Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amir Rochyatmo
"ABSTRAK
Cerita Anglingdarma selain terdapat di dalam sastra Jawa juga diketahui terdapat di dalam naskah berbahasa Melayu bernama Hikayat Shah Marden. Motif cerita Anglingdarma (sastra Ja­wa) sama dengan motif cerita Shah Mardan (sastra Melayu). Pada sastra Bali cerita itu dikenal dengan nama Ajidarma atau Aridarma.
Menurut Poerbatjaraka motif cerita Anglingdarma merupakan salah satu episode yang terselip di dalam kitab Tantri Kamandaka (Poerbatjaraka, 1952 : 64-69). Winter juga pernah menggarap cerita Anglingdarma dalam bentuk suntingan teks di dalam KBG Vol. 25/Tahun 1853. Di dalam cerita-cerita Melayu Klasik pengaruh sastra asing, pengaruh sastra pesisir dan pengaruh antar pulau terkenal di dalam cerita prosa Melayu Klasik.
Pigeaud menyatakan bahwa cerita tentang raja yang mengetahui bahasa binatang semacam Anglingdarma, Ajidarma dan Shah Mardan, umumnya mengacu kepada teks India. Antara tiga teks tersebut Jawa, Bali, dan Melayu pada hakekatnya saling bergayutan (Pigeaud, 1967 : 250-251). Cerita Anglingdarma juga terdapat di dalam Serat Kandha (Pigeaud, 1970 : 172). Cerita Anglingdarma sangat dikenal. Selain tersebar secara naratif, juga telah berkembang melalui interaksi antar bidang seni. Cerita itu selain dikenal dalam bidang seni sastra juga terdapat di dalam bidang seni pertunjukan : wayang, ketoprak, tari klasik atau tari tradisional garapan. Cerita Anglingdarma yang bersumber dari naskah lama ini di antaranya ditransformasikan ke dalam bentuk tari klasik tari serimpi Renggawati diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana V.
Hingga sekarang ini tari serimpi Renggawati masih hidup, sayang penampilannya hanya dilingkungan terbatas dan pada waktu tertentu saja. Tari ini bersifat sakral. Dipergelarkannya hanya untuk peristiwa penting seperti menjamu tamu agung, peringatan naik tahta.
Serimpi Renggawati menggambarkan episode percintaan puteri Renggawati dari Kerajaan Bojanegara dengan Prabu Anglingdarma raja Malapati dalam penyebaran penyabaran sebagai seekor belibis putih yang mampu berbicara. Teks yang digarap dengan ungkapan gerak adalah episode di taman Keraton Bojanegara. Di dalam tari serimpi penggungkapan cerita diutarakan dengan bahasa gerak. Penggambaran suasana adegan disampaikan dalam bentuk monolog. Dialog dikemukakan dengan tembang. Pelukisan cerita dengan bahasa gerak dengan sendirinya tidak lepas dari daya serap dan daya ungkap di samping kemampuan pemahaman dari pencipta/penata tari."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994
LAPEN 02 Roc s
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Franz Magnis-Suseno
Jakarta: Gramedia , 1991
170.598 2 FRA j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Franz Magnis-Suseno
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1984
170 FRA e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Parwati Wahjono
"ABSTRAK
Ziarah kubur yang khusus pada bulan Ruwah sebelum bulan Puasa yang disebut nyadran merupakan tradisi orang Jawa yang sampai sekarang masih dilakukan. Namun ternyata dari liputan wartawan pada beberapa media cetak, mengenai nyadran atau sadranan di daerah satu dengan lainnya berbeda pelaksanaannya, bahkan merupakan suatu upacara yang unik.
Nyadran umumnya dilakukan dengan membersihkan makam, berdoa dan kemudian menaburkan bunga diatas pusara. Di suatu daerah merupakan tradisi bersama seluruh warga masyarakat, dengan disertai kenduri di atas makam (bersih desa). Ubarampe sesaji dibawa ke makam dengan wadah yang berbeda, dengan rumah-rumahan yang ditandu, atau dengan Jodhang, atau tenong; ada yang disertai pagelaran wayang kulit, dsb. Berbagai upacara yang dilakukan tersebut memakai nama sadranan atau nyadran.
