Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162050 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Nurjaman
"ABSTRAK
Grinding ball merupakan salah satu komponen dalam mesin ball mill yang
berfungsi untuk menggerus batuan mineral menjadi partikel yang sangat halus
(100-300 mesh). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penambahan unsur paduan berupa khromium, molibdenum, vanadium, dan boron
terhadap sifat-sifat mekanik grinding ball terbuat dari material high chromium
white cast iron, serta pengaruh volume karbida primer, karbida sekunder, dan
austenit sisa terhadap ketahanan aus produk grinding ball.
Pembuatan grinding ball berukuran Ø50 mm dilakukan dengan menggunakan
teknik pengecoran logam dengan menggunakan tungku induksi. Berikut ini adalah
komposisi kimia dari masing-masing grinding ball dalam penelitian ini: 2,18C -
13Cr - 1.38Mo; 1.94C - 13.1Cr - 1.29Mo - 1.307V; 1.89C - 13.1Cr - 1.32Mo -
1.361V - 0.00051B; 2.12C - 16.5Cr - 1.55Mo. Proses perlakuan panas dilakukan
terhadap material tersebut berupa: (1) subcritical heat treatment (700oC, 1 jam)
dengan pendinginan udara atmosfer, (2) hardening (950oC, 5 jam) dengan
pendinginan udara paksa, (3) tempering (250oC, 1 jam) dengan pendinginan udara
atmosfer. Karakterisasi untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan struktur mikro
dari material tersebut dilakukan melalui beberapa pengujian diantaranya adalah
analisa komposisi kimia (Optical Electron Spectroscopy/OES), uji kekerasan
(Brinell/ASTM E-10), uji impak (Charpy/ASTM E-23), analisa struktur mikro
(mikroskop optik, SEM, XRD), dan uji ketahanan aus/wear rates (laboratory ball
mill unit).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan khromium, molibdenum,
vanadium, dan boron memberikan peningkatan yang signifikan terhadap nilai
kekerasan dan ketahananan aus pada material high chromium white cast iron.
Nilai ketahanan aus grinding ball yang tinggi dimiliki oleh material dengan
komposisi 1.89C - 13.1Cr - 1.32Mo - 1.361V - 0.00051B (as-cast) dan 2.12C -
16.5Cr - 1.55Mo (as-tempered), dimana nilai ketahanan aus material tersebut
lebih baik dibandingkan dengan grinding ball impor asal China dan India.
Ketahanan aus yang tinggi pada material tersebut diakibatkan oleh nilai kekerasan
dan ketangguhan yang berimbang, besarnya kandungan volume karbida primer
dan sekunder dalam matriks martensit, rendahnya kandungan austenit sisa, serta
morfologi karbida primer dan sekunder yang halus.

Abstract
Grinding ball is one of the components in the ball mill unit to grind the minerals
rock into very fine particles (100-300 mesh). The purpose of this research are to
investigate the effect of alloying elements, such as chromium, molybdenum,
vanadium, and boron on the mechanical properties of grinding ball which is made
from high chromium white cast iron, and to investigate the effect of primary and
secondary carbide volume fraction and also retained austenite volume on the wear
resistance of grinding ball.
The manufacturing of Ø50 mm grinding ball was conducted by using the iron
casting process. The following are the chemical composition of the grinding ball?s
materials in this research: 2.18 C-13 Cr- 1.38 Mo; 1.94 C-13.1 Cr-1.29Mo-1.307
V; 1.89 C-13.1Cr-1.32 Mo-1.361 V-0.00051B; 2.12 C-16.5 Cr-1.55 Mo. The heat
treatment process were conducted into those materials include: (1) Subcritical heat
treatment (700 ° C, 1 h) with atmospheric air cooling , (2) Hardening (950oC, 5
hours) with forced air cooling, and (3) Tempering (250oC, 1 hour) with
atmospheric air cooling. Materials characterization was conducted to find out the
mechanical properties and micro structure of those materials by using a few
testing methods, there were: chemical analysis (Optical Electron
Spectroscopy/OES), hardness testing (Brinell/ASTM E-10), impact testing
(Charpy/ASTM E-23), micro structure analysis (optical microscope, SEM, XRD),
and wear resistance/wear rates testing (laboratory ball mill unit).
From the results, the addition of alloying elements, such as chromium, vanadium,
molybdenum and boron provided a significant improvement on the hardness and
wear resistance of high chromium white cast iron. The high wear resistance was
owned by the material with 1.89 C-13.1Cr-1.32 Mo-1.361 V-0.00051B (as-cast)
and 2.12 C-16.5 Cr-1.55 Mo (as-tempered), which were better than grinding ball?s
material from China and India. It was caused by a good combination between
hardness and toughness, higher primary and secondary carbide volume fraction in
martensitic matrix, lower retained austenite volume, and finer structure of primary
and secondary carbide."
