditas yang krusial dalam pemenuhan kebutuhan energi Indonesia. Statusnya sebagai Barang Tidak Kena Pajak berubah sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sehingga menghapus batubara dari daftar barang tidak kena PPN. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan ini yang sudah berlangsung 2 tahun. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur. Fokus penelitian ini adalah mengevaluasi Kebijakan PPN atas penyerahan batubara berdasarkan teori evaluasi kebijakan Dunn. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga dimensi yang terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu perataan, responsivitas, dan ketepatan. Dimensi yang tidak terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu efektivitas dan efisiensi. Kebijakan PPN atas penyerahan batubara perlu diperbaiki agar bisa mencapai tujuan awal kebijakan ini bisa tercapai. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan negosiasi antara pemerintah dengan perusahaan batubara untuk mengamandemen kontrak yang berlaku agar otomatis mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, perlu dilakukan perencanaan matang untuk mempersiapkan potensi restitusi di masa depan.

Coal is a crucial commodity in meeting Indonesia's energy needs. Its status as Non-Taxable Goods has changed since the promulgation of Law Number 11 Year 2020 of Cipta Kerja, thereby removing coal from the list of non-VAT subject goods. The purpose of this study is to evaluate the implementation of this policy which has been going on for 2 years. The research was carried out using a qualitative approach with a descriptive research type where data collection was carried out by in-depth interviews and literature studies. The focus of this research is to evaluate the VAT policy on coal delivery based on Dunn's policy evaluation theory. The results of the study show that there are three dimensions that are fulfilled in the VAT policy on coal delivery, namely equity, responsiveness, and accuracy. The dimensions that are not fulfilled in the VAT policy on the delivery of coal are effectiveness and efficiency. The VAT policy on the delivery of coal needs to be improved in order to achieve the initial objectives of this policy. The way that can be done is by negotiating between the government and coal companies to amend the applicable contract so that it automatically complies with statutory provisions. In addition, careful planning is necessary to prepare for potential restitution in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Fariha
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S43511
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Asjraf
"Latar belakang masalah dari tesis ini adalah berkenaan dengan pemberian insentif perpajakan sebagai salah satu implementasi fungsi pajak untuk mengatur. Fungsi utama pajak adalah menghasilkan penerimaan negara sebagai penggerak roda pembangunan adapun fungsi lainya pajak adalah fungsi mengatur sebagai instrumen untuk mendorong atau memproteksi sektor - sektor tertentu yang diinginkan pemerintah. Pemberian insentif perpajakan harus dilakukan dengan hati - hati mengingat bila salah sasaran , akan dapat mengamputasi fungsi mengatur pajak itu sendiri . Adapun salah satu implementasi fungsi mengatur Pemerintah tersebut di realisasikan pada awal tahun 2007, melalui PP Nomor 7 /2007, dimana pemerintah memberikan insentif perpajakan dibidang PPN berupa pembebasan PPN untuk komodti primer hasil pertanian. Pada saat yang bersamaan terlihat bahwa tahun 2005 realisasi penerimaan pajak adalah sebesar Rp. 346,8 triliun dan lebih rendah Rp 5,2 triliun dari sasaran yang diharapkan sebesarRp.352 triliun. dan pada tahun 2006 shortfall antara 8,5 triliun hingga 17 triliun atau hanya mencapai 96 sampai dengan 98% dari target yang direncanakan. Keadaan diatas tentunya mengharuskan pemerintah menghitung secara cermat berapa potensial loss penerimaan apabila akan mengeluarkan suatu kebijakan.
Pokok permasalahnya dari tesis ini adalah Berapa besar pengaruh pemberian insentif perpajakan berupa dibebaskan dari pengenaan PPN atas penyerahan dan impor produk pertanian yang bersifat strategis terhadap potensi penerimaan PPN dan Faktor - faktor apa yang mendorong sektor pertanian untuk meminta pemberian insentif PPN atas penyerahan dan impor produk pertanian.