Dalam Nagarakertagama yang disebut graddha adalah upacara penghormatan yang ditujukan untuk Rajapati Gayatri, merupakan pesta besar selama tujuh hari, dengan membuat arca bunga (puspa garira) sebagai wadah roh Sri Rajapatni. Dipuja dengan pelbagai doa dan mantra disertai bermacam-macam persembahan sesaji dari raja dan para pembesar berupa makanan uang dan pakaian, pergelaran kesenian yang sangat meriah. Pada hari terakhir arca bunga diturunkan dan dimusnahkan dengan upacara, semua sesaji makanan dibagikan kepada para abdi.
Penelitian ini bertujuan menelusuri apakah ada kemiripan unsur-unsur dalam tradisi sadranan dengan upacara graddha dalam Nagarakertagama, sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi nyadran berasal dari graddha."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Rochkyatmo
"ABSTRAK
Di dalam tradisi kehidupan masyarakat Jawa senantiasa akrab dengan unsur alam sekitarnya. Salah satu unsur hayati yang berhubungan erat dan akrab dengan kehidupan insan adalah bangsa unggas.
Sejak manusia dilahirkan hingga akhir hayatnya lazim­nya terikat oleh upacara-upacara tradisi sepanjang daur hidupnya. Dalam hal ini kehadiran jenis unggas ikut berpe­ran serta di dalam kegiatan upacara adat itu baik sebagai unsur upacara ataupun kelengkapan upacara itu.
Masih di dalam kehiduan tradisi pula, apabila seseorang telah memiliki lima unsur pokok dalam hidupnya, yaitu wisma, wanita, curiga, turangga dan kukila (rumah kediaman, isteri, keris, kuda tunggangan dan burung) dianggap telah mapan kehidupan sosial ekonominya. Kukila (burung merupakan salah satu unsur yang meningkatkan tataran prestige pemiliknya.
Hingga saat ini di antara anggota kelompok etnis Jawa ada yang gemar memelihara burung perkutut, nuri, platuk bawang, puter, bekiser sampai burung merak, bahkan burung-burung dari mancanegara pun tidak luput dari sasaran perburuan untuk memeliharanya. Pemilihan jenis-jenis unggas itu mengisyaratkan status sosial pemiliknya dan derajat kemampuannya. Selain itu unggas-unggas yang dipelihava itu dianggap dapat memberi daya pengaruh tertentu yang sifatnya positif terhadap pemiliknya : derajat, pengkat, rejeki dan sebagainya.
Tujuan penelitian ini dimaksud memberi jawaban atas perntanyaan yang dikemukakan di atas serta memberikan uraian keterlibatan jenis unggas di dalam segala aspek kehidupan manusia, seperti : upacara adat, makna simbolis, kepercayaan, pengobatan, pantangan, ragam hias, tata gelar perang sampai kepada perhitungan Pakuwon dan sebagainya.
Didalam penelitian ini dipergunakan metode pengumpulan data yang materinya, sumber-sumbernya digali dari karya tulis naskah, karya tulis cetak serta sumber tradisi lisan, berupa donggeng, ibarat, peribahasa dan sebagainya.
Hasil yang dicapai adalah paparan mengenai peran serta unggas atau jenis burung selaku sumber daya hayati dalam kaitan hubungan yang akrab dengan kehidupan manusia yang ternyata dapat memberi pengaruh baik serta memiliki makna simbolis, kekuatan mistis, dan lain sebagainya bahkan sampai keberadaannya sebagai lambang negara Republik Indonesia, dalam upaya meningkatkan dan memperluas wawasan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mamlahatun Buduroh
"ABSTRAK
Masyarakat Jawa merupakan kelompok sosial yang memiliki ciri-ciri paternalistik serta memegang teguh nilai-nilai agama yang diwariskan oleh para leluhurnya---Religius. Pada setiap kegiatan yang dilakukan mereka tidak meninggalkan ritual-ritual yang dianggap sebagai bentuk doa untuk meminta keselamatan kepada Tuhan. Dengan kata lain mereka telah memiliki nilai-nilai yang tertuju kepada Tuhan yang telah menjadi prinsip hi.dupnya. Hai tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Jawa begitu rnrens berhubungan dengan Tuhan.
Berpangkal dari hal tersebut, penelitian ini saya ajukan untuk mengetahui bagaimana masyarakat Jawa menjalin hubungan dengan Tuhan. Berasal darimanakah konsep-konsep yang melandasi adanya pola hubungan tersebut. Kemudian disebut apakah pola-pola tersebut dalam terminologi ilmiah.
