Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desak Putu Yuli Kurniati
"ABSTRAK
Pemenuhan hak reproduksi dan seksual perempuan menjadi salah satu strategi
penting untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di Indonesia. PKK menjadi
salah satu wadah dimana upaya pemenuhan hak reproduksi tersebut dilakukan.
Informasi, fasilitas, dan pelayanan kesehatan telah disediakan untuk mempercepat
upaya pemenuhan tersebut, namun upaya tersebut terkesan mengalami beberapa
kendala dalam aplikasinya di masyarakat. Sebuah studi kualitatif diperlukan untuk
mengetahui faktor internal dan eksternal yang menjadi kendalanya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan Rapid Assesment Procedures (RAP). Penelitian
dilakukan pada ibu-ibu PKK di Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan,
Bali, tahun 2012. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa dua dari enam hak
reproduksi yang diteliti sebagian besar belum terpenuhi dengan baik, diantaranya
adalah hak seksual serta hak dalam menentukan jumlah dan jarak anak. Tingkat
pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, persepsi, sumber daya yang dimiliki,
budaya, peran kelompok referensi (orang tua, suami, teman dan petugas
kesehatan) menjadi faktor yang terkait upaya pemenuhan hak reproduksi
perempuan. Peningkatan peran suami dan tokoh masyarakat untuk mendukung
pemenuhan hak reproduksi menjadi saran dari penelitian ini.

Abstract
The Fulfillment of sexual and reproductive rights become one of important
strategies to cope the health problems in Indonesia. PKK (Family Empowerment
and Welfare) to be one of place, where the efforts for the fulfillment of
reproductive rights have been done. Informations, facilities, and health services
have been provided to accelerate the fulfillment, but these efforts have not been
going well impressed in society. A qualitative study is needed to determine the
internal and external factors that become obstacles. This study used the Rapid
Assessment Procedures (RAP) approach. It was performed on the PKK in the
Sesetan Village, South of Denpasar District, Bali, year of 2012. The results of this
study found that two of six of reproductive rights have not been properly
unfulfilled, such as sexual rights and the right for determining number and
spacing of children. Level of education, employment, knowledge, perception,
resources, culture, and reference groups (parents, husband, friends and health
workers) to be associated factors for the fulfillment of women reproductive rights.
The study also suggested to enhance the role of husband and community leaders,
in supporting the fulfillment of reproductive rights."
2012
T31304
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aini Kurniati
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi yang ada di dalam Banjar Kaja serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan metode analisis jaringan komunikasi khusus dalam kaitannya dengan dimensi-dimensi teori yang mengkaji masalah struktur sosial pada arus informasi. Sumbangan praktis penelitian ini adalah memperkaya hasil-hasil penelitian dalam rangka mengidentifikasi hambatan-hambatan bagi berlangsungnya proses di dalam mempertahankan nilai-nilai budaya Bali.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan eksploratif, dan merupakan studi kasus, yaitu menggunakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan ("wholeness") dari objek yang diteliti. Informan penelitian ditentukan menurut "sampling intact system", yaitu mengambil satu jaringan komunikasi yang menghubungkan lebih dari 50 titik-titik hubungan dalam satu sistem.
