Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9915 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Isman Pratama
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LAPEN 02 Nas t
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Suprapto
"Karangan yang membahas masalah arkeologi Islam, terutama yang berpangkal kepada seni bangunannya belum banyak. Demikian pula mengenai kepurbakalaan Islam di Kecamatan Kota Gede. DR. S.A Buddingh pada th'1839 membuat artikel singkat, dan diberinya judul Pasar Gede ( S.A Buddingh 1839:45-46 ). Tahun 1913, Dinas Purbakala mengadakan peninjauan ke bekas kerajaan Mataram di Kota Gede ( OV 1913 (2) :43 ). Dua tahun kemudian, kembali Dinas Purbakala mengadakan peninjauan ke makam raja-raja Kota Gede, dan melakukanpemo_tretan pintu makam tersebut ( OV 1915 (3) :120-121 ). Pada th 1916, orang Indonesia yang bernama Notosoeroto menulis artikel tentang batu keramat yang terdapat di Kota Gede. Artikel ini disertai gambar-gambar batu yang dianggap keramat itu ( Notosoeroto 1916-1917:318-320 ). Pada th 1926 van Mook, seorang sarjana Belanda membuat karangan mengenai Kota Gede. Tetapi karangan van Mook ini membahas masalah perkotaan di Kota Gede, terutama segi kemasyarakatannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S11906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Ariesna Elvijanny
"Mesjid Agung Palembang adalah salah satu mesjid tua di Palembang sekaligus yang terbesar. Mesjid ini memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh mesjid tua lainnya di Indonesia yaitu denah bujursangkar, beratap tumpang, memiliki serambi. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah: a. Metode deskriptif; b. Metode komparatif. Teknik yang digunakan adalah teknik wawancara dan teknik pengamatan. Sebagai perbandingan dilakukan pengamatan terhadap Mesjid Agung Banten serta Rumah Limas Palembang."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S11937
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayan Ahdiat
"Mesjid Caringin merupakan salah satu konponen situs desa Caringin, yang didirikan sekitar sepuluh tahun setelah terjadinya letusan Gunung Krakatau (1883 M), atau sekitar tahun 1893. Penelitian arsitektur Mesid Caringin bertujuan untuk memaparkan ciri kekunoannya, mengetahui segi pemakaian bahan dan konstruksinya, mengetahui pembagian tata ruangnya serta mengidentifikasikan bentuk arsitekturnya secara keseluruhan. Metode penelitian yang dilakukan adalah,kajian bahan pustaka serta pengamatan langsung di lapangan. Setelah dilakukan perbandingan arsitekturnya, diperoleh beberapa kesimpulan yang menarik. Dari penelitian ini diketarui bahwa bentuk arsitektur Mesjid Caringin masih melanjutkan atau mendapat pengaruh tradisi seni arsitektur masa pra Islam. Secara umum, Mesjid Caringin memiliki ciri-ciri kekunoan seperti halnya ciri-ciri mesjid tradisionil di Jawa. Tapi pada beberapa komponen bangunannya menunjukkan adanya pengaruh arsitektur asing, khususnya pengaruh arsitektur Belanda. Dari segi pemakaian bahan, secara keseluruhan bangunan Mesjid Caringin menggunakan bahan baku yang tersedia di sekitar desa Caringin. Demikianlah beberapa kesimpulan dari penelitian ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S11922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Wahyudin
"ABSTRAK
Mesjid A1-khusaeni Carita merupakan salah satu mesjid tua di daerah Labuan Kabupaten Pandeglang-Banten yang belum pernah diteliti secara khusus. Mesjid ini terletak di pesisir pantai Selat Sunda yang pada tahun 1884 berdasarkan literature sejarah terkena bencana alam letusan Gunung Krakatau sehingga daerah Carita dimana mesjid ini sekarang berdiri lenyap tertelan badai Sunami. Tahun 1993 mesjid ini diteliti oleh Isman Pratama Nasution untuk pembuatan makalah ilmiah.
Penelitian terhadap Mesjid Al-Khusaeni Carita bertujuan untuk melihat pengaruh lokal dan asing melalui pemerian arsitekturnya serta kronologi pembangunan mesjid ini.