Metode penelitian dari tesis ini adalah menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis. Metoda pengumpulan data terdiri dari studi kepustakaan , buku- buku karya ilmiah dan sumber - sumber lainnya seperti jurnal dan internet. Adapun penghitungan perkiraan potensi pajak yang hilang akibat pemberlakuan PP no. 7 tahun 2007 tersebut menggunakan metoda perhitungan yang pernah dilakukan oleh Stephen V Marks dengan menggunakan tabel - Input Output. Perhitungan besarnya potensi PPN yang hilang dilakukan dengan menghitung selisih antara perhitungan potensi PPN dengan menggunakan tabel input - output dengan kondisi sebelum PP Nomor 7 /2007 dan setelah diterapkan PP no. 7 tahun 2007.
Argumentasi yang digunakan agar Produk pertanian mendapat perlakuan dikecualikan dari pengenaan PPN antara lain karena umumnya petani bergerak pada sektor informal dan kebanyakan dari mereka tidak menyelenggarakan pembukuan. Kalaupun mereka telah menyelenggarakan pembukuan pada umumya pembukuan mereka tidak teradministrasi dengan baik. Disamping itu ada persepsi pada masyarakat bahwa pengenaan PPN pada produk pertanian akan menyebabkan harga jual komoditi tersebut menjadi lebih mahal atau dari sisi produsen akan menyebabkan keuntungan menjadi lebih kecil. Disamping itu pengenaan PPN pada produk pertanian adalah suatu hal yang sensitif secara politik.
Secara teori sesuai dengan legal character PPN, Pajak ini bersifat netral terhadap pilihan seseorang untuk mengkonsumsi suatu barang/jasa. Adapun permasalahan penyelenggarakan pembukuan yang tidak teradministrasi dengan baik bukan hanya dialami oleh petani tetapi adalah masalah pengusaha kecil pada umumnya. Memberikan fasilitas pembebasan pada produk pertanian pada akhirnya akan menambah beban biaya pada petani. Karena pajak masukan untuk menghasilkan produk tersebut seperti pupuk, petisida, mesin pertanian, makanan ternak, dan pajak masukan lainya tidak dapat dikreditkan dan dibebankan sebagai biaya. Pada akhirnya semua beban pajak masukan tersebut akan menjadi komponen biaya yang akan menaikan harga pokok produk final pertanian. Adapun untuk mengatasi masalah administratif pembukuan PPN kuncinya ada pada mengatur batasan pengusaha kena pajak yang pas yang pas buat penguasaha kecil.
Mengingat peranan penerimaan pajak yang semakin dominan dan penting bagi kelangsungan hidup bangsa maka pemberian insentif perpajakan tersebut harus benar - benar dipertimbangkan dengan matang dan hati - hati karena pemberian insentif pajak yang tidak tepat hanya mengurangi penerimaan pajak tetapi saaran utamanya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian tidak juga tercapai, penting pula untuk digarisbawahi bahwa potensial loss penerimaan pajak berarti juga akan hilangnya hak rakyat untuk memperoleh barang dan jasa publik yang seharusnya disediakan oleh negara Total potensi penerimaan PPN sebelum diberlakukanya PP No. 7 tahun 2007 adalah sebesar Rp 178,84 Triliun dan setelah diberlakukanya PP tersebut potensi penerimaan PPN menurun menjadi Rp 173,10 triliun atau perkiraan potensi PPN yang hilang karena pemberlakuan PP No. 7 tahun 2007 adalah sebesar Rp 5,74 triliun Angka sebesar ini merupakan 3,21% dari total potensi penerimaan PPN. atau kalau memperhitungkan coverage ratio PPN potensial loss adalah sebesar sebesar Rp 4,40 triliun

The back ground of this thesis is concerning the tax incentives as one implementation of the tax regulated function. The main function of tax is to generate the state revenue as the wheel turning energy for development, while the other function is the regulated function as an instrument to push or to protect certain sectors the government wanted. The tax incentives must be given with careful thoughts, other wise it will miss its target and eventually will amputate the regulated function of tax it self. One of the implementation of the regulated function of tax is started on the beginning of 2007 through PP No 7/2007, in which the government gave the VAT tax incentives in the form of VAT Exemptions for primer commodity of farming goods. In the same time it was shown that the 2005 tax revenue realization is 346,8 trillion rupiah which is 5,2 trillion lower than the target expected as much as 352 trillion rupiah. In the year 2006 the short fall continued between 8,5 trillion to 17 trillion or only 96 to 98% of the target planned. This condition should make the government carefully count how much is the revenue potential loss when releasing a regulation.
