Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Prasojo
"Persamaan hak, kedudukan serta kewajiban dihadapan hukum, baik tersangka, terdakwa, dan aparat penegak hukum masing-masing mempunyai hak dan kedudukan serta kewajiban yang sama dihadapan hukum. Salah satu upaya untuk menjamin perlindunganterhadap hak asasi seorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah melaui Lembaga Praperadilan yang diatur dalam KUHAP. Kegiatan penyidikan dalam penangkapan dan penahanan sangatlah erat dengan pengekangan sementara waktu dalam rangka pembatasan kebesan dan hak asasi seseorang, akan tetapi pengekangan tersebut bersifat sementara guna untuk kepentingan penyidikan maupun penuntutan yang harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP.

Rights and Responsibility are equal before the law. Wether suspect or convict or even the authorities each have the same rights before the law which is equal. One of the efforts to guarantee the Human rights in the criminal court of justice is none other than the Pre Trial phase which stated in KUHAP. The Investigation during catch and detention proccess are imminent in which the suspect are restraint from their liberation to leave the premises, however this detention process only temporary due to the investigation of the authority."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43891
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Gusti Aldina
"Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sebagai dasar untuk melakukan penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap Raffi Farid Ahmad Namun terdapat permasalahan didalam perumusan kedua klausula ini dikarenakan didalam peraturan perundang undangan baik dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana KUHAP maupun Undang Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak memberikan secara jelas definisi dan penjelasan mengenai penggunaan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup tersebut Hal ini penting untuk dibahas guna menjawab permasalahan mengenai sah atau tidaknya suatu penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana khususnya tindak pidana narkotika Untuk mendapatkan jawabannya penulis menganalisis putusan praperadilan yang diajukan oleh Raffi Farid Ahmad kemudian melakukan wawancara untuk mendukung data data sekunder yang penulis pergunakan dalam tulisan ini Melalui metode tersebut penulis mendapatkan suatu kesimpulan bahwa pemberian definisi mengenai bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup merupakan hal yang penting untuk diatur dan dijelaskan dalam KUHAP maupun Undang Undang Narkotika sehingga tercipta kepastian hukum.

In this paper the author discusses clauses of probable cause and reasonableness as a basis for arresting Raffi Farid Ahmad In the case these problems in the formulation of both clauses The use of the both clauses are not clearly explained and defined in Criminal Procedural Law KUHAP and the Narcotics Act It is important to be discussed in the order to answer the validity of the arrest and detention of a person that suspected did a crime especially the crime of narcotics The author has analyzed a pretrial hearing that has submitted by Raffi Farid Ahmad then conducted interview to support secondary data Through this method the author obtains a conclusion that giving a definition clauses of probable cause and reasonableness to be set and described in the legislation."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Batubara, Jose Samuel
"Skripsi ini menganalisis mengenai penerapan prinsip fair trial dalam proses penangkapan tersangka pelaku tindak pidana terorisme di Indonesia. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Penegakan hukum dalam tindak pidana terorisme diatur dalam UU Nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Tindak pidana terorisme yang digolongkan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa tentunya mendapatkan atensi khusus dari pemerintah dari segi penanganannya. Aparat yang diberikan legitimasi tinggi dari pemerintah untuk menumpas terorisme seringkali melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap tersangka pelaku terorisme, yang sering terjadi pada saat proses penangkapan hingga menyebabkan aksi extrajudicial killing, seperti pada contohnya kasus QA (19) di Kabupaten Poso Pesisir Utara pada tahun 2020 silam. Indonesia sebagai negara hukum mengharuskan semua tindakan, baik oleh warga sipil maupun aparat penegak hukum, untuk berlandaskan hukum yang berlaku guna menciptakan keadilan dalam masyarakat. Meskipun terorisme digolongkan sebagai tindak pidana khusus, namun dalam proses penangkapannya harus tetap sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan mengedepankan nilai-nilai hak asasi manusia.