2012
T31512
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Is Prima Nanda
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T41236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danie Perdana Hakim
2001
S41393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Yulianingsih
"Kebutuhan akan grinding ball yang cukup besar dan krisis ekonomi yang melanda indonesia membuat pengadaan grinding ball yang selama ini masih import menjadi penghambat industri dalam melakukan proses produksi. Oleh karena itu para pelaku bisnis lokal berusaha untuk memproduksi grinding ball ini sendiri salah satu perusahaan pengecoran terkemuka di Indonesia telah memproduksi grinding ball selama kurang lebih 20 tahun, tetapi uji coba di lapangan menunjukkan kwalitas produk yang kurang baik. Hal tersebut terlihat masih banyaknya grinding ball yang mengalami pecah sehingga perlu dilakukan analisa kerusakan untuk memperbaikinya.
Penelitian ini menyelidiki karakterisasi grinding ball lokal hasil pengecoran. Analisis kerusakan ini menggunakan pembanding berupa grinding ball ex-import. Perbandingan yang dilakukan meliputi pengecoran visual, komposisi, kekerasan da struktur mikro. Pengujian ini menggunakan grinding ball dengan ukuran bermacam-macam yaitu 25 mm (1 inci), 50 mm(2 inci) dan 90 mm (3,5 inci).
Hasil pengujian menunjukkan terdapatnya perbedaan antara kedua grinding ball tersebut. Pada pengamatan visual dari grinding ball ex-lokal didapat banyak cacat pada bagian tengah grinding ball tersebut. Cacat ini disebabkan oleh proses pengecoran yang kurang tepat dan atau proses perlakuan panas yang kurang tepat. Adanya cacat inilah yang menjadi penyebab kualitas grinding ball yang buruk. Perbedaan lain juga terlihat pada komposisi grinding ball tersebut. Hal ini dilihat dari kadar chromium yang cukup berbeda, dan juga kehadiran unsur mangan yang cukup membuat masalah. Perbedaan diatas sangat berpengaruh pada distribusi kekerasan dari grinding ball.
Pemilihan terhadap desain proses pengecoran (casting) baik dan pengontrolan pola perlakuan panas sangat diperlukan. Ketidaktepatan dalam pemilihan dan pengontrolan kedua hal tersebut akan menghasilkan sifat mekanis yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan cacat pada produk."
2001
S41507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wali Riansyah Z.
"Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan Mo terhadap material high chromium white cast iron serta pengaruh heat treatment, yang terdiri dari sub critical, destabilisasi, sub zero treatment dan tempering. Dalam penelitian ini telah dibuat material high chromium white cast iron dengan komposisi 2.2C - 13Cr dan 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo, kemudian dilakukan heat treatment terhadap material tersebut yang berupa subcritical, destabilisasi, subzero treatment, dan tempering. Destabilisasi dilakukan pada temperatur 850°C, 950°C, dan 1050°C selama 5 jam. Masing-masing material di quench kedalam nitrogen cair sesaat setelah keluar dari furnace. Pengujian dilakukan dengan mikroskop optik, mikroskop elektron, X-Ray Diffraction (XRD) serta pengujian kekerasan juga ketangguhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi diperoleh pada temperatur destabilisasi 950oC baik pada material dengan komposisi 2.2C - 13Cr maupun material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Secondary carbide terbanyak diperoleh pada temperatur destabilisasi 950°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr dan pada temperatur 850°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Fraksi volume secondary carbide yang sangat rendah ditemukan pada temperatur destabilisasi 1050oC baik pada material dengan komposisi 2.2C - 13Cr maupun material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Retained austenite berdasarkan XRD menunjukkan intensitas tertinggi pada temperatur 850°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr dan pada 1050°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo.

This research was did to studying influence of Mo to the high chromium white cast iron material, and effect of heat treatment that consist of sub critical treatment, destabilization, sub zero treatments and tempering. In this research have been made high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo, then heat treatment was applied to the material that consist of sub critical treatment, destabilization, sub zero treatment and tempering. Destabilization were undertaken at temperature 850°C, 950°C, and 1050°C for 5 hour. Each sample was liquid nitrogen quenched after being taken out of furnace. Characterization was carried out by optical, electron microscope, X-Ray Diffraction (XRD) and hardness test and impact test were also evaluated.