Dalam penelitian ini digunakan metode secara bertahap. Pada tahap awal/observasi dilakukan studi kepustakaan yang bertujuan untuk mengumpulkan sumber kepustakaan yang diperlukan. Selain itu juga digunakan studi lapangan dengan cara pengamatan langsung dan perekaman terinci pada unsur-unsur bangunan Mesjid Al-Khusaeni Carita. Selanjutnya pada tahap pengolahan data dilakukan analisis terhadap data yang telah terhimpun yakni dengan melakukan pemerian yang terinci pada unsur_unsur bangunan Mesjid Al-Khusaeni Carita. Pada tahap akhir penelitian yakni dilakukan dengan membuat penge_lompokan terhadap komponen-komponen bangunan dan ragam hias. Dari hasil pengelompokan itu kemudian dilakukan pemilahan antara bangunan dan komponen bangunan dan ragam hias yang mendapat pengaruh lokal dan asing mela_lui metode banding dengan bangunan kolonial serta tradi_sional dan acuan literature mengenai bangunan tradision_al serta kolonial mengenai komponen dan ragam hias pada bangunan.Metode wawancara dilakukan untuk melengkapi keterangan dan data yang telah diperoleh.
Dari metode diatas diketahui pengaruh asing dan lokal pada mesjid ini dan perkiraan kronologi mesjid ini adalah dibangun pada abad XIX (antara tahun 1884-1920 Masehi).

"
1995
S11955
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"ABSTRAK. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil obyek mihrab mesjid kuna yang ada di kota Benten, Jakarta, dan Cirebon, dengan memperhatikan segi-segi arsitektur, arah hadap dan ragam hiasnya. Rentang waktu yang digunakan adalah mihrab mesjid yang berasal dari abad 15 hingga 19. Tujuannya adalah untuk mengenali komponen yang terdapat pada mihrab-mihrab mesjid kuna, keragamannya dan frekwensi pemakaiannya. Juga untuk melihat unsur-unsur yang mempengaruhi ragam hiasnya, apakah ada unsur dari pra Islamnya atau dari Islamnya. Penelitian hanya dilakukan pada 16 obyek mihrab yang terdapat di ketiga kota tersebut di atas. Metode yang digu_nakan adalah deskripsi dan perbandingan hasil deskripsinae. Komponen yang diperhatikan adalah bentuk, ruangan, tiang, lengkungan, lalu arah hadap dan ragam hiasnya. Hasilnya me_nunjukkan adanya keragaman komponen dan frekwensi pemakaian_nya. Hal ini dapat digunaken sebagai dasar penelitian untuk mengenali gaya yang terdapat pada mihrab mesjid kuna, dan mengetahui unsur-unsur yang mempengaruhi ragam hiasnya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni
"Istiwa adalah salah satu alat untuk mengetahui waktu masuk shalat yang menggunakan petunjuk matahari yang ditemukan pada mesjid-mesjid kuno di Jawa Dalam bahasa Jawa penunjuk matahari ini disebut befzeer, sedangkan istilah istiwa dikenal dalam bahasa Sunda yang berasal dari bahasa Arab (lihat bahasa khat al-istiwa, equator) yang artinya sama dengan khatulistiwa atau paralet. Bahasa Arab yang sebenarnya untuk penunjuk matahari adalah mizala. DipiIihnya istiwa sebagai obyek penelitian, berdasarkan pada keunikannya dibandingkan komponen bangunan rnasjid lainnya Pada obyek ini secara langsung berhubungan dengan gejala alam yaitu sinar matahari untuk mengetahui berfungsinya obyek tersebut. Pembahasan komponen istiwa diharapkan dapat menerangkan beberapa hal, diantaranya penggunaan istiwa sebagai alat penunjuk waktu shalat di rnasa lalu terutama (dari terbit hingga terbenam matahari) dan bentuk - bentuk Istiwa yang ada serta bagaimana penerapan rnedia tersebut pada mesjid-mesjid kuno di Pulau Jawa. Tampaknya cara-cara mengetahui waktu masuk shalat melalui istiwa mulai ditinggalkan dengan digunakannya teknologi yang lebih modern dan rnekanik, yaitu teknologi jam. Akibatnya, istiwa