The main problem of this thesis is how much the impact of tax incentive in the form of VAT exemption on of strategic farming goods to the VAT potential revenue and what are the factors that supported and blocked the implementation of it.
This thesis uses a descriptive analytic method. The data collection consists of the library study, scientific literatures, and other resources such as journals from the internet. The estimation of the lost revenue potential due to the implementation of PP No 7 is calculated using the Stephen V. Marks model based on the Input - Output Table. The estimation of the lost VAT potential is calculated by the different between the VAT potential before and after the implementation of the PP No. 7 /2007.
The Argument used to exempt the farming goods from VAT are because most farmers are in informal sectors and they do not used book keeping. Even if they used book keeping, they are usually not administered well enough. Another Argument is that it's the people perspective that the VAT on farming goods will raise the selling price of that commodity and from the producer's side it will lower their profit. Addition to that, the VAT on farming goods is indeed a very sensitive political issue.
Theoretically, based on the legal character of the VAT, it is neutral to a person's choice whether to consume a good or service. In the case of good book keeping it does not only happen to farmers but also to other small business in general. The exemptions of farming products will in the end add more burden for farmers. It is because the input tax from fertilizer, pesticides, farming machines, and livestock's foods, and other input tax used for productions are not creditable and will become a cost. In the end all the inputs tax will become cost that will increase the price of the final farming products. The way to overcome the problem of VAT administrative book keeping is on the right setting threshold for small business.
Considering the more dominant role of the tax revenue for this country well being, the implementation of tax incentives must be considered in a very mature and careful way because the wrong tax incentives will not only decrease the tax revenue but will also miss its main target, it is very important to note that revenue potential loss will also mean the lost of people's right for the public goods and services that this country's suppose to provide.
Total Revenue potential estimation before the implementation of PP No 7 /2007 is
178,84 trillion Rupiahs and after the implementation that number is decreased to 173,10
trillion or the total potential loss estimation due to the implementation of PP no 7 /2007 is 5,74 trillion rupiahs. It is about 3,21% of the total VAT revenue potential estimation, or considering the VAT coverage ratio, the potential loss is 4,40 trillion rupiahs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermianti
"Regulasi keamanan pangan merupakan salah satu hambatan non tariff dalam perdagangan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Agar regulasi tersebut efektif, perlu dilakukan harmonisasi regulasi antara Indonesia dengan Negara tujuan ekspor. Penelitian ini menganalisis dampak implementasi regulasi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan terhadap ekspor perikanan Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data panel ekspor perikanan Indonesia ke 29 negara tujuan ekspor dalam 13 tahun (2000-2012) menggunakan Model Gravitasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat harmonisasi regulasi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan lebih efektif dalam meningkatkan ekspor perikanan Indonesia yaitu sebesar 24,85% dibandingkan sebelum adanya harmonisasi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa harmonisasi regulasi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan mampu meningkatkan ekspor perikanan Indonesia dikarenakan kualitas perikanan Indonesia akan lebih dipercaya oleh Negara tujuan ekspor.

Food safety regulation is one of non-tariff barriers in trade to provide consumers protection. To make regulation more effective, it is necessary to harmonize food safety regulation between Indonesia and impoting countries. This study analyzes the impact of fisheries quality and safety regulation implementation on indonesia's fisheries export. Exploring panel data on Indonesia's fisheries exports to 29 importing countries in 13 years (2000 - 2012) using Gravity Model.