Data untuk penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Data tentang jaringan komunikasi sosial diperoleh melalui metode "survey sociometry". Eksplorasi kualitatif dilakukan untuk menunjang strategi penelitian yang menyeluruh, yaitu selain mengadakan wawancara, juga menjalankan pengamatan langsung atau komunikasi sehari-hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara warga anggota Banjar dan bukan ataupun pendatang dalam menentukan anggota-anggota dari pihak kelompok masyarakat lain sebagai pasangan diadik yang menduduki prioritas pilihan utama. Klik-klik yang terbentuk berjumlah seluruhnya 9 klik yaitu 1 klik besar dan 8 klik kecil, yang dihubungan satu dengan lainnya oleh jalinan-jalinan komunikasi yang lemah atau rendah kedekatannya. Identifikasi dari peranan - peranan individual yang ditemukan adalah penghubung (liasion), jembatan (bridge), pemencil (isolate) dan bintang (star). Ada beberapa faktor yang yang mempengaruhi pembentukan jalinan komunikasi yaitu kedekatan jarak fisik, homo dalam latar belakang sosial budaya, dan kesamaan dalam karakteristik-karakteristik sosial budaya yang lebih berperan. Ditemukan kenyataan secara menyolok bahwa faktor usia tidak menentukan bentuk jaringan komunikasi masyarakat Banjar Kaja. Tingkat pendidikan juga tidak mempunyai peran yang cukup berarti dalam menentukan pilihan-pilihan sosial di sini."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiyas Putri Megawati
"Lembaga Perkreditan Desa Adat merupakan lembaga keuangan desa adat di Provinsi Bali yang didirikan dengan syarat memiliki awig-awig sebagai pedoman bagi desa adat tersebut. Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan menjalankan kegiatan usahanya, salah satunya yaitu memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat adat Sesetan. Salah satu syarat untuk mengajukan kredit di Lembaga Pekreditan Desa Adat Sesetan ini yaitu adanya jaminan kredit, yaitu jaminan fidusia. Skripsi ini menggunakan metode analisis data kualitatif dan metode penelitian normatif. Dari penelitian ini diketahui bahwa dalam menjalankan perjanjian jaminan fidusia tersebut, pihak Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan dan debitur tidak melakukan pengikatan jaminan fidusia secara notaril. Pihak Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan hanya melakukan pengikatan dengan akta bawah tangan. Hal ini tidak sesuai dengan pengaturan yang telah diatur dalam Pasal 5 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Sedangkan dalam hal ini terkait dengan perjanjian kredit yang dibuat oleh Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan ini tidak bertentangan dengan aturan hukum perjanjian yang berlaku.

Lembaga Perkreditan Desa Adat is a financial Adat institution located in the Province of Bali, duly established with a condition that it has obtained awig-awig as a guideline for such Desa Adat. Lembaga Perkreditan Adat Sesetan runs its business activities, such as giving a credit loans to the community of Sesetan. One of the obligations to apply for credit loans in Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan is having a collateral upon the credit loans, which is Fiducia. This thesis is using analytical and qualitative method and informative research method. From this research, it is known that in terms of conducting the credit loans agreement with fiduciary, Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan and its Debtor are not bound by Notarial deed. Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan and its Debtor is only bound by the privately made deed. This is not conformed with the provisions in the Article 5 Regulation No. 42 Year 1999 on Fiduciary. But on the other hand, the credit loans agreement that made by Lembaga Perkreditan Desa Adat Sesetan is actually not violate the applicable law regarding agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Nurul Haq
"Tesis ini membahas tentang proses pembentukan BUM Desa Segara Giri di Desa Sanur Kauh yang memiliki konteks adat yang kuat. Wilayahnya mencakup pelemahan adat Intaran ditinggali oleh komunitas adat Sanur yang sudah memiliki sistem pembangunan yang mapan. Pakraman Intaran juga sudah membentuk BUMDas Intaran sebelum BUM Desa Segara Giri terbentuk. Konteks ini menjadikan proses pembentukan BUM Desa di Sanur Kauh sangat dinamis dengan diwarnai oleh kesamaan identitas pelakunya sebagai sesama anggota komunitas adat Sanur. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses itu terdiri atas lima tahapan, yakni musyawarah desa, sungkem pada otoritas adat, kesepakatan pembagian bidang usaha, implementasi usaha dan pembagian keuntungan. Analisis temuan penelitian mengungkap bahwa proses ini merupakan proses pembangunan lokal yang didasari oleh nilai lokal yang dimiliki oleh anggota komunitas. Meskipun BUM Desa merupakan konsep pembangunan nasional, namun pelaku pembangunan di level desa yang semuanya merupakan bagian dari komunitas adat Sanur menerjemahkannya dalam nilai-nilai adat setempat yang berdasarkan pada tri hita karana. Hal ini juga mengindikasikan adanya kesamaan identitas pelaku pembangunan yang membuat dualisme berjalan dengan baik di Desa Sanur Kauh.