yang berfungsi sebagai alat penunjuk waktu shalat di masa lalu pada mesjid-mesjid kuno, menjadi kurang berfungsi dan kurang terurus penanganannya. Istiwa pada umumnya digunakan pada mesjid ataupun tempat peribadatan untuk shalat lainnya (mushola, saran, langgar dan lain-lain). Ruang lingkup penelitian terhadap istiwa pada mesjid-mesjid di Jawa dibatasi pada periode masa abad XVI hingga abad XIX. Untuk istiwa mesjid-rnesjid kuno di Jawa yang dianggap tertua menunjukkan periode abad XVI. Konsep dasar pembuatan istiwa memang erat tautannya dengan hukum islam, tetapi wujud fisiknya sendiri sesungguhnya bersifat sekuler. la lepas dari ketentuan hukum dan dengan demikian memberi kesempatan kepada si-pembuat untuk mengembangkan daya kreasinya Dari ragam bentuk istiwa dapat disimpulkan persamaan umum yang menandakan dan nnembedakan karakteristik istiwa dibandungkan komponen lainnya yaitu pada kawat penunjuk waktu dalam penampangnya (gnomon)."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murwani Wulan Nastiarini
"Murwani Wulan Nastiarini. Mesjid Agung Sang Cipta Rasa: Sebuah Tinjauan Arsitektur. Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1993 (i-xii + 172 hal., 2 peta, 4 denah, 47 foto, 25 gambar dan 68 acuan). Di Cirebon pernah berdiri kerajaan Islam yang mempunyai 3 buah keraton dan sebuah pengguron. Salah satu keratonnya bernama keraton Kasepuhan. Di kompleks keraton ini terdapat Mesjid Agung Sang Cipta Rasa yang terletak di desa Lemah Wungkuk. Mesjid Agung Sang Cipta Rasa didirikan pada abad 15 M oleh Sunan Gunung Jati dan para Wali Sanga lainnya. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui arsitektur yang mempengaruhi bangunan Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Dikaitkan dengan 3 tujuan penelitian arkeologi, maka tujuan yang ingin dicapai adalah merekonstruksi sejarah kebudayaan. Penelitian dilaksanakan secara bertahap. Dalam tahap observasi dilakukan pengumpulan data dengan cara mencari literatur yang berkaitan dengan penelitian. Kemudian mengadakan pengamatan, pencatatan, pemotretan, pengukuran dan penggambaran terhadap obyek penelitian. Lalu dalam pengolahan data, bangunan Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dideskripsikan dan bagian-bagian bangunannya dibandingkan dengan bagian-bagian bangunan lain yang mirip arsitekturnya. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada masyarakat yang berkampeten. Dalam tahap eksplanasi, seluruh data digabungkan lalu dibuat suatu kesimpulan. Bangunan Mesjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki arsitektur lokal atau tradisional, yang terbukti antara lain: dindingnya yang tidak menyangga atap dan atapnya bertingkat. Selain itu, mesjid ini mempunyai beberapa keistimewaan: mihrabnya tepat ke arah kiblat (jarang terdapat di mesjid-mesjid kuno Indonesia), memiliki 2 buah maksurah, beratap limasan dan dijumpai pelayonan (=bangunan tempat memandikan jenazah). Kesimpulan di atas bukan merupakan kesimpulan akhir sehingga selalu terbuka untuk diperbaiki pada penelitian-penelitian selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilis Sawitri