Untuk itu saya melakukan penelitian dengan menelaah basil kebudayaan masyarakat Jawa yang berupa karya sastra, yaitu teks Wedatarna dan Wulangreh. Melalui kajian terhadap kedua teks tersebut saya menelusuri bagaimana prinsip hidup manusia Jawa dalam memahami keberadaan Tuhan.
Manusia Jawa sangat menyadari posisi hidupnya atas Tuhan. Oleh karena itu menjadi tujuan hidupnya untuk selalu bersikap yang seharusnya terhadap Tuhan. Sikapsikap tersebut dilakukannya sebagai upaya untuk dapat menempati kedudukan sempurna di hadapan Tuhan. Hal-hal tersebut dapat diperoleh manusia jika melakukan ajaran-ajaran yang berupa nilai-nilai yang dianjurkan oieh para leluhurnya, seperti yang tertuang dalam teks Wedatama dan Wulangreh.
Dengan penelilian kualitatif yang saya lakukan ini dapat diketahui bahwa masyarakat Jawa memiliki konsep hidup yang berasal dari nilai-nilai yang telah diwariskan melalui karya sastra, yang berupa pola-pola dasar dalam berhubungan dengan Tuhan. Pola-pola tersebut berupa uraian deskriptif yang menunjukkan bagaimana kedudukan dan fungsi irianusia Jawa atas Tuhan. Perilaku-perilaku yang harus diwujudkan oleh manusia terhadap Tuhan serta irnplikasinya bagi kehidupan manusia itu sendiri terhadap lingkungan sekitarnya. Pola hubungan itulah yang saya sebut sebagai etika ketuhanan dalam masyarakat kebudayaan Jawa.

"
2001
S11373
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jayabaya
"Buku ini aslinya karangan Bagawan Palasara masih menggunaka kata-kata kawi dan sekar ageng lalu dikarang kembali dengan diberi makna dalam bahasa Jawa biasa oleh Prabu Jayabaya. Isi teksnya berupa pelajaran-pelajaran yang berwujud ajaran olah rasa atau kebatinan. Mengenai sopan-santun (tatakrama). Diuraikan secara per bab ada sebanyak 105. Ada juga menyebut berbagai nama pohon yaitu nagasari, cempaka dan yang sejenis lainnya."
Kediri: Tan Khoen Swie, 1921
BKL.0039-PW 39
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Canisa Cahya Aulia Katri
"Tubuh dan ruang dipahami sebagai produk produk budaya dan sejarah yang saling berkorelasi dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang penari menggunakan ruang sebagai media untuk menghadirkan pengalaman gerak tubuh. Dengan mengkaji sebuah tarian, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki cara tubuh bergerak, berinteraksi dengan ruang, dan bagaimana budaya mempengaruhi hubungan tersebut. Masyarakat tradisional Jawa memiliki keyakinan kosmologis yang menunjukkan bahwa manusia hanyalah sebagian kecil mikrokosmos yang harus mengetahui posisinya dengan kekuatan yang lebih besar di alam semesta makrokosmos. Masyarakat tradisional Jawa menggunakan kepercayaan ini untuk membentuk arsitektur, yang juga tarian tradisional mereka. Tari Srimpi adalah salah satu tarian tradisional Jawa yang berkaitan erat dengan budaya dan tradisi daerah yang diadakan sebagai upacara sakral oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Kraton Jogja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memeriksa rekaman pertunjukan tari Srimpi di Bangsal Sri Manganti di Keraton Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepercayaan kosmologis yang mereka pegang mempengaruhi bagaimana penari Srimpi bergerak di dalam ruang dengan mengacu pada kekuatan pusat dan orientasi utara selatan.

Body and space are both cultural and historical products which correlate and affecting each other. Dancers present body movements experience as spatial performance in the architectural environment it takes place. By examining dance, this study aims to investigate the way bodies move through and interact with space and how cultural cognition affects their relationship. Javanese traditional people have the cosmological belief that humans are just a small part microcosmos who must know their position with the more significant power in the universe macrocosmos. Javanese traditional people use this belief to form architecture, which also their traditional dance. Srimpi Dance is one of the most known traditional Javanese dance, which closely related to the regional culture and tradition that held as a sacred ceremony by Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Kraton Jogja. The study uses the qualitative approach by examining the Srimpi dance performance recording at Bangsal Sri Manganti Ward of Kraton Yogyakarta. The result indicates the cosmological belief they hold influence how the dancer of the Srimpi dance embodied the space by the power of the center and north south oriented."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>