This thesis analyzes the application of the principle of fair trial in the process of arresting suspects of terrorism in Indonesia. This thesis is prepared by using doctrinal research method. Law enforcement in the criminal act of terrorism is regulated in Law Number 5 of 2018 concerning the eradication of criminal acts of terrorism. The crime of terrorism, which is classified as an extraordinary crime, certainly gets special attention from the government in terms of handling it. Officials who are given high legitimacy from the government to eradicate terrorism often commit human rights violations against suspected perpetrators of terrorism, which often occurs during the arrest process, causing extrajudicial killings, such as the case of QA (19) in Poso Pesisir Utara Regency in 2020. Indonesia as a state of law requires all actions, both by civilians and law enforcement officials, to be based on applicable laws in order to create justice in society. Although terrorism is classified as a special criminal offense, the arrest process must still be in accordance with applicable procedures, and prioritize human rights values."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Martha Hamzah
Jakarta: PSHK, 2014
347.06 CHA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rafael Alfin Pradana
"ABSTRAK
Perlindungan hak tersangka sebagai salah satu bentuk perwujudan Hak Asasi Manusia dirasakan tidak lagi diutamakan dalam proses hukum pidana. Penetapan tersangka sebagai dasar pengenaan upaya paksa terhadap seseorang dalam proses hukum pidana tidak mengutamakan hak asasi manusia dan tidak sesuai asas due process of law. Bukti permulaan yang cukup sebagai dasar untuk menetapkan tersangka tidak diberikan definisi yang jelas dalam KUHAP, hal ini mengakibatkan banyak orang yang ditetapkan sebagai tersangka tanpa melalui prosedur yang jelas. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data data sekunder melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel, jurnal, dan skripsi. Melalui metode tersebut, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa pengaturan mengenai definisi bukti permulaan yang cukup sangat penting demi terciptanya kepastian hukum.

ABSTRACT
The protection suspect rsquo s rights as one of the manifestations of Human Rights is no longer a priority in criminal proceedings. Suspect Determination as a basis to execut forced efforts against a person in criminal proceedings is not prioritizing human rights and not according to the principle of due process of law. Probable cause as the base of suspect determination is not given a clear definition in the Criminal Procedure Code, this resulted in many people being designated as suspects without going through a clear procedure. This research was conducted by data collection method of secondary data through legislation, books, articles, journals, and thesis. Through this method, the authors conclude that the regulation of probable cause definition is essential for creating legal certainty."
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Yudiputra
"Pandemi COVID-19 menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan masyarakat seperti dilarang berkerumun maupun masyarakat menjadi lebih aktif dalam ranah digital. Perubahan tersebut memunculkan tindak pidana yang sudah lama tiada, seperti melanggar UU Wabah Penyakit Menular, serta meningkatnya kasus pelanggaran UU ITE. KUHAP, sebagai pedoman untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga upaya paksa, belum mengatur cara melakukan hal tersebut dalam situasi pandemi COVID-19. Skripsi ini akan membahas mengenai penyelidikan, penyidikan, upaya paksa, maupun bukti permulaan yang cukup dalam menangani kasus-kasus yang terjadi selama pandemi COVID-19 seperti Aksi Hardiknas 2021 tentang kerumunan dan Ravio Patra mengenai UU ITE, kemudian dianalisis dengan KUHAP serta hukum yang berlaku selama ini mengenai hal tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah selama pandemi COVID-19 belum terdapat peraturan baru mengenai pelaksanaan KUHAP di situasi ini, serta masih terjadinya tindakan penyelidik/penyidik di luar dari prosedur hukum yang diatur sejauh ini seperti menggunakan kekerasan, ancaman, kebohongan, atau melakukan interogasi yang tidak ada dalam KUHAP maupun turunannya. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan pelaksana KUHAP dalam situasi pandemi COVID-19 serta perlu segera disahkan RKUHAP agar dapat menjawab permasalahan yang ada dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia berdasarkan analisis dari dua kasus ini.