The result shown that highest hardness was achieve at 950oC for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo either. Most secondary carbide was found at 950°C for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 850oC for high chromium white cast iron material with composition 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. A very low carbide precipitate was found at 1150°C for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Retained austenite based on XRD shown that the highest intensity occured at 850oC for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 1050oC for high chromium white cast iron material with composition 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42209
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alif Fudin
"Masalah yang sering muncul dalam pembuatan grindil ball lokal adalah belum maksimalnya performa standar yang dipersyaratkan seperti nilai yield hanya bisa dicapai 35% masih dibawah standar 35% tingkat pecah yang tinggi dan masih terdapat cacat shinkage atau porositas. Dari data teknis diatas masih diperlukan upaya penelitan dan pengkajian mendalam untuk menghasilkan kualitas grinding ball lokal agar sesuai dengan spesifikasi pemakaian.
Penelitian skala laboratiroum terhadap grinding ball hasil industri kecil-menengah dilakukan muai dari inspeksi mikrostruktur, kualitas permukaan, kerusakan dan komposisi kimia kondisi as-cast. Kondisi grinding ball as-cast selanjutnya dilakukan proses perlakuan panas mulai dari annealing, hardening dan tempering untuk kemudian dilakukan pengamatan nilai kekerasan makro, metalografi kualitatif-mikrostruktur serta kuantitatif-persen fasa terhadap hasi tiap-tiap kondisi perlakuan panas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kekerasan grinding ball kondisi as-cast dapat ditingkatkan dengan perlakuan panas yaitu 430-510 HB menjadi 690-833 HB pada perlakuan hardening. Perolehan mikrostruktur primary carbides sebesar 21-32 % pada as temper sedangkan target untuk as-temper adalah 38,2%, Hal ini terjadi karena pengendapan primary carbides dalam matriks belum maksimal akibat perlakuan panas yang kurang optimum."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana
"Paduan Titanium merupakan pilihan yang paling banyak digunakan untuk material implantasi dikarenakan sifat logam Ti merupakan anodik yang sangat reaktif dengan oksigen membentuk TiO2, sehingga reaksi jaringan yang diakibatkan oleh penanaman Ti dalam tubuh relatif kecil. Paduan Ti yang sering di gunakan adalah Ti-6Al-V tetapi paduan Ti-Al-V tidak bersifat biokompatibel karena adanya kandungan unsur V sebagai penyebab alergi terhadap tubuh. Dalam penelitian ini unsur V di subsitusikan dengan unsur Molibdenum dan Niobium sebagai pembentuk fasa beta. Untuk melihat laju korosi Ti-6Al dengan penambahan 1%Mo, 4%Mo dan 6%Mo, sedangkan untuk Nb ditambahkan sebanyak 2%, 4%, dan 7% apabila diaplikasikan sebagai implant pada tubuh, maka dilakukan pengujian immersi dan polarisasi potensiodinamik metode tafel dengan larutan darah sintetis (Hanks) dengan komposisi (NaCl 0.803, CaCl2 0.293, KC1 0.225, NaHCO3 0.352, Na2HPO4.3H2O 0.238, MgCl2.6H2O 0.311, NaHCO3 0.352, Na2SO4. 0.072 g/L) pada pH 7,4 dan temperatur 37±1°C. Setelah pengujian imersi selama 4 minggu dilakukan pengujian SEM (Scanning Electron Microscopes), XRD untuk melihat karakteristik lapisan pasif yang terbentuk, AAS untuk mendapatkan ion terlarut yang merupakan data kelayakan biocompability, metalografi dengan penampang lintang untuk melihat korosi yang terjadi, dan pengujian kekerasan.
Dari pengujian polarisasi didapatkan nilai laju korosi Ti-6Al 0.35 mpy, setelah dilakukan modifikasi laju korosi yang paling rendah didapatkan pada spesimen Ti-6Al-6Mo dengan nilai 0.002 mpy. Nilai kekerasan untuk penambahan Mo naik maksimal sebesar 25,7%, sedangkan untuk penambahan Nb nilai kekerasan naik maksimal sebesar 7.78%. Setelah dilakukan immersi selama 4 minggu dalam larutan hanks, dari hasil pengujian XRD diperoleh senyawa hidroksilapatit yang merupakan pelapis untuk merangsang penyatuan tulang dengan implan prostesis.
Dengan nilai laju korosi sangat kecil dan terbentuknya lapisan pasif serta ion terlarut yang berada jauh diambang batas maksimum toxicity, maka material Ti-6Al dengan modifikasi Mo dan Nb merupakan material yang layak digunakan sebagai implant.