The results suggest that the harmonization in quality and safety regulation more efektif in increases Indonesia's fisheries export about 24,85% compare to before harmonization.
It can be concluded that harmonization in fisheries quality and safety regulation would be able to Indonesia?s fisheries export
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pino Sidharta
"ABSTRAK
Restitusi pajak merupakan hak wajib pajak yang diatur dalam Undang- undang perpajakan termasuk pajak pertambahan nilai (PPN), namun pada prakteknya di dalam melaksanakan haknya tersebut, wajib pajak yang mengajukan permohonan restitusi PPN mengalami ketidakpastian atas permohonan restitusinya. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya tunggakan permohonan restitusi PPN yang mencapai +/- 7.111 kasus dengan nilai nominal 10 trilyun rupiah. Angka tersebut merupakan akumulasi dari permohonan restitusi PPN sejak tahun 2001 s/d 2005. Jika masalah tunggakan permohonan restitusi PPN tersebut tidak segera dituntaskan oleh Pemerintah, akan berakibat banyaknya perusahaan yang mengalami kesulitan arus kas dan mungkin terjadi kebangkrutan. Di sisi yang lain kredibilitas dan tingkat kepercayaan dunia usaha kepada Pemerintah umumnya dan Direktorat Jenderal Pajak khususnya juga akan menurun. Akibat jangka panjang akan mengurangi minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan timbulnya tunggakan permohonan restitusi pajak pertambahan nilai, menganalisis apakah ketentuan perpajakan yang baru dapat mengatasi tunggakan permohonan restitusi PPN, serta untuk mengetahui faktor faktor apa yang menjadi kendala dari penerapan ketentuan yang baru tersebut.
Metode penelitian yang digunakan di dalam penulisan tesis ini adalah
metode deskriptif analisis, di dalam mengumpulkan data dan informasi
digunakan teknik pengumpulan data berupa studi perpustakaan dan studi lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang kompeten dan menguasai masalah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tunggakan permohonan restitusi adalah tidak jelasnya definisi permohonan dianggap lengkap yang ada di peraturan yang lama, banyaknya data dan dokumen yang diminta, terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa pajak dibandingkan dengan jumlah pekerjaan, lamanya proses konfirmasi faktur pajak, mental petugas pajak yang belum semua membaik, dan akibat adanya kasus ekspor fiktif di salah satu kantor pelayanan pajak.
Penerbitan peraturan baru yang mengatur restitusi PPN ini dari sisi
kepastian hukum sangat baik dan dapat mempercepat proses restitusi yang baru sekaligus dapat memberikan kepastian hukum atas tunggakan permohonan restitusi yang lama. Namun di sisi yang lain ketentuan yang baru tersebut menuntut pengusaha kena pajak untuk melengkapi permohonan restitusi PPN mereka dengan dokumen-dokumen yang sangat banyak dan lengkap melebihi peraturan yang lama sehingga pada akhirnya akan menambah beban perpajakan bagi wajib pajak.
Selain itu masalah yang lain dari peraturan yang baru ialah adanya
pembatasan waktu maksimal 1 bulan dari sejak permohonan restitusi yang diberikan oleh fiskus bagi wajib pajak untuk melengkapi semua dokumen dan bukti-bukti pendukung, kedua hal inilah yang menjadi kendala dari sisi wajib pajak. Sedangkan masalah dari sisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti mental aparatur pajak yang belum semua berubah menjadi baik, keterbatasan jumlah petugas pemeriksa pajak dibandingkan dengan jumlah pekerjaan, dan timbulnya perbedaan persepsi di internal DJP sendiri ketika ketentuan ini mulai diterapkan, serta kurangnya koordinasi antara pihak DJP dengan pihak terkait seperti instansi Bea dan Cukai.