"Meilis Sawitri. Mesjid An Nawir Pakojan Jakarta: Suatu Tinjauan Arsitektur dan Ragam Hias. (Di bawah bimbingan Tawalinuddin Harris, S.S, M.A). Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1993. Penelitian mengenai mesjid An Nawir Pekojan Jakarta bertujuan untuk mengetahui bentuk arsitektur dan ragam hias dan pengaruh yang ada serta latar belakang sejarahnya. Pene1itian dilakukan dengan tahap-tahap observasi, deskripsi dan eksplanasi. Keberadaan mesjid dalam suatu tempat menunjukkan adanya suatu perkampungan muslim. Karena mesjid selain sebagai pusat peribadat kaum muslim juga digunakan untuk hubungan antara umat Islam. Mesjid sebagai hasil karya arsitektur masa lalu merupakan obyek yang menarik untuk diteliti. Arsitektur suatu mesjid biasanya merupakan cerminan dari budaya masyarakat pada masa itu. Menurut Pijper mesjid tua di Indonesia mempunyai ciri-ciri berdenah persegi, fondasi masif, atap tum-pang, di sisi barat ada bagian yang menonjol untuk mihrab, mempunyai serambi dan kolam. Dari ciri-ciri tersebut An Nawir yang dibangun oleh Sayid Abdullah bin Husain Alaydrus termasuk mesjid tua dan menurut UUD No. 5 1992 usia mesjid ini termasuk bangunan purbakala karena dibangun tahun 1760 M. Melihat usia dan latar belakang sejarah menyebabkan mesjid ini mempunyai arsitektur yang unik yang merupa_kan perpaduan berbagai kebudayaan yang masuk saat itu. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa awalnya daerah Pekojan merupakan perkampungan para pedagang muslim yang datang dari luar Indonesia. Kamudian pada abad 18 kebanyakan yang tinggal di Pekojan adalah warga keturunan Arab Hadramaut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mesjid sabagai bangunan suci umat Islam mempunyai fungsi utama sebagai rumah peribadatan. Berbeda dengan mesjid tua lain seperti mesjid Agung Banten, Agung Demak dan Al Mansyur yang mempunyai ruang khusus untuk wanita. Di mesjid An Nawir ini tidak ada ruang untuk wanita, hal tersebut disebab_kan latar belakang kebudayaan masyarakatnya yang seba_gian besar berasal dari Arab yang sangat tegas memi_sahkan antara wanita dengan pria. Dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa bahwa pengaruh arsitektur Eropa terlihat pada atap mesjid dan tiang-tiang di ruang utama dan komponen lain pada bangunan mesjid. Pengaruh Arab jelas terlihat dengan adanya ribath dan ghurfah yang jarang dijumpai pada mesjid tradisional bentuk menara yang bercirikan Hadra_maut dan bagian bangunan lainnya dari arsitektur dan ragam hias. Unsur tradisional antara lain didapati pada fondasi, denah mesjid, mimbar dan ragam hias. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa mesjid ini te1ah mengalami perluasan. Hal ini didasari dari bentuk denah, konstruksi atap dan tiang-tiang dalam ruang utama. Bertolak dari hasil penelitian ini diharapkan akan dilakukan suatu penelitian lebih lanjut terhadap mesjid-mesjid di Jakarta dan latar belakang sejarah mesjid yang banyak diwarnai berbagai kebudayaan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafwandi
"ABSTRAK
Lokasi dan situasi Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus terletak diantara 110_ 36 dan 110`50 Bujur Timur serta 6_ 51 dan 7_16 lintang Selatan, atau sekitar 50 km sebelah Timur Semarang .Dengan ketinggian 55 m dari permukaan air laut serta luas sekitar 422,21 km2. Kota Kudus secara geografis mempunyai batas yakni : - di sebelah Utara Kabupaten Dati II Jepara dan Kabupaten Dati II Pati.- di sebelah TimurKabupaten Dati II Pati.- di sebelah Selatan Kabupaten Dati II Grobogan dan Dati II Pati.- di sebelah Barat : Kabupaten Dati II Demak dan Kabupaten Dati II Jepara. Daerah Kudus bahagian Selatan merupakan dataran rendah dengan persawahan, bagian Utara adalah dataran tinggi ( pegunungan Muria ), sedangkan daerah Tengah merupakan dataran. Kota Kudus dibelah oleh Sungai Gelis yang mengalir ke Selatan dan membagi kota dua bahagian yaitu Kudus Kulon bagian kota yang terletak di sebelah Batay Sungai, dan Kudus Wetan bagian kota yang terletak di sebelah Timur Sungai_

"
1984
S13402
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>