Tesis discussed about development process of BUM Desa segara Giri in Sanur Kauh Village whom had strong customary context. In its territory of Sanur Kauh, locals also recognized customary village named Pakraman Intaran. Indigenous peoples of pakraman Intaran also part of customary law community of Sanur that has developed social development planning based on local values in terms of Tri Hita karana. Pakraman Intaran has already had their own BUM Desa named BUMDas Intaran 3 years before the development of BUM Desa Segara Giri started. This context of development process brought dynamics in early stages of BUM Desa Segara Giri. The results if this research concluded that the process went in five stages started in early 2016 with village forum held by Sanur Kauh Village, head of BUM Desa Segara Giri went to seek permission from customary authorities after this forum concluded that establishment of their own BUM Desa needed. Result of their meetings were an agreement to not running business on field already taken by customary authorities. This agrement adressed on business implementation of BUM Desa Segara Giri. Research also discovered of their sharing profit scheme to each authorities. These findings analyzed came to conclusion that the process of developing BUM Desa Segara Giri was part of local development held in local values with local process. Development actors of these process shared the same social identity as part of local customs. With this single identity they were conquered the threats of being divided with dualism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ni Wayan Juli Artiningsih
"ABSTRACT
Gandrung merupakan sebuah tari pergaulan yang sejenis dengan tari Joged Bumbung. Tari dibawakan oleh penari laki-laki yang berpakaian perempuan. Dari beberapa tari Gandrung yang masih ada salah satunya adalah tari Gandrung di Banjar Suwung Batan Kendal, Kelurahan Sesetan, Kota Denpasar.
Penelitian ini dipandang urgen untuk dilakukan karena dari serkian banyak penelitian dan laporan hasil penelitian yang dapat dibaca dan diamati, belum banyak ditemukan kajian ilmiah yang membahas mengenai tari Gandrung yang ada di Banjar Suwung Batan Kendal. Tulisan ini bertujuan untuk melengkapi sebagai referensi bagi kalangan akademik maupun non-akademik dalam rangka mempelajari pertunjukan tari Gandrung di Banjar Suwung Batan Kendal.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan seni pertunjukan. Ada tiga pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu (1) bagaimana bentuk tari Gandrung di Bandar Suwung Batan Kendal?; (2) bagaimana fungsi tari Gandrung di Banjar Suwung Batan Kendal?, dan (3) bagaimana estetika tari Gandrung di Banjar Suwung Batan Kendal?. Sebagai pisau analisis digunakan tiga teori yaitu teori Bentuk, teori Fungsional-Struktural, dan teori Estetika. Seluruh data penelitian ini, baik data primer maupun data sekunder diperoleh melalui teknik observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi.
Dari hasil kajian diperoleh jawaban seperti berikut. (1) Tari Gandrung di Banjar Suwung Baton Kendal tersebut disajikan dalam bentuk tunggal dan ditarikan oleh seorang penari laki-laki yang belum menginjak dewasa atau mengalami masa akil baliq. Hal ini dapat dilihat dari komponen struktur pertunjukan, gerak tari, penari, tata rias dan busana, musik iringan serta tcmpat pertunjukannya. (2) Berdasarkan fungsinya, seni pertunjukan Gandrung di Banjar Suwung Batan Kendal memiliki tiga fungsi yaitu berfungsi sebagai seni pertunjukan yang bersifat ritual, hiburan, dan solidaritas. (3) Estetika pads tari Gandrung di Banjar Suwung Batan Kendal, nampak terlihat pada pementasannya yang dapat diamati dari ragm gerak tari, musik iringan, tata rias an busana yang digunakannya."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sheryn Lawrencya
"Menjamin hak dasar warga negara merupakan tugas dan kewajiban setiap negara. Terlebih bagi warga binaan, meskipun kemerdekaannya dirampas namun tetap melekatnya hak serta perlindungan yang wajib diberikan. Ketentuan mengenai pemenuhan hak bagi warga binaan telah diatur baik secara nasional maupun internasional, khususnya bagi warga binaan perempuan dewasa dan anak. Kebijakan suatu negara harus menjadi landasan yang kuat untuk memenuhi hak warga binaan perempuan khususnya dalam fungsi reproduksi dan meningkatkan kesehatan mereka di dalam Lembaga pemasyarakatan. Metode penelitian doktrinal digunakan untuk mengidentifikasi sumber hukum yang diteliti melalui teknik pengumpulan data yaitu studi dokumen dan wawancara kepada LPP Kelas IIA Jakarta, LPP Kelas IIA Tangerang dan LPKA Kelas I Tangerang. Metode perbandingan hukum digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dalam penulisan ini yaitu dengan Singapura dan Australia untuk tujuan mengembangkan hukum nasional, pembaharuan hukum, serta mempertajam arah penelitian hukum. Implementasi pelayanan kesehatan belum memadai serta peraturan pemerintah terkait perawatan dan pelayanan kesehatan reproduksi terhadap warga binaan perempuan masih belum mampu mengakomodir pemenuhan hak tersebut. Sehingga negara diharapkan dapat menetapkan peraturan pelaksana mengenai pemenuhan hak fungsi reproduksi warga binaan perempuan agar tidak terjadinya kekosongan hukum dan memberikan kepastian serta kemanfaatan bagi warga binaan perempuan dewasa dan anak.