Untuk mengatasi masalah mental aparatur pajak yang kurang baik
tersebut, maka Dirjen Pajak diharapkan menerapkan sistem reward dan punishment kepada aparatnya secara tegas dan konsisten sehingga dapat memberikan efek jera. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah pemeriksa pajak maka pihak DJP disarankan membuat program yang bersifat jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mengatasi kekurangan tenaga pemeriksa. Sedangkan untuk mengatasi perbedaan persepsi di internal DJP maupun di kalangan wajib pajak, maka pihak DJP disarankan untuk meningkatkan sosialisasi atas setiap ketentuan yang baru melalui pendidikan dan latihan bagi para pelaksana di lapangan (khususnya eselon V & IV), membuat lokakarya, seminar, dan menggunakan semua media komunikasi milik DJP misalkan melalui website. Untuk mengatasi kurangnya koordinasi antara pihak DJP dengan instansi terkait misalkan Bea dan Cukai, maka perlu kiranya kedua belah pihak membentuk unit kerja bersama untuk mengatasi kurangnya koordinasi. Untuk membantu pihak wajib pajak di dalam melaksanakan haknya maka perlu kiranya pihak DJP menyederhanakan permintaan dokumen dan bukti-bukti pendukung yang diminta, seperti permintaan master B/L atau Ocean B/L yang bisa dihilangkan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T 19469
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putut Edy Sasono
"Dilatarbelakangi oleh sering munculnya masalah legalitas tanah di unit permukiman transmigrasi menjadi daya tarik bagi penulis melakukan penelitian, dengan tujuan untuk mengetahui sampai sejauhmana implementasi kebijakan penyediaan tanah yang dilakukan oleh aparat pelaksana Depnakertrans dan instansi terkait, faktor yang menghambat dalam penerapan kebijakan, serta dampaknya.
Untuk memastikan keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan penyediaan tanah transmigrasi digunakan pendekatan sistem evaluasi dengan cara membandingkan antara kinerja hasil nyata dengan kinerja yang direncanakan, membandingkan antara kinerja nyata dengan tahun-tahun sebelumnya. lndikator kinerja outcomes, benefits, dan impacts, akan digunakan sebagai instrumen evaluasi terhadap keberhasilan atau kegagalan, kekuatan atau kelemahan, dampak positip atau dampak negatip serta signifikasi manfaat.
Untuk mendukung kegiatan evaluasi diperlukan data sekunder maupun data primer, yang diperoieh dari cara melakukan Studi pustaka serta Studi lapangan dengan teknik komunikasi langsung atau wawancara, serta metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat adanya trend peningkatan kinerja pada saat kondisi sebelum dan kondisi setelah penerapan kebijakan, terlihat dari banyaknya Iokasi transmigrasi yang didukung Iegalitas tanah secara clear and clean, minimnya jumlah UPT yang mempunyai masalah Iegalitas tanah, meningkatnya dukungan dana program kegiatan setiap tahun anggaran serta adanya kepastian hak atas tanah para transmigran. Ada fakta yang sejalan dengan hasil penelitian bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi kurang tercapainya sasaran kebijakan yang diinginkan adalah fakor sumber daya baik sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana Serta hambatan-hambatan eksternal lainnya, Seperti kurang Iancarnya koordinasi dengan instansi terkait.
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti menyirnpulkan bahwa kinerja aparat pelaksana Depnakertrans dan Instansi terkait dalam mengimplementasikan kebijakan penyediaan tanah transmigrasi masih dapat ditingkatkan melalui usaha sosialisasi agar proses penyediaan tanah dapat dipahami aparat pelaksana dari tingkat pusat sampai tingkat lapangan. Disamping usaha tersebut juga ditingkatkan jaringan komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait.
Hasil evaluasi menunjukkan dengan diterapkannya kebijakan penyediaan tanah mempunyai manfaat dan dampak sangat besar bagi keberhasilan penyelenggaraan transmigrasi. Atas dasar evaluasi tersebut, maka implementasi kebijakan penyediaan tanah yang tertuang dalam SKB tetap dilanjutkan dengan menyesuaikan kebijakan otonomi daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>