Titanium alloys are the most used choice for the implants material because properties of Ti metal is highly reactive anodic with oxygen to form TiO2, so the tissue reaction caused by the planting of Ti in the body is a relatively small. Ti alloys that are often used is Ti-6Al-V but the alloy Ti-Al-V are not biocompatible because it contains V element as a cause of allergy to the body. In this research, V element is substituted by molybdenum and niobium to form the beta phase. To see the corrosion rate of Ti-6Al with the addition of 1% Mo, 4% Mo and 6% Mo, while for Nb is added at 2%, 4% and 7% when applied as an implant in the body, then Immersion testing and potentiodynamic polarization of sink methods are carried out with a solution of synthetic blood (Hanks) with a composition (NaCl 0.803, CaCl2 0.293, KC1 0.225, NaHCO3 0.352, Na2HPO4.3H2O 0.238, MgCl2.6H2O 0.311, NaHCO3 0.352 , Na2SO4 0.072 g / L) at pH 7.4 and temperature 37 ± 1 ° C.
After the immersion test during four weeks then the SEM (Scanning Electron microscopes) is carried out to view the XRD characteristics of passive film formed, the AAS to obtain a dissolved ion is biocompatibility feasibility data, with the metallographic cross section to see the corrosion, and hardness testing. From the polarization test results is the corrosion rate of Ti-6Al 0:35 mpy, after the modification of the lowest corrosion rate was found in specimens of Ti-6Al-6Mo with a value of 0002 mpy. Hardness value for the addition of Mo increased maximum of 25.7%, while for the addition of Nb increased the maximum hardness value of 7.78%. Having done during the four-week Immersion in Hanks solution, the test results obtained by XRD hydroxilapatite compound which is a coating to stimulate bone union with implant prostheses. With a very small amount of corrosion rate and formation of passive film and the dissolved ions that are far away on the verge of a maximum limit of toxicity, then the material modification of Ti-6Al with Mo and Nb represent material fit for use as implants."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T28195
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mahendra Ammar Pratama
"ABSTRAK
Penggunaan kampas rem kereta api konvensional menggunakan material besi tuang kelabu sejatinya masih memiliki kekurangan seiring terdapat konsentrasi tegangan yang tinggi sehingga dapat mengganggu fungsi pengereman. Komposit aluminium menjadi salah satu material yang menjanjikan untuk dijadikan kampas rem kereta api karena memiliki densitas yang rendah serta kombinasi sifat kekuatan dan ketahanan aus yang baik. Dalam penelitian ini, dilakukan fabrikasi komposit Aluminium ADC12 berpenguat boron karbida dengan variasi penambahan penguat sebesar 1, 3, 5, 7, dan 10 % fraksi volum melalui pengecoran aduk. Magnesium sebagai agen pembasahan, Titanium-boron sebagai penghalus butir, dan stronsium sebagai modifier ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanisnya. Karakterisasi material komposit ADC12/B4C dilakukan dengan melakukan analisis metalografi Optical Microscope (OM), Scanning Electron Microscope (SEM), X-Ray Difraction (XRD), dan Optical Emission Spectometry (OES) serta pengujian mekanik seperti tarik, kekerasan, impak, dan keausan. Diperoleh komposisi optimum material komposit ADC12/B4C pada variasi penambahan penguat 7% fraksi volum dengan nilai kekuatan tarik 231.117 MPa, kekerasan 58.34 HRB, ketahanan impak 0.09375 J/mm2, dan laju aus 0.00326 x 10-5 mm/m3. Beberapa fasa yang terbentuk pada material komposit diantaranya Mg2Si, Al2Cu, dan β-Al5FeSi.

ABSTRACT
Conventional railway brakeshoe using gray cast iron material actually still has disadvantages as there is a high stress concentration that can interfere with the braking function. Aluminum composite is one of the promising materials for railway brakeshoe because it has a low density and good combination of strength and wear resistance. In this study, the fabrication of Aluminium ADC12 composites reinforced by boron carbide was carried out with variations in the addition of reinforcement of 1, 3, 5, 7, and 10% volume fractions through stir casting. Magnesium as a wetting agent, Titanium-boron as a grain refiner, and strontium as a modifier added to improve its mechanical properties. Characterization of composite materials ADC12/B4C was carried out by performing metallographic analysis of Optical Microscope (OM), Scanning Electron Microscope (SEM), X-Ray Difraction (XRD), and Optical Emission Spectometry (OES) as well as mechanical tests such as tensile, hardness, impact, and wear. The optimum composition of the composite material was obtained ADC12/B4C with the addition of 7% volume fraction reinforcment with a tensile strength value of 231.117 MPa, hardness of 58.34 HRB, impact resistance 0.09375 J/mm2, and wear rate 0.00326 x 10-5 mm/m3. Some phases formed in composite materials include Mg2Si, Al2Cu, and β-Al5FeSi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>