Ensuring the basic rights of citizens is the duty and obligation of every state. Especially for inmates in correctional institution, although their independence is deprived, there are still inherent rights and protections that must be provided. Provisions regarding the fulfillment of rights for prisoners have been regulated both nationally and internationally, especially for female prisoners and children. A country's policy must be a strong foundation to fulfill the rights of female prisoners, especially in reproductive function and improve their health in correctional institutions. The doctrinal research method is used to identify the legal sources studied through data collection techniques, namely document studies and interviews with LPP Class IIA Jakarta, LPP Class IIA Tangerang and LPKA Class I Tangerang. The comparative law method is used in solving the problems in this paper, namely with Singapore and Australia for the purpose of developing national law, legal reform, and sharpening the direction of legal research. The implementation of health services is inadequate and government regulations related to reproductive health care and services for female prisoners are still unable to accommodate the fulfillment of these rights. So that the state is expected to establish implementing regulations regarding the fulfillment of the reproductive function rights of female prisoners so that there is no legal vacuum and provide certainty and benefits for adult and child female prisoners."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Margaret
"Penelitian mengenai community policing telah banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, bahkan di berbagai negara. Dengan mengusung kinerja kepolisian yang lebih humanis dan berpendekatan kepada penyelesaian masalah gangguan keamanan dan ketertiban yang ada di masyarakat, community policing menjadi konsep pemolisian yang dianggap positif dengan menempatkan masyarakat tidak lagi sebagai obyek pemolisian tetapi turut bermitra dengan polisi sebagai subyek dalam mengatasi masalah-masalah gangguan keamanan dan ketertiban.
Dalam tesis ini, penulis (sekaligus sebagai peneliti) ingin memberikan gambaran yang berbeda dari sisi community policing yang notabene dikonsepkan oleh kepolisian dengan programnya yang sering disebut sebagai grand strategy Polri dengan mendekatkan diri kepada masyarakat. Community policing juga merupakan suatu filosofi bagi lahirnya pemolisian yang bermitra dengan masyarakat, tidak selalu dipandang sebagai konsep yang positif saja. Ternyata dari hasil penelitian ini, penulis mendapatkan realitas-realitas di lapangan bahwa terdapat relasi kuasa yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan community policing.
Dengan metode penelitian kualitatif, penulis ikut berpartisipasi langsung dalam melakukan wawancara dan mengikuti kegiatan-kegiatan pengamanan yang dilakukan oleh Polda Bali dan pecalang. Penulis melakukan wawancara dengan para informan yang sudah ditentukan yang dapat memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penulisan tesis ini seperti anggota Satuan Pariwisata Polda Bali, Bhabinkamtibmas Pariwisata Polda Bali dan pecalang serta beberapa informan tambahan yang memiliki kompetensi untuk memberikan informasi mengenai relasi kuasa yang terdapat dalam pelaksanaan community policing di Denpasar, Bali diantara Polda Bali dan pecalang.