The COVID-19 pandemic has caused changes in people’s lives, such as being prohibited from gathering and people becoming more active in the digital realm. Due to these changes, there is an increasing trend cases of violation of the Infectious Diseases Outbreak Law and an increasing number of cases violating the Information and Electronic Transactions Law (UU ITE). The Criminal Procedure Code (KUHAP) as a guideline for conducting investigations and forced efforts has not regulated how to execute those during COVID-19. This thesis will discuss investigations, forced efforts, and sufficient preliminary evidence in handling cases during COVID-19 such as Hardiknas 2021 Demonstration regarding crowds and Ravio Patra regarding UU ITE, which will be analyzed with the Criminal Procedure Code and applicable laws. This research was conducted using qualitative research methods in the form of normative juridical research. As the conclusions of this thesis, it is found that during COVID-19 pandemic, there were no new regulations regarding the implementation of the Criminal Procedure Code and the actions used by investigators outside of the legal procedures are still happening such as violence, threats, lies, or conducting interrogations that did not exist in the Criminal Procedure Code and its derivatives. Therefore, there is a need for regulations on how to implement the Criminal Procedure Code during COVID-19 and it is necessary to immediately ratify the Criminal Procedure Code Draft to be able to solve problems that exist in the Indonesian Criminal Procedure Code based on the analysis of these two cases."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Faustine Jonathan
"Pengaturan mengenai syarat-syarat upaya paksa penahanan dalam peraturan peraturan perundang-undangan di Indonesia belumlah memadai. Kurang memadainya pengaturan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan upaya paksa penahanan dalam penegakan hukum sehari-hari. Ketidakpastian hukum tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana agar di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut, diatur lebih jelas mengenai upaya paksa, khususnya penahanan.

The regulations for conditions of validity of forceful measures in Indonesian legislation is not regulated clearly and well enough yet. The lack of regulations leads to legal uncertainity in the implementation of detention in law enforcement daily activities. The legal uncertainity has the potential to cause harm to society. Research methods used in this research is juridist normatives. The result of this research suggest that revision of the Law Number 8 of 1981 on Criminal Procedure and Police Chief Regulatory Number 14 of 2012 on Management of Criminal Investigation in order in both laws, shall be clear about the forceful measures, especially detention."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Djusnita
"Karakter utama dari penangkapan dan penahanan adalah pengekangan sementara waktu untuk kepentingan penyidikan atau penuntutan yang terkait dengan hak asasi manusia, khususnya hak kebebasan bergerak. Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No.15 Tahun 2003 menyatakan bahwa hukum acara pidana yang digunakan adalah sebagaimana ketentuan dalam KUHAP dengan beberapa pengecualian, diantaranya mengenai jangka waktu penangkapan dan penahanan yang ditentukan lebih lama dibandingkan KUHAP sehingga tidak memenuhi ketentutan Pasal 9 International Covenant Civil and Political Rights (ICCPR) yang mensyaratkan seseorang yang disangka melakukan suatu tindak pidana harus diperiksa dalam waktu yang wajar. Jangka waktu penangkapan dan penahanan yang lebih panjang tersebut masih dirasa kurang dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia sehingga muncul usulan perpanjangan terhadapnya dengan alasan tindak pidana terorisme merupakan bagian dari kejahatan terorganisir (organized crime) sebagaimana diatur dalam United Nations Transnational Organized Crime (UNTOC). Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai penangkapan dan penahanan dalam tindak pidana terorisme, dengan merujuk kepada KUHAP dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 sebagai instrumen hukum nasional serta International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan United Nations Transnational Organized Crime (UNTOC) sebagai instrumen hukum internasional.

The main character of the arrest and detention is the temporary confinement for the purposes of investigation or prosecution relating to human rights, particularly rights of freedom of movement. Article 25 paragraph (1) of Act 15 of 2003 states that the law of criminal procedure used was as provisions in the Criminal Procedure Code with some exceptions, including the arrest and detention time period prescribed for longer than the Criminal Procedure Code so it does not meet Article 9 International Covenant Civil and Political Rights (ICCPR) which requires a person accused of a crime should be examined within a reasonable time. Arrest and detention period longer still felt lacking in efforts to eradicate criminal acts of terrorism in Indonesia, so emerged the proposed extension by reason of a criminal act against terrorism is part of organized crime as stipulated in the United Nations Transnational Organized Crime (UNTOC). In this paper will discuss the arrest and detention in the criminal act of terrorism, with reference to the Criminal Procedure Code and Act 15 of 2003 as an instrument of national law and the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) and the United Nations Transnational Organized Crime (UNTOC) as an instrument of international law.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S443
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasry Noor
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>