Pemikiran Dahrendorf mengenai Teori Konflik terkait dengan penggunaan kekuasaan menjadi teori utama dalam penelitian ini. Dengan kerangka Teori Dahrendorf, penulis melihat bahwa relasi kuasa yang terdapat dalam pelaksanaan kegiatan community policing di Denpasar, Bali sesuai dengan buah pikir Dahrendorf mengenai kelompok superior dan kelompok subordinat.
Polda Bali sebagai institusi formal dan pecalang sebagai wakil masyarakat jelas memiliki kapasitas kekuasaan yang berbeda dalam melakukan pengamanan di lingkungannya. Pecalang yang dijadikan mitra oleh Polda Bali dalam setiap kegiatan pengamanan di Bali menjadi bentuk kooptasi yang dilakukan Polda Bali dengan tujuan untuk melegitimasi kekuasaan yang dimiliki Polda Bali sebagai bagian dari pemerintah.

There are many studies about community policing that held in many regions in Indonesia, also in other countries. By doing the policing that comes to solve the criminal problems in the society, community policing became positively minded, because community policing puts the society not as an object of the policing, but the society is the subject of the policing to solve the society's problems in criminals.
This thesis explains about the community policing from the form that already settled by the police in Indonesia as the program called Grand Strategy Polri that aiming the partnership between the police and the community. As a philosophy of humanist policing, community policing is not always give the positive impacts. In this thesis, the author (also as the researcher) got so many realities that there is a power relationship in doing the community policing.
Using the qualitative method of study, the author participated directly in doing the interview and take part in the activities that put Polda Bali dan pecalang together in community policing. The author had interviewed with the purposive informans such as Satuan Pariwisata Polda Bali, Bhabinkamtibmas Pariwisata Polda Bali and pecalang and the other informans that competent to give the explanations about the power relationship in the community policing.
Dahrendorf's theory about the power relationship in society is the main theory of this thesis. As seen by the author, there is the power relationship between Polda Bali dan pecalang in implementing the community policing in Denpasar, Bali, as Dahrendorf?s thought about superiority and the subordinant group."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Maharani
"

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pasal-pasal terkait pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Rangkaian regulasi tersebut secara tekstual mengalienasi hak-hak perempuan lajang atas pemenuhan HKSR mereka, karena hanya perempuan menikah saja yang berhak atas kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sosio-legal, dengan menganalisis implikasi dari pasak-pasal dalam ketiga peraturan perundang-undangan tersebut melalui pendekatan kualitatif. Temuan dalam penelitian ini adalah: 1. Rangkaian regulasi kesehatan seksual dan reproduksi yang berlaku berpotensi menjadi justifikasi untuk menolak perempuan lajang yang ingin mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi; 2. Rangkaian regulasi yang ada berperan dalam penegakan stigma negatif yang menyelubungi pemenuhan HKSR bagi perempuan lajang; dan 3. Perlunya rangkaian regulasi yang sensitif dengan isu gender dan harusz inklusif bagi semua perempuan dan tidak hanya merujuk kepada pengalaman perempuan berstatus menikah.

 


This research aims to analyze the laws around Sexual and Reproductive Health Rights (SRHR) in Law on Health (Law No. 36/2009), Government Regulation on Reproductive Health (Government Regulation No. 61/2014) and Minister of Health Regulation on Health Services during Pre-Pregnancy, Pregnancy, Childbirth and Post-Childbirth, Contraceptive Services and Sexual Health Services (Minister of Health Regulation No. 97/2014). These laws and regulations textually alienate unmarried women and their sexual and reproductive health rights since the laws only recognizes sexual and reproductive health rights for married women. The method used to conduct this research is socio-legal method, which analyzes the implication that comes from the aforementioned laws and regulations through qualitative approach. This research finds: 1. The laws and regulations on sexual and reproductive health has the potential to justify any medical facility to reject unmarried women that wanted to access sexual and reproductive healthcare; 2. The existing set of law and regulations has a role in upholding the negative stigma surrounding SRHR for unmarried women; and 3. There is a need for a set of laws and regulations that are sensitive to gender issues and that it should be inclusive to all women and not only centered around the experience of married women.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Binacipta, 1976
346.048 2 SEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>